Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

“Esophageal Sphincter Device for Gastroesophageal Reflux


Disease”

Pembimbing:
dr. Tatag Primiawan, Sp.PD

Disusun oleh :
Bella Yuspita
1610221073

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN” JAKARTA


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RST DR. SOEDJONO MAGELANG
PERIODE 2 JANUARI 2018 – 10 MARET 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
JOURNAL READING

Esophageal Sphincter Device for Gastroesophageal Reflux


Disease

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono Magelang

Oleh :
Bella Yuspita
1610221073

Magelang, Januari 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing :

dr. Tatag Primiawan, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan journal reading ini. Journal
reading ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Journal reading ini terselesaikan atas bantuan dari
banyak pihak yang turut membantu. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Tatag selaku
pembimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam atas
kerjasamanya selama penyusunan journal reading ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga journal reading ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Magelang, Januari 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I. ABSTRAK ................................................................................................ 1


BAB II. ISI JURNAL ............................................................................................ 2
BAB III. KESIMPULAN...................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

4
BAB I
ABSTRAK

Latar Belakang
Pasien dengan GERD yang tidak terlalu berespon dengan pemberian PPI, seringkali
mencari pengobatan lain. Pemasangan alat pada spingter bagian bawah esofagus telah
diteliti keamanan dan keefektifannya.
Metode
Dinilai dari 100 pasien dengan GERD sebelum dan sesudah pemasangan alat pada
spingter esofagus. Pada penelitian ini tidak terdapat grup kontrol. Hal pertama yang
diharapkan adalah penurunan terpaparnya esofagus terhadap asam lambung sebesar
50% atau lebih atau tidak terpapar sama sekali. Hal selanjutnya yang diharapkan
adalah peningkatan kualitas hidup yang berkaitan dengan GERD sebesar 50% atau
lebih dan penurunan konsumsi PPI dalam 1 tahun. Dari masing-masing hasil yang
diharapkan tersebut dilaporkan setidaknya pada 60% pasien. Dilaporkan hasil 3 tahun
terakhir selama 5 tahun penelitian.
Hasil
Hal pertama yang diharapkan didapat sekitar 64% pasien. Untuk hal kedua,
penurunan penggunaan PPI sebesar 50% atau lebih terjadi pada 93% pasien dan
terdapat adanya peningkatan kualitas hidup sebesar 50% pada 92% pasien,
dibandingkan dengan pasien yag sebelumnya tidak mengkonsumsi PPI. Efek samping
yang paling sering terjadi adalah disfagia (68% pada pasien setelah operasi, 11%
setelah 1 tahun dan 4% setelah 3 tahun). Efek samping yang cukup berat terjadi pada
6 pasien dan pada pasien-pasien tersebut, alat pada spingter esofagus segera dilepas
kembali.
Kesimpulan
Dari 100 pasien yang dinilai sebelum dan sesudah pemasangan alat pada spingter
esofagus, terjadi penurunan terpaparnya esofagus terhadap asam lambung,
peningkatan gejala refluks, dan pengurangan konsumsi dari PPI. Follow up
dibutuhkan menilai keamanan alat tersebut dalam waktu yang lama.

5
BAB II
ISI JURNAL

Kelainan patologis yang mendasar pada GERD adalah spingter esofagus


bagian bawah tidak berfungsi dengan baik. Terapi pertama pada pasien GERD adalah
untuk mengurangi asam lambung, biasanya dengan konsumsi PPI. Walaupun PPI
terbilang efektif, PPI tidak sepenuhnya bisa mengontrol gejala refluks pada lebih dari
40%. Efek dari PPI tidak akan berespon maksimal karena obat ini tidak ditujukan
pada pasien dengan spingter yang inkompeten atau untuk mencegah refluks; oleh
karena hal itu, kebanyakan pasien yang mengalami hal tersebut mencari cara lain
untuk bisa mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Sekarang ini, bisa
dilakukan tindakan bedah untuk mengurangi gejala refluks, yaitu Nissen
Fundoplication. Akan tetapi, tidak selalu tindakan bedah berjalan lancar, seperti
kemungkinan terjadinya efek samping, seperti perut kembung, peningkatan gas dalam
lambung, sulit bersendawa atau muntah dan disfagia yang berkelanjutan.
Pemasangan alat magnetik pada spingter bawah esofagus mungkin akan
menjadi alternatif pengobatan bagi pasien yang tidak terlalu berespon dengan
pemberian PPI atau pada pasien yang tidak mau menjalani tindakan bedah seperti
Nissen Fundoplication. Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk meningkatkan
fungsi dari barier spingter esofagus tanpa mengubah bentuk anatomis atau
mengganggu proses menelan, bersendawa atau muntah. Kelayakan tindakan ini telah
diuji dalam suatu penelitian. Dilaporkan hasil selama 3 tahun setelah 5 tahun
penelitian untuk menilai keamanan dan keefektifan dari pemasangan alat magnetik
tersebut pada spingter esofagus bagian bawah.

METODA
Desain Penelitian
Penelitian ini telah dirancang oleh sebuah sponsor (Torax Medical), para
peneliti dan the Food and Drug Administration sebagai prospektif selama 5 tahun,
multicenter, dan single-group evaluation. Tidak terdapat adanya grup kontrol. Hasil
pertama yang diharapkan adalah untuk mengevaluasi keamanan, keefektifan dan efek
langsung dari alat tersebut dengan asam lambung, kualitas hidup pasien dan
penggunaan PPI.
Pasien
Pada penelitian ini, dipilih pasien berusia 18 – 75 tahun yang mengalami
refluks pada saluran cerna sedikitnya 6 bulan dan yang tidak terlalu berespon pada
pemberian PPI.

6
Prosedur Penelitian
Dilakukan screening sebelum penelitian seperti endoskopi, monitor pH,
barium esophagography, dan mamometri. Kualitas hidup pasien juga dihitung
menggunakan the Gastroesophageal Reflux Disease-Health-Related Quality of Life
Questionnarre. Nilai totalnya berkisar antara 0 – 50 dengan nilai tertinggi
menunjukkan gejala yang paling buruk. Kualitas hidup dihitung ketika pada pasien
yang mengkonsumsi dan yang tidak mengkonsumsi PPI dan pada pasien yang tidak
mengkonsumsi PPI saat follow up berlangsung. Pasien juga ditanya tentang gejala-
gejala yang terjadi di saluran cerna, seperti regurgitasi, sendawa dan muntah ketika
sebelum dan sesudah pemasangan alat.
Pemasangan alat ini menggunakan teknik laparaskopi standar yang dilakukan
oleh dokter bedah yang berpengalaman dalam operasi fundoplikasi. Alat ini
menggunakan magnet yang berbentuk kotak kecil, dimana alat tersebut dapat
menahan reaksi refluks yang datang dari lambung ke esofagus. Setiap kotak magnet
tersebut berisi magnetic neodymium iron boride yang tertutup dan bergerak sama.
Setiap kotak terhubung oleh kawat kecil yang memungkinkan kotak tersebut melebar.
Alat ini mempunyai ukuran yang sangat sesuai dengan diameter luar dari esofagus.
Kotak-kotak pada alat tersebut dapat membedakan antara makanan yang masuk atau
tekanan yang berasal dari dalam lambung. Pasien-pasien ini tidak dibatasi pola
makanannya setelah pemasangan alat tersebut.

Hasil Akhir
Hasil utama yang diharapkan adalah banyaknya pasien yang tidak mengalami
paparan asam lambung atau pasien yang mengalami penurunan pH sebesar 50% dan
dibandingkan saat pasien tidak mengkonsumsi PPI. Hasil kedua diharapkan dihitung
secara terpisah dimana pasien mengalami penurunan kualitas hidup sebesar 50%
dibandingkan dengan pada pasien yang tidak mengkonsumsi PPI dan penurunan dosis
PPI sebesar 50%. Pemasangan alat ini dianggap berhasil jika keefektifan dari hasil
yang diharapkan dicapai paling tidak 60% pada setiap pasien. Keamanan pemasangan
alat tersebut dimonitor sambil memperhatikan adanya efek samping yag serius yang
mungkin timbul.
Study Oversight
Data tersebut dianalisis oleh para investigator dan para sponsor.
Analisis Statistik
Setiap analisis akhir dilakukan setelah satu tahun pemasangan alat. Pasien-
pasien yang tidak menjalani evaluasi setelah satu tahun pemasangan atau yang
datanya tidak terhitung dimasukan ke dalam gagal terapi. Untuk monitor esofagial
acid pH rata-ratanya dibandingkan antara sebelum pemasangan dan satu tahun
pemasangan alat. Untuk kualitas hidup sebelum pemasangan dihitung pada pasien
dengan atau tanpa konsumsi PPI dan dibandingkan dengan nilai setelah pemasangan
alat tanpa terapi PPI.

7
HASIL
Karakteristik Pasien
Pada penelitian ini berisi 100 pasien 52% diantaranya adalah laki-laki dengan
usia rata-rata 53 tahun dan Indeks Masa Tubuh 28. Rata-rata durasi dari gejala refluks
selama 10 tahun (antara 1-40). Durasi rata-rata pengobatan dengan PPI selama 5
tahun. Setiap pasien menyetujui bahwa mereka pernah mengalami naiknya asam
lambung ke esofagus saat mereka tidak mengkonsumsi PPI. Faktor-faktor tersebut
termasuk presentasi waktu pH, selama posisi tegak berdiri, dan selama posisi
terlentang: nilai total dari episode refluks: dan durasi terpanjang dalam 5 menit. Nilai
tengah dari kualitas hidup adalah 27 poin pada pasien yang tidak mengkonsumsi PPI
dan 11 point pada pasien yang mengkonsumsi PPI. Totalnya terdapat 98 pasien yang
di follow up secara lengkap pada tahun pertama, 90 pasien pada tahun kedua dan 85
pasien pada tahun ketiga.

8
Surgical Implantation
Waktu rata-rata pemasangan alat tersebut adalah 36 menit. Tidak terdapat
adanya komplikasi intraoperatif. Totalnya terdapat 51 alat yang dipasang oleh
investigator pada academic center dan 49 lainnya dipasang oleh tenaga kesehatan di
medical center.

Hasil Akhir
Hasil pertama yang didapatkan adalah normalisasi atau setidaknya 50%
penurunan paparan asam lambung ke esofagus didapatkan pada 64% pasien. Hasil
kedua didapatkan penurunan 50% pada kualitas hidup dibandingkan tanpa
penggunaan PPI didapatkan pada 92% pasien. Pada analisis pasca pemasangan alat
didapatkan 73% pasien mengalami penurunan sebanyak 50% atau lebih nilai kualitas
hidup pada tahun pertama dibandingkan dengan yang mengkonsumsi PPI. Penurunan
sebanyak 50% atau lebih pada dosis PPI terjadi pada 93% pasien.

Analisis Tambahan
Nilai total kualitas hidup sebanyak 27 poin pada pasien tanpa PPI dan 11 poin
pada pasien yang mengkonsumsi PPI: nilai tersebut berkurang pada tahun pertama
dan tahun kedua setelah pemasangan alat (pada pasien tanpa penggunaan PPI).
Terdapat kepuasan terhadap kondisi refluks yang menurun setelah pemasangan alat;
dilaporkan 95% pasien puas pada tahun pertama, 90% pada tahun kedua dan 94%
pada tahun ketiga pada saat follow up. Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap
komponen Ph setelah pemasangan alat. Terdapat 86% pasien (86 dari 100 pasien)
yang tidak mengkonsumsi lagi PPI pada tahun pertama, 87% (78 dari 90 pasien) pada
tahun kedua, dan 87% pasien (72 dari 83) pada tahun ketiga. Setelah 3 tahun
pemasangan, 13% pasien melanjutkan untuk konsumsi PPI lagi untuk menguragi
frekuensi terjadinya refluks. Dilaporkan pengurangan terjadinya regurgitasi berat
sampai sedang pada 57% sebelum pemasangan menjadi hanya 2% pada tahun
pertama dan menjadi 1% pada tahun kedua dan ketiga.

Keamanan
Efek samping yang serius terjadi pada 6 pasien dan diperlukan pelepasan alat
tersebut pada 4 dari 6 pasien. Pada 3 pasien diantaranya alat tersebut dilepas pada hari
ke-21, 31 dan 93 setelah pemasangan alat karena disfagia yang menetap, dan pada
satu pasien lainnya alat tersebut dilepas setelah 357 hari setelah pemasangan karena
terjadinya muntah yang terus terjadi tanpa ada alasan alasan yang jelas sejak 3 bulan
setelah pemasangan, tanpa adanya perbaikan setelah pelepasan alat. Pasien tersebut
telah dirawat pada hari ke-236 setelah pemasangan karena terjadi nyeri dada, mual
dan gangguan pencernaan yang terjadi secara spontan. 2 pasien lainnya yang
mengalami efek samping yang serius dirawat karena terjadi mual dan muntah pada
hari ke-2 setelah operasi; gejala tersebut dapat diperbaiki dengan terapi. Alat tersebut
9
dilepas pada 2 pasien tambahan lainnya pada hari ke-489 dan hari ke-1062 setelah
pemasangan. 1 pasien mengalami gejala refluks yang menetap dan 1 lainnya
mengalami nyeri dada yang menetap. 3 diantara 6 pasien yang dilakukan pelepasan
alat kemudian menjalani Nissen fundoplication tanpa adanya komplikasi.
Efek samping yang sering terjadi adalah disfagia, dimana terjadi pada 68%
pasien. Disfagia dicatat terjadi pada 11% pasien pada tahun pertama, 5% pasien pada
tahun kedua dan 4% pasien pada tahun ketiga. Pelebaran esofagus pada pasien yang
mengalami disfagia diizinkan sebagai kebijaksanaan dari infestigator. Total terdapat
19 pasien yang menjalani pelebaran esofagus, 16 diantaranya dilaporkan mengalami
peningkatan setelah dilakukan pelebaran esofagus. Pada saat endoskopi dilaporkan
penurunan pasien dengan esofagitis sebanyak 12% pada tahun pertama menjadi 11%
pada tahun kedua.

