Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

TUMOR NASOFARING

Oleh :

Deasy Arizani Permata 1110312064


Marta Dedi Usdeka 1110313020

Preseptor :

dr. Bestari Jaka Budiman, Sp.THT-KL (K)

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMILPADANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak

dijumpai di antara tumor ganas pada telinga hidung dan tenggorok di Indonesia.

KNFini termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi (bersama

tumor ganas serviks, tumor payudara, tumor kelenjar getah bening dan tumor kulit),

sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama dengan persentase

hampir 60%. Urutan selanjutnya ditempati tumor ganas hidung dan sinus paranasal

18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase

rendah.1

Penanggulangan KNF sampai saat ini masih merupakan suatu masalah karena

etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring

yang tersembunyi sehinggasulit untuk diperiksa. Akibatnya diagnosis sering

terlambat dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Makin

terlambatnya diagnosis maka prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) semakin

buruk.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penulisan case report ini adalah anatomi, definisi,

epidemiologi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan terapi KNF.


1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan case report ini adalah untuk menambah pengetahuan

mengenai anatomi, definisi, epedemiologi, etiopatogenesis, manifestasi klinis,

diagnosis dan terapi KNF.

1.4 Metode Penelitian

Metode penulisan case report ini adalah dengan merujuk tinjauan pustaka dari

berbagai literatur dengan temuan yang didapatkan pada pasien tumor nasofaring

suspek keganasan di bangsal THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat dibelakang rongga

hidung. Bagian atap dan dinding belakang rongga hidung dibentuk oleh basi

sphenoid, basi occiput dan ruas pertamatulang belakang. Bagian depan berhubungan

dengan ronggahidungmelaluikoana. Orifisiumdari tubaeustasiusberada pada dinding

samping dan pada bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma

yangdisebutdengantorustubarius. Bagian atas dan samping dari torus

tubariusmerupakan reses dari nasofaring yang disebut denganfossa rosenmuller.

Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian softpalatum.2

Gambar1. Anatomi nasofaring


2.2 Definisi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitelial

yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan

metastasis.2KNF merupakan tumor ganas yang sering ditemukan di Cina bagian

selatan.3Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang

dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian dari faring.4

2.3 Epidemiologi dan Etiologi1

KNF merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak

ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF

kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%),

dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.

Berdasarkan data laboratorium patologi anatomi, tumor ganas nasofaring selalu

berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh bersama tumor ganas

serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-Mongoloid,

namun demikian daerah Cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu

dengan 2500 kasus baru pertahun untuk provinsi Guang-dong (Kwantung) atau

prevalensi 3984/100000 penduduk.

Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring,

sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan, Hongkong,

Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.


Ditemukan pula banyak kasus di Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair

dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan Tanah Hijau yang diduga

penyebabnya adalah karena memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin

dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin.

Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan

Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 15 kasus,

15 kasus di Denpasar dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi.

Penyebab KNF adalah virus Epstein-Barr. Hal ini berdasarkan temuan titer

anti-virus Epstein-Barr yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat,

pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya,bahkan pada

kelainan nasofaring yang lain sekalipun.

Faktor lainyang berkaitan dengan terjadinya KNF antara lain letak geografis,

ras, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan,

sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit.

KNF lebih sering ditemukan pada laki-laki. Faktor lingkungan yang

berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan

memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan

terlalu panas. Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan

terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian KNF.

Sebagian besar pasien KNF adalah golongan ekonomi rendah. Hal ini juga

berkaitan dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.


2.4 Gejala Klinis1,5

Gejala KNF antara lain:1

1. Gejala Telinga

 Oklusi tuba eustasius

Pertumbuhan tumor dapat menekan tuba eustasius sehingga terjadi oklusi

pada muara tuba. Hal ini akan mengakibatkan gejala berupa mendengung

(tinitus) pada pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF.

 Oklusi tuba eustasius dapat berkembang menjadi otitis media.

 Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurundan

dengan tes rinne dan webber biasanya akan ditemukan tuli konduktif

2. Gejala Hidung

 Epistaksis

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga olehrangsangan dan sentuhan dapat

terjadi perdarahan hidung atau epistaksis.

 Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam

nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.

3. Gejala Mata

 Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan

ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan

menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena kiasma optikum

akan menimbulkan kebutaan.


