Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Lansia
a. Definisi
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Secara biologis
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak
lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah
suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia
pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia
tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

b. Perubahan pada Lansia


Banyak kondisi dan penyakit yang berkaitan dengan sistem kardiovaskular yang
umum di kalangan lansia. Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskular pada
lansia selain infark miokard, hipertensi, angina pektoris, gagal jantung kongestif,
penyakit jantung koroner, dan penyakit pada pembuluh darah perifer.

1
Adapun perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

1. Integumen
Warna Kulit Pigmentasi berbintik/bernoda di area yang terpajan sinar matahari,
pucat walaupun tidak ada anemia
Kelembaban Kering, kondisi bersisik
Suhu Ekstremitas lebih dingin, penurunan perspirasi
Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan, kondisi berlipat dan kendur
Distribusi lemak Penurunan jumlah lemak pada ekstremitas, peningkatan jumlahnya
pada abdomen
2. Rambut
Penipisan dan beruban pada kulit kepala, penurunan jumlah rambut aksila dan pubis
serta rambut pada ekstremitas, penurunan rambut wajah pada pria, kenungkinan rambut
dagu dan di atas bibir pada wanita
3. Kuku
Penurunan laju pertumbuhan
4. Kepala
Tulang nasal dan wajah menajam dan angular, hilangnya rambut alis mata pada wanita,
alis mata tebal pada pria
5. Mata
Penurunan ketajaman penglihatan, penurunan akomodasi, penurunan adaptasi dalam
gelap, sensitivitas terhadap cahaya yang menyilaukan
6. Telinga
Penurunan membedakan nada, berkurangnya refleks ringan, berkurangnya ketajamna
pendengaran
7. Hidung dan sinus
Peningkatan rambut nasal, penurunan indra pengecapan, atropi papila ujung lateral lidah
8. Mulut dan faring
Penggunaan jembatan atau gigi palsu, penurunan indra pengecap, atrofi papila tepi
lateral lidah
9. Leher
Kelenjar tiroid nodular, deviasi trakea ringan akibat atofi otot
10. Toraks dan paru-paru

2
Peningkatan diameter antero-posterior, peningkatan rigiditas dada, peningkata frekuensi
pernafasan dengan penurunan ekspansi paru, peningkatan resistansi jalan nafas
11. Sistem jantung dan vaskular
Peningkatan signifikan pada tekanan sistolik dengan peningkatan ringan pada tekanan
diastolik, biasanya terjadi perubahan yang tidak signifikan pada denyut jantung saat
istirahat, murmur diastolik umum, nadi perifer mudah dipalpasi, nadi kaki lebih lemah
dan ekstremitas bawah lebih dingin, terutama pada malam hari
12. Payudara
Berkurangnya jaringan payudara, kondisi menggantung dan kendur
13. Sistem gastrointestinal
Penurunan sekresi saliva yang dapat menyebabkan kesulitan menelan, penurunan
peristaltik, penurunan produksi enzim digestif, termasuk asam hipoklorit, pepsin dan
enzim pankreatik, konstipasi, penurunan motilitas
14. Sistem reproduksi
Wanita : penurunan estrogen, penurunan ukuran uterus, penurunan sekresi, atrofi linea,
epitel vagina
Pria : penurunan kadar testosteron, penurunan jumlah sperma, penurunan ukuran testis

15. Sistem perkemihan


Penurunan filtrasi renal dan efisiensi renal, hilangnya protein terus-menerus dari ginjal,
nokturia, penurunan kapasitas kandung kemih, peningkatan inkontinensia
Wanita : inkontinensia urgensi dan stres akibat penurunan tonus otot perineal
Pria : sering berkemih dan retensi urin akibat pembesaran prostat
16. Sistem muskuloskeletal
Penurunan massa dan kekuatan otot, demineralisai tulang (lebih jelas pada wanita),
pemendekan fosa akibat penyempitan rongga interavertebral, penurunan mobilitas sendi,
penurunan rentang gerak sendi, tonjolan tulang lebih meninggi (terlihat)
17. Sistem neurologis
Penurunan laju refleks atau otomatik volunter, penurunan kemampuan berespons
terhadap stimulasi ganda, insomnia, periode tidur lebih singkat

