PENDAHULUAN
Khususnya minyak dan gas bumi, hal ini dibuktikan melalui peran serta
Indonesia sebagai negara anggota OPEC (Organization of the Petroleum
Exporting Countries) sejak Desember 1962 sampai dengan Mei 2008. Pada Mei
2008 , Indonesia mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan surat untuk
keluar dari OPEC dan pada akhir 2008 mengingat indonesia kini telah menjadi
importir minyak sejak 2003 karena kemampuan yang terbatas dan tidak bisa lagi
mengekspor minyak mentah. Tetapi setelah dilakukan rapat, Indonesia hanya di
suspen dari keanggotaan OPEC. Indonesia kembali menjadi anggota OPEC secara
resmi pada tahun 2014. Sektor minyak dan gas bumi di Indonesia masih
berpotensi untuk bisa dieksplorasi dan dikembangkan secara lebih baik.
Potensi minyak dan gas bumi yang cukup melimpah menjadi dasar bagi
pemerintah untuk terus meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. Melalui
Pertamina dan SKK Migas, pemerintah berusaha membuka lapangan minyak dan
gas baru serta mempertahankan dan meningkatkan kapasitas produksi dari
lapangan yang sudah ada. Dengan usaha tersebut, diharapkan kebutuhan minyak
dan gas bumi dalam negeri dapat dipenuhi dan Indonesia dapat kembali menjadi
negara eksportir minyak dan gas bumi.
1
Minyak dan gas bumi dieksplorasi dari dalam lapisan permukaan bumi
yakni lapisan limestone dan sandstone dengan kedalaman bervariasi dari 200
meter sampai dengan 5300 meter (di wilayah Indonesia). Pada saat eksplorasi,
dilakukan proses pengeboran ke dalam lapisan permukaan bumi yang memiliki
cadangan minyak dan gas. Selanjutnya, lapisan yang telah dibor dibuat menjadi
sebuah sumur dengan memasukkan pipa selubung sebagai saluran produksi dan
semen sebagai penopang pipa selubung dan tanah.
Sebagai penopang pipa selubung dan tanah, semen memiliki peran penting
untuk memastikan proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Semen
dipompakan ke dalam sumur saat masih dalam fase cairan (bubur) kemudian
mengalami proses hidrasi sehingga fasenya berubah menjadi padat. Formulasi
bubur semen yang dipompakan memiliki spesifikasi yang disesuaikan dengan
kondisi sumur dan operasional pemompaan. Pada kondisi sumur dengan
temperature tinggi (diatas 230 °F) diperlukan bubur semen dengan tambahan
bahan aditif sebagai zat anti retrogresif. Salah satu bahan yang dapat digunakan
adalah silica flour.
Silica flour adalah pasir silika murni yang dihaluskan hingga berbentuk
tepung dengan ukuran partikel maksimal 200-500 mesh. Dalam bubur semen,
silica flour berfungsi sebagai bahan pengganti silika dalam semen yang berubah
akibat temperatur tinggi dan mencegah terjadinya penurunan nilai kuat tekan
(compressive strength). Hal ini menjadi penting untuk menjaga kestabilan semen
saat sudah mulai mencapai fase padat. Apabila tidak ditambahkan pengganti silika
dalam campuran bubur semen maka pada saat proses hidrasi terjadi perubahan
struktur kimia yang dapat menyebabkan keretakan pada semen ketika telah
mengeras.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh silica
flour dalam mencegah penurunan nilai kuat tekan (compressive strength) dari
semen. Dengan konsentrasi yang sesuai, pada kondisi sumur esktrim (temperatur
dan tekanan tinggi) bubur semen yang digunakan pun dapat digunakan dan tetap
bertahan.
2
1.2. Rumusan Masalah
1. Produk dari penambahan aditif silica flour adalah bubur semen. Bubur semen
adalah campuran semen, air, dan bahan aditif lain yang memiliki sifat seperti
cairan kental dan dapat berubah fase menjadi padat setelah mengalami
hidrasi. Dari penelitian ini akan diperoleh kondisi optimum pada temperature
tinggi yang dapat memaksimalkan bubur semen dengan zat aditif silica flour.
2. Makalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Temperatur Tinggi pada
Campuran Bubur Semen dengan Zat Aditif Silica Flour sebagai Zat Anti
Retrogresif”.
3
1. Mendapatkan bubur semen yang dapat bertahan pada sumur dengan
temperatur tinggi dan dapat diaplikasikan di lapangan.
