Anda di halaman 1dari 19

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare
2.1.1 Definisi
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun
2011 diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari.1 WHO mengatakan bahwa konsistensi dari tinja lebih
penting dari frekuensi buang air besar dalam mendefinisikan diare.8,9
Diare merupakan mekanisme tubuh terhadap keadaan tidak normal didalam
saluran pencernaan yang membuang faktor iritan atau mikroorganisme penyebab
diare, sehingga penyebab diare dapat dibuang bersama tinja. Namun, mekanisme
pertahanan tubuh ini mengakibatkan terjadinya kehilangan sejumlah besar air dan
elektrolit yang dapat mengancam jiwa.10
2.1.2 Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare diantaranya faktor
infeksi, faktor malabsorbsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan fakor
psikologis.11
a. Faktor Infeksi11
1) Infeksi oleh bakteri (Escherichia coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae dan
serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti
pseudomonas).
2) Infeksi virus rotavirus.
3) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides).
4) Infeksi jamur (Candida albicans).
5) Infeksi akibat organ lain seperti radang tonsil, bronchitis dan radang
tenggorokan.

b. Faktor Malabsorbsi11
Faktor malabsorsi dibagi menjadi dua yaitu:
6

1) Malabsorbsi Karbohidrat
Malabsorbsi karbohidrat biasanya terjadi akibat kepekaan terhadap laktosa
dan akhirnya dapat menyebabkan diare, hal ini biasa dijumpai pada bayi.
Gejala yang dapat ditimbulkan berupa diare berat, tinja berbau sangat asam
dan sakit didaerah perut.
2) Malabsorbsi Lemak
Malabsorbsi lemak terjadi apabila dalam makanan terdapat lemak yang
disebut trigliserida. Trigliserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah
lemak menjadi micelles (kumpulan lemak yang mempunyai dinding
hidrofilik dan inti yang hidrofobik) yang siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada
lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak
tidak dapat terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan11
Makanan yang dapat menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang.
Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah untuk mengakibatkan diare
pada anak dan balita.
d. Faktor Psikologis11
Rasa takut, cemas dan tegang dapat menyebabkan diare.
2.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan pembagian menurut waktu kejadian diare, dapat dibagi menjadi


diare akut, diare persisten dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang kejadian
awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare persisten
merupakan diare yang berlangsung selama 2 sampai 4 minggu. Bila diare masih
berlangsung selama lebih dari 4 minggu disebut sebagai diare kronik.13
2.1.4 Patogenesis
Kliegman dan Greenbaum pada tahun 2004 merangkum bahwa diare terjadi
dalam beberapa mekanisme primer yang dapat dilihat pada tabel berikut:14
Tabel 2.1 Patofisiologi Diare.
14
Mekanisme Primer Kelainan/Gangguan Pemeriksaan Tinja Contoh

Sekretorik Pengurangan absorbsi, Berair, osmolalitas Kolera


peningkatan sekresi, normal
7

transpor electron
Osmotik Defek pengangkutan, Berair, asam, Defisiensi laktase,
defiesiensi enzim peningkatan malabsorbsi
pencernaan osmolalitas glukosa-galaktosa
Peningkatan motilitas Penurunan waktu Tinja tampak lembek Irritable bowel
transit hingga normal syndrome
Penurunan motilitas Pertumbuhan bakteri Tinja tampak lembek Pseudoobstruksi
yang berlebih hingga normal usus

Pengurangan area Penurunan kapasitas Encer Sindrom usus


permukaan (Osmotik, fungsional pendek
Motilitas)
Invasi mukosa Radang Darah dan Infeksi salmonella
peningkatan jumlah
sel darah putih dalam
tinja

2.1.5 Manifestasi Klinik


Diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri memiliki gejala yang
manifestasi utamanya berada pada saluran pencernaan. Keadaan defekasi yang
lebih dari biasanya lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang cair,
berlendir, atau berdarah merupakan gejala yang paling sering diamati pertama
kali.15 Selain defekasi yang lebih dari biasanya, pasien diare dengan infeksi
biasanya disertai dengan demam, tenesmus dan hematochezia. Demam merupakan
salah satu gejala yang merupakan terdapat reaksi inflamasi akibat reaksi imun
tubuh terdapat agen infeksius. Hal ini yang bisa diketahui dari manifestasi akibat
diare akut oleh infeksi adalah adanya nyeri perut atau kejang perut akibat terus
berkontraksi selama buang air besar.16
Diare yang terjadi terus menerus tanpa diberikan pertolongan akan
mengakibatkan kematian akibat kekurangan cairan tubuh karena terus dikeluarkan
selama buang air besar. Hal ini dapat mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
dapat mengakibatkan gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik. Cairan
tubuh yang terus berkurang akibat terus dikeluarkan dapat mengakibatkan pasien
merasa haus, denyut nadi lemah dan cepat, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering, volume urin menurun dan
8

suara menjadi serak. Hipoglikemia yang berat dapat mengakibatkan edema otak
sehingga berakibat kejang dan koma.17,18
Derajat dehidrasi akibat kekurangan cairan dapat dibagi menjadi tiga yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:18
Tabel 2.2 Derajat Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis.
18

Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti Haus, ingin minum banyak Malas minum, tidak
biasa bisa minum
Pemeriksaan Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
turgor kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat
Bila ada satu tanda ditambah Bila ada satu tanda
pemeriksaan
1/lebih tanda lain ditambah 1/lebih
tanda lain
2.1.6 Pencegahan
Pencegahan diare menurut Kemenkes RI tahun 2011 yang benar dan efektif
dapat dilakukan.19
a. Perilaku Sehat
1) Pemberian ASI pada bayi.
2) Makanan pendamping ASI pada bayi.
3) Menggunakan air bersih yang cukup.
4) Mencuci tangan.
5) Menggunakan jamban.
6) Pemberian imunisasi campak.
b. Penyehatan Lingkungan
1) Penyediaan air bersih.
2) Pengelolaan sampah.
3) Sarana pembuangan air limbah.
2.1.7 Tatalaksana Diare
Penatalaksaan diare menurut Kemenkes RI tahun 2011, salah satu strategi
pemerintah dalam pengendalian penyakit diare adalah melaksanakan lima langkah
tuntaskan diare atau lebih dikenal dengan LINTAS diare pada penderita diare.19
a. Berikan Oralit
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti
cairan yang hilang. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :19
9

\ Gambar 2.1 Cara Membuat dan Memberikan Oralit.19


1) Diare Tanpa Dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :19
a) Keadaan Umum : baik
b) Mata : Normal
c) Rasa haus : Normal, minum biasa
d) Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak defekasi/mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak defekasi/mencret
Umur diatas 5 tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak defekasi/mencret
2) Diare Dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:19
a) Keadaan Umum : Gelisah, rewel
b) Mata : Cekung
c) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
d) Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
3) Diare Dehidrasi Berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
a) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
10

b) Mata : Cekung
c) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
b. Berikan Obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim Inducible Nitric Oxide Synthase (INOS), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama
diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.19
Dosis pemberian Zinc pada balita:19
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.
c. Pemberian ASI atau makanan.
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di
beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan.19
d. Pemberian antibiotik hanya sesuai indikasi.
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
11

penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek


kolera.19
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan
kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan
bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).19
e. Pemberian nasihat.
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :19
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari.
2.2 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan
lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan
kotoran manusia, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah.20
2.2.1 Penggunaan Air Bersih
a. Definisi Air Bersih
Menurut Undang-Undang RI No.7 Tahun 2004 dan keputusan menteri
kesehatan Nomor 907 Tahun 2002, disebutkan bahwa definisi air bersih adalah
air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.21
b. Syarat-Syarat Air Bersih
Batasan-batasan air yang bersih dan aman, diantaranya; bebas dari kuman dan
bibit penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak
berasa dan tidak berbau, dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan
12

domestik rumah tangga, serta memenuhi standar minimal yang ditentukan


oleh Departemen Kesehatan RI. Penyediaan air bersih harus memenuhi dua
syarat yaitu kuantitas dan kualitas.22,23
Air tanah adalah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian
mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara
alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, didalam
perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni
dibandingkan air permukaan.

Menurut Indonesian Sanitation Sector Development program (ISSDP), bahwa


ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber
yang relatif aman, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi
dan mata air terlindungi. Sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih
tinggi sebagai media transmisi patogen kedalam tubuh manusia, diantaranya
adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti
air kolam, sungai dan waduk.24
c. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
Penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam empat (4)
kelompok berdasarkan cara penularannya, diantaranya:25
1) Waterborne Mechanism
Kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
ditularkan pada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh
penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid,
hepatitis viral, disentri basiler dan poliomielitis.25
2) Waterwashed Mechanism
Mekanisme penularan seperti ini berkaitan dengan kebersihan umum dan
perorangan. Terdapat tiga (3) cara penularan pada mekanisme ini, antara
lain;25
a) Infeksi melalui alat pencernaan (seperti diare)
b) Infeksi melalui kulit (seperti scabies dan tracoma).
c) Penularan melalui binatang pengerat (seperti pada penyakit leptospirosis).
3) Water-based Mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab
yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai
intermediate host yang hidup di air seperti schistomiasis.25
13

4) Water-related Insect Vektor Mechanism


Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di
dalam air, seperti filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.25
2.2.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Pengelolaan sampah rumah tangga merupakan kegiatan yang
sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah rumah tangga.26
a. Tempat Sampah
Sarana pembuangan sampah yang sehat harus memenuhi beberapa
persyaratan, diantaranya cukup kuat dan mudah dibersihkan karena dapat
menghindarkan dari jangkauan serangga dan tikus. Tempat sampah harus
memiliki tutup dan selalu dalam keadaan tertutup, bila tutup terbuka maka
lingkungan menjadi tidak sehat.26
b. Daur Ulang Sampah
Kegiatan mendaur ulang sampah merupakan salah satu cara yang perlu
mendapat prioritas utama dalam pengelolaan sampah rumah tangga karena
gangguan pencemaran yang tinggi. Pengomposan sebaiknya dilakukan
didalam wadah untuk mencegah pencemaran lingkungan, gangguan binatang
dan menjaga estetika.26
2.2.3 Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi,
cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah
merupakan buangan atau sesuatu yang tidak terpakai berbentuk cair, gas dan
padat. Terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya dalam
air limbah. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman
penyebab penyakit disentri, tifus, kolera dan penyakit lainnya. Air limbah harus
diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Air
limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pengelolaan air limbah antara lain:27
a. Tidak mencemari air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air
dipermukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah.
b. Tidak mengotori permukaan tanah.
c. Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah
d. Mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lain.
e. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
14

f. Konstruksi dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan
murah.
g. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 meter.
2.2.4 Pengelolaan Pembuangan Tinja
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti; tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan bermacam-macam
cacing, seperti cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang dan cacing pita.
Menurut Kementerian Kesehatan RI terdapat tujuh (7) kriteria yang perlu
diperhatikan dalam membuat jamban sehat, antara lain:28
a. Tidak Mencemari Air
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran diusahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.
1) Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar kotoran harus dipadatkan dengan
tanah liat atau diplester.
2) Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.
3) Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari air sumur.
4) Tidak membuang air kotor dan buang air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai maupun laut.
b. Tidak Mencemari Tanah Permukaan
1) Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, perkarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggiran jalan.
2) Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya.
c. Bebas Dari Serangga
1) Ruangan dalam jamban harus terang, karena bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
2) Lantai jamban diplaster rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
3) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
4) Lubang jamban, khususnya jamban cemplung harus tertutup.
d. Tidak Menimbulkan Bau Dan Nyaman Digunakan
1) Jika menggunakan tangki septik/leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air.
2) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran.
3) Lantai jamban harus kedap air dan permukaan kloset licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik.
e. Aman Digunakan Oleh Pemakainya
15

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan batu atau anyaman bambu atau bahan penguat
lainnya yang terdapat didaerah setempat.
f. Mudah Dibersihkan Dan Tak Menimbulkan Gangguan Bagi Pemakainya
1) Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran kotoran.
2) Tidak membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran.
3) Tidak mengalirkan air cucian ke saluran atau ke lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh.
4) Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati, gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci.

Gambar 2.2 Jamban sehat 28

2.3 Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


2.3.1 Definisi
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higienis dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan yang
dilakukan bermaksud membuat masyarakat berpartisipasi untuk menganalisa
kondisi sanitasi melalui proses pemicuan yang dapat menimbulkan rasa malu
terhadap kebiasaan pencemaran lingkungan akibat Open Defecation.29,30,31,32,33,34

2.3.2 Tujuan
16

Tujuan dilakukannya pendekatan ini adalah membuat masyarakat merasa


malu dan bersalah telah mencemarkan lingkungan sehingga pindah dari tradisi
atau kebiasaan yang dapat mencemarkan lingkungan dengan Open Defecation
(defekasi di tempat terbuka atau sembarang tempat) ke tradisi dan kebiasaan baru
dengan ODF (defekasi di jamban). Sedangkan tujuan akhirnya adalah merubah
cara pandang dan perilaku sanitasi yang memicu terjadinya pembangunan jamban
dengan inisiatif masyarakat sendiri tanpa subsidi dari pihak luar serta
menimbulkan kesadaran bahwa kebiasaan defekasi di tempat terbuka atau
sembarang tempat adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada
semua masyarakat sehingga jalan keluarnya harus dipecahkan bersama.29,31
Perlunya strategi nasional STBM berangkat dari pelaksanaan kegiatan dengan
pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras selama ini tidak memberi daya
ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses, sehingga
diperlukan strategi yang baru dengan melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi masing-masing dengan leading sektor Departemen Kesehatan
karena sanitasi total berbasis masyarakat ini menekankan kepada 5 (lima) pilar,
yaitu:29,30,31,32,34
a. Stop Open Defecation.
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
c. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT).
d. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT).
e. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (PLRT).
2.3.3 Prinsip
Prinsip dalam mencapai suksesnya pelaksanaan pemicuan kepada
masyarakat yang harus diperhatikan adalah tanpa subsidi, tidak menggurui, tidak
memaksa dan mempromosikan jamban, masyarakat sebagai pemimpin, totalitas
dan seluruh masyarakat.31,32,33
2.3.4 Strategi Pemicuan
Adapun strategi yang digunakan pada STBM ada 3 (tiga) bagian, antara
lain:25
a. Sebelum Pemicuan Di Lapangan
1) Memahami lingkungan desa.
2) Membina dukungan institusi.
b. Pemicuan Di Lapangan31
Adapun langkah dalam melakukan pemicuan antara lain:
1) Pengenalan Dan Penyampaian Tujuan.
2) Pemicuan.
17

Pemicuan yang dimaksud disini adalah mendorong rasa malu, jijik, berdosa,
bersalah, bertanggungjawab karena perbuatan masa lalu dalam kebiasaan
membuang kotoran manusia.
3) Tindak Lanjut Oleh Masyarakat31
Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu
juga susun rencana tindak lanjut oleh masyarakat serta semangati
masyarakat bahwa mereka dapat 100% terbebas dari kebiasaan Open
Defecation.
Tujuan dari tindak lanjut adalah :
a) Mendampingi masyarakat dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk
memperbaiki kondisi sanitasinya.
b) Membentuk suatu kelompok tindakan sanitasi (dengan wakil dari semua
rumah tangga).
c) Membuat suatu peta atau daftar dari semua rumah tangga yang akan
mencapai 100% tidak lagi Open Defecation.
d) Mendapatkan komitmen siapa lebih dulu yang membangun jamban,
secara individu atau kelompok
e) Pembangunan dan perbaikan jamban
c. Setelah Melakukan Pemicuan 31
Hal-hal yang mungkin terjadi paska pemicuan STBM:
1) Perasaan amat malu dengan kondisi yang terjadi didesanya setelah tahu dari
proses pemicuan yang diikutinya.
2) Perasaan ingin berubah, tetapi masih belum ada keputusan kapan akan
dilakukan.
3) Segelintir masyarakat mulai sadar, sementara banyak lainnya belum sadar.
4) Tidak ada masyarakat yang mau melakukan perubahan, masyarakat masih
menginginkan tetap memakai kebiasaan lamanya, yaitu defekasi di tempat
terbuka atau sembarang tempat.
d. Dukungan Paska Pemicuan STBM 31
Keberhasilan dari STBM setelah pemicuan kebanyakan tergantung pada
kesegeraan menindak lanjutinya berupa pemberian dukungan atas prestasi
yang dicapainya atau membantu memfasilitasi penyelesaian masalah
sekaligus dukungan terhadap prioritas apakah yang dibutuhkan dibidang
sanitasi total. Keberhasilan lain, dimana masyarakat secara bersama-sama
sepakat mencapai 100% ODF.
2.3.5 Indikator Keberhasilan
a. Output :6
18

1) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi


dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas bebas Open Defecation.
2) Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga.
3) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia
fasilitas cuci tangan (air, sabun dan sarana cuci tangan), sehingga semua
orang mencuci tangan dengan benar.
4) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
5) Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
b. Outcome :6
Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan
lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

2.4 Open Defecation Free


ODF adalah suatu kondisi dimana individu tidak defekasi di tempat terbuka
atau sembarang tempat. ODF merupakan salah satu pencapaian dari kegiatan
STBM yaitu suatu program pemberdayaan masyarakat dalam bidang sanitasi
dimana kegiatannya diarahkan pada perubahan perilaku dari Open Defecation
menuju ODF.31
ODF dimulai dari suatu desa yang dinyatakan bebas dari perilaku Open
Defecation, selanjutnya meningkat pada Kecamatan bebas dari perilaku Open
Defecation, serta tingkat kabupaten bebas dari Open Defecation.31 Dengan
adanya program ODF diharapkan angka Open Defecation dapat menurun bahkan
tidak ada.32
Ketika semua masyarakat desa telah 100% bebas dari perilaku Open
Defecation, ada keinginan untuk mendeklarasikannya. Hal ini memberikan
semangat dan kebanggaan serta akan menarik orang untuk berkunjung ke desa
yang kemudian berminat mencobanya di tempat lain.31
Indikator keberhasilan pendekatan STBM adalah tercapainya ODF/bebas
dari perilaku defekasi di tempat terbuka atau sembarang tempat, yang ditandai
dengan :20
1. Keseluruhan masyarakat telah defekasi di jamban dan membuang
tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.
19

3. Upaya peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban
aman, kuat, sehat dan nyaman.
4. Penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah
kejadian Open Defecation.
5. Pemantauan mandiri oleh komunitas.
6. Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyait berbasis lingkungan lainnya
yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