PEMBAHASAN
Fungsi barrier dari spingter bagian bawah esofagus untuk menahan saat akan
terjadinya refluks. Kegagalan akan terjadinya hal tersebut akan menyebabkan naiknya
asam lambung ke esofagus yang akan merusak mukosa esofagus, menyebabkan
kerusakan yang permanen pada spingter dan kehilangan fungsi dari barrier tersebut.
Maka dari itu penurunan paparan asam lambung ke esofagus adalah sangat penting
pada terapi refluks. Jika refluks tidak berkurang, gejala-gejalanya atau kerusakan pada
mukosa sering kali menetap.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa gejala refluks yang menetap pada
lebih dari 40% pasien yang menjalani terapi PPI dan gejala-gejala tersebut
mempunyai efek negatif pada kualitas hidup. Hasil dari penelitian ini menyatakan
bahwa pemasangan spingter magnetic dapat meningkatkan nilai kualitas hidup secara
signifikan dibandingkan dengan pasien sebelum menjalani operasi dengan atau tanpa
PPI. Pada tahun ketiga 87% diantaranya (72 dari 83 pasien) sudah mengurangi
penggunaan dari PPI. Hasil ini menyatakan bahwa pemasangan alat tersebut sangat
membantu pada pasien yang tidak terlalu berespon pada pemberian PPI.
Penurunan yang signifikan pada paparan asam lambung ke esofagus hal
tersebut menyatakan bahwa pemasangan spingter magnetic dapat meningkatkan
kekuatan spingter untuk menghindari terjadinya refluks asam lambung ke esofagus
yang berhubungan dengan terjadinya heart burn dan regurgitasi. Disfagia juga terjadi
pada setelah pemasangan spingter magnetic. Disfagia sebelum operasi dilakukan rata-
rata ringan sampai sedang dan dapat sembuh dengan sendirinya. Dalam penelitian ini
terdapat adanya resiko disfagia dan perlunya dilakukan perlebaran esofagus setelah
pemasangan spingter magnetic. Kebanyakan pasien pada penelitian ini yang
menjalani pelebaran esofagus mengalami peningkatan. Setelah pemasangan spingter
magnetic pada penelitian ini disfagia yang persisten mengharuskan pelepasan alat
pada 3% pasien. Pelepasan alat dibutuhkan pada 6 pasien dalam 21 hari sampai 2
tahun 9 bulan setelah pemasangan. Penelitian terkini dirancang, jadi efek langsung
dari pemasangan spingter magnetic pada pasien-pasien dengan gejala refluks,
penggunaan PPI dapat diukur sebelum dan sesudah pemasangan alat.
10
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulannya, single group trial ini menunjukan bahwa pemasangan


spingter magnetic pada spingter bagian bawah esofagus dapat dipasang dengan teknik
laparaskopi. Alat tersebut dapat mengurangi paparan asam lambung ke esofagus,
meningkatkan gejala refluks dan penghentian konsumsi PPI pada kebanyakan pasien.
Penelitian dengan sampel yang lebih besar dan follow up dalam jangka waktu yang
panjang sangat dibutuhkan untuk mengkonfirmasi hasil awal dari penelitian ini dan
untuk menilai keamanannya untuk jangka waktu yang panjang.

11
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Dodds WJ, Dent J, Hogan WJ, et al. Mechanisms of gastroesophageal ref lux in
patients with reflux esophagitis. N Engl J Med 1982;307:1547-52.
2. DeMeester TR, Wernly JA, Bryant GH, Little AG, Skinner DB. Clinical and in vi-
tro analysis of determinants of gastro- esophageal competence: a study of prin- ciples
of antireflux surgery. Am J Surg 1979;137:39-46.
3. Pandolfino JE, Zhang QG, Ghosh SK, Han A, Boniquit C, Kahrilas PJ. Transient
lower esophageal sphincter relaxations and reflux: mechanistic analysis using
concurrent f luoroscopy and high-resolu- tion manometry. Gastroenterology 2006;
131:1725-33.
4. Kahrilas PJ. Gastroesophageal ref lux disease. N Engl J Med 2008;359:1700-7.
5.
Katz PO, Zavala S. Proton pump in- hibitors in the management of GERD. J
Gastrointest Surg 2010;14:Suppl 1:S62- S66.
6. Castell DO, Kahrilas PJ, Richer JE, et al. Esomeprazole (40 mg) compared with
lansoprazole (30 mg) in the treatment of erosive esophagitis. Am J Gastroenterol
2002;97:575-83.
7. Finks JF, Wei Y, Brinkmeyer JD. The rise and fall of antireflux surgery in the
United States. Surg Endosc 2006;20:1698- 701.
8. Wang YR, Dempsey DT, Richter JE. Trends and perioperative outcomes of in-
patient antireflux surgery in the United States, 1993-2006. Dis Esophagus 2011;
24:215-23.
9. Ganz RA, Gostout CJ, Grudem J,
Swanson W, Berg T, DeMeester TR. Use of a magnetic sphincter for the treatment of
GERD: a feasibility study. Gastrointest Endosc 2008;67:287-94.
10. Bonavina L, Saino GI, Bona D, et al. Magnetic augmentation of the lower
esophageal sphincter: results of a feasi- bility clinical trial. J Gastrointest Surg
2008;12:2133-40.
11. Bonavina L, DeMeester T, Fockens P, et al. Laparoscopic sphincter augmenta-
tion device eliminates reflux symptoms and normalizes esophageal acid exposure:
one- and 2-year results of a feasibility trial. Ann Surg 2010;252:857-62.
12. Velanovich V. Comparison of generic (SF-36) vs. disease-specific (GERD-
HRQL) quality of life scales for gastroesophageal ref lux disease. J Gastrointest Surg
1998;2: 141-5.
13. DeMeester TR, Bonavina L, Albertucci M. Nissen fundoplication for gastroesoph-
ageal reflux disease: evaluation of pri- mary repair in 100 consecutive patients. Ann
Surg 1986;204:9-20.

12
14. Ayazi S, Tamhankar A, DeMeester SR, et al. The impact of gastric distention on
the lower esophageal sphincter and its exposure to acid gastric juice. Ann Surg
2010;252:57-62.
15. Samelson SL, Wieser HF, Bombeck CT, et al. A new concept in the surgical
treatment of gastroesophageal reflux. Ann Surg 1983;197:254-9.
16. DeMeester TR, Ireland AP. Gastric pathology as an initiator and potentiator of
gastroesophageal ref lux disease. Dis Esophagus1997;10:1-8.
17. Oberg S, Peters JH, DeMeester TR, et al. Inflammation and specialized intestinal
metaplasia of cardiac mucosa is a mani- festation of gastroesophageal reflux dis- ease.
Ann Surg 1997;226:522-30.
18. Everhart J, Ruhl CE. The burden of digestive diseases in the United States part I:
overall and upper gastrointestinal diseases. Gastroenterology 2009;136:376- 86.
19. Toghanian S, Johnson DA, Stålham- mar NO, Zerbib F. Burden of gastro-
oesophageal reflux disease in patients with persistent and intense symptoms despite
proton pump inhibitor therapy: a post hoc analysis of the 2007 National Health and
Wellness Survey. Clin Drug Investig 2011;31:703-15.
20. Kahrilas PJ, Lin S, Manka M, Shi G, Joehl RJ. Esophagogastric junction pres-
sure topography after fundoplication. Surgery 2000;127:200-8.
21. Vakil N, Shaw M, Kirby R. Clinical ef- fectiveness of laparoscopic fundoplica-
tion in a U.S. community. Am J Med 2003; 114:1-5.
22. Galmiche JP, Hatlebakk J, Attwood S, et al. Laparoscopic antireflux surgery vs
esomeprazole treatment for chronic GERD: the LOTUS randomized clinical trial.
JAMA 2011;305:1969-77.
23. Stefanidis D, Hope WW, Kohn GP, Reardon PR, Richardson WS, Fanelli RD.
Guidelines for surgical treatment of gas- troesophageal ref lux disease. Surg En- dosc
2010;24:2647-69.

13

Anda mungkin juga menyukai