2. Menggunakan silica flour sebagai bahan aditif yang cukup mudah ditemukan
di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang
kokoh atau suatu produk dimana fungsinya sebagai bahan perekat antara dua atau
lebih sehingga menjadi satu bahan yang saling mengikat. Jenis semen cukup
banyak, berdasarkan pada komposisi oksida logam yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan semen.
5
Calcareceous marl/limy 75-90
Marl 40-75
Clay 0-4
Pada kiln proses pemanasan terjadi pada suhu 1450°C-1500°C. Pada suhu
tersebut, bahan baku mengalami perubahan fase dari padat menjadi semi padat.
6
Hal ini memudahkan proses transfer dan reaksi yang terjadi antar masing-masing
bahan baku (reaksi lebih homogen). Untuk mendapatkan proses yang lebih efektif,
bahan baku sebelum masuk ke dalam kiln mendapatkan perlakuan awal dengan
cara pemanasan hingga suhu 900°C. Hal ini mampu meningkatkan efektifitas
pemanasan dalam kiln dan yield produk dengan cukup signifikan.
7
untuk oil well cement dibagi menjadi 8 kelas yakni kelas A, B, C, D, E, F, G, dan
H. berikut adalah komposisi dari setiap kelas tersebut berdasarkan spesifikasi
API :
Tabel 2.3 Klasifikasi dan Spesifikasi Semen
Cement Class
A B C D, E, F G H
Ordinary Grade (O)
Magnesium oxide (MgO), maximum % 6,0 N/A 6,0 N/A N/A N/A
Sulfur trioxide (SO3), maximum % 3,5 N/A 4,5 N/A N/A N/A
Loss on ignition, maximum % 3,0 N/A 3,0 N/A N/A N/A
Insoluble residue, maximum % 0,75 N/A 0,75 N/A N/A N/A
Tricalcium aluminate (C3A), maximum % NR N/A 15 N/A N/A N/A
Moderate Sulfate-Resistant Grade (MSR)
Magnesium oxide (MgO), maximum % N/A 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
Sulfur trioxide (SO3), maximum % N/A 3,0 3,5 3,0 3,0 3,0
Loss on ignition, maximum % N/A 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0
Insoluble residue, maximum % N/A 0,75 0,75 0,75 0,75 075
Tricalcium silicate (C3S), maximum % N/A NR NR NR 58 58
minimum % N/A NR NR NR 48 48
Tricalcium aluminate (C3A), maximum % N/A 8 8 8 8 8
Sodium oxide (Na2O) equivalent, N/A NR NR NR 0,75 0,75
maximum %
High Sulfate Resistant Grade (HSR)
Magnesium oxide (MgO), maximum % N/A 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
Sulfur trioxide (SO3), maximum % N/A 3,0 3,5 3,0 3,0 3,0
Loss on ignition, maximum % N/A 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0
Insoluble residue, maximum % N/A 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75
Tricalcium silicate (C3S), maximum % N/A NR NR NR 65 65
Minimum % N/A NR NR NR 48 48
Tricalcium aluminate (C3A), maximum % N/A 3 3 3 3 3
Tetracalcium aluminoferrite (C4AF) plus N/A 24 24 24 24 24
twice the tricalcium aluminate (C3A),
maximum %
Sodium oxide (Na2O) equivalent, N/A NR NR NR 0,75 0,75
maximum %
Adapun oil well cement class G termasuk ke dalam jenis semen yang
memiliki tingkat menengah dalam hal ketahanan dan tingkat tinggi terhadap
sulfat. Pada proses pembuatannya, ditambahkan aditif CaSO4 (kalsium sulfat)
untuk meningkatkan ketahanannya terhadap sulfat. Semen jenis ini adalah jenis
8
semen yang paling banyak digunakan pada sumur perminyakan sehingga disebut
sebagai semen perminyakan umum.
Keistimewaan oil well cement class G adalah sifat fisika dari bubur semen
yang dibuat dapat diatur sesuai dengan kebutuhan lapangan. Hal ini sangat
membantu apabila kita melakukan pekerjaan penyemenan yang memerlukan
kriteria khusus seperti kekentalan pada saat pemompaan, cairan yang hilang
apabila bubur semen mengalami tekanan, waktu semen berubah fase dari cair
menjadi padat, dan kekuatan/ketahanan semen terhadap tekanan hidrostatik yang
diberikan sumur.
Al2O3 2
Fe2O3 0,2
SO3 1,8
Fungsi anti retrogresif dalam silica flour berasal dari kandungan SiO2 yang
dikandungnya. Dengan adanya SiO2, rasio perbandingan kalsium dan silika dalam
bubur semen meningkat. Dengan adanya peningkatan jumlah rasio tersebut,
perubahan struktur kimia C-S-H menjadi α-C2SH dalam bubur semen setelah
melewati proses hidrasi dan hardening pada suhu diatas 230°F akan berkurang.
9
2.2. Produk
2.2.1. Bubur Semen Anti Retrogresif
Bubur semen adalah campuran semen dengan air dan bahan tambahan lain
disesuaikan dengan fungsi dan peruntukannya. Untuk bubur semen dengan
menggunakan oil well cement class G, campuran yang ditambahkan adalah air dan
bahan aditif. Bahan aditif berfungsi untuk memodifikasi sifat fisika bubur semen
sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan. Adapun bahan-bahan aditif
yang dapat digunakan sebagai bahan campuran bubur semen adalah sebagai
berikut.
10
Sedangkan bubur semen anti retrogresif adalah bubur semen yang mampu
bertahan pada kondisi temperatur diatas 230°F dengan nilai compressive strength
yang stabil atau tidak mengalami penurunan. Oleh karena itu, untuk bisa
mewujudkan bubur semen ini, ditambahkan zat anti retrogresif berupa silica flour
yang merupakan hasil penggilingan pasir kuarsa.
Yang menjadikan silica flour sebagai zat anti retrogresif adalah kandungan
silika (SiO2) di dalamnya yang mampu menahan laju perubahan struktur kimia
dalam semen saat proses hidrasi. Dengan adanya zat ini, perubahan struktur kimia
dalam semen dapat dihambat dan menjadikan bubur semen tidak mengalami
perubahan sifat fisika (compressive strength).
2.3. Proses
2.3.1. Hidrasi
Pada bubur semen, proses kimiawi yang terjadi adalah reaksi hidrasi.
Reaksi ini melibatkan oksida logam dan bahan lain yang terkandung di dalam
semen dengan air. Meski terlihat sederhana, pada kenyataannya reaksi yang terjadi
sangat kompleks dan melibatkan banyak parameter dengan mekanisme serta
kecepatan yang berbeda.
Secara garis besar, proses perubahan fisika dan kimia pada semen terdiri
atas 5 tahap. Kelima tahap tersebut adalah tahap pre-induksi, tahap induksi
(dormant), tahap akselerasi, tahap deakselerasi, dan tahap steady state. Dari
kelima tahap tersebut, 3 tahap pertama (pre-induksi, induksi, dan akselerasi)
merupakan tahap yang paling kritis. Pada tahap pre-induksi, semen dicampurkan
dengan air bahan aditif lain sehingga pada tahap ini akan terlihat sejauh mana
semen dapat tercampur dan menjadi bubur semen. Pada tahap induksi, bubur
semen berada pada fase cair dan dapat dipompakan ke dalam sumur selama
jangka waktu tertentu. Sedangkan pada tahap akselerasi, bubur semen mulai
11
mengalami peningkatan viskositas (gel strength) dan mulai mengalami perubahan
fase menjadi padat.
C-S-H
Gel
Amorf
Sebagai
C3S Cepat Produk Penopang
(Alite) Koloid Compressive
(Berbagai Strength
Variasi) Bubur
12
Semen
50-60%
Volume
Padatan
Ca(OH)2
(Kristalin)
C2S Lambat Tidak
(Belite) Ada
20-25% Efek
Volume
Padatan
Dapat terlihat dari skema tersebut, reaksi yang terjadi dalam campuran bubur
semen merupakan reaksi yang kompleks dimana keterkaitan antara oksida logam
yang satu dengan yang lain menjadi sangat kritis. Selama proses hidrasi
berlangsung, terjadi pelepasan panas yang memperlihatkan bahwa reaksi berjalan
secara eksotermis. Oleh karenanya, pengaruh temperatur dalam reaksi hidrasi
sangat besar sehingga perlu adanya data temperatur yang akurat dalam setiap
pekerjaan yang menggunakan bubur semen.
2.4. Reaksi yang terjadi
13
2.5. Penelitian Terdahulu
Senyawa Silikat Dioksida (SiO2) merupakan salah satu bahan baku penting
dalam pembuatan semen, baik semen portland biasa maupun semen portland
untuk sumur minyak (oil well cement). Selain sebagai bahan baku semen, SiO 2
juga digunakan sebagai bahan aditif pada bubur semen dengan temperatur sumur
diatas 230 °F.
Pada penelitian terdahulu, sumber SiO2 yang digunakan berasal dari
keramik yang digiling dengan kandungan logam di dalamnya sebagai berikut:
Dapat dilihat pada tabel, kadar SiO2 dalam komposisi keramik hanya
sebesar 62.01 %. Persentase ini cukup berpengaruh pada kemampuan tepung
keramik dalam mencegah terjadinya retrogresi pada semen.
Pada penelitian terdahulu pula tidak diberikan nilai pasti atau titik
terjadinya penurunan nilai compressive strength (breakdown) sehingga kinerja
dari tepung keramik tidak dapat dilihat secara pasti melainkan hanya melihat nilai
akhir dari pengujian tersebut.
14
Metode Metode
2.7. Hipotesa
Semakin tinggi nilai suhu pada bubur semen dengan zat aditif silica flour
35% bwoc maka akan semakin cepat nilai thickening time bubur semen tersebut,
hal ini di sebabkan karena semakin tinggi nilai suhu maka reaksi hidrasi pada
bubur semen akan berjalan lebih cepat sehingga bubur semen akan lebih cepat
berubah ke fase padat.
15
sampai terjadi breakdown (pecah) pada bubur semen sehingga nilai compressive
strength menurun.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
16
3. Aditif dispersant.
4. Aditif retarder.
5. Aditif fluid loss.
6. Aditif gas block.
7. Aditif anti foam.
8. Aditif silica flour.
3.2.2. Alat
1. Waring blender.
2. Syringe 50 mL.
3. Syringe 5 mL
4. Syringe 1 mL.
5. Wadah dry mixing.
6. Constant speed mixer Chandler.
7. Compressive strength cup.
8. Ultrasonic Cement Analyzer CTE.
9. Sendok semen.
10. UCA slurry volume gauge.
17
2.4. Campurkan bahan aditif cair dengan air pada waring blender,
ditunggu selama 1 menit.
2.5. Tekan tombol speed 1 pada panel (putaran naik menjadi 4000 rpm)
lalu masukkan campuran semen dan silica flour ke dalam waring
blender yang telah berisi air dan bahan aditif cair.
2.6. Pastikan proses memasukkan campuran semen dan silica flour
tidak lebih dari 15 detik (standar API).
2.7. Setelah campuran semen dan silica flour masuk seluruhnya, tekan
tombol speed 2 pada panel (putaran naik menjadi 12000 rpm).
2.8. Tekan tombol timer, ditunggu selama 35 detik. Kemudian alat akan
berhenti berputar secara otomatis.
2.9. Tekan tombol speed 0 pada panel. Pastikan bubur semen dalam
waring blender tidak berbuih pada permukaannya (jika berbuih
ditambah kembali aditif anti foam dan diaduk secara perlahan pada
1000 rpm).
2.10. Tuang bubur semen ke dalam wadah untuk uji compressive
strength. Pastikan volumenya cukup dengan menggunakan slurry
volume gauge.
2.11. Tutup wadah tersebut hingga rapat lalu tempatkan pada alat
Ultrasonic Cement Analyzer.
3. Reologi
3.1 Tuangkan bubur semen yang telah dimixing ke dalam slurry cup.
3.2 Letakkan slurry cup ke dalam dudukan alat chandler 3500 lalu
sesuaikan posisi tepat dipusat bob pada tanda tera.
3.3 Nyalakan alat reologi, atur kecepatan shear rate pada 300 rpm lalu
baca setelah 5 detik.
3.4 Lakukan hal yang sama untuk shear rate 200, 100, 6, dan 3 rpm.
3.5 Pembacaan reologi pada suhu ruang selesai.
3.6 Panaskan campuran bubur semen menggunakan alat atmospheric
consistometer untuk dikondisikan pada suhu 200°F selama 20
menit.
3.7 Tuangkan kembali bubur semen ke dalam slurry cup.
3.8 Letakkan slurry cup ke dalam dudukan alat chandler 3500 lalu
sesuaikan posisi tepat dipusat bob pada tanda tera.
3.9 Nyalakan alat reologi, atur kecepatan shear rate pada 300 rpm lalu
baca setelah 5 detik.
3.10Lakukan hal yang sama untuk shear rate 200, 100, 6, dan 3 rpm.
3.11Pembacaan reologi pada suhu 200°F selesai.
18
4. Thickening Time
4.1 Tuangkan bubur semen ke dalam slurry cup yang telah dirakit.
4.2 Tutup rapat slurry cup, masukkan ke dalam tempat pengujian
thickening time yang telah berisi mineral oil dan dudukkan pada
tempatnya.