2.5 Gambaran Umum Kecamatan Sajad


2.5.1 Geografi
Kecamatan Sajad merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten
Sambas dan resmi terbentuk menjadi sebuah kecamatan pada hari selasa tanggal
24 Agustus 2004 dengan luas 94,94 km2.35
Batas wilayah Kecamatan Sajad berdasarkan arah mata angin, sebagai berikut:35
a. Timur berbatasan dengan Kecamatan Sejangkung.
b. Utara berbatasan dengan Kecamatan Sejangkung.
c. Barat berbatasan dengan Kecamatan Sambas.
d. Selatan berbatasan dengan Kecamatan Subah.
2.5.2 Kependudukan
Daftar nama-nama desa yang berada di wilayah Kecamatan Sajad:35
a. Desa Jirak.
b. Desa Tengguli.
c. Desa Mekar Jaya.
d. Desa Beringin.
Berdasarkan data dari Profil Kecamatan Sajad tahun 2014, pendukduk
Kecamatan Sajad berjumlah 12.048 jiwa (Desa Jirak; 2.816 jiwa, Desa Tengguli;
4.210 jiwa; Desa Mekar Jaya; 2.824 jiwa, Desa Beringin; 2.198 jiwa) dan terdapat
2.711 KK (Desa Jirak; 492 KK, Desa Tengguli; 870 KK, Desa Mekar Jaya; 642
KK, Desa Jirak;707 KK).35
20

Gambar 2.3 Peta Kecamatan Sajad.35

Masyarakat Kecamatan Sajad pada sebagian besar bertempat tinggal di


pinggiran sungai. Sebelum deklarasi ODF, masyarakat telah sejak lama
mengenal istilah kakus, yaitu sarana yang digunakan masyarakat untuk defekasi.
Masyarakat menggunakan jajaran papan kayu untuk membentuk suatu bidang
dengan ukuran sedikitnya 2x4 m2 yang dapat terapung di permukaan air sungai.
Di atas bidang yang terapung tersebut dibangun sebuah ruangan berdinding kayu
lengkap dengan atap dan pintu serta lantainya yang terbuat dari kayu dan diberi
lubang di antara pijakan kaki. Ruang inilah yang digunakan sebagai sarana untuk
buang air. Sarana ini dianggap oleh sebagian masyarakat merupakan sarana
buang air yang nyaman untuk digunakan karena orang dapat dengan mudah
mengambil air untuk bersihkan diri sesudah defekasi. Untuk mencapainya, orang
harus meniti jembatan kayu yang relatif sempit dan panjang. Di atas jamban ini
juga masyarakat melakukan aktivitasnya, seperti: mandi, gosok gigi, mencuci
dan buang air.36
21

Gambar 2.4 Jamban Terapung 37

Setelah deklarasi ODF, kakus atau jamban terapung sudah dibongkar dan
digantikan oleh jamban keluarga yang dibuat oleh masyarakat dan jamban umum
yang dibantu oleh pemerintah.37

Gambar 2.5 Jamban Dengan Tangki Septik 36


22

2.6 Kerangka Teori

5 (lima) pilar STBM


Sosial Budaya a. Stop BABS
b. Cuci Tangan Pakai Sabun
c. Pengelolaan Air Minum
Proses Internal Perilaku
Rumah Tangga
d. Pengelolaan Sampah
Pemerintah Rumah Tangga
e. Pengelolaan Limbah

Indikator Tercapainya ODF Rumah Tangga

a. Semua masyarakat telah defekasi


di jamban
b. Tidak terlihat tinja manusia di
lingkungan sekitar.
c. Ada penerapan sanksi.
d. monitoring untuk mencapai
100% KK mempunyai jamban.
e. Ada upaya atau strategi yang Deklarasi ODF
jelas dan tertulis untuk dapat
mencapai Total Sanitasi
Kejadian Diare

Skema 2.1 Kerangka Teori


23

2.7 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Karakteristik Penduduk:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Penghasilan

Perilaku Open Defecation Kejadian Diare

Skema 2.2 Kerangka Konsep


2.8 HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara perilaku Open Defecation terhadap kejadian diare
di Kecamatan Sajad Kabupaten Sambas.

Anda mungkin juga menyukai