Anda di halaman 1dari 16

A.

Konsep dasar penyakit


1. Pengertian
Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas
kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi
sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000).
Bronchiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada bronkiolus, yang menyebabkan
obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering
disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), gangguan ini biasanya terjadi pada
anak usia 2-12 bulan, terutama selama musim dingin dan awal musim semi (Anonim,
2008).
2. Epidemiologi
Dua puluh lima persen dari anak berumur di bawah satu tahun dan 13% anak berumur
di antara 1-2 tahun akan mengalami infeksi pernapasan. Setengahnya akan dijumpai
’penyakit pernapasan berhubungan dengan wheezing’. RSV dapat ditemukan dalam kultur
dari sepertiga penderita tersebut yang dirawat jalan dan 80% dari penderita berumur
kurang 6 bulan yang masuk rumah sakit. Di antara anak-anak, 80% yang masuk rumah
sakit terjadi pada tahun pertama kehidupan dan 50% yang masuk rumah sakit itu terjadi
pada anak yang berumur rentang antara 1-3 bulan. Secara umum, bronkiolitis terjadi pada
anak berumur lebih 1 bulan dengan puncak insiden terjadi pada usia 2-3 bulan. Tujuh
puluh lima persen kasus bronkiolitis terjadi pada umur di bawah 1 tahun, dan mencapai
95 % sampai dengan anak di bawah 2 tahun. Meskipun insiden terjadinya infeksi RSV ini
sama pada laki atau wanita, tapi tampaknya bronkiolitis yang berat terjadi lebih banyak
pada laki –laki.3 Faktor resiko penyakit ini di antaranya: berat bayi lahir rendah, bayi
berumur kurang dari 6 bulan, bayi prematur, sosial ekonomi rendah, lingkungan
pemukiman yang padat, terekspos dengan rokok, ketiadaan pemberian ASI

3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Klasifikasi
6. Gejala klinis
7. Pemeriksaan fisik
8. Pemeriksaan diagnostik atau penunjang
9. Kriteria diagnosis
10. Therapy
11. komplikasi

12. Etiologi
Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:
a. Virus
1) Virus Respiratory Syncytial (RSV)
RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran
napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut disebabkan oleh RSV. Virus ini sering
sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun sudah
pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang dewasa.
2) Virus parainfluenza
3) Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae)
4) Adenovirus dan beberapa virus lain
b. Polusi udara
a. Asap pembakaran
Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa menjadi faktor risiko
terjadinya bronchiolitis yang menyebabkan bayi dirawat di rumah sakit pada tahun
pertama kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak
sempurna. Bayi yang sering terpapar pembakaran kayu tidak sempurna cenderung
lebih sering masuk rumah sakit akibat terkena bronchiolitis. Pemaparan polutan
udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel lainnya diduga dapat
memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari kayu yang dibakar dapat mengiritasi
sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan
paru-paru anak-anak. Asap kayu memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan
paru-paru, sedangkan bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan terbesar
terhadap kesehatan jantung karena lebih banyak mengandung logam.
b. Asap rokok
Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk terhadap kesehatan paru-
paru yang dilepaskan saat merokok, dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar
selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir
tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan virus dan selanjutnya
dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.
Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat menyebabkan seorang anak atau
dewasa menderita bronchiolitis yaitu:
a) Pada anak-anak
a. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.
b. Anak-anak yang terlahir premature.
c. Anak yang tidak memperoleh ASI
d. Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik terutama mereka yang mengidap
penyakit jantung atau paru-paru bawaan.
e. Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti sedang menjalani kemoterapi,
transplantasi, atau karena penyakit.
f. Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki saudara kandung yang sudah
bersekolah akan memiliki resiko lebih tinggi tertular infeksi ini.
g. Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terpapar pada polusi udara
dan asap rokok.
h. Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi, yang biasanya dimulai pada
musim gugur dan berakhir di musim semi.
2. Pada dewasa
a. Orang-orang dewasa berusia lanjut.
b. Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis.
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis
1.2.2.1 Diagnosa Keperawatan 1
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi mucus / secret meningkat
Batasan karakteristik
Mayor :
a) Batuk tidak efektif atau tidak ada
b) Tidak mampu mengeluarkan sekret di jalan nafas.
Minor :
a) Suara nafas tambahan (mengi, ronchi, krekels)
b) Jumlah, irama, kedalaman pernafasan tidak normal.
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan kapasitas ventilasi/bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil :
a) Anak bernafas dengan mudah tanpa dispnea
b) Anak menunjukkan kapasitas ventilasi yang membaik (batuk efektif, dan mengeluarkan sekret)
c) Anak tidak mengalami aspirasi
Intervensi :
1. Instruksikan dan / atau awasi latihan pernafasan dan pernafasan terkontrol
R : Meningkatkan pernafasan diafragmatik yang tepat, ekspansi sisi dan perbaikan mobilitas dinding dada.
2. Gunakan tehnik bermain untuk latihan pernafasan pada anak kecil (meniup gasing, atau bola – bola kapas di meja)
R : Memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan waktu ekspirasi.
3. Auskultasi bunyi paru / suara nafas.
R : Bunyi nafas tambahan yang terdengar pada waktu inspirasi atau ekspirasi merupakan respon terhadap pengumpulan cairan,
sekret kental dan spasme jalan nafas.
4. Kaji frekuensi atau kedalaman peningkatan gerakan dada.
R : Takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena atelektasis atau akumulasi sekret.
5. Beri posisi tidur yang nyaman bagi pasien, missal peninggian TT.
R : Mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
6. Anjurkan untuk minum air / susu hangat.
R : Air hangat membantu mempermudah pengenceran sekret sehingga mudah keluar.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat bronchodilator, nebulizer, analgesic dan antitusif.
R : Bronchodilator merelaksasikan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan nafas, mengi dan
produksi mucus. Nebulizer menimbulkan kelembaban menurunkan kekentalan sekret sehingga mempermudah pengeluaran
sekret.

1.2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2


Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh sekunder terhadap adanya hiperinflamasi.
Batasan Karakteristik :
Mayor :
Suhu lebih tinggi dari 37,8 0 C per oral atau 38,8 0 C ( 101 0 F ) per rectal.
Minor :
a) Kulit kemerahan.
b) Hangat pada sentuhan.
c) Peningkatan frekuensi pernafasan.
d) Takikardia.
e) Menggigil / merinding.
f) Dehidrasi
g) Sakit dan nyeri yang spesifik atau umum ( mis : sakit, malaise / kelelahan / kelemahan ).
h) Kehilangan nafsu makan.
ujuan : Pasien menunjukkan penurunan suhu tubuh dalam keadaan normal. (36-37oC)
Kriteria hasil :
(1) Anak tidak mengeluh badannya panas lagi
(2) Kedinginan berkurang
(3) Anak tidak tampak menggigil
(4) Suhu tubuh badan nomal 36-37 0 C
Intervensi
1. Beri pasien baju yang tipis
R : Mempercepat evaporasi atau penguapan panas tubuh
2. Berikan banyak air putih dan motivasi pasien untuk minum sebanyak-banyaknya
R : Membantu menurunkan suhu tubuh
3. Berikan kompres air hangat
R : Membuka pori-pori kulit sehingga mempercepat penguapan panas tubuh
4. Observasi TTV terutama suhu setiap 4 jam
R : Memantau perkembangan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya
5. Batasi aktivitas pasien
R : Mengurangi produksi panas tubuh
6. Beri HE tentang pentingnya minum yang banyak
R : Meningkatkan pengetahuan pasien dan mempercepat proses penyembuhan pasien
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik
R : Untuk menurunkan panas

1.2.2.3 Diagnosa Keperawatan 3


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan
Batasan Karakteristik
Mayor:
a) Perubahan frekuensi pernafasan
b) Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas)
Minor:
a) Takipnea, hipernea, hiperventilasi
b) Irama pernafasan tidak teratur
c) Pernapasan yang berat
Tujuan
a) Dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas
b) Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD dan ekspresi wajah.

