BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
2.1.1 Definisi
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun
2011 diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari.1 WHO mengatakan bahwa konsistensi dari tinja lebih
penting dari frekuensi buang air besar dalam mendefinisikan diare.8,9
Diare merupakan mekanisme tubuh terhadap keadaan tidak normal didalam
saluran pencernaan yang membuang faktor iritan atau mikroorganisme penyebab
diare, sehingga penyebab diare dapat dibuang bersama tinja. Namun, mekanisme
pertahanan tubuh ini mengakibatkan terjadinya kehilangan sejumlah besar air dan
elektrolit yang dapat mengancam jiwa.10
2.1.2 Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare diantaranya faktor
infeksi, faktor malabsorbsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan fakor
psikologis.11
a. Faktor Infeksi11
1) Infeksi oleh bakteri (Escherichia coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae dan
serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti
pseudomonas).
2) Infeksi virus rotavirus.
3) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides).
4) Infeksi jamur (Candida albicans).
5) Infeksi akibat organ lain seperti radang tonsil, bronchitis dan radang
tenggorokan.
b. Faktor Malabsorbsi11
Faktor malabsorsi dibagi menjadi dua yaitu:
6
1) Malabsorbsi Karbohidrat
Malabsorbsi karbohidrat biasanya terjadi akibat kepekaan terhadap laktosa
dan akhirnya dapat menyebabkan diare, hal ini biasa dijumpai pada bayi.
Gejala yang dapat ditimbulkan berupa diare berat, tinja berbau sangat asam
dan sakit didaerah perut.
2) Malabsorbsi Lemak
Malabsorbsi lemak terjadi apabila dalam makanan terdapat lemak yang
disebut trigliserida. Trigliserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah
lemak menjadi micelles (kumpulan lemak yang mempunyai dinding
hidrofilik dan inti yang hidrofobik) yang siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada
lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak
tidak dapat terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan11
Makanan yang dapat menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang.
Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah untuk mengakibatkan diare
pada anak dan balita.
d. Faktor Psikologis11
Rasa takut, cemas dan tegang dapat menyebabkan diare.
2.1.3 Klasifikasi
transpor electron
Osmotik Defek pengangkutan, Berair, asam, Defisiensi laktase,
defiesiensi enzim peningkatan malabsorbsi
pencernaan osmolalitas glukosa-galaktosa
Peningkatan motilitas Penurunan waktu Tinja tampak lembek Irritable bowel
transit hingga normal syndrome
Penurunan motilitas Pertumbuhan bakteri Tinja tampak lembek Pseudoobstruksi
yang berlebih hingga normal usus
suara menjadi serak. Hipoglikemia yang berat dapat mengakibatkan edema otak
sehingga berakibat kejang dan koma.17,18
Derajat dehidrasi akibat kekurangan cairan dapat dibagi menjadi tiga yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:18
Tabel 2.2 Derajat Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis.
18
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti Haus, ingin minum banyak Malas minum, tidak
biasa bisa minum
Pemeriksaan Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
turgor kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat
Bila ada satu tanda ditambah Bila ada satu tanda
pemeriksaan
1/lebih tanda lain ditambah 1/lebih
tanda lain
2.1.6 Pencegahan
Pencegahan diare menurut Kemenkes RI tahun 2011 yang benar dan efektif
dapat dilakukan.19
a. Perilaku Sehat
1) Pemberian ASI pada bayi.
2) Makanan pendamping ASI pada bayi.
3) Menggunakan air bersih yang cukup.
4) Mencuci tangan.
5) Menggunakan jamban.
6) Pemberian imunisasi campak.
b. Penyehatan Lingkungan
1) Penyediaan air bersih.
2) Pengelolaan sampah.
3) Sarana pembuangan air limbah.
2.1.7 Tatalaksana Diare
Penatalaksaan diare menurut Kemenkes RI tahun 2011, salah satu strategi
pemerintah dalam pengendalian penyakit diare adalah melaksanakan lima langkah
tuntaskan diare atau lebih dikenal dengan LINTAS diare pada penderita diare.19
a. Berikan Oralit
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti
cairan yang hilang. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :19
9
b) Mata : Cekung
c) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
b. Berikan Obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim Inducible Nitric Oxide Synthase (INOS), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama
diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.19
Dosis pemberian Zinc pada balita:19
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.
c. Pemberian ASI atau makanan.
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di
beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan.19
d. Pemberian antibiotik hanya sesuai indikasi.
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
11
f. Konstruksi dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan
murah.
g. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 meter.
2.2.4 Pengelolaan Pembuangan Tinja
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti; tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan bermacam-macam
cacing, seperti cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang dan cacing pita.
Menurut Kementerian Kesehatan RI terdapat tujuh (7) kriteria yang perlu
diperhatikan dalam membuat jamban sehat, antara lain:28
a. Tidak Mencemari Air
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran diusahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.
1) Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar kotoran harus dipadatkan dengan
tanah liat atau diplester.
2) Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.
3) Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari air sumur.
4) Tidak membuang air kotor dan buang air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai maupun laut.
b. Tidak Mencemari Tanah Permukaan
1) Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, perkarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggiran jalan.
2) Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya.
c. Bebas Dari Serangga
1) Ruangan dalam jamban harus terang, karena bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
2) Lantai jamban diplaster rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
3) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
4) Lubang jamban, khususnya jamban cemplung harus tertutup.
d. Tidak Menimbulkan Bau Dan Nyaman Digunakan
1) Jika menggunakan tangki septik/leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air.
2) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran.
3) Lantai jamban harus kedap air dan permukaan kloset licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik.
e. Aman Digunakan Oleh Pemakainya
15
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan batu atau anyaman bambu atau bahan penguat
lainnya yang terdapat didaerah setempat.
f. Mudah Dibersihkan Dan Tak Menimbulkan Gangguan Bagi Pemakainya
1) Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran kotoran.
2) Tidak membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran.
3) Tidak mengalirkan air cucian ke saluran atau ke lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh.
4) Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati, gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci.
2.3.2 Tujuan
16
Pemicuan yang dimaksud disini adalah mendorong rasa malu, jijik, berdosa,
bersalah, bertanggungjawab karena perbuatan masa lalu dalam kebiasaan
membuang kotoran manusia.
3) Tindak Lanjut Oleh Masyarakat31
Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu
juga susun rencana tindak lanjut oleh masyarakat serta semangati
masyarakat bahwa mereka dapat 100% terbebas dari kebiasaan Open
Defecation.
Tujuan dari tindak lanjut adalah :
a) Mendampingi masyarakat dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk
memperbaiki kondisi sanitasinya.
b) Membentuk suatu kelompok tindakan sanitasi (dengan wakil dari semua
rumah tangga).
c) Membuat suatu peta atau daftar dari semua rumah tangga yang akan
mencapai 100% tidak lagi Open Defecation.
d) Mendapatkan komitmen siapa lebih dulu yang membangun jamban,
secara individu atau kelompok
e) Pembangunan dan perbaikan jamban
c. Setelah Melakukan Pemicuan 31
Hal-hal yang mungkin terjadi paska pemicuan STBM:
1) Perasaan amat malu dengan kondisi yang terjadi didesanya setelah tahu dari
proses pemicuan yang diikutinya.
2) Perasaan ingin berubah, tetapi masih belum ada keputusan kapan akan
dilakukan.
3) Segelintir masyarakat mulai sadar, sementara banyak lainnya belum sadar.
4) Tidak ada masyarakat yang mau melakukan perubahan, masyarakat masih
menginginkan tetap memakai kebiasaan lamanya, yaitu defekasi di tempat
terbuka atau sembarang tempat.
d. Dukungan Paska Pemicuan STBM 31
Keberhasilan dari STBM setelah pemicuan kebanyakan tergantung pada
kesegeraan menindak lanjutinya berupa pemberian dukungan atas prestasi
yang dicapainya atau membantu memfasilitasi penyelesaian masalah
sekaligus dukungan terhadap prioritas apakah yang dibutuhkan dibidang
sanitasi total. Keberhasilan lain, dimana masyarakat secara bersama-sama
sepakat mencapai 100% ODF.
2.3.5 Indikator Keberhasilan
a. Output :6
18
3. Upaya peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban
aman, kuat, sehat dan nyaman.
4. Penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah
kejadian Open Defecation.
5. Pemantauan mandiri oleh komunitas.
6. Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyait berbasis lingkungan lainnya
yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Setelah deklarasi ODF, kakus atau jamban terapung sudah dibongkar dan
digantikan oleh jamban keluarga yang dibuat oleh masyarakat dan jamban umum
yang dibantu oleh pemerintah.37
Karakteristik Penduduk:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Penghasilan