3
B. Stroke
a. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinik gangguan peredaran darah
otak yang menyebabkan defisit neurologik (WHO, 1971). Stroke atau juga dikenal
dengan cedera serebrovaskular (CVS) merupakan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Individu yang terutama
beresiko mengalami CVS adalah lansia dengan hipertensi, diabetes,
hiperkolesterolemia, atau penyakit jantung. Pada CVS, hipoksia serebral yang
menyebabkan cedera dan kematian sel neuron.

b. Epidemiologi
Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai
populasi usia lanjut. Insidensi pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-
64 tahun. Di Inggris stroke merupakan penyakit kedua setelah infark miokard akut
(AMI) sebagai penyebab kematian utama usia lanjut, sedangkat di Amerika stroke
masih merupakan penyebab kematian usia lanjut ketiga. Dengan makin
meningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan
gangguan lemak, insiden stroke di Negara-negara maju makin menurun. Di Perancis
stroke disebut sebagai serangan otak yang menunjukkan analogi kedekatan stroke
dengan serangan jantung.

c. Penyebab
Stroke biasanya disebabkan karena salah satu dari 4 kejadian berikut :
1. Thrombosis.
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyeban
utama thrombosis serebral dan merupakan penyebab yang paling umum terjadi.
Tanda-tanda thrombosis serebral ini bervariasi. Sakit kepala merupakan awitan
yang tidak umum terjadi. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intraserebral atai embolisme serebral. Secara umum thrombosis serebral
tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parastesia pada setengah tubuh dapat menjadi awitan paralisis berat pada
beberapa jam atau hari.

4
Thrombosis ini tidak hanya terjadi pada pembuluh darah otak tetapi dapat juga
terjadi di pembuluh darah leher.
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi
pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural), dibawah
durameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarakhnoid), atau dalam
substansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi intraserebral merupakan yang
paling umu terjadi pada pasien dengan hioertensi dan aterosklerosis serebral,
karena perubahan degenerative menyebabkan terjadinya rupture pembuluh darah.
Stroke sering terjasi pada kelompok usia 40-70 tahun.

d. Jenis Stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.

2. Stroke non hemoragik


Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi
perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena
hipoksia jaringan otak.

5
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :

1. TIA’S (Trans Ischemic Attack) yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa


menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu
1 minggu dan maksimal 3 minggu..
3. Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
4. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

e. Faktor Resiko

Faktor yang dapat dikendalikan:

a. Hipertensi, faktor resiko utama. Pengendalian stroke merupakan kunci untuk


mencegah stroke
b. Kolesterol tinggi
c. Penyakit Jantung, serebral berasal dari jantung. Penyakit arteri koronaria, gagal
jantung kongestif, hipertofi ventrikel kiri, abnormalitas irama, penyakit jantung
kongestif
d. Merokok
e. Obesitas
f. Stress
g. Diabetes
h. Peningkatan hematocrit mengingkatkan resiko infark serebral
i. Diabetes, dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi
j. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
esterogen tinggi)
k. Merokok

6
l. Penyalahgunaan obat
m. Konsumsi alcohol

Faktor yang tidak dapat dikendalikan:

a. Pertambahan usia
b. Keturunan

f. Manifestasi Klinis

Deficit neurologis Manifestasi


1. Deficit Homonimus - Tidak menyadari orang atau objek tempat
lapang hemianopsia kehilangan penglihatan
penglihatan - Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak

Kehilangan - Kesulitan melihat pada malam hari


penglihatan - Tidak menyadari objek atau batas objek
perifer - Penglihatan ganda
diplopia Penglihatan ganda
2. Deficit hemiparises Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
motorik sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
hemiplegia Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
Ataksia - Berjalan tidak tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki, perlu pijakan
yang luas untuk berdiri
disartria Kesulitan dalam membentuk kata
disfagia Kesulitan dalam menelan
3. Deficit Parestesia - Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
sensori - Kesulitan dalam propriosepsi
4. Deficit Afasia ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
verbal ; mungkin mampu berbicara dalam respon kata
tunggal

7
Afasia represtif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
Afasia global Kombinasi dari afasia reseptif dan afasia ekspresif
5. Deficit - Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
kognitif - Penurunan lapang panjang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
- Perubahan penilaian
6. Deficit - Kehilangan kontrol diri
emosional - Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan dan marah
- Perasaan isolasi
Selain defisit neurologis yang sudah dijelaskan diatas, pasien stroke juga
mengalami disfungsi kandung kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan, karena kerusakan
control motoric dan postural.

Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan


sensasi dalam pengisian kandung kemih. Kadang-kadang control spinkter urinarius
eksternal hilang atau berkurang.

Perbandingan stroke hemisfer kiri dan kanan

Hemisfer kiri Hemisfer kanan


 Paralisis pada tubuh kanan  Paralisis pada sebelah kiri tubuh
 Defek lapang pandang kanan  Defek lapang penglihatan kiri
 Afasia  Deficit persepsi
 Perubahan kemampuan intelektual  Peningkatan distrakbilitas
 Perilaku lambat dan kewaspadaan  Perilaku impulsive dan penilaian buruk
 Kurang kesadaran

8
Tanda bahaya stroke:

 Tiba-tiba mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki, terutama pada
satu sisi tubuh
 Kebingungan tiba-tiba, kesulitan berbicara atau pemahaman
 Mendadak kesulitan untuk melihat pada satu atau kedua mata
 Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi
 Mendadak sakit kepala parah dan tidak diketahui penyebabnya

g. Patofisiologi
Cedera vascular serebral (CVS), yang sering disebut dengan stroke, adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.
1. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga
menyebabkan iskemia dan hipoksia si sebelah hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Pembuluh
darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan
aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
2. Stroke Iskemik
Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat
thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang
berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh).
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat onklusi aliran darah, biasanya karena
aterosklerosis berat. Sering kali individu mengalami satu atau lebih serangan
iskemik sementara (transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke
trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA adalah gangguan fungsi otak singkat
yang reversible akibat hipoksia serebral. TIA mungkin terjadi ketika

9
pembuluh darah aterosklerosis mengalami spasme, atau saat kebutuhan
oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena
aterosklerosis yang berat. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak.
Berdasarkan definisi TIA berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang
sering terjadi menunjukkan kemungkinan terjadinya stroke trombotik yang
sebenarnya. Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam.
Selama periode perkambangan stroke, individu dikatakan mengalami stroke
in evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami
stroke lengkap (completed stroke).

10
Faktor-faktor resiko stroke
Patway

Aterosklorosis, Katup jantung Aneurisma,


hiperkoagulasi, artesis rusak,miokardifark, malformasi,
fibrilasi, endokarditis arteriovenous

Trombosis serebral Penyumbatan Pendarahan


pembuluh darah intraserebral
otak bekuan darah,
lemak, dan udara
Perembesan darah ke
dalam parenkim otak
Pembuluh darah oklusi Emboli serebral
Penekanan jaringan
Iskemik jaringan otak
otak
Edema dan kongesti Stroke (CVA) Infark otak, edema,
jaringan sekitar
dan hernia otak

Defisit neurologis

Infark serebral Kehilangan kontrol Risiko peningkatan TIK Kerusakan terjadi pada Difungsi bahasa
volunter lobus frontal kapasitas, dan komunikasi
memori, atau fungsi
intelektual kortikal
11
P enurunan Hemiplegia dan Herniasi falks serebri dan
perfusi hemiparesis ke foramen magnum
jaringan Kerusakan fungsi Disartria
serebral Kompresi batang otak kognitif dan efek disfasia/afasia,
Hambatanmobili psikologis apraksia
tas fisik

Koma Depresi saraf Lapang perhatian Kerusakan


kardiovaskular dan terbatas, kesulitan komunikasi
pernafasan dalam pemahaman, verbal
Intake nutrisi Kelemahan fisik lupa dan kurang
tidak adekuat umum motivasi, frustrasi,
Kegagalan kardiovaskular labilitas emosional,
dan pernapasan bermusuhan, dendam,
Perubahan Ketidakmampuan dan kurang kerjasama,
pemenuhan perawatan diri penurunan gairah
kematian seksual
nutrisi
- Gangguan psikologis - Koping individu tidak
Disfungsi persepsi Penurunan tingkat
efektif
visual spasial dan kesadaran - Perubahan peran
kehilangan sensorik keluarga - Perubahan proses pikir

