Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan berpikir rasional
seseorang. Respon kognitif yang ditimbulkan berbeda, tergantung pada bagian yang
mengalami gangguan. Perubahan dalam perilaku juga akan terjadi. Pada kasus Gangguan
kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan berpikir rasional seseorang. Respon
kognitif yang ditimbulkan berbeda, tergantung pada bagian yang mengalami gangguan.
Perubahan dalam perilaku juga akan terjadi.
Pada kasus delirium akan terjadi gangguan pada proses berpikir,sedangkan pada
demensia akan mengalami respon kognitif yang mal-adaptif.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien perlu dikaji lebih lanjut
tentang Gangguan kognitif dan mental organic pada pasien.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
- Menambah pengetahuan dan wawasan tentang gangguan kognitif
2. Tujuan Khusus
- Dapat mengetahui dari pengertian gangguan kognitif
- Dapat mengetahui dari rentang respons adaftif dan maladaftif
- Dapat mengetahui perilaku yang terkait dengan respons kognitif

1.3 Rumusan Masalah


- Apa pengertian dari gangguan kognitif ?
- Apa respons adaftif dan maladaftif ?
- Apa saja perilaku yang terkait dengan respons kognitif ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gangguan Kognitif


- Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional,termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Stuart&Sundeen,1987).
- Gangguan kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai oleh daya ingat
terganggu, disonentasi, inkoheren dan sukar bepikir logis. Gangguan kognitif erat
kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan
dipengaruhi oleh keadaan otak.

2.2 Rentang Respons Adaftif Dan Maladaftif


Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang respons
yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respons yang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat yang secara umum berlaku,
sedangkan respons maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat.
Respons sosial maladaptif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah
menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan
kesepian.
Rentang respons sosial yang adaptif, adalah sebagai berikut :
a. Menyendiri (solitude), merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya
dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana
individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling tergantung (interdependen), merupakan kondisi saling tergantung antara
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Dalam kehidupan sehari-hari respons maladaptif yang sering ditemukan antara lain :
menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi, curiga.
a. Menarik diri, merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Tergantung (dependen), terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
c. Manipulasi, merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan
sosial secara mendalam.
d. Curiga, terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain.
Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cemburu, iri hati,
dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu
merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.

2.3 Perilaku Yang Terkait dengan Respons Kognitif


Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah
kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.,
Jean Piaget (sebut: Jin Piasye), mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi
4 tahapan:
a. Tahap sensory-motor yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2
tahun.
b. Tahap pre-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun.
c. Tahap concrete-operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun
d. Tahap formal-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
11-15 tahun
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku
kognitif.Bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis bagi lajunya perkembangan
perilaku kognitif.

2.4 Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi


a. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf pusat
(SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman nutrisi
mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah penyakit
infeksi sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck, Rawlins dan
Williams, 1984, hal 871). Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat
menimbulkan gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan
jiwa fungsional.
b. Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa
anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia.
Semua Keadaan ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan
metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia. Racun,
virus dan virus menyerang otak mengakibatkan gangguan fungsi otak, misalnya sifilis.
Perubahan struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah fungsi otak. Stimulus
yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi kognitif. Misalnya ruang ICU
dengan cahaya, bunyi yang konstan merangsang dapat mencetuskan disorientasi, delusi
dan halusinasi, namun belum ada penelitian yang tepat.
 Akibat gangguan kognitif
1. Menurun kemampuan konsentrasi terhadap stimulus (misalnya, pertanyaan harus
diulang).
2. Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak relevan atau inkoheren.
3. Menurunkan tingkat kesadaran.
4. Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
5. Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari.
6. Meningkat atau Menurun aktivitas psikomotor
7. Disorientasi, tempat, waktu, orang.
8. Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama beberapa
benda setelah lima menit.

2.5 Askep Terkait Respons Kognitif


A. Klasifikasi
1. Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi kognitif yang ditandai oleh penurunan fungsi
intelektual yang berat yang disertai kerusakan daya ingat ; pemikiran abstrak dan
daya nilai ; emosi dan kepribadian (Stuart dan Laraia, 1998).
Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirilkan dengan kerusakan
berat pada proses kognitif dan disfunsi kepribadian serta perilaku (Isaacs Ann,
2005). Demensia merupakan suatu sindron yang ditandai oleh berbagai gangguanm
fungsi kogniitf tanpa gangguan kesadaran. Ganggua fungsi kognitif anatara lain pada
intelegansi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
2. Delirium
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau, ditandai dengan kekacauan
kesadaran yang meliputi salah persepsi dan perubahan proses pikir (Stuart dan
Laraia, 1998). Umumnya gangguan ini terjadi dalam waktu singkat (biasanya satu
minggu, jarang terjadi lebih dari satu bulan). Delirium adalah suatu sindrom dengan
gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk
hanbatan pada fungsi kognitif .
3. Amnestik
Gangguan amnestik adalah gangguan kognitif yang dicirikan dengan kerusakan
memori yang parah dan ketidakmampuan untuk mempelajari materi baru, dapat
terjadi konfabulasi dan apatisme. Yang akan dibahas selanjutnya adalah kedua
gangguan kognitif yang lasim terjadi yaitu demensia dan delirium.

B. Etiologi

Demensia Delirium
- Penyakit vaskuler seperti hipertensi, - Penyakit akut atau kronis seperti jantung
arterosklerosis. congestive, pneumonia, penyakti ginjal
- Penyakit Parkinson dan hati, kanker dab stoke.
- Gangguan genetika ; korea
Huntington atau penyakit pick
- Infeksi virus HIV yang menyerang - Faktor hormonal dan nutrisi seperti
system saraf pusat diabetes, ketidakseimbangan adrenal atau
- Gangguan struktur jaringan otak tiroid, malnutrisi dan dehidrasi.
seperti tekanan normal hidrosefalus - Kehilangan penglihatan dan pendengaran
dan trauma kepala - Obat-obatan antipsikotik, antihistamin,
antidepresan, dan antiparkinson

C. Manifestasi klinis

Demensia Delirium
- Afasia ; kehilangan kemampuan - Agitasi, gerakan yang tidak terarah,
berbahasa. tremor, ketakutan, kecemasan, depresi,
- Apraksia ; rusaknya kemampuan euphoria, apatis dan gangguan pola tidur.
melakukan aktivitas motorik - Terdapat pula kemungkinan gangguan
sekalipun fungsi sensorinya tidak bicara, inkoherensi, disorientasi,
mengalami kerusakan. gangguan memori, dan persepsi yang
- Agnosia ; kegagalan mengenali atau salah seperti ilusi dan haslusinasi.
mengidentifikasi obyek atau benda - Gangguan kesadaran dan pemahaman ;
umum walaupun fungsi sensorinya berkurangnya kemampuan untuk
tidak mengalami kerusakan. mempertahankan perhatian terhadap
- Konfabulasi ; mengisi celah-celah seautu hal.
ingatannya dengan fantasi yang - Pikiran yang kacau dan percakapan yang
diyakini individu yang terkena melantur
- Sundown syndrome ; membruknya - Gangguan siklus tidur-bangun
