Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
WUS (wanita usia subur) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi
dengan baik antara umur 20-45 tahun. Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat
dari pada pria. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita
mempunyai kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30 an presentasenya menurun
hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40 tahun, kesempatan hamil berkurang hingga
menjadi 40%. Setelah usia 40 tahun wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan
untuk hamil. Masalah kesuburan alat reproduksi merupakan hal yang sangat penting
untuk diketahui. Dimana dalam masa wanita subur ini harus menjaga dan merawat
personal hygiene yaitu pemeliharaan alat kelaminnya dengan rajin membersihkannya.
Oleh karena itu WUS dianjurkan untuk merawat diri. Untuk mengetahui tanda-tanda
wanita subur antara lain dengan melihat siklushaidnya.
2.2 Siklus Haid
Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulannya biasanya subur. Satu
putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid datang
kembali, yang biasanya berlangsung selama 28-30 hari. Oleh karena itu siklus haid dapat
djadikan indikasi pertama untuk menandai seorang wanita subur atau tidak. Siklus
menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks perempuan yaitu hormon estrogen dan
progesteron. Hormon-hormon ini menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh
perempuan yang dapat dilihat melalui beberapa indikator klinis seperti, perubahan suhu
basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks), perubahan pada serviks,
panjangnya siklus menstruasi (metode kalender) dan indikator minor kesuburan seperti
nyeri perut dan perubahan pada payudara.
2.3 Pembekalan pengetahuan untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita
a. Personal Hygiene, misalnya :
 Mandi 2x sehari
 Ganti pakaian dalam setiap hari
 Hindari keadaan lembab di vagina
 Memakai pembalut yang tidak mengandung zat berbahaya (berbahaya ditandai
dengan mudah rusaknya pembalut jika terkena air)
 Ganti pembalut maksimal setiap 6 jam atau bila sudah penuh oleh darah haid
 Cebok dari arah depan ke belakang
 Hindari penggunaan sabun/cairan pembersih vagina
b. Gizi
 Hindari pewarna, pengawet, penyedap, pengenyal
 Konsumsi buah dan sayuran
c. Perilaku seks
 Hindari perilaku seks bebas diluar nikah
2.4 Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada PUS
1. Masalah gangguan kesehatan reproduksi dan upaya penanggulangannya.
a. Definisi dan pengertian dasar
Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan
bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya.
Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologis yang tidak mmpu
menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup
Infertilitas primer adalah jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama
teratur dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-
turut. Infertilitas sekunder adalah jika istri akan tetapi tidak berhasil hamil lagi
walaupun sedang bersenggama teratur dan dihadapkan pada kemungkinan
kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
1. Etiologi dan epidemiologi infertilitas
Persyaratan kehamilan :
 Hubungan seksual yang normal
 Analisis sperma yang normal
 Ovulasi yang normal
 Uterus dan endometrium yang normal
 Tuba fallopi yang normal
Etiologi
Infertilitas dapat disebabkan oleh :
 Gangguan pada hubungan seksual
 Jumlah sperma dan transportasinya yang abnormal
 Gangguan ovulasi dan hormonal yang lain, termasuk gangguan pada
tingkat reseptor hormon reproduksi
 Kelainan tempat implantasi (endometrium dan uterus)
 Kelainan jalur transportasi (tuba fallopi)
 Gangguan peritoneum gangguan imunologik
2. Gangguan hubungan seksual yang dapat menyebabkan infertilitas
 Kesalahan tekhnik senggama : penetrasi tidak sempurna ke vagina
 Gangguan psikososial : impotensi ejakulasi prekoks, vaginismus
 Ejakulasi abnormal : kegagalan ejakulasi akibat pengaruh obat, ejakulasi
retrogard ke dalam vesika urinaria pasca prostatektomi
 Kelaina anatomi : hipospadia, epispadia, penyakit pyroni
3. Gangguan reproduksi dan transportasi sperma
Parameter analisis semen normal
 Volume 2-5 cc
 Jumlah sperma >20 juta/ml
 Motilitas 6-8 jam >40%
 Bentuk sperma yang abrormal >20%
 Kandungan kada fluktosa 120-450 mikrog/ml
2.5 Gangguan Ovulasi
Ovarium memiliki dua peran utama yaitu : sebagai penghasil gamet, sebagai organ
endokrin karena menghasilkan hormon seks (estrogen dan progesteron). Kegagalan
ovulasi dapat berasal primer dari ovarium, misalnya penyakit ovarium polikistik atau
kegagalan yang bersifat sekunder akibat kelainan pada poros hipotalamus hipofisis dan
kelainan pada pusat apionid da reseptor steroid di hipotalamus, atau tumor hipofisis serta
hipofungsi hipofisis.
2.6 Pemeriksaan Pasangan Infertil
Sekitar 1 dari 5 pasangan akan hamil dalam 1 tahun pertama pernikahan dengan
senggama yang normal dan teratur.
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
b. Analisis sperma
c. Uji pasca sengggama (UPS)
d. Pembasahan dan pemantauan ovulasi
e. Uji pakis
f. Suhu basal badan (SBB)
g. Sitologi vagina atau endoserviks
h. Biopsi endometrium
i. Laparaskopi
Pemeriksaan uterus dan tuba fallopi
a. Biopsi endometrium
b. Hydrotubasi
c. Hidrosalpingogram
d. Histeroskopi
e. Laparaskopi
f. Ultrasonografi dan Endosonografi
g. Pengobatan infertilitas pasangan
Sekitar 50% pasangan infertil dapat berhasil hamil. Hal ini memberikan rasa
optimis bagi kebanyakan dokter yang mencoba menangani pasangan infertil. Selama
kurun waktu pemeriksaan pengobatan, baik oleh dokter umum maupun klinik
infertilitas, umumnya pasien tetap peka terhadap perubahan emosional akibat
kegagalannya untuk hamil. Oleh karena itu kontak yang teratur dengan mereka
senantiasa dibutuhkan, untuk memberikan kesempatan kepada mereka melakukan
ventilasi. Tindakan-tindakan diagnostik seringkali juga merupakan rangsangan
pengobatan. Pemeriksaan vaginal dan sondase uterus, misalnya dapat menaikkan laju
konsepsi.
2.7 Penyakit Menular Seksual
Cara penularan PMS termasuk HIV/AIDS, dapat melalui :
a. Hubungan seksual yang tidak terlindung, baik melalui vagina, anus, maupun oral. Cara
ini merupakan cara paling utama (90%)
b. Penularan dari ibu ke janin selama kehamilan (HIV/AIDS, Herpes, Sifilis) pada
persalinan (HIV/AIDS, Gonorhoe, Klamidia), sesudah bayi lahir (HIV/AIDS)
c. Melalui tranfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan cairan darah tau produk
darah (HIV/AIDS)
Cara pencegahan PMS :
a. Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia
b. Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual
c. Bila terinfeksi PMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual
d. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS, misalnya borok pada alat
kelamin, atau keluarnya duh (cairan nanah) dari tubuh
2.8 Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara yang wajib dipenuhi oleh
negara. Amanah undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 171 ayat
(1) dan (2) menyebutkan bahwa pemerintah pusat harus mengalokasikan 5% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN (di luar gaji) dan pemerintah daerah
harus mengalokasikan 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD (di
luar gaji) untuk kesehatan. Pasal 171 ayat (3) mempertegas bahwa 2/3 dari anggaran
tersebut harus digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang memadai, pemerintah melalui Kementrian
Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM
merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah
melakukan pelayanan publik yang tepat dari masyarakat, dan sekaligus mendorong
masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah di bidang pelayanan
publik.
Dalah satu dekade ini kebutuhan akan informasi kesehatan reproduksi semakin
menadi kebutuhan bagi masyarakat dan mendesak untuk segera diberikan. Karena ada
banyak kerugian yang dapat ditimbulkan dengan minimnya pengetahuan akan kesehatan
reproduksi. Dalam pelayanan kesehatan dasar di SPM, pemerintah hanya memasukkan
satu unsur kesehatan reproduksi, itupun hanya sebatas penggunaan KB aktif. Kebutuhan
untuk mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi tidak hanya pada
pelayanan alat kontrasepsi semata, tetapi bagaimana masyarakat mengetahui beberapa
penyakit atau infeksi menular seksual yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
mereka. Tidak heran jika angka penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
semakin meningkat, mengingat budya di masyarakat masih menganggap tabu apabila
membicarakan masalah kesehatan reproduksi.
2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi :

a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang


rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta
lokasi tempat tinggal yang terpencil ).
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk
pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang
fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan
satu dengan yang lain, dsb)
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli
kebebasannya secara materi,dsb)
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, dsb)
Pegaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat
guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dn pria dengan dukungan di
semua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan ke dalam berbagai program
kesehatan, pendidikan, sosial dan pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam
pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

2.10 Peningkatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Upaya peningkatan kesehatan reproduksi ke depannya perlu diprioritaskan


pada perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan obstetrik yang
komprehensif, peningkatan pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan
komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat. Penyediaan fasilitas palayanan
obstetrik neonatal emergensi komprehensif (PONEK), pelayanan obstetrik neonatal
emergensi komprehensif (PONED), posyandi dan unit tranfusi darah yang belum merata
dan belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk harus menjadi prioritas
pemerintah sebagai upaya penurunan AKI di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati.Ratna.2009. Metode dan Teknik Penggunaan Alat Kontrasepsi.Salemba


Medika:Jakarta

Arum, DNS dan sujiyatini.2009.Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.Mitra Cendikia


Press:Yogyakarta

Pinem, Saroha.2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi.Trans Info Media:Jakarta

BKKBN.2003.Menyiapkan anak balita yang sehat dan berkualitas BKKBN:Jakarta

BKKBN.2003.Panduan Pengelolaan Program KB pasca-persalinan dan pasca-


keguguran.BKKBN:Jakarta

Muda, Ahmad A.K.2003.Kamus Lengkap Kodokteran.Surabaya:Gitamedia Press

Manuaba.1998.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.EGC:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai