PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terjadinya kerusakan pada kulit yang dapat mempercepat terjadinya penuaan dan
resiko terjadinya kanker pada kulit. Sinar UV pada dasarnya memiliki manfaat
metabolisme pembentukan tulang dan sistem imun. Selain itu, radiasi sinar UV
juga dapat digunakan untuk terapi penyakit tbc, psoriasis, dan vitiligo (Cefali
dkk., 2016). Akan tetapi, paparan sinar UV secara terus-menerus justru dapat
320 nm), dan UV A (320-400 nm) dimana sinar UV C dapat tersaring oleh lapisan
kerusakan DNA dan terbakar surya, dan sinar UV A yang dapat menetrasi lapisan
kulit lebih dalam sampai lapisan dermis, dapat menyebabkan terjadinya penuaan,
pigmentasi, eritema, tanning, dan kerusakan DNA akibat adanya senyawa oksigen
reaktif atau ROS (Reactive Oxcygen Species). Efek buruk jika terpapar sinar UV
terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya kanker kulit, terbakar surya, kerusakan
mata seperti katarak dan melanoma, penuaan kulit secara prematur, pigmentasi,
eritema, dan kerusakan sistem imun (Cefali dkk., 2016; Kockler dkk., 2012,
1
2
melindungi dari bahaya sinar UV, yaitu dengan melakukan pembentukan butir-
butir pigmen (melanin) yang akan memantulkan kembali sinar UV. Jika kulit
terpapar sinar matahari, maka akan timbul dua tipe reaksi melanin, seperti
tambahan melanin baru. Akan tetapi, apabila kulit terpapar sinar UV secara terus-
noda hitam pada kulit dan kerusakan kulit lainnya, seperti penuaan dini dan
kanker kulit (Trenggono dkk., 2007). Oleh karena itu, untuk menjaga kulit dari
efek buruk radiasi sinar UV, maka diperlukan perlindungan menggunakan tabir
memantulkan atau menyerap secara aktif cahaya matahari terutama pada daerah
yaitu sunblock dan sunscreen. Sunblock merupakan sediaan tabir surya yang
secara kimia menyerap sinar UV agar tidak menyerang sel kulit (Trenggono dkk.,
2007).
matahari sangat berguna dalam mengurangi efek buruk radiasi sinar UV pada
kulit. Namun, banyak zat aktif pengabsorpsi sinar UV yang dapat menyebabkan
3
terjadinya alergi dan iritasi pada kulit. Oleh karena itu, pengembangan formulasi
radikal bebas dan melindungi kulit dari radiasi sinar UV karena adanya
gelombang 200-400 nm (Cefali dkk., 2016; Kockler dkk., 2012; Mishra dkk.,
pelindung terhadap sinar UV (Singh dkk., 2009; Hogade, 2010; Rasheed dkk.,
2012).
Tabir surya masih sedikit yang menggunakan zat aktif dari senyawa aktif
bahan alam. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk membuat sediaan tabir
surya menggunakan senyawa aktif bahan alam yang diambil dari temu mangga
memiliki gugus kromofor dan cincin aromatik (Lajis, 2007; Suryani, 2009;
Menurut Sri Hartati dalam Majalah Farmasi Indonesia (2010) menyebutkan juga
bahwa senyawa aktif yang terdapat pada rimpang temu mangga dapat digunakan
4
sebagai senyawa aktif dalam sediaan tabir surya, sehingga dapat digunakan
formula ekstrak etanol temu mangga sebagai tabir surya. Dari pertimbangan dasar
tersebut, peneliti akan melakukan penelitian uji aktivitas ekstrak etanol temu
mangga dalam bentuk lotion w/o yang dapat diaplikasikan pada kulit manusia.
Formula sediaan lotion dipilih karena sediaan tersebut lebih sering dipakai
untuk sediaan topikal tabir surya. Lotion dapat berupa suspensi, emulsi, atau
larutan dengan atau tanpa obat yang dimaksudkan untuk penggunaan topikal yang
kulit yang luas sehingga cepat kering, mudah dioleskan, mudah menyebar, dan
meninggalkan lapisan tipis dari komponen pada permukaan kulit (Ansel, 1989;
Jone, 2008). Lotion tipe w/o memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak mudah
dicuci dengan air dan memiliki daya lekat yang lama sehingga substantivitas dan
efektivitasnya jika digunakan menjadi lebih baik (P.Agin, 2006; Rai dan Srinivas,
2007).
baik, maka perlu dilakukan optimasi formula lotion w/o tabir surya dengan basis
cera alba, setil alkohol, dan gliserin. Cera alba berfungsi untuk meningkatkan
konsistensi lotion, setil alkohol berfungsi sebagai emulgator dan emollient yang
dapat meningkatkan stabilitas lotion, dan gliserin berfungsi sebagai humektan dan
emollient yang dapat mempengaruhi stabilitas dari lotion (Rowe dkk., 2006).
Optimasi variasi ketiga bahan tersebut pada jumlah tertentu diharapkan akan
menghasilkan lotion dengan sifat fisik yang baik dan nyaman digunakan. Salah
5
satu metode optimasi untuk mendapatkan formula lotion w/o tabir surya yaitu
dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design. Dengan metode ini dapat
(Bolton, 1997).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diselesaikan pada penelitian ini antara lain :
1. Apakah ekstrak etanol temu mangga mampu menghasilkan nilai SPF sedang
menurut FDA?
2. Apakah lotion w/o ekstrak etanol temu mangga yang optimum memiliki sifat
fisik dan stabilitas fisik yang baik selama penyimpanan dalam kurun waktu
satu bulan?
3. Apakah formula optimum lotion w/o ekstrak etanol temu mangga memiliki
C. Tujuan
(FDA).
2. Mengetahui sifat fisik dan stabilitas fisik formula optimum lotion w/o pada
3. Mengetahui aktivitas tabir surya lotion w/o pada formula optimum secara in
sebagai zat aktif utama dalam sediaan tabir surya yang lebih aman sebagai
pengganti senyawa sintetis, sebab bahan alam memiliki toleransi yang baik pada
E. Keaslian Penelitian
senyawa yang terkandung dalam temu mangga (Curcuma mangga) pada kadar
tertentu menunjukkan nilai SPF yang sesuai persyaratan dalam FDA. Sampai saat
ini, belum ada laporan penelitian tentang pembuatan kosmetik tabir surya sediaan
lotion w/o menggunakan ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) dan
diuji nilai SPF, persen eritema (%Te), dan persen pigmentasi (%Tp) pada formula
F. Tinjauan Pustaka
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberaceae
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
berwarna kuning lebih gelap dengan dilingkari warna putih. Daun temu mangga
15-95 cm dan lebar 5-23 cm, berwarna hijau, dan terdapat warna ungu di bagian
tangkai daun. Sistem perakaran tanaman termasuk akar serabut. Akar melekat
dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak
kimia lain yang ada pada rimpang meliputi kalkon; flavon; flavanon; (E)-labda-
(Abas dkk., 2005; Lajis, 2007; Malek dkk., 2011). Hasil analisis HPLC terhadap
kandungan senyawa fenolik dalam temu mangga terdiri dari asam galat, katekin,
2. Flavonoid
termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan struktur dasar C6 -C3 –C6
kontribusi pada warna tumbuhan (Madhavi dkk., 1985 dan Maslarova, 2001).
Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B,
9
dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut
sel epidermis daun hijau. Kemungkinan senyawa ini berfungsi melindungi daun
dari efek radiasi cahaya UV dan dapat menekan fotoperoksidasi lipid oleh
sebagai pelindung kulit manusia dari radiasi sinar UV atau sebagai antioksidan
dalam tabir surya. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa senyawa rutin
dan quersetin pada tumbuhan memiliki efek perlindungan terhadap radiasi sinar
matahari dan dapat digunakan sebagai tabir surya (Cefali dkk., 2016; Choquenet
3. Kurkumin
tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO).
tidak stabil terhadap asam, dan cahaya. Kurkumin sukar larut dalam air,
heksana, dan light petroleum, agak larut dalam benzene, kloroform, dan eter,
tetapi kurkumin larut dalam alkohol, aseton, dan asam asetat glasial. Kurkumin
stabil pada pH di bawah 6,5 dan akan terdegradasi pada pH di atas 6,5. Hal ini
disebabkan oleh adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam
lingkungan alkali (pH 7-10) akan menghasilkan asam ferulat dan ferruloil
yaitu pada pH 1-7 berwarna kuning sedangkan pada pH 7,5 – 9,1 larutan
diteliti untuk mengetahui semua nutrisi dan efek yang baik pada kurkumin.
radikal bebas (Mishra dkk., 2011). Telah banyak penelitian yang menyebutkan
4. Ekstraksi
tanaman obat, hewan, dan beberapa jenis ikan, termasuk biota laut. Ekstraksi
dalam penelitian bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada
bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen
zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka
menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan
sehingga intensitas sinar yang mampu mencapai kulit jauh lebih sedikit dari
dengan senyawa yang dapat dirusak oleh sinar matahari. Sebagai contoh cahaya
senyawa yang memiliki ciri berupa cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus
radiasi sinar UV pada kulit, khususnya flavonoid yang memiliki potensi sebagai
2013). Untuk itu senyawa fenolik khususnya flavonoid dapat digunakan untuk
6. Ekstrak
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan
5%.
yang maksimum dari zat aktif dan seminimal mungkin bagi unsur yang tidak
Kromatografi merupakan cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang
ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau
penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang
mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau
terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam) dan yang
macam metode, salah satunya yaitu kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis
tipis merupakan teknik pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat
dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Nilai Rf yang
lebih sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan
Parameter kualitatif dari kromatografi lapis tipis yaitu nilai Rf. Nilai Rf
didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Dari definisi tersebut, suatu senyawa
senyawa yang tetap tertinggal pada titik awal mempunyai nilai Rf = 0 (J.Roth
8. Kulit
Kulit adalah organ tubuh paling luar yang membatasi dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa kira-kira sekitar 15% dari berat badan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga tergantung pada lokasi tubuh (Djuanda dkk., 1999).
Kulit merupakan pelindung atau barrier awal sistem imun tubuh terhadap
benda asing dari luar, seperti radiasi sinar UV, bahan kimia, panas, serangan
mikroba pathogen dan trauma mekanis. Selain pelindung, kulit juga merupakan
organ pengontrol suhu tubuh, yaitu dengan adanya proses berkeringat maupun
17
peningkatan dan penurunan aliran darah menuju area pembuluh darah dekat kulit
1. Epidermis
minggu. Lapisan ini terdiri dari stratum korneum, stratum lusidum, stratum
a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit terluar yang terdiri
tebal telapak kaki dan telapak tangan serta tidak tampak pada kulit tipis.
c. Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapis sel poligonal gepeng dengan
inti ditengah dan sitoplasma terdiri oleh granula basofilik kasar yang
histidin.
langerhans.
e. Stratum basal merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit dan
2. Dermis
tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar
a. Pars papilare yaitu bagian tipis mengandung jaringan ikat jarang, yang
b. Pars retikulare adalah bagian tebal terdiri dari jaringan ikat padat, berisi
dkk.,1999).
dari total berat kering dermis. Fungsi kolagen tersebut adalah menambah
elastisitas kulit, sehingga tidak mudah robek. Kolagen juga berperan sebagai
3. Subkutan/ Hipodermis
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak
pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
9. Sinar ultraviolet
memiliki rentan radiasi yang sempit, yaitu pada panjang gelombang 200-400
panjang gelombang yang relatif panjang yaitu pada panjang gelombang 320-400
nm dan tidak terserap oleh lapisan ozon. Sinar UV A dapat menetrasi kulit lebih
dalam dan terlibat dalam kerusakan kolagen terlibat dalam terjadinya tanning
sebagian dapat terabsorpsi oleh lapisan ozon sekitar 90% dan memiliki panjang
bawah 290 nm dan hampir semuanya diserap oleh lapisan ozon. Sinar UV C
kerusakan kulit yang lebih parah karena memiliki aktivitas sebagai mutagenik
dan karsinogenik. Sekarang ini, lapisan ozon mulai menipis dan mungkin sinar
and Technology (2009), radiasi sinar matahari pada kulit dikenal sebagai salah
satu penyebab utama penyakit kulit. Radiasi sinar matahari jika terpapar
langsung oleh kulit dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan terbakar
radiasi UV yang berbahaya pada kulit (Draelos dan Thaman, 2006). Tabir surya
21
dapat digunakan untuk melindungi kulit dari efek sinar matahari yang dapat
menyebabkan eritema pada durasi pendek dan dapat menyebabkan penuaan dan
kanker kulit pada durasi yang lama. Mekanisme kerja tabir surya dibagi menjadi
menghalangi secara fisik. Umumya senyawa yang dapat digunakan sebagai tabir
surya memiliki gugus aromatik yang terkonjugasi dengan gugus karbonil, sebab
yang tinggi dan melepaskannya pada energi rendah sehingga dapat mencegah
Idealnya tabir surya harus memiliki nilai SPF yang tinggi, toleran terhadap
Namun tidak ada tabir surya yang benar-benar memiliki persyaratan lengkap.
Tabir surya harus digunakan 20-30 menit sebelum terpapar sinar matahari
sehingga produk memiliki kesempatan untuk kontak dan bereaksi dengan kulit.
Berlawanan dengan saran umum sediaan tabir surya yang harus diterapkan
terbaik tercapai dengan aplikasi 15-30 menit sebelum terpapar sinar matahari
terkena kulit dapat menembus lebih dalam sampai lapisan dermis dan dapat
22
terjadi pergeseran ke arah tabir surya yang memiliki spektrum luas. Tabir surya
Beberapa zat yang memiliki spektrum luas tersebut yaitu zat yang memiliki
menjadi luas dan kompleks maka perlu diperhitungkan bahwa zat aktif yang
Kosmetik tabir surya agar mampu melindungi kulit terhadap radiasi sinar
UV dengan baik, maka FDA merekomendasikan penetapan nilai SPF pada tabir
surya minimal 15, dimana SPF 15 tergolong pada perlindungan sedang. Tabir
surya dengan nilai SPF 15 mampu menyaring sinar UV B sekitar 93,3% dan
(Draelos dan Thaman, 2006). Nilai SPF hanya berlaku untuk perlindungan
dalam sediaan tabir surya kimia hanya sekitar 10% dari nilai sinar UV B
dengan kulit sensitif harus lebih berhati-hati dalam memilih tabir surya, sebab
kulit yang hipersensitif tidak dapat menggunakan tabir surya dari zat kimia.
Beberapa tahun terakhir ini telah banyak peneliti yang mengklaim bahwa
kosmetik yang mengandung komponen dari senyawa herbal lebih cocok untuk
23
kulit hiperalergi, karena bahan alam memiliki potensi kecil dalam menimbulkan
iritasi dan lebih mudah cocok pada kulit. Tabir surya alami lebih toleran
terhadap kulit manusia dan tidak menimbulkan efek samping. Akhir-akhir ini
surya, karena senyawa tersebut dapat melindungi kerusakan kulit akibat sinar
Beberapa contoh bahan alam yang dapat digunakan sebagai tabir surya antara
lain, kunyit, lengkuas, lidah buaya, mahkota dewa, curcuma longa, dan cabai
nilai SPF (Sun Protecting Factor) dari sediaan. Nilai SPF menggambarkan
kemampuan produk tabir surya dalam melindungi kulit dari eritema (Stanfield,
2003). Nilai SPF hanya khusus digunakan untuk melindungi radiasi sinar UV B
dan tidak dapat digunakan untuk melindungi sinar UV A (Serpone dkk., 2007).
Semakin tinggi nilai SPF maka semakin besar pula penghambatan terjadinya
yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi oleh
sediaan tabir surya dengan kulit yang tidak diolesi sediaan tabir surya. Secara
yang melakukan uji SPF. Nilai MED dapat diperoleh dari dosis atau waktu yang
menggunakan simulasi sinar UV. Nilai MED akan bervariasi tergantung jenis
kulit panelis. Setelah kulit diolesi tabir surya dengan beberapa dosis, kemudian
kulit disinari menggunakan simulasi sinar UV. Setelah 16-24 jam kulit disinari
menggunakan simulasi sinar UV, kemudian dilakukan evaluasi dan dicatat pada
dosis terendah mulai nampak kemerahan pada kulit (Draelos dan Thaman,
2006).
Angka SPF menyatakan berapa kali daya tahan alami kulit seseorang
dilipat gandakan sehingga dapat terlindung dari radiasi sinar matahari tanpa
terkena luka bakar. Pengujian nilai SPF dapat dilakukan secara in vivo maupun
in vitro. Minimum Erythemal Dose (MED) didapat dari uji in vivo, namun uji in
vivo membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lebih lama karena uji in
vivo menggunakan subjek manusia atau hewan seperti kelinci atau tikus. Uji in
vitro lebih mudah dan lebih hemat biaya. Namun uji in vitro memiliki
Meskipun uji in vitro memiliki kekurangan, uji in vitro yang dilakukan dengan
murah, reproducible, dan tidak melukai subjek manusia sehat. Selain itu, hasil
dari uji in vitro juga dapat memberikan informasi pengganti nilai SPF secara in
untuk sediaan tabir surya memiliki nilai SPF lebih dari 2. Bagaimanapun untuk
interaksi kimia. Substantivitas tidak hanya diliat dari produknya saja tetapi juga
kulit dan sekresi keringat. Kulit sering dianggap sebagai faktor penting karena
adanya emulsi sebum, keringat, dan kondisi epidermal permukaan kulit yang
bervariasi, misalnya jika kosmetik yang telah diaplikasikan pada kulit dicuci
dengan sabun dan air atau jika digunakan segera setelah kulit dibersihkan (Abbe,
1974).
kualitas tabir surya dan kemampuannya untuk bertahan setelah kulit terkena air
dan keringat. Keefektifan sediaan topikal ditentukan oleh tingkat ikatan sifat
fisik dan kimia sediaan pada permukaan kulit, resistensi terhadap penghapusan
atau inaktivasi oleh keringat, berenang, mandi, dan gesekan (Herrmann dkk.,
2016).
surya dapat berkurang akibat adanya keringat, gesekan, air, atau faktor lain yang
atau ketahanan sediaan terhadap penghapusan oleh air atau keringat bersama
dengan daya tahan (daya lekat) atau resistensi terhadap penghapusan oleh
pakaian selama beraktivitas merupakan aspek penting dari kinerja tabir surya
daya lekat, dan paparan dari luar dapat berpengaruh terhadap kinerja atau
efektivitas dari tabir surya. Semakin tinggi substantivitas suatu sediaan, maka
daya lekat sediaan pada kulit akan semakin baik, sehingga sediaan tabir surya
akan berkhasiat lebih lama untuk melindungi kulit dari sinar UV (P.Agin, 2006;
14. Lotion
Lotion merupakan emulsi yang terbentuk dari dua cairan yang tidak saling
campur. Kebanyakan lotion mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut
dan zat pendispersi. Lotion rentan terhadap ketidakstabilan seperti mudah terjadi
creaming, sedimentasi, flokulasi, peleburan, dan inverse atau berubah tipe dari
yang semula bertipe o/w menjadi w/o. Untuk mencegah ketidakstabilan dari
pengental dalam jumlah tertentu. Zat pengemulsi atau emulsifier memiliki dua
kedua cairan yang tidak saling campur dan stabilitas fase dispers terhadap
medium dispers. Zat pengental disisi lain dapat menghambat reaksi secara
sebagian antara zat yang terkandung dalam emulsi (Moravkova dan Filip,
2014).
Lotion digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena
cepat, segera kering setelah digunakan, mudah dioleskan, mudah menyebar, dan
meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Ansel,
1989; Jone, 2008). Selain itu, bentuk sediaan lotion lebih disukai untuk
pengobatan pada kondisi lokal karena bentuk larutannya lebih berair dan tidak
15. Krim
Krim merupakan sediaan semipadat yang terdiri dari zat terlarut atau
tersuspensi dalam basis air yang mudah tercuci atau emollient. Krim
diklasifikasikan dalam 2 tipe yaitu tipe w/o dan o/w yang menggabungkan fase
air dan fase minyak secara mekanik atau panas. Baru-baru ini istilah untuk krim
dibatasi pada tipe emulsi o/w karena produk tersebut mudah tercuci oleh air,
28
lebih nyaman, dan mudah diterima oleh konsumen. Krim lebih banyak dipilih
oleh konsumen karena krim cocok atau sesuai untuk pasien yang memiliki kulit
sensitif atau kulit kering yang mudah mengalami iritasi. Pasien yang memiliki
kulit kering lebih nyaman menggunakan krim dibandingkan dengan gel, sebab
krim dapat memberikan efek berminyak ketika diaplikasikan pada kulit (Kumar
dkk., 2011).
Lotion dan krim sekilas nampak sangat mirip. Lotion dan krim memilliki
fungsi yang sama yaitu untuk melembabkan dan menghaluskan kulit serta dapat
memberikan rasa nyaman dan mudah dioleskan ketika digunakan (Jone, 2008).
Krim dan lotion memiliki sifat rheologi yang berbeda, dimana krim adalah
lotion (Jone, 2008). Perbedaan utama dari lotion dan krim yaitu terletak pada
minyak dan cairan dengan presentase minyak lebih banyak. Biasanya krim
terlihat lebih kental dan kandungan pelembab yang terdapat pada krim dapat
dan cairan namun lotion sangat ringan dan lebih encer karena mengandung
cairan lebih banyak. Dibandingkan dengan krim, lotion memiliki daya serap
16. Emulsi
Emulsi merupakan sediaan cair terdispersi yang biasanya terdiri dari dua
cairan yang tak bercampur satu sama lain dan salah satunya adalah air. Emulsi
29
a. Emulsi o/w yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar
air.
b.Emulsi w/o yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
(Ansel, 1989).
Emulsi w/o atau o/w dapat dipakai keduanya untuk pemakaian pada kulit
yang memiliki konsistensi mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, tidak
membekas pada pakaian, rupa, bau, warna, dan rasa yang baik (Anief, 1999).
bahan (yang dinyatakan dalam beberapa bagian) dimana jumlah totalnya yaitu
sama dengan satu bagian. Profil respon dapat ditentukan melalui persamaan
persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton, 1997).
memprediksi respon dengan variasi minimal. Validitas dari model SLD dapat
dari metode SLD, yaitu metode ini membutuhkan test point yang banyak jika
banyak komponen yang divariasikan. Oleh karena itu studi polynomial dengan
menganalisis data, dan menampilkan hasil analisis dalam bentuk grafik secara
cepat. Software ini menyediakan berbagai pilihan desain dan fleksibilitas untuk
variabel proses. Plot dua dimensi yang diberikan dapat dieksplor untuk
dimensi yang dapat diputar sehingga mudah menampilkan profil respon dari
(Anonim, 2010).
31
a. Setil alkohol
kristal putih dengan titik lebur 49° C, tidak larut dalam air, larut dalam
alkohol, kloroform, dan eter. Dalam sediaan kosmetik, setil alkohol berfungsi
digunakan dalam sediaan farmasetik dan salep kulit, juga sediaan kosmetik
memberikan efek perlindungan lapisan seperti kain beludru pada kulit, tidak
merupakan iritan primer dan bukan pemicu sensitif pada kulit (Rowe dkk.,
2006).
b. Mineral oil
Minyak mineral merupakan campuran dari cairan hidrokarbon dari
petroleum. Sinonim dari minyak mineral yaitu petrolatum cair; parafin cair;
Minyak tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa. Tidak larut di dalam
air atau alkohol. Larut dalam eter dan benzene. Digunakan sebagai lubrikan
c. Gliserin
emolien. Gliserin memiliki titik didih 290oC dan titik lebur 17,8oC. Gliserin
larut dalam etanol 95%, methanol, air, dan praktis tidak larut dalam
d. Cera alba
Cera alba memiliki nama lain white beeswax, E901, dan bleached wax.
Cera alba didapat dari hasil pemutihan cera kuning dan memiliki kegunaan
yang sama dengan cera kuning, yaitu sebagai peningkat konsistensi pada
krim dan salep, dan stabilitas pada emulsi water in oil. Cera alba memiliki
titik lebur pada suhu 61-65oC dan ketika dipanaskan pada suhu 150oC akan
leburnya. Cera alba larut dalam kloroform, eter, minyak, karbon disulfida,
33
sedikit larut pada etanol 95%, dan praktis tidak larut dalam air (Rowe dkk.,
2006).
e. Propil paraben
(0,18% w/v) sebagai preservative. Propil paraben larut dalam etanol 50%,
70%, dan 95%, eter, gliserin, mineral oil, propilengilkol, dan air (Rowe dkk.,
2006).
f. Metil paraben
lainnya atau agen antimikroba lainnya. Paraben efektif bekerja pada rentan
meningkat jika terikat pada alkil tetapi dapat menurun jika dalam larutan air,
34
sinergis. Metil paraben larut dalam etanol 95%, 50%,70%, eter, gliserin,
g. Akuades
Akuades berupa cairan jernih tidak berwarna dan tidak berbau (Anonim,
1995). Akuades adalah pelarut yang digunakan pada sebagian besar preparat
yang melimpah, nilainya relatif lebih murah, tidak toksik untuk penggunaan
Richards, 2004).
G. Landasan Teori
sebagai tabir surya. Ekstrak etanol temu mangga pada rentan kadar 10 % sampai
17,5 % memiliki nilai SPF pada rentan 9,94 sampai 27,98. Selain itu juga telah
lotion” bahwa 5% ekstrak etanol 95% Curcuma longa memiliki nilai SPF 18.
Dari hal tersebut peneliti memperkirakan bahwa sediaan lotion w/o ekstrak etanol
sebagai zat aktif sediaan tabir surya pada konsentrasi tertentu yang memenuhi
syarat nilai SPF sedang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh
FDA.
dalam lotion bertipe w/o. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi lotion tipe w/o
versi 9.0.4.1 program mixture design. Dari metode Simplex Lattice Design
peneliti dapat mengetahui komposisi setil alkohol, gliserin, dan cera alba yang
dapat menghasilkan formula optimum dengan sifat fisik yang baik (Bolton, 1997).
Parameter pada optimasi formula lotion w/o ini menggunakan sifat fisik
lotion w/o yaitu viskositas, daya lekat, dan daya sebar. Kombinasi yang dilakukan
yaitu dengan memvariasikan proporsi setil alkohol, gliserin, dan cera alba. Setil
alkohol berfungsi sebagai emulgator lemah emulsi tipe w/o yang juga dapat
berfungsi sebagai emollient pada rentan konsentrasi 2-5% (Rowe dkk., 2006).
sediaan lotion. Gliserin pada sediaan topikal digunakan sebagai humektan dan
emollient dengan konsentrasi <30% (Rowe dkk., 2006). Cera alba digunakan
memvariasikan ketiga bahan tersebut agar didapat formula lotion tabir surya yang
H. Hipotesis
tabir surya pada konsentrasi tertentu sesuai dengan persyaratan nilai SPF
dalam FDA.
2. Komposisi setil alkohol, gliserin, dan cera alba pada formula optimum
menghasilkan sediaan tabir surya dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang
mangga) memiliki aktvitas sebagai tabir surya yang dapat diaplikasikan pada