disorientasi di malam hari - Perubahan psikomotor (misalnya
- Reaksi katastrofik ; respon takut atau hiperaktif, hipoaktif, agitasi, mengantuk)
panic dengan potensi kuat menyakiti
diri sendiri atau orang lain.
- Perseveration phenomenon ; perilaku
mengulang, meliputi mengulangi
kata-kata orang lain.
- Hiperoralitas ; kebutuhan untuk
mecicipi dan mengunyah benda-
benda yang cukup kecil untuk
dimasukan ke mulut
- Kehilangan memori ; awalnya hanya
hal-hal yang baru terjadi, dan
akhirnya gangguan ingatan masa lalu
- Disorientasi waktu, tempat, dan
orang
- Berkurangnya kemampuan
berkonsentrasi atau mempelajari
materi baru
- Sulit mengambil keputusan
- Penilaian buruk ; individu ini tidak
mempunyai kewaspadaan
lingkungan tentang keamanan dan
keselamatan
D. Penatalaksanaan
1. Delirium
Pengobatan difokuskan pada identifikasi dan penyembuhan penyebab utama
sambil mendukung proses fisiologik klien dalam menjaga dan meningkatkan
keselamatan. Pengobatan akut berbasis rumah sakit biasanya diindikasikan untuk
gangguan ini.
2. Demensia
Pengobatan diarahkan pada tujuan jangka panjang, yaitu mempertahakan
kualitas hidup pasien gangguan degeneratif dan progresif ini.
- Pendekatan tim multidispliner meliputi upaya kolaboratif dari pfesional
Keperawatan, kedokteran, nutrisi, psikiater, psikologi, pekerja social, farmasi,
dan rehabilitasi.
- Fokus keluarga
- Penatalaksanaan berfokus komunitas ; melakukan kunjungan rumah, adult day
care service, memberikan perawatan pribadi bagi klien, menyediakan kelompok
pendukung, penyuluhan masayarakat dan keluarga, pengumpulan dana dan
aktivitas melobi untuk penelitian dan tindakanlegislatif.
- Intervensi farmakologik
Tujuannya adalah memperlambat laju penurunan kondisdi klien dengan obat yang
meningkatkan kadar asetilkolin dan membantu mempertahankan fungsi neuronal
serta penatalaksanaan perilaku dan gejala yang menimbulkan stress.
Obat untuk gejala demensia
Klasifikasi Nama Dosis Rasional
Generik/Nama Harian Biasa Penggunaan
Dagang
Obat Takrin (cognex) 40 mg/hari (10 mg Mempengaruhi
antikolinesterase 4x/hari) enzim
asetilkilinesterase,
yang memecah
asetilkolin. Obat-
obatan ini
memungkinkan
asetilkolin tinggal
lebih lama di sinaps
Donepezil (Aricept) 5 mg/hari (sekali
sehari)
Antioksidan Vitamin E 400-800 IU/hari Diberikan
berdasarkan
aktivitas melawan
proses oksidasi,
yang mensintesis
radikal sitotoksik
sintesis.
Ansietas dan agitasi Lorazepam (Ativan) 0,25 mg/hari, dapat
Benzodiazepine ditingkatkan
(BZA) menjadi 2x/hari
Antiansietas non- Buspiron (BuSpar) 15-160 mg/hari
BZA
Antikonvulsan Karbamazepin 200 mg/dua kali
(tegretol) sehari
Divalproleks 250 mg/dua kali
(Depakote) sehari
Halusinasi dan
perilaku menyerang
Antipsikotik
Topikal Haloperidol (haldol) 0,25 mg/hari atau 2 x
sehari
Atipikal Risperidon 0,5 mg/hari atau 2 x
(risperdal) sehari
Depresi
Antidepresan Nefazodon (serzone) 50 mg/hari, dapat
ditambah menjadi
400 mg/hari denga
jadwal 2 x sehari

E. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi biologis, dan system saraf pusat.
Factor-faktor yang mempenagruhinya antara lain :
Faktor usia, neurobiologis (gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat-zat
makanan yang penting untuk fungsi otak, penumpukan racun pada jaringan otak,
penyakit lever kronis, penyakit ginjal kronis, kekurangan vitamin B1, malnutrisi,
factor genetic dan gangguan genetic. Gangguan jiwa seperti skizophrenia,
gangguan bipolar, dan depresi juag dapat mempenagruhi fungsi kognitif.
b. Faktor presipitasi
Hipoksia, gangguan metabolisme, racun pada otak, adanya perubahan struktur
otak karena tumor atau trauma, stimulus lingkungan yang kurang atau berlebihan,
respon perlawanan terhadap pengobatan.
c. Mekanisme koping
Meknsime pertahanan yang sering digunakan adalah regersi, denial dan
kopensasi.
d. Perilaku
Rasa curiga, bermusuhan, depresi, mencela/memaki dan menarik diri. Pada
klien delirium perilaku yang muncul adalah gelisah, hipersomnolen, insomnis,
hiperaktf, tremor, depresi dan perilaku merusak diri.
2. Diagnosa Keperawatan
- Ansietas
- Koping individu tidak efektif
- Gangguan proses berpikir
- Ketakutan
- Isolasi social
- Risiko cedera
- Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
- Konfusi akut/kronik
- Perubahan sensori/persepsi
- Kurang perawatan diri
- Gangguan pola tidur
- Risiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri/orang lain
- Kerusakan komunikasi
- Perubahan fungsi peran
- Risiko kerusakan integritas kulit
- Koping keluarga tidak efektif
3. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan
Pada umumnya tujuan tindakan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
kognitif adalah untuk memperbaiki fungsi kognitif. Perawat berusaha
memfungsikan klien seoptimal mungkin sesuai kemampuan klien.
Tujuan umum sering kali sukar ditetapkan karena kagak sulit mengetahui
kedalaman kerusakan yang terjadi, sehingga tindakan Keperawatan kemudian
lebih diarahkan kepada tujuan jangka pendek yaitu pemenuhan kebutuhan dasar
klien antara lain ; kebutuhan tidur, nutrisi, perawatan diri, peningkatan orientasi
realitas, pemeliharaan pola eliminasi yang optimal, dan pemenuhan kebutuhan
spiritual.
Kriteria hasil yang diinginkan klien, pemberi asuhan dan keluarga adalah ;
- Klien tetap aman dan bebas dari cedera
- Kurang menunjukkan berkurangnya tingkat ansietas
- Klien tetap berorientasi sesuai kemampuan
- Klien tetap mempertahankan aktivitas ehari-hari
- Klien mempertahankan cairan dan nutrisi yang adekuat
- Klien tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain
- Klien mengikuti aktivitas dan istirahat rutin yang telah dijadwalkan
- Klien mengalami reaksi katastropik minimum
b. Tindakan Keperawatan
 Jaga Keselamatan
- Lakukan tindakan kedaruratan sesuai kebutuhan, misalnya aspirasi,
cedera, kejang.
- Antisipasi lingkungan dapat membahayakan pasien
- Minimalkan risiko masalahkardiovaskuler (misalnya anemia, hipertensi,
angina) dengan diet yang tepat, medikasi, latihan fisik, dan istirahat.
- Pantau obat-oabatan dan interaksi obat, pastikan dosis yang aman untuk
klien lansia. Beri perhatian khusus terhadap obat-obat antikolinergik.
 Respon terhadap deficit neurology
- Panggil klien dengan namanya dan perkenalkan diri anda
- Bantu memori klien dengan kalender, papan orientasi, pengingat
musiman, tanda-tanda dan label sesuai kebutuhan
- Hindai tuntutan yang menimbulkan stres, dan batasi tugas klien dalam
mengambil keputusan
- Tawari aktivitas sesuai kemampuan klien
- Hindari atau batasi situasi yang memalukan secara social ; dukung dan
jaga martabat klien
- Jaga memnyetujui, memperkuat halusinasi, ilusi dan waham
- Gunakan teknik mengingat untuk mendorong klien menggunakan ingatan
yang lebih utuh. Misalnya gunakan album foto keluarga untuk
menstimulasi ingatan
 Hindari dan minimalkan reaksi katastropik
- Pertahankan konsistensi rutinitas
- Kurangi stimulus lingkungan bila klien cemas
- Jangan menyentuh klien atau mengadakan pendekatan terlalu cepat bila
klien mengalami iritabilitas, agitasi atau curiga
- Pertahankan sikap tenang dan mendukung bila klien beragitasi
 Pertahankan tingkat fungsional klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari
- Tingkatkan keseimbangan antara isitirahat dan aktivitas
- Bantu klien dalam beraktivitas
- Bantu klien toileting sesuai jadwal
- Pertahankan diet yang seimbang dan pastikan asupan cairan yang adekuat
4. Evaluasi Hasil
- Klien menunjukkan berkurangnya ansietas dan bertambahnya rasa aman dalam
lingkungan yang terstruktur.
- Klien mempertahankan tingkat orientasi yang maksimal sesuai kemampuannya.
- Klien mempertahankan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Klien menahan diri dari ekspresi perilaku yang tidak disadari
- Anggota keluarga menggunakan semua pelayanan bantuan dan sumber daya
masyarakat yang tersedia
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat hubungannnya
dengan gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari gambaran secara umum perilaku/
gejala yang timbul akan dipengaruhi pada bagian otak yang mengalami gangguan.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien , hal utama yang
dilakukan adalah: selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara
individu dan kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat
penting untuk mencapai kesembuhan pasien. Berdasarkan hal diatas masalah dengan
gangguan kognitif sangat penting diketahui apa penyebab terjadinya . Sehinngga
intervensi yang diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya
pasien diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan terhindar
dari kecelakaan yang ,membahayakan keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gw. and Sundeen S.J (2010). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis:
Mosby year book
Towsend, M.C (2008). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care, Philadelphia, 2nd,
Davis Company.
Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (2012). Psychiatric Nursing . California : Addison Wesley
Nursing.
Stuart, Gail Wiscarz. Sundeen. J. Sandra. 2008. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai