Anda di halaman 1dari 77

Oleh: dr.

Widya Emiliana
TIM UKMPPD UNIVERSITAS MALAHAYATI
TRAUMA LIFE SUPPORT
Triase

▪ Merah (segera) = tidak akan bertahan tanpa


terapi segera, punya kemungkinan selamat
▪ Kuning (observasi) = perlu observasi (& mungkin
triase ulang). Sekarang stabil, tidak dalam bahaya
maut. Butuh perawatan. Dalam kondisi normal
akan segera ditangani.
▪ Hijau (tunggu) = “walking wounded”; butuh
terapi setelah pasien kritis ditangani
▪ Putih (dismiss) = luka minor, tidak perlu
penanganan dokter
▪ Hitam (expectant) = meninggal/luka sangat
ekstensif sehingga tidak bisa selamat dengan
terapi yang tersedia
PRIMARY SURVEY

1. AIRWAY (WITH C-SPINE PROTECTION)


▫ TRIPLE MANEUVERS
▫ OFA, NFA, LMA
▫ DEFINITIVE AIRWAY
2. BREATHING AND VENTILATION
3. CIRCULATION WITH HEMORRHAGE CONTROL
4. DISABILITY: NEUROLOGIC STATUS
5. EXPOSURE/ ENVIRONMENTAL CONTROL
WITH HYPOTHERMIA PREVENTION
AIRWAY MANAGEMENT:
Penyebab obstruksi jalan nafas pada pasien tidak sadar :
❖Lidah jatuh
❖ benda asing: muntahan, darah
❖Stimulasi terhadap pasien setengah sadar menyebabkan
Laringospasme upper airway
❖Trauma wajah
❖Radang (epiglotitis dan edema faring)
❖ bisa obstruksi total atau parsial (jika tidak dikoreksi)
akan apnea dan cardiac arrest dalam 5 – 10 min ,
obstruksi parsial harus dikoreksi dgn benar jika tidak
dapat terjadi kerusakan otak dan kerusakan jantung
arrest
Penilaian obstruksi jalan nafas;
❑Tidak dapat mendengar dan merasakan aliran
udara di hidung dan mulut → obstruksi total
❑ pasien masih bernafas retraksi interkostal
dan supraklavikular saat inspirasi
❑ obstruksi parsial : snoring, crowing, gurgling,
wheezing
❑ Hypercarbia → somnolence
❑ Hypoxemia → stimulasi simpatis
Definitive airway/Airway protection

▪ Jika tidak sadar


▪ Cedera berat maxillofacial
▪ Risiko aspirasi, obstruksi, hematom
laring/trachea
▪ Ventilation-Apnea-respirasi tidak
adekuat-cedera kepala berat
Surgical airway
Indikasi: tidak dapat intubasi trachea
-Edema Glottis
-Fractur laring
-perdarahan oropharingeal berat
ccricothyrotomy
Algoritma airway
KEGAWATDARURANTAN BREATHING
DAN VENTILATION
1. PNEUMOTHORAX VENTIL
▫ KEGAWATAN : TIDAK PERLU DI RONTGEN
▫ KLINIS: JEJAS PADA HEMITHORAX, JVP
MENINGKAT, PERKUSI HIPERSONOR, BP
TURUN
▫ TINDAKAN: NEEDLE DECOMPRESSION ICS 2
LINEA MIDCLAVICULA
2. OPEN PNEUMOTHORAX
▫ LUKA TAJAM BESAR
▫ SUCKING CHEST WOUND
▫ TINDAKAN: BALUT LUKA3 SISI
3. FLAIL CHEST DAN CONTUSIO PARU
▪ Pneumotoraks
▫ Perkusi hipersonor
▫ Ro: pleural line, radiolusen pd
hemitoraks yg terkena
▫ Tension pneumotoraks:
hipotensi, trakea terdorong,
distensi vena jugular
▪ Hematopneumotoraks →
air fluid level
Stages of Shock
Insult