- Kecemasan klien dan - Penurunan gairah


keluarga seksual
Risiko Jatuh Perubahan
persepsi sensorik - Risiko penurunan - Risiko ketidakpatuhan
pelaksanaan ibadah terhadap penatalaksanaan
ADL

12
b. Stroke Embolik
Stroke Embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang
terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke
adalah jantung setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus
yang merusak arteri karotis komunis atau aorta. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak
dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

h. Penatalaksanaan
1. Pada pasien yang CVSnya dapat diidentifikasi bersifak iskemik, agen trombolitik,
seperti aktivatorplasminogen jaringan (tissueplasminogen activator, TPA) dapat
diberikan. TPA harus diberikan sedini mungkin (minimal 3 jam pertama serangan)
agar lebih efektif dalam mencegah kerusakan jangka panjang. Akantetapi
berbahayajika mengatasi stroke hemoragik dengan trombolitik karena agen ini
dapat meningkatkan perdarahan dan memperburuk hasil
2. Stroke hemoragik dapat diatasi dengan penekanan pada perhentian perdarahan dan
pencegahan kekambuhan. Mungkin diperlukan pembedahan
3. Terapi obat yang menghambat saluran ion yang mendeteksi asam dikembangkan
untuk membatasi kerusakan akibat stroke
4. Semua pasien stroke diterap dengan tirah baring dan penurnan stimulus eksernal
untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebral. Tindakan untuk menurunkan
tekanan dan edema intracranial dapat dilakukan
5. Terapi fisik, bicara, dan okupasional sering perlu dilakukan.

i. Pemeriksaan Diagnosis
 Diagnosis CVS yang cepat sangat penting untuk meminimalkan kerusakan. CT
scan adalah metode pilihan untuk penkajian tanda akut CVS. CT sangat sensitive
terhadap hemoragik, suatu pertimbangan penting karena ada perbedaan vital pada
terapi stroke iskemik versus stroke hemoragik. CT scan berfungsi untuk melihat
jenis patologi, lokasi lesi, ukuran lesi, menyingkirkan lesi non vaskuler.

13
 MRI lebih sensitif dalam mengidentifikasi kerusakan otak dari pada CT scan,
tetapi MRI lebih lambat dari pada CT scan. Jadi dalam keadaan darurat lebih di
pilih memakai CT scan. Akan tetapi, setelah penggunaan awal memakai CT scan,
MRI direkomendasikan untuk menentukan lokasi kerusakaan yang tepat dan
memantau lesi.
 Hitung darah tepi lengkap: diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia atau
trombositosis atau infeksi sebagai faktor risiko stroke.
 Waktu protrombin, waktu protrombin parsial: ditujukan kepada penderita dengan
antibodi antifosfolipid (waktu protrombin parsial memanjang).
 Analisa urin: hematuria terjadi pada endokarditis bakterialis subakut (SBE)
dengan stroke iskemik oleh karena emboli.
 Kecepatan sedimentasi (LED): peningkatan LED menunjukkan kemungkinan
adanya vaskulitis, hiperviskositas atau (SBE) sebagai penyebab stroke.
 Kimia darah: peningkatan kadar glukosa, kolesterol atau trigliserida dalam darah.
 Foto rontgen dada: pelebaran ukuran jantung sebagai suatu sumber emboli pada
suatu stroke atau akibat hipertensi lama; dapat menemukan suatu keganasan yang
tidak diduga sebelumnya.
 Elektrokardiogram: dapat menunjukkan adanya aritmia jantung, infark miokard
baru, atau pelebaran atrium kiri.

j. Komplikasi
1. Individu yang mengalami CVS mayor pada bagian yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat menyebabkan kematian. Destruksi area
ekspresif atau represif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan kesulitan
komunikasi. Hipoksia pada area motoric otak dapat paresis. Perubahan emosional
dapat terjadi pada kerusakan korteks yang mencakup system limbic.
2. Hematoma intraserebral dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau strok
hemoragik yang menyebabkan cedera otak sekunder ketika tekanan intracranial
meningkat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

14
1. Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat

1) Data Subyektif :

 Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau


paralysis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

2) Data obyektif :

 Perubahan tingkat kesadaran


 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan

b. Sirkulasi

1) Data Subyektif :

Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,


endokarditis bacterial ), polisitemia.