4. Tumor sign

 Pembesaran kelenjar limfe pada leher, merupakan tanda penyebaran atau

metastase dekat secara limfogen dari KNF.Khas jika timbulnya di daerah

samping leher,3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.

Benjolanbiasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri. Hal ini

sering diabaikan oleh pasien.

5. Kranial sign

 Gejala kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf

kranialis.

 Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara

hematogen.

 Sensibilitas daerah pipi dan hidung berkurang.

 Kesukaran pada waktu menelan

 Afoni

 Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,

N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

o Lidah

o Palatum

o Faring atau laring

o M. sternokleidomastoideus

o M. trapezeus
Gejala-gejala KNF dapat dibagikan menjadi 4 kategori: (1) gejala terkait

massa nasofaring seperti epistaksis, obstruksi, dan nasal discharge; (2) gejala terkait

disfungsi tuba eustasius seperti berkurangnya pendengaran dan tinitus; (3) gejala

terkait keterlibatan basis kranii (erosi) seperti sakit kepala, diplopia, rasa sakit pada

wajah, dan baal/parestesia; dan (4) massa pada leher.

Pada gejala terkait massa nasofaring, pasien akan mengalami epistaksis dan

obstruksi. Untuk gejala yang berkaitan dengan disfungsi tuba eustasius pasien

mengeluhkan berkurangnya pendengaran serta tinnitus. Untuk keterlibatan basis

cranii, pasien akan mengalami penglihatan ganda. Pasien juga memiliki massa pada

leher. Patofisiologi berikut akan membahas satu persatu bagaimana gejala-gejala

tersebut dapat timbul.

a. Massa pada leher

Massa pada leher yang dapat dipalpasi merupakan gejala paling umum dari

KNF. Sebanyak 60% pasien datang mencari bantuan medis akibat gejala ini.

Penyebab munculnya massa pada leher adalah metastasis tumor ke kelenjar getah

beningservikal.

Pembesaran kelenjar getah bening leher disebut juga limfadenopati servikal.

Gejala ini umum ditemui pada penyakit yang menyerang kepala dan leher dan

evaluasinya dapat membantu menentukan etiologi dan proses patologis yang terjadi.

Kelenjar getah bening yang nyeri dan mengalami inflamasi menandakan adanya

inflamasi akut, yang biasanya terjadi akibat infeksi sedangkan kelenjar getah

bening yang volumenya besar, tegas (firm) dan elastis (rubbery) seringkali

menandakan adanya limfoma.


Tedapat sistem tingkatan (level) dalam menggambarkan pembesaran kelenjar

getah bening untuk mengevaluasi penyebaran tumor primer kepala dan leher.

Dengan menentukan jumlah tingkatan kelenjar getah bening dan ukurannya dapat

menentukan tata laksana dan prognosis.

 Level 1: mulai dari garis tengah segitiga submental sampai tingkat

kelenjar submandibular

 Level 2: dari basis tulang tengkorak sampai tingkat tulang hioid,

anterior dari bagian posterior muskulus sternokleidomastoideus

 Level 3: mulai bagian bawah tulang hioid sampai ke bagian bawah

arkus krikoid, dananterior dari batas posterior sternokleidomastoideus

sampai garis tengah

 Level 4: mulai dari bagian bawah krikoidsampai ke bagian atas

manubrium sterni, dan anterior dari batas posterior muskulus

sternokleidomastoideus.

 Level 5 : posterior darui muskulus sternokleidomastoideus dan bagian

anterior muskulus trapezius, di atas klavikula

 Level 6 : di bawah tulang hioid dan di atas sternal notch

 Level 7 : di bawah sternal notch


Gambar 2 Tingkat-tingkat kelenjar getah bening

Metastasis KNF terletak di bagian superior yaitu level 5 atas dan level 2.

Metastasis yang pertama diawali dengan kelenjar-kelenjar didaerah retrofaring.

Terkadang dapat ditemukan pasien dengan pembesaran awal di kelenjar level 3, dan

lebih jarang lagi kelenjar level 4. Apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang

lama, pembesaran kelenjar ini dapat berujung pada nekrosis sentral dan pembentukan

abses.

b. Gejala terkait massa di Nasofaring

Gejala terkait massa di nasofaring yang dialami pasien adalah epistaksis,

hiposmia, serta penyumbatan (obstruksi) hidung

c. Gejala terkait disfungsi tuba eustasius

Pasien mengalami gangguan pendengaran berupa penurunan pendengaran dan

munculnya suara pada telinga. Gangguan-gangguan ini dapat disebabkan oleh

disfungsi tuba eustasius.


d. Gejala terkait keterlibatan basis kranii

Rongga tengkorak terletak dekat dengan nasofaring dan terhubung melalui

beberapa lubang. Meluasnya tumor sampai ke daerah intrakranial atau mengerosi

klivus dapat menyebabkan gangguan nervus kranialis. Nervus yang paling umum

terpengaruhi adalah nervus V dilanjutkan dengan VI, IX, X, dan XII.Apabila tumor

menjalar lewat foramen laserum, nervus kranialis III, IV, VI, dan bisa juga V akan

terkena. Manifestasi yang dapat ditemukan contohnya neuralgia trigeminal dan

diplopia. Apabila menjalar lewat foramen jugulare, maka saraf kranialis yang terkena

adalah nervus IX, X, XI, dan XII. Gangguan pada nervus-nervus ini disebut

sindrom Jackson. Tumor juga dapat mengenai seluruh saraf otak dan mendestruksi

tulang tengkorak. Pada kasus yang demikian prognosis biasanya buruk.

2.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat dicari gejala hidung, gejala telinga,

gejala mata dan saraf, serta gejala metastasis/leher. Gejala tersebut mencakup hidung

tersumbat, lendir bercampur darah, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan

neuralgia trigeminal (saraf III,IV, V, VI) dan muncul benjolan pada leher.

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan status generalis dan status

lokalis. Pemeriksaan pada nasofaring seperti rinoskopi posterior dan nasofaringoskop

(fiber/rigid).6
2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari karsinoma nasofaring yaitu: limfoma malignum,

proses non keganasan (TB kelenjar), dan metastasis (tumor sekunder).6

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada karsinoma nasofaring antara lain pemeriksaan

radiologi berupa CT scan/MRI nasofaring, foto toraks, bone scan, USG abdomen,

nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging), biopsi aspirasi jarum halus

(BAJH), pemeriksaan patologi anatomi serta pemeriksaan laboratorium (hematologi,

alkali fosfatase, LDH, SGOT, SGPT). Pemeriksaan CT scan/MRI nasofaring

potongan koronal, aksial dan sagital tanpa dan dengan kontras berguna untuk melihat

tumor primer dan penyebaran ke jaringan sekitar dan penyebaran kelenjar getah

bening. Pemeriksaan foto toraks, bone scan, dan USG abdomen dilakukan untuk

melihat metastasis jauh. Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI digunakan untuk

follow up terapi pada kasus-kasus dengan dugaan residu dan residif. Diagnosis pasti

karsinoma nasofaring berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi

nasofaring.6

Pelaporan diagnosis karsinoma nasofaring berdasarkan kriteria WHO yaitu:

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (WHO 1)

2. Karsinoma tidak berkeratin: berdiferensiasi (WHO 2) dan tidak

berdiferensiasi (WHO 3)

3. Karsinoma basaloid skuamosa


2.8 Tatalaksana

Karsinoma nasofaring sangat radiosensitif. Pilihan terapi stadium I adalah

radioterapi. Stadium II pilihan terapinya adalah kombinasi kemoterapi dan

radioterapi. Pilihan terapi pada stadium IVC adalah terapi paliatif.7

Radioterapi merupakan pengobatan utama pada karsinoma nasofaring. Selain

radioterapi, pengobatan tambahan yang diberikan pada karsinoma nasofaring yaitu

diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,

vaksin dan anti virus. Pengobatan tambahan tersebut masih dalam pengembangan.

Kemoterapi masih terapi ajuvan (tambahan) yang terbaik. Pemberian kemo-

radioterapi dengan mitomycin C dan 5 –fluorouracil oral setiap hari sebelum

diberikan radiasi yang bersifat “radio-sensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi

harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring. Diseksi leher dilakukan

bila benjolan dileher tidak menghilang dengan penyinaran atau timbul kembali

setelah penyinaran selesai tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang

dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi serta tidak ditemukan adanya

metastasis jauh operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan,

tetapi sering muncul komplikasi yang berat akibat operasi.1

2.9 Prognosis

Penentuan stadium dengan sistem TNM merupakan hal mendasar untuk

menentukan prognosis dan pemilihan terapi. Angka harapan hidup dalam 5 tahun

dari karsinoma nasofaring stadium III dan IV adalah masing-masing 53%-80% dan

28%-61%.8
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Minang

Alamat : Silayang JR VI Parit Panjang Lubas

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan berusia43 tahun dirawat di bangsalTHT RSUP Dr.

