Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin.1 Ketiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan (HDK), dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah
berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan
sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 30% kematian ibu di
Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh HDK.3
Berdasarkan Report of the Natinal High Blood Presure Education Program
Working Group on High Blood Presure in Pregnancy tahun 2001 hipertensi
dalam kehamilan terbagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu : hipertensi kronik,
preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
dan hipertensi gestasional.1
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai proteinuria. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan berat. Pembagian preeklampsi menjadi berat dan ringan
tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali
ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami
kejang dan jatuh dalam koma.1
Berdasarkan onset, ACOG (American College of Obsterti And Ginekologi)
diklasifikasikan preeklamsia dalam dua kelompok : preeklampsia onset dini yaitu
terjadi sebelum kehamilan ke-34 minggu, dan preeklampsia onset lambat yaitu
terjadi setelah kehamilan 34 minggu.5
Di Indonesia Preeklampsi berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Preeklampsi berat (PEB) adalah
preeklampsi dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah
sistolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.1 Preeklampsia terjadi
pada kurang lebih 5% dari semua kehamilan, 10% pada kehamilan anak pertama

1
dan 20-25% pada perempuan hamil dengan riwayat hipertensi sebelumnya. Faktor
risiko Ibu untuk terjadinya preeklampsia antara lain kehamilan pertama, usia
kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat pada kehamilan
sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsi, obesitas atau kegemukan, dan
jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun.5
Preeklampsia dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolahan preeklampsi dalam kehamilan harus
benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.
Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Kehamilan dan persalinan membawa risiko bagi janin. Bahaya bagi ibu tidak
sebegitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan
dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin6.
Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan
kembardan tunggal ialah 1:89, untuk triplet 1:89, dan untuk kuadruplet 1:893.
Pada tahun 1948, Prawirohardjo mengumumkan diantara 16.288 persalinan,
terdapat 197 persalinan gemelli dan 6 persalinan triplet. Berbagai faktor
mempengaruhi frekuensi kehamilan kembar, seperti bangsa, hereditas, umur dan
paritas ibu.
Bangsa Negro di Amerika Serikat mempunyai frekuensi kehamilan kembar
yang lebih tinggi daripada bangsa kulit putih. Juga frekuensi kehamilan kembar
berbeda pada tiap negara. Angka yang tertinggi ditemukan di Finlandia dan yang
terendah di Jepang7.
Frekuensi kehamilan kembar juga meningkat dengan paritas ibu. Dari angka
9.8 per 1000 persalinan untuk primipara, frekuensi kehamilan kembar naik sampai
18.9 per 1000 untuk oktipara 8.
Keluarga tertentu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan bayi
kembar. Walaupun pemindahan sifat herediter kadang – kadang berlangsung
secara paternal, tetapi biasanya hal itu disini terjadi secara maternal, dan pada
umumnya terbatas pada kehamilan dizigotik9,10.

Anda mungkin juga menyukai