Kriteria Hasil
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2) Menyatakan gejala berkurang
(3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya
Intervensi dan rasional
1. Observasi TTV
R : Mengidentifikai keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan
2. Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan
R : Infeksi pada paru menyebabkan efek luas pada paru, efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress
pernafasan
3. Berikan posisi tidur semi fowler
R : Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru
4. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan
kuku
R : Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital jaringan
5. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
R : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
R : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan
alveolar paru
7. Kolaborasi dalam pemberian obat
R : Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan

1.2.2.4 Diagnosa Keperawatan 4


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan asupan makanan karena sesak nafas; malaise
Mayor :
Individu mengalami masukan makanan yang tidak adekuat
Minor :
a) BB badan 10% - 20% di bawah normal
b) Kelemahan otot dan sesak nafas

Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat dalam waktu 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
a) Pasien senang bila makan
b) Nafsu makan meningkat
c) Porsi makan yang diberikan selalu habis
Intervensi dan rasional :
1. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen vitamin untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
R : Untuk meningkatkan nafsu makan sebagai pemenuhan terhadap nutrisi
2. Anjurkan untuk makan-makanan dengan porsi kecil tapi sering
R : Untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi dan dapat menurunkan kejenuhan makan serta meningkatkan nafsu makan
3. Jelaskan pengertian intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
R : Untuk memberikan motivasi agar kebutuhan nutisi terpenuhi
4. Bantu orang terdekat atau orang tua mengembangkan keseimbangan nutrisi
R : Meningkatkan pemahaman kebutuhan individu terhadap pentingnya nutrisi sebagai penunjang keseimbangan pasien
5. Menimbang berat badan tiap hari
R : Untuk mendeteksi tingkat kekurangan nutrisi dari pada pasien
6. Kolaborasi dalam pemberian diit
R : Untuk memenuhi kebutuhan nutisi yang adekuat

1.2.2.5 Diagnosa Keperawatan 5


Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan proses informasi yang kurang.
Batasan karakteristik :
Mayor :
a) Menyatakan kurangnya pengetahuan atau ketrampilan/meminta informasi.
b) Mengekspresikan persepsi yang “tidak akurat“ terhadap kondisi kesehatan nya.
c) Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau yang mudah ditentukan.
Minor :
a) Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari – hari.
b) Menunjukkan atau mengekspresikan gangguan psikologis (misal : cemas, depresi yang diakibatkan oleh salahnya informasi
atau kurangnya informasi).
Tujuan :
Setelah mendapatkan tindakan keperawatan, pengetahuan orang tua pasien tentang proses penyakit bertambah.
Kreteria hasil :
a) Orang tua pasien mengungkapkan sudah jelas tentang proses penyakit yang dialami anaknya.
b) Orang tua pasien dapat menjelaskan kembali tentang proses penyakit yang dialami anaknya.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji tingkat ketidaktahuan pasien atau keluarga pasien tentang cara minum obat
R: Identifikasi sejauh mana informasi yang dibutuhkan pasien / keluarga tentang pemberian terapi pengobatan
2. Kaji tingkat pendidikan pasien / keluarga pasien.
R : Identifikasi pendidikan pada sasaran perawatan sehingga dapat memberikan informasi sesuai dengan kemampuan penerimaan
sasaran
3. Diskusikan bersama keluarga / sasaran keperawatan tentang proses penyakit.
R : Memberi kesempatan bagi keluarga / sasaran keperawatan untuk mengungkapkan perasaan / pengetahuannya tentang penyakit
yang diderita pasien dan perawat dapat lebih leluasa untuk memberi masukan dan saran kepada sasaran keperawatan.
4. Beri HE tentang proses penyakit yang dialami pasien.
R : Memberikan informasi tentang proses penyakit yang dialami pasien.
5. Evaluasi pengetahuan sasaran perawatan tentang proses penyakit yang dialami pasien
R : Identifikasi penerimaan sasaran perawatan setelah mendapat informasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas
kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi
sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000).
Bronchiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada bronkiolus, yang menyebabkan
obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering disebabkan
oleh respiratory syncytial virus (RSV), gangguan ini biasanya terjadi pada anak usia 2-12 bulan,
terutama selama musim dingin dan awal musim semi (Anonim, 2008).
Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan
peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz & Cecily, 2002).
Bronchiolitis adalah inflamasi bronchioles yang pada banyak kasus disebabkan oleh virus
respiratory syncitial dan paling sering ditemukan pada anak-anak dalam usia 1 tahun pertama
(Hinchliff & Sue, 1999).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bronchiolitis adalah
penyakit infeksi virus pada saluran bronkiolus berupa radang atau inflamasi akut yang sering
menyerang anak usia 2-12 bulan sehingga menyebabkan obstruksi akut saluran napas dan
penurunan pertukaran gas dalam alveoli.

B. Etiologi
Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:
1. Virus
a. Virus Respiratory Syncytial (RSV)
RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran napas. Sekitar
50% bronchiolitis akut disebabkan oleh RSV. Virus ini sering sekali menyerang anak-anak,
biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga
dapat menginfeksi orang dewasa.
b. Virus parainfluenza
c. Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae)
d. Adenovirus dan beberapa virus lain
Tidak terdapat bukti jelas bahwa bronchiolitis disebabkan oleh suatu bakteri.
2. Polusi udara
a. Asap pembakaran
Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa menjadi faktor risiko terjadinya
bronchiolitis yang menyebabkan bayi dirawat di rumah sakit pada tahun pertama
kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak sempurna. Bayi yang sering
terpapar pembakaran kayu tidak sempurna cenderung lebih sering masuk rumah sakit akibat
terkena bronchiolitis. Pemaparan polutan udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan
partikel lainnya diduga dapat memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari kayu yang dibakar
dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan
paru-paru anak-anak. Asap kayu memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan paru-paru,
sedangkan bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan terbesar terhadap kesehatan jantung
karena lebih banyak mengandung logam.
b. Asap rokok
Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk terhadap kesehatan paru-paru yang
dilepaskan saat merokok, dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.
Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat menyebabkan seorang anak atau dewasa
menderita bronchiolitis yaitu:
1. Pada anak-anak
a. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.
b. Anak-anak yang terlahir premature.
c. Anak yang tidak memperoleh ASI
d. Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik terutama mereka yang mengidap
penyakit jantung atau paru-paru bawaan.
e. Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti sedang menjalani kemoterapi,
transplantasi, atau karena penyakit.
f. Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki saudara kandung yang sudah
bersekolah akan memiliki resiko lebih tinggi tertular infeksi ini.
g. Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terpapar pada polusi udara dan
asap rokok.
h. Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi, yang biasanya dimulai pada musim
gugur dan berakhir di musim semi.
2. Pada dewasa
a. Orang-orang dewasa berusia lanjut.
b. Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis.

C. Klasifikasi
Berdasarkan keparahannya, bronchiolitis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Ringan
a. Anak sadar, warna kulit merah muda.
b. Anak dapat makan dengan baik.
c. Saturasi oksigen > 90%.
Pada kondisi ini anak dapat ditangani di rumah dengan cukup istirahat dan makan lebih sering
dalam porsi kecil. Dapat dilakukan kunjungan follow-up ke dokter dalam 24 jam.
2. Sedang, anak akan mengalami:
a. Kesulitan makan.
b. Lemah.
c. Kesulitan bernapas, dengan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
d. Adanya kelainan jantung atau saluran napas.
e. Saturasi oksigen < 90%.
f. Usia kurang dari enam bulan.
Pada kondisi ini anak harus segera dibawa ke RS untuk dilakukan pertolongan segera,
diantaranya adalah:
1. Pemberian oksigen.
2. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan.
3. Observasi setiap jam.

3. Berat, gejalanya sama dengan criteria sedang, namun:


a. Mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen.
b. Menunjukkan episode henti napas (apnea).
c. Menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau karbon dioksida dalam tubuh terkumpul
terlalu banyak.
Pada kondisi ini, hal yang perlu dilakukan adalah:
a. Memonitor jantung dan pernapasan.
b. Mungkin membutuhkan perawatan di ICU.
c. Membutuhkan tes darah untuk mengetahui kadar berbagai zat dalam darah.