Preshock
(Compensation)
Timeline and progression will
depend on:
Shock -Cause
(Compensation
-Patient Characteristics
Overwhelmed)
-Intervention

End organ
Damage

Death
Hypovolemic Distributive Cardiogenic Obstructive
Shock Shock Shock Shock

HR Increased Increased May be Increased


(Normal in increased or
Neurogenic decreased
shock)
JVP Low Low High High

BP Low Low Low Low

SKIN Cold Warm (Cold Cold Cold


in severe
shock)
CAP Slow Slow Slow Slow
REFILL
CLASSIFICATION OF HEMORRHAGIC
SHOCK
CLASS I CLASS II CLASS III CLASS IV

BLOOD 750 CC 750-1500 1500-2000 CC >2000CC


LOSS (15%) CC (15-30% (30-40%) (>40%)

PULSE <100 100-120 120-140 >140

BP SYST Low Low Low Low

RR Cold Warm (Cold Cold Cold


in severe
shock)
URINE Slow Slow Slow Slow
OUTPUT
Stages of Sepsis

SIRS

SEPSIS

SEVERE
SEPSIS
SEPTIC
SHOCK
MODS/DEA
TH
Definitions of Sepsis
▪ Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) – 2 or >
of:
-Temp > 38 or < 36
-RR > 20
-HR > 90/min
-WBC >12,000 or <6,000 or more than 10%
immature bands

▪ Sepsis – SIRS with proven or suspected microbial source

▪ Severe Sepsis – sepsis with one or more signs of organ


dysfunction or hypoperfusion
Definitions of Sepsis

▪ Septic shock = Sepsis + Refractory


hypotension
-Unresponsive to initial fluids 20-
40cc/kg – Vasopressor dependant

▪ MODS – multiple organ dysfunction


syndrome
-2 or more organs
SISTEM SYARAF
EDH vs. SDH (2)
▪ Lucid interval → periode sadar antara dua
periode tidak sadar, khas pada EDH. CT Scan
→ bikonveks

▪ SDH – ada lateralisasi, pada CT scan


gamparan Sabit (ingat SDH ingat Sabit)