4.3 Nyalakan motor penggerak sehingga slurry cup berputar dinamis.
4.4 Setting temperatur dan ramp time alat.
4.5 Tutup rapat tempat pengujian thickening time bersama
thermocouple.
4.6 Atur tekanan awal pada 600 psi.
4.7 Lakukan pengujian hingga bubur semen mencapai 100 Bc.
4.8 Bila sudah mencapai 100 Bc, buang tekanan secara perlahan.
4.9 Buka tutup dan thermocouple.
4.10 Angkat slurry cup dan bersihkan bubur semen yang telah
mengeras.
5. Hidrasi
5.1. Nyalakan alat Ultrasonic Cement Analyzer. Buka software pada
monitor.
5.2. Sambungkan kabel koneksi alat lalu pasang saluran air ke dalam
wadah bubur semen.
5.3. Atur temperature pengetesan pada salah satu suhu yang telah
ditentukan.
5.4. Atur tekanan awal pengetesan pada 600 psi.
5.5. Pilih start pada software, biarkan temperaturnya naik sampai suhu
yang telah di tentukan kemudian biarkan selama 48 jam.
5.6. Amati dan simpan data grafik yang tercatat.
5.7. Jika sudah 48 jam, release tekanan secara perlahan sambil
mendinginkan bubur semen pada wadah. Lepaskan saluran air dan
kabel konektor.
5.8. Jika sudah dingin, bubur semen yang telah terhidrasi dapat
dikeluarkan dari dalam wadah.
Catatan : Untuk satu kali analisa hanya bisa satu sample dan satu titik
suhu, untuk mengukur sample dengan titik suhu lain maka
dilakukan prosedur analisa dari awal. Titik suhu yang
digunakan adalah 230 °F, 240 °F, 250 °F, 260 °F, 280 °F,
290 °F, 300 °F.
3.4. Metode Analisa
19
Bubur semen diuji secara kuantitatif menggunakan alat Ultrasonic Cement
Analyzer. Dari hasil uji, akan diperoleh nilai compressive strength bubur semen
yang telah mengalami proses hidrasi pada suhu 230 °F,240 °F, 250 °F, 260 °F,
270 °F, 280 °F, 290 °F, 300 °F selama 48 jam. Nilai tersebut tercatat dalam
bentuk grafik dari alat sehingga dapat dilihat tren peningkatan maupun tren
penurunannya.
Sebagai media pembaca compressive strength dari bubur semen adalah
gelombang ultrasonic yang dilalirkan melalui air. Nilai compressive strength ini
yang menjadi indicator bubur semen yang diujikan memiliki sifat anti retrogresif
atau tidak.
20
3.5. Diagram Alir
Pengayakan 200 mesh Ditimbang 209,10 gram Ditimbang 330,37 gram Ditimbang
97,89 gram
Blender 12000
rpm tunggu 35
detik
Bubur semen
dengan zat
aditif silica
flour 35% bwoc
Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan bubur semen silica flour 35% bwoc
21
Bubur Semen dengan
Silica Flour 35% bwoc
strength, breakdown
time, dan breakdown
Nilai plastic Nilai thickening
preasurre
viscosity dari time dari bubur
bubur semen semen
Gambar 3.2. Diagram alir metoda analisa bubur semen anti retrogresif
22
BAB IV
Al2O3 2
Fe2O3 0,2
SO3 1,8
23
Dapat dilihat dari grafik hasil pembacaan, adanya penambahan zat
aditif silica flour mengakibatkan terjadinya penurunan nilai plastic viscosity
pada bubur semen tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah bahan
baku semen yang digantikan oleh silica flour sehingga reaksi hidrasi yang
terjadi pada semen terhambat. Karena sifat silica flour tidak seperti semen
yakni tidak dapat berubah fase dari liquid menjadi solid dan tidak
mengalami reaksi hidrasi sehingga jumlah padatan terlarut di dalam bubur
semen menjadi berkurang.
Alat yang digunakan pada pengujian rheologi ini adalah chandler
3500. Alat ini normal digunakan untuk melakukan pengujian viskositas pada
fluida non-newtonian. Bubur semen termasuk ke dalam fluida Bingham
Plastic dimana fluida jenis ini memiliki keidentikan terhadap shear rate yang
dikenakan terhadap fluida tersebut.
Pada fluida Bingham Plastic, semakin tinggi shear rate yang
dikenakan terhadap fluida akan mengakibatkan nilai rheologinya menjadi
semakin lebih tinggi. Adapun untuk nilai shear stress yang diberikan
terhadap bubur semen sudah dibuat fix dengan menggunakan Bob yang
terpasang pada alat dengan ukuran tertentu.
24
4.1.1.3. Thickening Time bubur semen
Thickening time adalah interval waktu di saat bubur semen masih
dapat dipompakan. Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa lama
perubahan waktu yang terjadi pada bubur semen ketika dilakukan proses
pemompaan di lapangan. Bubur semen yang pada awalnya berada pada
fase liquid, seiring berjalannya waktu terjadi reaksi yang mengakibatkan
terjadinya perubahan fase menjadi solid.
Reaksi hidrasi bubur semen menyebabkan fase bubur semen
berubah dan menjadikannya sulit untuk dipompakan. Oleh karena itu,
waktu pemompaan menjadi titik kritis dalam kaitan aplikasi bubur semen
di lapangan. Berikut adalah hasil pengujian thickening time pada bubur
semen yang diberi tambahan zat aditif silica flour dalam berbagai
konsentrasi.
25
Gambar 4.4 Grafik waktu thickening time bubur semen konsentrasi
35% pada berbagai suhu sirkulasi sumur.
26
secara signifikan dimulai dengan pembentukan gel strength dari bubur
semen hingga akhirnya pada nilai 100 Bc bubur semen sudah tidak dapat
dipompakan kembali (tidak dapat mengalir). Berikut alat CTE
Consistometer 22-400 yang digunakan.
Berikut ini adalah data yang diperoleh dari hasil pengujian compressive
strength tersebut :
27
290 °F 1890 2734 3053 2876 43,72 3212
300 °F 2012 2986 3178 2754 40,63 3428
28
waktu untuk mengalami reaksi hidrasi seingga nilai compressive strength di
dalam campuran menjadi lebih perlahan dan cenderung lebih stabil.
Meskipun nilai akhir compressive strength lebih rendah namun nilai
akhirnya masih memenuhi persyaratan API yakni diatas 500 psi setelah 24
jam.
29
Gambar 4.8 Kurva waktu breakdown bubur semen (dalam jam) untuk
konsentrasi silica flour 35% bwoc pada berbagai suhu.
Dapat dilihat pada grafik dan tabel, hubungan antara kenaikan suhu
pengujian dengan waktu breakdownnya optimal pada suhu 280 °F dan
setelah itu titik breakdown dari bubur semen muncul diikuti menurunnya
nilai compressive strength. Hal ini mengindikasikan bubur semen dengan
aditif silica flour 35% memiliki kemampuan untuk mempertahankan nilai
compressive strength dan breakdown maksimal pada suhu 280 °F.
30
Gambar 4.9 Kurva pressure breakdown bubur semen pada berbagai
variasi suhu pengujian.
Pada suhu 230 °F hingga 280 °F, bubur semen tidak mengalami
pressure breakdown. Hal inilah yang diharapkan tercapai sehingga resiko
terjadinya kerusakan bubur semen saat hidrasi yang diakibatkan self destruct
menjadi lebih sulit.
31
BAB V
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Temperatur tinggi efektif untuk penggunaan bubur semen dengan zat
aditif silica flour 35% adalah berkisar 230 °F hingga 280 °F. Pada rentang
suhu tersebut bubur semen tidak mengalami penurunan nilai compressive
strength, breakdown time dan breakdown pressure sehingga efektif
sebagai zat anti retrogresif.
2. Suhu Pengujian optimum untuk bubur semen dengan silica flour 35%
adalah 280 °F dengan nilai compressive strength 2986 psi.
5.2. Saran
1. Proses mixing bubur semen perlu diperhatikan dengan baik agar hasil
yang diperoleh konsisten dan dapat dibandingkan dari setiap perbedaan
konsentrasinya.
2. Deangan suhu optimal yang telah di dapat sebesar 280 °F perlu dilihat
lebih lanjut keefektifannya dengan konsentrasi silca flour yang berbeda
untuk mengetahui sejauh mana komposisi tersebut dapat bertahan dan
digunakan dalam praktik lapangan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Souza, P.P.; Souza R.A.; Anjos, M.A.; Freitas, J.O.; Martinelli, A.E.; Melo,
D.F. Cement Slurries of Oil Wells Under High Temperature and Pressure : The
Effects of the use of ceramic waste and silica flour. Brazilian Journal of Petroleum
and Gas, 2012.
33
LAMPIRAN
34
35