D. Manifestasi Klinis
Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung berair, hidung tersumbat
disertai dengan demam ringan, tidak nafsu makan dan batuk. Tetapi setelah dua atau tiga
hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik.Gejala umum dari bronchiolitis
yang sering muncul yaitu:
1. Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk.
2. Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit), dengan terengah-engah
disertai dengan peningkatan batuk.
3. Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya.
4. Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal suprasternal
5. Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
6. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai dengan
mengi (wheezing). Ronki nyaring halus kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada awal
ekspirasi. Pada keadaan yang berat, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hampir total.
7. Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus, obstruksi bronkiolus, dan
peregangan yang berlebihan dari alveoli.

Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari setelah terjadi
paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih
dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan terjadinya tanda-tanda seperti selesma ringan
dan gejala yang mirip dengan gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan atas.
Tanda-tanda ini adalah:
1. Hidung mampet atau berlendir
2. Batuk kering disertai suara serak
3. Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
4. Sakit leher
5. Sakit kepala ringan
6. Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise)
Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat menyebabkan timbulnya
penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah seperti radang paru atau bronchiolitis.
Gejala dan tanda-tandanya adalah:
1. Demam dengan suhu tinggi
2. Batuk yang parah
3. Nafas tersengal-sengal, ada suara ngik (wheezing) yang biasanya terdengar saat
ekspirasi
4. Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan menyebabkan anak
lebih memilih untuk duduk daripada berbaring
5. Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen disertai
dengan berkeringat.

Akibat paling parah akibat infeksi RSV akan diderita oleh bayi dan balita. Gejala paling
berat umumnya dialami di hari kedua atau ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10 hari dan
batuk dapat berlanjut hingga 2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang menderita infeksi
RSV, tanda-tandanya adalah:
1. Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat bernapas, yang
menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan bernapas.
2. Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat ini
mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum.
3. Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas selama lebih
dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini disebutrecurrent apnea.
4. Atau mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tetapi tidak mau
makan dan biasanya lemas dan rewel.
5. Bayi menjadi mudah mengantuk dan bibirnya mulai membiru.
E. Patofisiologi
Bronchiolitis merupakan infeksi virus yang terjadi pada saluran udara kecil pada paru-
paru yang disebut bronkiolus. Bronchiolitis paling sering menyerang bayi dan anak-anak kecil
dan biasanya terjadi selama 2-3 tahun pertama kehidupan mereka, dengan puncak gejala sekitar
umur 3-6 bulan. Bronchiolitis juga lebih sering diderita oleh laki-laki, anak-anak yang tidak
minum ASI, dan orang-orang yang tinggal di lingkungan padat penduduk.
Bronchiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas, disertai
dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya
subfebril. Kebanyakan anak-anak dan orang dewasa akan membaik dalam 7-10 hari, tetapi pada
anak-anak dengan penyakit berat, dapat batuk sampai beberapa minggu. Pada bayi-bayi yang
usianya masih sangat muda, bayi yang terlahir prematur, atau bayi atau orang dewasa yang
memiliki masalah pada jantung dan paru-paru, virus ini akan menyebabkan infeksi lebih berat,
seringkali dapat mengancam keselamatan jiwa sehingga membutuhkan perawatan di rumah
sakit. Pada umumnya puncak penyakit terjadi pada hari kedua sampai ketiga setelah anak batuk
dan sulit bernapas dan berangsur-angsur pulih.
Virus RSV masuk ke dalam tubuh melalui mata, hidung atau mulut. Virus ini menyebar
dengan sangat mudah melalui sekresi pada saluran napas yang sudah terinfeksi, seperti melalui
air ludah yang tersebar pada saat batuk atau bersin, yang dihirup atau ditularkan ke orang lain
melalui kontak langsung, seperti berjabat tangan. Virus juga dapat hidup selama berjam-jam
pada benda-banda seperti meja dan boneka. Sentuhan pada mulut, hidung atau mata setelah
menyentuh benda yang telah terkontaminasi, kemungkinan besar dapat menularkan virus
tersebut. Orang yang terinfeksi akan menularkan virus tersebut dalam waktu beberapa hari
pertama setelah ia pertama kali terinfeksi virus, tapi RSV dapat tersebar selama beberapa
minggu setelah infeksi dimulai.
Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus partial atau total akibat akumulasi dan
peningkatan sekresi mucus, eksudat yang liat, debris (debris seluler maupun yang diakibatkan
oleh invasi virus ke dalam saluran-saluran yang lebih kecil dari cabang-cabang bronkus), dan
edema mukosa. Virus akan menyebabkan nekrosis epitel bronkiolus dan hypersekresi mucus
sehingga terjadi resistensi aliran udara pernapasan berbanding terbalik (dengan radius lumen
pangkat empat), baik pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Pada dinding bronchus dan
bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang. Radang dijumpai peribronkial dan di jaringan
interstitial. Terdapat mekanisme klep, yaitu terperangkapnya serta pengisian udara yang
berlebihan sehingga menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara (difusi udara pada
alveolus) yang terganggu akibat peregangan alveolus yang berlebihan dapat menyebabkan
ventilasi pada alveolus-alveolus berkurang sehingga mengakibatkan hipoksemia dan
peningkatan frekuensi napas sebagai konpensasinya. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi
hiperkapnia. Pada umumnya semakin tinggi kecepatan pernafasan, maka semakin rendah
tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan
melebihi 60 x/menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipnea yang terjadi. Obstruksi
total dan terserapnya udara dapat menyebabkan atelektasis, sedangkan obstruksi parsial
menimbulkan emfisema.
Selain oleh virus, polusi udara akibat pembakaran yang tidak sempurna juga dapat
menyebabkan bronchiolitis. Asap dari kayu yang dibakar (mengandung polutan udara seperti
nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel lainnya) dapat mengiritasi sistem pernapasan dan
telah terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan paru-paru anak-anak. Asap mengiritasi
jalan nafas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini,
kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya dan fungsi silia
menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibatnya, bronkiolus menjadi
menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri.
Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Penyempitan
bronkiolus lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan nafas.
Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkietasis (Bruner, 2001).
Asap rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus. Aktivitas merokok
di rumah dapat meningkatkan risiko bayi terkena bronchiolitis dan membuatnya makin parah.