2) Data obyektif :

 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c. Integritas ego

1) Data Subyektif :

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

2) Data obyektif:

15
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
 kesulitan berekspresi diri

d. Eliminasi

1) Data Subyektif:

 Inkontinensia, anuria
 distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus( ileus paralitik )

e. Makan/ minum

1) Data Subyektif:

 Nafsu makan hilang


 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

2) Data obyektif:

 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )


 Obesitas ( factor resiko )

f. Sensori neural

1) Data Subyektif:

 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )


 nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama )
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

16
2) Data obyektif:

 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan


tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (
kontralateral )
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral

g. Nyeri / kenyamanan

1) Data Subyektif :

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

2) Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

h. Respirasi

1) Data Subyektif:

 Perokok ( factor resiko )


 Tanda:

1.1 Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas

1.2 Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur

17
1.3 Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

i. Keamanan

1) Data obyektif:

 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan


 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri

j. Interaksi social

1) Data obyektif:

Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

k. Pengajaran / pembelajaran

1) Data Subjektif :

 Riwayat hipertensi keluarga, stroke


 Penggunaan kontrasepsi oral

l. Pertimbangan rencana pulang

 Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi


 Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan
pekerjaan rumah

2. Diagnosa Keperawatan

Dx 1 :

Perubahan perfusi jaringan serebral

18
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi :

1) Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motorik
2) Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
3) Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan

Intervensi :

1) Monitor dan catat status neurologis secara teratur


2) Monitor tanda-tanda vital
3) Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
4) Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan lapang
pandang / persepsi lapang pandang
5) Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
6) Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
7) Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai
indikasi

Dx : 2

Kelemahan

Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop.

1) Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh
2) Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaannya
3) Terpeliharanya integritas kulit

Intervensi :

1) Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )


2) Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
3) Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode
paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
4) Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
5) Bantu meningkatkan keseimbangan duduk

19
Dx 3 :

Gangguan komunikasi verbal

Tujuan pasien / kriteria evaluasi

1) Pasien mampu memahami problem komunikasi


2) Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
3) Menggunakan sumber bantuan dengan tepat

Intervensi :

1) Bantu menentukan derajat disfungsi


2) Sediakan bel khusus jika diperlukan
3) Sediakan metode komunikasi alternative
4) Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
5) Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
6) Bicara dengan nada normal

Dx 4 :

Perubahan persepsi sensori

Tujuan / kriteria hasil :

1) Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya.
2) Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
3) Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi

Intervensi :

1) Kaji patologi kondisi individual


2) Evaluasi penurunan visual
3) Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh
4) Sederhanakan lingkungan
5) Bantu pemahaman sensori
6) Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan

20
7) Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim
8) Pertahankan kontak mata saat berhubungan
9) Validasi persepsi pasien

Dx 5 :

Defisit perawatan diri

Kriteria hasil:

1) Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri


2) Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri

Intervensi:

1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk
melakukan kebutuhan sehari-hari
2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari
dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
4) Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal
tersebut. Kadar makanan yang berserat, Anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan
aktivitas.
5) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.

Dx 6 :

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Kriteria hasil :

1) Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas


2) Ekspansi dada simetris
3) Bunyi napas bersih saaatauskultasi
4) Tidak terdapat tanda distress pernapasan

21
5) GDA dan tanda vital dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi


2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memmberikan
pengeluaran sekresi yang optimal
3) Penghisapan sekresi
4) Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
5) Berikan oksigenasi sesuai advis
6) Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

Dx 7 :

Gangguan pemenuhan nutrisi

Kriteria evaluasi :

1) Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
2) BB stabil
3) Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat

Intervensi :

1) Pantau masukan makanan setiap hari


2) Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
3) Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
4) Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan
pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
5) Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah

22
DAFTAR PUSTAKA

Corwin E.J, 2007, Buku Saku Patofisologi Edisi 3, Jakarta : EGC

Mauk, Kristen L. 2006. Gerontological Nursing: Competencies For Care. USA: Jones and
Bartlett Publishers, Inc.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC

23

Anda mungkin juga menyukai