▪ ICH – ada lateralisasi, pada CT scan hiperdens

▪ SAH – nyeri kepala yang paling hebat, mual


muntah, fotofobia. CT scan gambaran
hiperdens menggantikan CSF
▪ Perdarahan ▪ Perdarahan
subdural → sumber: intraventrikel →
bridging veins energi penyebab
(progresi lbh lambat, trauma >>>
bs berminggu2) ▪ Perdarahan
▪ Perdarahan intraserebral →
subaraknoid → nyeri defisit neuro sesuai
parah dg progresi area yg terkena
cepat (thunderclap
headache), gejala
GLASGOW COMMA SCALE
PRINSIP PENANGANAN KASUS
TRAUMA KEPALA
CKR:
▪ GCS 14-15, TIDAK ADA RGA
▪ PASIEN DIBOLEHKAN PULANG DENGAN
OBS 24 JAM
▪ TIDAK BOLEH KONSUMSI ALKOHOL/
OBAT HIPNOTIK
▪ ANALGETIK DIBATASI HANYA DIBERI
ACETAMINOPHEN
▪ JIKA TERJADI: PENURUNAN KESADARAN/
SAKIT KEPALA HEBAT/ MUNTAH, KEMBALI
PRINSIP PENANGANAN KASUS
TRAUMA KEPALA
CKB/CKS
▪ ELEVASI KEPALA 30 DERAJAT
▪ PASIEN TIDAK SADARKAN DIRI →
PROTOKOL A-B-C-D
▪ UTK PASIEN CKB (GCS<8): PASANG
DEFINITIVE AIRWAY
▪ JIKA ADA TANDA-TANDA PENINGKATAN
TIK/ TANDA HERNIASI UNCAL: BERI
MANNITOL 20 MG/KGBB/6 JAM. ALT: NACL
3%
SIST. INTEGUMEN
&MUSKULOSKELETAL
LUKA ▪ FASE PENYEMBUHAN
LUKA:
→ terputusnya 1. Respons inflamasi
kontinuitas jaringan akut : hemostasis,
tubuh. pelepasan histamin dan
mediator inflamasi lain dari
Tujuan manajemen sel-sel yang rusak serta
luka : migrasi lekosit ke tempat
▪ mendapatkan luka.
penyembuhan yang 2. Fase destruktif :
cepat pembersihan debris dan
▪ fungsi dan hasil jaringan nekrotik oleh
estetik yang optimal makrofag dan netrofil
3. Fase proliferatif :
neovaskularisasi dan
diperkuat dengan jaringan
LUKA PRIMER VS LUKA
SEKUNDER
▪ Luka Primer :
- Menyatukan kedua tepi luka dengan jahitan,
plester, skin graft, flap
- Hanya sedikit jaringan yang hilang
- Luka bersih
- Jaringan granulasi yang dihasilkan sedikit
- Re-epitelisasi sempurna dalam 10-14 hari,
menyisakan jaringan parut tipis
LUKA PRIMER VS LUKA
SEKUNDER
▪ Luka Sekunder :
- Tidak ada tindakan aktif untuk menutup
luka, luka sembuh secara alamiah
- Jaringan yang hilang cukup luas
- Jaringan granulasi yang dihasilkan banyak
- Luka terbuka sehinga kadang kotor
- Jaringan granuylasi yang dihasilkan banyak
- Jaringan parut luas dan hipertrofi, jaringan
yang dihasilkan kurang kuat
LUKA-LUKA KHUSUS

▪ Luka gigitan binatang yang merupakan


vektor rabies
▪ Snake bite
▪ Luka dengan resiko tetanus
▪ Luka bakar
RABIES DAN PENCEGAHANNYA
▪ Rabies ialah penyakit infeksi virus rabies yang
menyerang susunan syaraf pusat dengan
angka mortalitas 100%
▪ Terdapat 2 jenis Vaksin Anti Rabies(VAR):
A. Vaksin Purifed Verp Rabies Vaccine (PVRV)
▪ Diberikan 4x IM; h-0 (2 dosis), h-7 (1dosis),
h-21 (1 dosis)
B. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)
▪ Vaksinasi diberikan 7x dalam 7 hari
▪ Vaksin pertama diberikan subcutan di
abdomen
▪ Selanjutnya diberikan intracutan di fleksor
RABIES DAN PENCEGAHANNYA
SERUM ANTI RABIES
1.  Serum heterolog ( Kuda ),
▪ disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra
muscular.
▪ Dosis 40 Iu/KgBB diberikan bersamaan
dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan
melakukan skin test terlebih dahulu.
2.  Serum homolog,
▪ disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra
muscular.
SNAKE BITE
Jenis ular berbisa DAN racunnya yang banyak
dijumpai di Indonesia adalah jenis ular :
▪Hematotoksik, seperti ular hijau, ular tanah,
menyebabkan perdarahan spontan dan
kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu
kaskade pembekuan)
▪Neurotoksik, ular welang, ular sendok,ular
kobra, ular laut. Neurotoksin pascasinaps
terikat pada reseptor asetilkolin pada motor
end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps
mencegah pelepasan asetilkolin pada
neuromuscular junction. Beberapa spesies
memproduksi rabdomiolisin sistemik
SNAKE BITE
Menurut Parrish, terdapat klasifikasi derajat
gigitan ular:
▪Derajat I: Terdapat bekas gigitan 2 taring,
pembengkakan diameter 1 - 5 cm, tidak ada
gejala sistemik → observasi
▪Derajat II: Sama dengan derajat I, terdapat
ptechiae atau ecchymosis, nyeri hebat dalam 12
jam → SABU 3-4 vial
▪Derajat III: Sama dengan derajat I dan II, syok
dan distress pernapasan, ecchymosis di seluruh
tubuh → SABU 5-15 vial
▪Derajat IV: Sangat cepat memburuk → +6-8
TETANUS
TETANUS
Derajat I (tetanus ringan) : Derajat III (tetanus berat) :
   
• Trismus ringan sampai sedang • Trismus berat
▪ Kekakuan umum: kaku kuduk, • Otot spastis, kejang spontan
opistotonus, perut papan • Takipne, takikardia
• Tidak dijumpai disfagia atau ringan • Serangan apne (apneic spell)
• Tidak dijumpai kejang • Disfagia berat
• Tidak dijumpai gangguan respirasi • Aktivitas sistem autonom
  meningkat
Derajat II (tetanus sedang) :
  Derajat IV (stadium terminal],
• Trismus sedang derajat III ditambah dengan :
• Kekakuan jelas  
• Dijumpai kejang rangsang, tidak • Gangguan autonom berat
ada kejang spontan • Hipertensi berat dan takikardi,
• Takipneu atau
• Disfagia ringan • Hipotensi dan bradikardi
• Hipertensi
PENCEGAHAN TETANUS
PENCEGAHAN TETANUS
PENCEGAHAN TETANUS
TERAPI TETANUS
 1. Antibiotik (penisilin prokain, ampisilin,
tetrasiklin, metronidazol, eritromisin), Bila
terdapat sepsis/ pneumonia dapat ditambahkan
sefalosporin.
 
2. Netralisasi toksin :
Anti tetanus serum (ATS),dilakukan uji kulit lebih
dulu . Bila tersedia, dapat diberikan human
tetanus immunoglobulin (HTlG)
 
3. Anti konvulsan (diazepam).
 
4. Perawatan luka atau port d'entree dilakukan
setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsan
LUKA BAKAR
RESUSITASI CAIRAN
FRAKTUR DAN DISLOKASI
Pemeriksaan Status Lokalis
• Look: cek bengkak, memar, deformitas, dan
keutuhan kulit untuk menentukan adanya
fraktur terbuka. Tanda2 ggn NVD.
• Feel: nyeri tekan, palpasi nadi ,sensibilitas
kulit di bagian distal
• Move: gerakan abnormal, krepitasi. Pasien
diminta untuk menggerakkan bagian distal
dari cedera untuk menilai gangguan fungsi
syaraf.
FRAKTUR TERTUTUP
• Reduksi (Reduce)
– Reduksi Tertutup (Closed Reduction): efektif
jika periosteoum dan otot masih utuh,
dilakukan di bawah anestesi dan dalam kondisi
otot rileks.
– Reduksi Terbuka (Open Reduction) –apabila
reduksi tertutup gagal, kesulitan mengontrol
fragmen, atau jika melibatkan sendi besar yang
sangat mobile.
▪ Hold/ Imobilisasi
▪ Traksi Kontinyu (Continuous Traction)
▪ Cast Splintage: Prinsip pemasangan gips
... Lanjutan