2. Pemeriksaan laboratorium darah. Hasil pemeriksaan analisa gas darah (AGD) menunjukkan
hiperkarbia dengan tanda air trapping, dan acidosis respiratorik maupun metabolic, sedangkan
pemeriksaan darah tepi menunjukkan dalam batas normal.
3. Nasopharyngeal aspiration, yaitu pengambilan cairan dari rongga belakang hidung untuk
melihat adanya virus melalui pemeriksaan di laboratorium (tidak dilakukan secara rutin).
4. Uji antibodi fluoresen cepat terhadap antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.

H. Komplikasi
1. Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan infeksi dapat menginvasi ke
bagian paru-paru yang lain bahkan seluruh bagian.
2. Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di belakang gendang
telinga
3. Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi radang yang terjadi saat anak-
anak dapat meningkatkan sensitivitas pada saluran napas terhadap allergen, sehingga dapat
memicu terjadinya astma.
4. Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat timbul berupa batuk berulang,
mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cenderung membaik sebelum usia sekolah.
5. Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Sindrom Swyer-James).
Komplikasi ini sering dihubungkan dengan adenovirus.
6. Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-bayi yang lahir prematur, dan
bayi-bayi yang memiliki kelainan bawaan pada jantung dan paru-parunya, infeksi RSV dapat
berakibat serius sampai menimbulkan kematian.