M. Djamil Padang pada tanggal 24 November 2016 dengan :

Keluhan Utama:

Telinga kiri terasa penuh dan berdenging sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang:

 Telinga kiri terasa penuh dan berdenging sejak 4 bulan sebelum masuk rumah

sakit

 Telinga kiri megalami penurunnan pendengaran

 Penurunan berat badan ada sekitar 10 kg selama 4 bulan belakangan

 Pasien juga merasakan hidung tersumbat. Awalnya disebelah kiri kemudian

hidung sebelah kanan juga tersumbat sejak 2 bulan yang lalu


 Pandangan ganda ada. Sukar menggerakan bola mata kiri ke arah luar ada sejak

1 minggu sebelum masuk rumah sakit

 Suara serak sudah dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu

 Riwayat keluar cairan dari telinga dan kebiasaan mengorek telinga tidak ada

 Riwayat hidung berdarah ada

 Benjolan dileher tidak ada

 Sesak nafas tidak ada

Riwayat penyakit dahulu:

- Pasien tidak pernah mendapat tumor sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga:

- Ibu kandung pasien pernah menjalani operasi pengangkatan tumor pada perut

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:

- Pasien seorang ibu rumah tangga

- Riwayat merokok (-), minum alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit ringan

Kesadaran : CMC

Nadi : 88kali/menit

Nafas : 19 kali/menit

Suhu : 36,70C
Pemeriksaan sistemik

Kulit : Tidak ditemukan kelainan

Rambut : Hitam tidak ada kelainan

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru :Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri=kanan

Auskultasi: suara nafas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung : Irama teratur, bising (-)

Abdomen : BU (+)

Extremitas : teraba hangat, refilling kapiler <2’’

STATUS LOKALIS THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) + +
Liang & Dinding
Sempit - -
Telinga
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Kekuningan Kekuningan
Sekret /
Jumlah Sedikit Sedikit
Serumen
Jenis Lembek Lembek
Membran Timpani
Warna Pucat Pucat
Refleks cahaya Menurun Menurun
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jumlah perforasi - -
Jenis - -
Perforasi
Kwadran - -
Pinggir - -

Gambar Membran Timpani

Tanda radang Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Mastoid
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne + +↓
Schwabach Sama dengan Memendek
pemeriksa
Tes Garpu tala
Weber Lateralisasi ke kanan
Kesimpulan Tuli sensorineural
Audiometri Tidak dilakukan
Timpanometri Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra


Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra


Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Vestibulum Vibrise Ada Ada


Radang Tidak ada Tidak ada
Kavum nasi Cukup lapang (N) + +
Sempit - -
Lapang - -
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Sekret Jenis Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Konka inferior Ukuran eutrofi eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan licin licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media Ukuran eutrofi eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan licin licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus Tidak ada deviasi
Permukaan Licin Licin
Septum Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Massa Lokasi Posterior Posterior
Bentuk Sulit dinilai Sulit dinilai
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan Licin Licin
Warna Kemerahan Kemerahan
Konsistensi Sulit dinilai Sulit dinilai
Mudah digoyang Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengaruh Sulit dinilai Sulit dinilai
vasokonstriktor
Rinoskopi Posterior (Sulit dilakukan)

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Cukup lapang (N)
Koana Sempit
Lapang
Warna
Mukosa Edema
Jaringan granulasi
Ukuran
Warna
Konka superior
Permukaan
Edema
Adenoid Ada/tidak
Muara tuba Tertutup sekret
eustachius Edema mukosa
Lokasi
Ukuran
Massa
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak
Post Nasal Drip
Jenis

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Trismus Tidak Ada
Uvula Di tengah
Palatum mole + Simetris/tidak Tidak simetris
Arkus faring Warna Merah muda
Edema Tidak ada

Bercak/eksudat Tidak ada


Dinding Faring Warna Sama dengan sekitar
Permukaan Licin
Tonsil Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda


Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak Ada Tidak Ada
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Peritonsil Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor Lokasi Dinding faring Dinding faring
Bentuk Sulit dinilai Sulit dinilai
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Konsistensi Sulit dinilai Sulit dinilai
Karies/radiks Ada
Gigi
Kesan Higiene oral buruk
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Lidah
Deviasi Deviasi ke kiri
Massa Tidak ada

Laringoskopi Indirek (Sulit dilakukan)


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk
Warna
Edema
Epiglotis
Pinggir rata / tidak
Massa

Warna
Edema
Aritenoid
Massa
Gerakan
Warna
Ventrikular Band Edema
Massa
Warna
Gerakan
Plika Vokalis Pinggir medial
Gerakan

Massa
Sinus piriformis Sekret
Massa
Valekulae
Sekret (jenisnya)
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah (15 November 2016):

Hb : 12 dl/gr (12-16)

Leukosit : 18.130/mm3(5.000-10.000)

Trombosit : 682.000/mm3(150.000-400.000)

Hematokrit : 36% (37-43)

PT : 10,8 detik (10-13,6)

APTT : 36,2 detik (29,2-39,4)

SGOT : 17 u/L (<32)

SGPT : 10 u/L (<31)

Ureum : 14 mg/dl (10-50)

Kreatinin : 0,5 mg/dl (0,6-1,1)

Kesan : Leukositosis, trombositosis

Radiografi toraks proyeksi PA (15 November 2016):

Kesimpulan: Cor dan pulmo dalam batas normal


CT Scan nasofaring tanpa kontras IV (18 November 2016):

Kesimpulan:

 Tumor nasofaring sisi kiri dengan destruksi basis cranii dan perluasan

ke parasela kiri

 Sinusitis spenoid, etmoid kiri dan maksila bilateral serta mastoiditis

kiri

 KGB level 2 bilateral ukuran terbesar 0,55 x 0,71 cm

RESUME

(DASAR DIAGNOSIS)

Anamnesis :

 Telinga kiri terasa penuh dan berdenging sejak 4 bulan sebelum masuk rumah

sakit

 Telinga kiri megalami penurunan pendengaran

 Penurunan berat badan ada sekitar 10 kg selama 4 bulan belakangan

 Pasien juga merasak hidung tersumbat. Awalnya disebelah kiri kemudian

hidung sebelah kanan juga tersumbat sejak 2 bulan yang lalu

 Pandangan ganda ada. Sukar menggerakan bola mata kiri ke arah luar ada sejak

1 minggu sebelum masuk rumah sakit

 Suara serak sudah dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu

 Riwayat keluar cairan dari telinga dan kebiasaan mengorek telinga tidak ada

 Riwayat hidung berdarah ada


 Benjolan dileher tidak ada

 Sesak nafas tidak ada

Pemeriksaan Fisik :

 Hidung :

o Hidung luar : tidak terdapat kelainan

o Hidung KND : KN cukup lapang, sekret (-), KI dan KM eutrofi

hiperemis (-), edema (-), terlihat massa pada posterior

permukaan licin warna kemerahan

o Hidung KNS : KN cukup lapang, sekret (-), KI dan KM eutrofi,

hiperemis (-), edema (-),terlihat massa pada posterior

permukaan licin warna kemerahan

 Telinga

o Liang telinga kanan lapang, edema (-), hiperemis (-), membran

timpani intak.

o Liang telinga kiri lapang, edema (-), hiperemis (-), membran timpani

intak.
 Orofaring dan Mulut

o Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1 – T1 permukaan licin,

tidak terdapat pelebaran muara kripti, terdapat massa pada dinding

faring

Diagnosis Kerja : Tumor Nasofaring suspek keganasan

Diagnosis Tambahan : Parese N.VII (Fasialis)sinistra tipe perifer

Parese N. VI sinistra

Diagnosis Banding :-

Pemeriksaan Anjuran :Biopsi massa di nasofaring

Terapi : Ceftriaxon 1 x 1gram (IV)

Prognosis :

 Quo ad Vitam : dubia et bonam

 Quo ad Sanam : dubia et bonam


BAB IV

DISKUSI

Pada kasus di atas, seorang pasien berusia 43 tahun datang ke bangsal THT

RSUP Dr. M. Djamil Padang dan didiagnosis dengan tumor nasofaring suspek

keganasan.

Berdasarkan epidemiologi, karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas

terbanyak di bidang THT-KL. Pasien sering datang dengan keadaan sudah lanjut atau

sudah mengalami metastasis ke leher, sehingga keluhan utama pasien adalah benjolan

di leher yang semakin membesar namun pada pasien ini datang dengan keluhan

telinga kiri terasa penuh. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien ini belum terjadi

metastasis ke kelenjar getah bening leher.Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien dengan

keluhantelinga kiri terasa penuh dan berdenging sejak 4 bulan sebelum masuk rumah

sakit. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tumor yang menekan tuba eustasius

sehingga terjadi oklusi pada muara tuba. Akibatnya timbul gejala mendengung pada

pasien.Telinga kiri megalami penurunnan pendengaran. Pasien juga merasakan

hidung tersumbat. Awalnya disebelah kiri kemudian hidung sebelah kanan juga

tersumbat sejak 2 bulan yang lalu. Sumbatan pada hidung disebabkan oleh

pertumbuhan tumor dalam nasofaring dan meutupi koana.Pandangan ganda ada.

Sukar menggerakan bola mata kiri ke arah luar ada sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh perkembangan tumor melalui foramen laseratum

dan menimbulkan gangguan N. III, IV, V dan VI.Suara serak sudah dirasakan pasien
sejak 3 hari yang lalu. Riwayat keluar cairan dari telinga dan kebiasaan mengorek

telinga tidak ada. Riwayat hidung berdarah ada. Hidung berdarah pada pasien ini

disebabkan oleh rangsangan dan sentuhan pada dinding tumor yang biasanya rapuh.

Benjolan dileher tidak ada. Sesak nafas tidak ada. Tanda keganasan juga dimiliki oleh

pasien dengan penurunan berat badan ada sekitar 10 kg selama 4 bulan

belakangan.Hal ini merupakan gejala khas pada karsinoma nasofaring dari awal

perjalanan penyakit hingga sudah terjadi metastasis.

Pemeriksaan lokalis pada telinga menggunakan otoskopi ditemukan sekret

pada kedua liang telinga, bewarna kekuningan dengan konsistensi lembek, pada

membran timpani kiri dan kananberwarna pucat dan reflek cahaya menurun.Hasil

pemeriksan rinne, weber dan schwabach memberikan kesan tuli sensorineural. Hal ini

berbeda pada pasien dengan tumor nasofaring pada umumnya. Pasien tumor

nasofaring sering datang dalam kondisi pendegaran menurun dan dengan tes rinne

dan weber biasanya ditemukan tuli konduktif. Pada pemeriksaan orofaring ditemukan

ada massa pada dinding faring posterior. Lidah ditemukan deviasi ke kiri. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior kavum nasi cukup lapang, konka inferior eutrofi,

sekret negatif. Pada pemeriksaan rinoskopi posterior tidak dapat dilakukan karena

pasien mengeluhkan mual dan muntah. Hasil pemeriksaan kelenjar getah bening

menunjukkan tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada leher.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa

menderita tumor nasofaring suspek keganasan dengan diagnosis sekunder adalah

parese N. VI sinistra dan parese N.VII sinistra tipe perifer. Tindakan yang dilakukan

pada pasien ini adalah pemberian antibiotik ceftriaxon injeksi 1 x 1 mg untuk


mencegah infeksi pada telinga tengah. Pemeriksaan anjuran adalah dilakukan biopsi

untuk menegakkan diagnosis pasti. Tatalaksana khusus disesuaikan dengan hasil

biopsi berupa radioterapi dan kemoterapi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Averdi Roezin, Aninda Syafril. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty A.

Soepardi (ed). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi keenam.

Jakarta : FK UI, 2013. h. 146-50.

2. Repository usu

3. Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland, ed.25. Jakarta: EGC. 1998

4. Arif Mansjoer, et al.. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.III. Jilid 1. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI. Hal. 371-396

5. Shary Komang, 2012. Patogenesis, Patofisiologi, dan Manifestasi Klinis Kanker

Nasofaring. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

6. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Nasofaring

Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Jakarta: Kemenkes RI, 8-11

7. Hutajulu SH, Kurnianda J, Tan IB, Middeldorp JM, 2014. Therapeutic

implications of Epstein-Barr virus infection for the treatment of nasopharyngeal

carcinoma. Dove Medical Press: 721-36

8. Zhang L, Qiu-Yan Chen, Huai Liu, Lin-Quan Tang, Hai-Qiang Mai, 2013.

Emerging treatment options for nasopharyngeal carcinoma. Dove Medical

Press: 37-52

Anda mungkin juga menyukai