- Functional Bracing
- Fiksasi Internal (Internal Fixation) –
dilakukan secara operatif dengan
memasang pen.
- Fiksasi Eksternal (External Fixation) –
dilakukan secara operatif dengan
memasang wire dan baut-baut yang
difiksasi di luar ekstremitas.
FRAKTUR TERBUKA
FRAKTUR TERBUKA
• Profilaksis Antibiotik
• Debridemen
• Stabilisasi
– Stabilisasi fraktur terbuka dilakukan secara
reduksi terbuka (open reduction). Sementara
untuk fiksasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal maupun internal tergantung pada
kondisi fraktur.
• Menutup Luka
– fraktur derajat I dan II: dapat segera dijahit
setelah dilakukan debridement dan stabilisasi.
Jika lebih besar dibantu dengan skin graft
HIP DISLOCATION
POSTERIOR HIP ANTERIOR HIP
DISLOCATION (>90% DISLOCATION
kasus)
• Nyeri lutut, nyeri pada Gejala
sendi panggul bag. • Nyeri pada sendi panggul
belakang, sulit
• Tidak dapat berjalan atau
menggerakkan ekstremitas
melakukan adduksi dari
bawah
kaki.
• Kaki terlihat memendek
• Kaki tampak eksorotasi,
dan dalam posisi fleksi,
abduksi, eksteni pada
endorotasi, dan adduksi
panggul
Risk Factor
• Kecelakaan
• Improper seating
adjustment
• sudden break in
DISLOKASI BAHU
Dislokasi Anterior
– Lengkung (contour) bahu berubah,
– Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna
– Teraba caput humeri di bag anterior
– Back anestesi à ggn n axilaris
• Dislokasi Posterior
– Lengan dipegang di depan dada
– Adduksi
– Rotasi interna
– Bahu tampak lebih datar (flat and squared off)
Sprain/”Keseleo”
▪ Sprain dan Strain adalah cedera
olahraga/muskuloskeletal yang paling
sering terjadi. Perbedaan pada bagian yang
terkena
▪ Sprain → Cedera yang terjadi karena
regangan berlebihan atau terjadi robekan
pada ligamen (penghubung antar tulang)
▪ Strain → Cedera yang terjadi karena
regangan berlebihan atau terjadi robekan
pada otot maupun tendon (penghubung
tulang dan otot)
Treatment: RICE + R

▪ Rest
▪ Ice
▪ Compression
▪ Elevation
▪ Referal &
Rehabilitation
SISTEM GASTROINTESTINAL DAN
HEPATOBILIER
ATRESIA DAN GANGGUAN BAWAAN
LAIN PADA SIST GIH(2)
▪ UNTUK MENGETAHUI LETAK ATRESIA :
KLINIS, FISIK DIAGNOSTIK, PEMERIKSAAN
PENUNJANG
▪ MUNCUL GEJALA 24-72 JAM PERTAMA
KEHIDUPAN
▪ MUNTAH LANGSUNG → PIKIRKAN A.
ESOPHAGUS
▪ MUNTAH HIJAU → PIKIRKAN A. DUODENUM
▪ MUNTAH HIJAU LATE ONSET+ TIDAK BAB →
PIKIRKAN A. JEJUNOILEAL
▪ GAGAL EVAKUASI MEKONIUM DALAM 24
JAM, RT FESES MUNCRAT → HIRSCHPRUNG
Omfalokel VS Gastroschisis
▪ Omfalokel tertutup peritoneum
▪ Gastroskisis usus saja terburai
▪ Duktus urakus persisten: keluar urin dari
perut tsb
HERNIA
▪ HERNIA BERDASARKAN LOKASI:
▪ HERNIA INGUINALIS LATERALIS
▪ HERNIA INGUINALIS MEDIALIS
▪ HERNIA UMBILIKAL
▪ HERNIA DIAFRAGMATIKA
Hernia – Klasifikasi
Lokasi
TIPE HERNIA MENURUT LOKASI
Hernia inguinal
Hub. dgn
Bisa Awitan
arteri
Tipe Definisi mencapai (umumn
epigastrik
skrotum? ya)
inferior
Akibat tidak tertutupnya cincin
Indire inguinal interna. Viscera masuk Kongenita
Lateral Ya
k melalui cincin tersebut dan bisa l
mencapai skrotum.
Masuk dari titik lemah pada fasia
Direk dinding abdomen (segitiga Medial Tidak Dewasa
Hesselbach)
Hernia femoralis
masuk melalui kanalis femoralis (di bawah kanalis
inguinalis)
Hernia INGUINALIS –
Klasifikasi Kondisi