I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami bronchiolitis, tetapi yang
dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan pemberian makan (ASI, formula, atau makanan
tambahan sesuai usia bayi) dalam porsi lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. ASI
diberikan lebih sering, namun dalam waktu yang lebih pendek setiap kalinya. Dengan demikian
anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami dehidrasi.
Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan diberikan sirup yang
mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi rasa gelisah. Beri minum air putih
sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi. Namun apabila penyakit menunjukkan keparahan
atau infeksi serius yang dapat mengancam jiwa, maka harus segera dibawa ke rumah
sakit untuk memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan jantung dan laju pernafasan.
Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus maka belum ada obat
kausal. Antibiotuik tidaki berguna, obat yang biasanyan diberikan adalan obat penurun demam,
banyak minum terutama sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk
yang banayk lender lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ad dan dalam 2 minggun
tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotic perlu
diberikian.pemberian antibiotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influensae sebagai
bakteri penyerang sekunder misalnya amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid.
(Ngastiyah, 1997)

Penatalaksanaan medis
1. Terapi farmakologis.
a. Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah bernapas dengan cara membuka
saluran udara di paru-paru dan mengurangi sesak napas. Obat ini dapat diberikan dengan
nebulasi, contoh obat ini adalahproventil, ventolin.
b. Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu mengurangi sesak napas dan
mengontrol demam, namun pemberiannya tidak dianjurkan.Deksametason 0,5 mg/kgBB inisial,
dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
c. Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam bentuk nebulasi, penggunanya telah
dianjurkan untuk bayi dengan penyakit jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi
akademik pediatric amerikaka (AAP)
d. Antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk mengobati RSV karena RSV disebabkan
oleh infeksi virus. Meskipun demikian, antibiotik tetap diberikan karena bronchiolitis sukar
dibedakan dengan pneumonia interstisialis, dan apabila telah terjadi komplikasi bakteri, seperti
infeksi di telinga bagian tengah, atau radang paru-paru karena bakteri. Bila tidak ada
komplikasi, maka dokter mungkin akan merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli
secara bebas seperti asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang dapat
mengurangi demam tetapi tetap tidak dapat mengobati infeksi tersebut untuk sembuh lebih
cepat.
1) Untuk kasus bronkiolitis community base:
 Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
 Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2) Untuk kasus bronkiolitis hospital base:
 Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
 Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
e. Epinephrine. Dokter mungkin merekomendasikan suntikan epinephrine atau bentuk lain dari
epinephrine yang dapat diinhalasi dengan alat nebulasi (racenic epinephrine) untuk mengurangi
gejala yang timbul dari infeksi RSV.
f. Paracetamol, diberikan jika anak merasa tidak nyaman dan mengalami demam (10
mg/kgBB/hari).
g. Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier.
2. Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.
3. Oksigenasi. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui selang udara ke hidung
atau headbox atau pada beberapa kasus parah, melalui ventilasi buatan. Untuk bronchiolitis
ringan, oksigen diberikan sebanyak 1-2 L/menit atau sesuai kebutuhan.
4. Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan ventilasi mekanik,sebuah
alat bantu pernapasan.
Anak akan merasa lega setelah lebih mudah bernapas dan selera makannya juga akan mulai
kembali membaik.
5. Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila anak sulit makan dan
minum.
a. Neonatus: dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, + KCl 1-2 mEq/kgBB/hari
b. Bayi > 1 bulan: dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
6. Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan keperawatan
1. Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar tidak terjadi dehidrasi jika
anak tidak makan atau minum dengan baik. Beri minum air putih sebanyaknya untuk
menghindari dehidrasi dan beri makan dengan porsi yang lebih kecil namun dengan frekuensi
lebih sering.
2. Memberikan posisi yang nyaman dengan posisi kemiringan 30°-40° (semifowler) atau dengan
kepala dan dada yang sedikit ditinggikan sehingga leher berada pada posisi ekstensi untuk
mempermudah pernapasan. Atau duduk dengan posisi tegak.
3. Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk membantu melegakan
pernapasan dan mengencerkan dahak yang mengental.
4. Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup lembab untuk dihirup untuk
mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan atau kamar dalam keadaan hangat tetapi tidak terlalu
panas Bila udaranya kering, gunakan pelembab ruangan (humidifier) atau vaporizer yang dapat
melembabkan udara dan membantu melegakan napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab
udara dalam keadaan kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman.
5. Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat memperburuk gejala yang
ada.
6. Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama.
J. Tindakan Pencegahan
Tidak ada vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi RSV. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah tersebarnya infeksi virus ini diantaranya adalah:
1. Sering-sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh anak, dan ajarkan pada anak-anak
tentang pentingnya mencuci tangan.
2. Hindari paparan terhadap infeksi RSV, dengan cara membatasi kontak antara bayi
dengan orang-orang yang sedang mengalami demam dan selesma.
3. Jagalah kebersihan. Pastikan agar rak-rak selalu dalam keadaan bersih terutama rak
yang terdapat di dapur dan kamar mandi, terutama bila ada anggota keluarga yang
sedang selesma. Segera buang tisu bekas pakai.
4. Jangan menggunakan gelas yang sudah digunakan oleh orang lain. Gunakan gelas
sendiri atau gelas sekali pakai bila kita atau orang lain sedang sakit.
5. Jangan merokok. Bayi yang terkena paparan tembakau memiliki resiko lebih tinggi
terkena infeksi RSV dan berpotensi lebih besar terkena gejala yang lebih parah.
Selalu coba untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar bayi, terutama jika bayi
memiliki kelainan saluran napas atau jantung, sistem kekebalan yang rendah, atau
lahir prematur.
6. Cuci boneka secara rutin, terutama bila anak atau kawan bermain anak sedang sakit.
7. Sebagai tambahan, ada obat yang disebut palivisumab (Synagis) yang dapat
membantu melindungi anak-anak berusia kurang dari 2 tahun yang memiliki resiko
mengalami komplikasi serius bila mereka terjangkit RSV. Synagis bekerja dengan
menyediakan antibody yang diperlukan untuk melindungi tubuh dari RSV.
Diperlukan satu kali suntikan tiap bulan yang disuntikkan melalui IM pada bagian
paha setiap puncak musim RSV (dimulai pada musim gugur) dan dilakukan secara
terus menerus selama lima bulan. Suntikan ini diulangi lagi setiap tahun hingga si
anak tidak lagi dalama kondisi yang berisiko tinggi. Pemberian obat tidak akan
mempengaruhi jadwal vaksinasi anak. Penggunaan terapi seperti ini mengurangi
frekwensi dan lama perawatan di rumah karena infeksi RSV. Tetapi karena biayanya
yang tinggi, penggunaan pengobatan seperti ini dibatasi hanya pada mereka yang
memiliki resiko paling tinggi mengalami komplikasi karena infeksi RSV. Pengobatan
ini tidak akan berguna untuk mengobati infeksi RSV yang sudah terjadi.

K. Pengkajian keperawatan
1. Pernafasan
a. Retraksi: suprasternal, interkostal, subkostal, dan supraklavikular.
b. Pola napas: dispnea, pernafasan dangkal, takipnea, ekspirasi yang memanjang.
c. Penurunan bunyi nafas
d. Wheezing
e. Pernapasan cuping hidung
f. Batuk
2. Kardiovaskuler: takikardi
3. Neurologis: iritabilitas, kesulitan tidur
4. Gastrointestinal: nafsu makan turun, kesulitan makan dan minum karena batuk disertai
dengan sesak napas
5. Integumen: peningkatan temperature, sianosis
6. Psikososial: cemas, takut

L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus bronchilitis diantaranya adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekresi
tertahan, sekresi kental.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
sekunder terhadap obstruksi bronkiolus.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan
kehilangan cairan melalui ekshalasi.
5. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu memasukkan makanan sekunder terhadap dispnea, napas cepat, batuk.
6. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (reaksi peradangan).
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai oksigen atau kebutuhan.
8. Kelelahan berhubungan dengan gangguan pernafasan.
9. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
(penurunan gerak silia, menetapnya sekret).
10. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan, perawatan di rumah
berhubungan dengan kurangnya informasi, salah mengerti tentang informasi, dan
keterbatasan kognitif.
11. Isolasi sosial berhubungan dengan pencegahan penularan penyakit.
12. Kecemasan (anak dan orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi anak.

Anda mungkin juga menyukai