TIPE HERNIA INGUINALIS


MENURUT KONDISI
▪Reponibilis : bisa dimasukkan
▪Ireponibilis : tidak bisa dimasukkan
▪Inkarserata : terjadi obstruksi (muntah,
konstipasi)
▪Strangulata : terjadi iskemia (nyeri)
APPENDICITIS AKUT (3B)

Appendisitis
• Appendisitis merupakan peradangan appendiks
vermivormis, penyebab nyeri abdomen akut
paling sering, hampir 10% populasi akan
mengalami appendisitis akut

• Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia


(SKDI 2012), dokter umum harus dapat
membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan
fisik dan penunjang, memutuskan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat
demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, serta
merujuk ke spesialis yang relevan kasus
appendisitis akut (kategori 3B).
DIAGNOSIS APPENDICITIS:
ALVARADO SCORE
Gejala Nyeri berpindah 1
Anorexia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri kanan bawah 2
Rebound 1
Peningkatan suhu 1
Lab Leukositosis 2
Hitung leukosit bergeser ke kiri 1
9-10 (almost certain) harus segera operasi Total poin 10
36
7-8 (high likehood) dipastikan dengan pencitraan abdomen
5-6 (compatible) dipastikan dengan pencitraan abdomen
0-4 (extremely unlikely, but not immposible) observasi
Hemorrhoid
PEMBAGIAN BERDASARKAN DERAJAT
HEMORRHOID

I. Berdarah saja
II. Masuk sendiri
III. Dimasukkan dengan tangan
IV. Tidak dapat dimasukkan
ILEUS (2)
Ileus merupakan gangguan pasase usus. Terjadi
karena sumbatan (obstruktif/mekanik) maupun
karena kelumpuhan otot – otot usus (paralitik).
PRINSIP PENANGANAN AWAL
ILEUS

▪ Dekompresi tekanan intraabdomen


dengan Naso Gastric Tube (NGT)
▪ Stabilisasi A-B-C
▪ Pemeriksaan Penunjang:
▪ Penapisan: abdomen 3 posisi
▪ Mencari Kausa: USG, Foto Abdomen
dengan kontras
SISTEM GINJAL DAN SALURAN
KEMIH
Batu Saluran Kemih (3B)

▪ Batu kalsium→radioopaq
▫ 80% mengandung ca.oksalat,ca.fosfat,asam urat,
MAP,xantyn,dan sistin
▫ Etio:hiperkalsiuri,hiperoksalouri,hiperurikosuria,
hipositraturia,hipomagnesiuria
▪ Batu struvit (MAP)→ batu infeksi gol.urea
splitter
▪ Batu asam urat→ pasien gout,staghorn,
fillinng defect(radiolusen pada PIV),
acoustic shadowing→USG
▪ Batu jenis lain
TEKNIK RADIOGRAFI BATU SAL.
KEMIH

- FOTO POLOS BNO


- FOTO IVP (DENGAN KONTRAS)
- USG
Kelainan kongenital pada
genital
▪ Fimosis: preputium tidak dapat diretraksi, sakit dan nyeri saat

berkemih, perlu mengedan dan sebelum berkemih ada gelembung di penis

▪ Parafimosis: preputium menjepit batang penis, saat diretraksi tidak

dapat dikembalikan lagi, merupakan keadaan emergency dalam urologi

▪ Hipospadia: orifium uretra eksterna tidak berada di ujung glans penis,

tetapi di bagian bawah (ventral), keluhan pasien: kencing menetes

▪ Epispadia: OUE pada bagian atas (dorsal) penis


Cryptorchidism /
UNDESCENDED TESTIS
▪ Kelainan kongenital
paling sering pada
genitalia pria
▪ Pada kasus langka
dapat terjadi pada
dewasa muda
▪ Dapat unilateral (2/3)
& bilateral (1/3)
▪ Insidens 3% bayi aterm
dan 30% bayi
prematur
▪ 80% kasus membaik
pada usia 1 tahun
(paling sering dalam
usia 3 bulan pertama)
TORSIO TESTIS (3B)
▪ TERPUNTIRNYA
SPERMATIC CORD
TESTIS
▪ TESTIS NAIK, NYERI,
POSISI HORIZONTAL,
ANCAMAN ISKEMIA
DAN NEKROSIS TESTIS
▪ KEGAWATAN TESTIS:
BUTUH INTERVENSI
OPERATIF SEGERA
▪ JIKA TIDAK BISA
DIOPERASI DALAM 6
TRAUMA SIST. GENITOURINARIA
(3B)
Ruptur urethra:
▪ Gejala dan tanda:
– Perineum terbentur → Dapat menyebabkan straddle
injuries
– trauma uretra anterior → distal-uretra membranosa
– Trauma uretra posterior → uretra membranosa-
prostatika → trauma tumpul seperti kecelakaan motor.
– Hematuria
– Tidak bisa BAK
– Terdapat darah di meatus
▪ Diagnosis:
– retrograde urethrography
▪ Hal ini didukung dengan adanya hematom pada
penis atau hematoma kupu-kupu (robekan pada
korpus spongiosum)
▪ Fraktur pelvis biasanya menyebabkan ruptur
buli
PEM. PENUNJANG TRAUMA
SISTEM GENITOURINARIA
▪ Pemeriksaan penunjang pada ruptur uretra
posterior adalah uretrocystogram
▪ retrogade pyelogram: injeksi kontras ke ureter utk
liat ginjal dan ureter → uretra ga kliatan
▪ anterograd pyelogram → injeksi kontras dari
darah utk liat ureter dan ginjal
▪ Uretrocystogram → injeksi kontras dari uretra
untuk liat bocor dmana
▪ voiding uretrocystogram: kontras dmasukin lewat
kateter suprapubik diobservasi dengan floroskopi.
Kalo masuk ke ureter/ginjal → vesicouretral reflux
▪ intravena urogram: kontras dimasukin lewat darah
utk visualisasi ginjal, ureter, uretra (kaya IVP)
BPH (2)
▪ Pembesaran prostate di zona transisional prostate
▪ Gejala pada BPH adalah Gejala LUTS (lower urinary
tract symptoms):
▫ Gejala Obstruksi (hesitansi, pancaran miksi
lemah, intermitensi, miksi tidak puas, menetes
setelah miksi, atau retensi urin total),
▫ Gejala iritasi (frekuensi, nokturi, urgensi,
disuri).
▪ PF: Rectal touche
▪ Penunjang: USG
▪ Tatalaksana: alfa-bloker (tamsulosine), 5-alfa-
reduktase inhibitor (finasteride), tindakan bedah
(TURP, TUIP, prostatektomi)
MASALAH PAYUDARA
▪ Fibroadenoma mammae (FAM)
▫ Massa kenyal, berbatas tegas, mobile, tanpa tanda
peradangan
▪ Tumor Phyllodes
▫ Berasal dari sel periduktal
▫ 80-85% jinak, sisanya ganas
▫ Massa keras, berbatas tegas, mobile, kulit permukaan tipis
dan mengkilat, vena dapat terlihat, ukuran bisa mencapai
30 cm
▪ Ca mammae
▫ Massa keras, permukaan tidak rata/bernodul, tidak
berbatas tegas, immobile, peau d’orange, retraksi puting,
nipple discharge, ulserasi
▪ Fibrokistik (fibrocystic breast changes)
▫ Akibat hiperproliferasi jaringan ikat
▫ Massa kenyal, permukaan rata, batas tegas, muncul
berkaitan dengan siklus menstruasi
▪ Lipoma
▪ Ca mammae = curiga bila massa keras,
ireguler, terfiksasi
▫ Disertai perubahan ukuran/bentuk payudara
(asimetri payudara), perubahan kulit (bengkak,
penebalan, radang, edema/peau d’ orange),
abnormalitas puting (retraksi, inversi, bloody
discharge, ulserasi), massa aksila

Anda mungkin juga menyukai