PERKOSAAN
PERKOSAAN
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir ini kita kerapkali membaca berita mengenai kasus
perkosaan atau perampokan/pembunuhan yang disertai perkosaan. Kasus-kasus semacam
ini biasanya memiliki nilai berita yang tinggi dan akan diliput oleh berbagai media massa.
Di pihak lain, masyarakat yang mengetahui berita semacam ini umumnya ikut terlibat
dan seringkali merasa gemas dan mengutuk perbuatan itu. Di masyarakat, kerap terjadi
peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk
pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut
sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di
bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan
yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materil (materilewaarheid)
terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-buktiyang dibutuhkan
untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti
penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. Usaha-
usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materil suatu
perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan
pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang
No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2 yang
menyatakan: “Tiada seorang jugapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan yang
dituduhkan atas dirinya”
Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan
bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan didalam KUHAP. Untuk permintaan bantuan
tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada pasal 120 ayat (1), yang menyatakan:
1
“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus”.
Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan
persidangan, disebutkan pada pasal 180 ayat (1) yang menyatakan: “Dalam hal
diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,
hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan
bahan baru oleh yang berkepentingan”. Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa
pihak Kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan
penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus perkosaan. Kasus
kejahatan kesusilaan yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan
seksual dalam bentuk persetubuhan dengan menggunakan ancaman kekerasan atau
kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan
ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik
dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan pembuktian
adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu persetubuhan yang dilakukan dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan.
Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus
kejahatan kesusilaan, seperti perkosaan, sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian
ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur, serta
pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk
dikawini atau tidak. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara
tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et
repertum. Menurut pengertiannya, visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis
untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat
oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang
bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan
pengetahuannya yang sebaik- baiknya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
pendidikan. Dampak psikologis bagi korban sangat besar, korban depresi dan juga
bisa berakhir bunuh diri akibat beban mental yang dialami.
Pengertian pasal 285 KUHP, dimana perkosaan didefinisikan ”bila dilakukan
hanya di luar perkawinan”. Selain itu kata-kata bersetubuh memiliki arti bahwa
secara hukum perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi. Pada saat belum
terjadi penetrasi maka peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan akan tetapi
masuk dalam kategori pencabulan.
4
KUHP pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
5
alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi
(pasal 183 KUHAP). Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal
184 KUHAP). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada suatu kasus perkosaan
dan kejahatan seksual lainnya perlu diperjelas keterkaitan antara:
1) Bukti-bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara,
2) Pada tubuh atau pakaian korban,
3) Pada tubuh atau pakaian pelaku dan
4) Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini (yaitu penis)
6
b. Masalah tehnis pengumpulan benda bukti
Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal amat
mempengaruhi pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan
kejahatan seksual lainnya penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang
mungkin ditinggalkan di TKP seperti adanya sidik jari, rambut, bercak mani pada
lantai, seprei atau kertas tissue ditempat sampah dsb. Tidak dilakukannya pencarian
benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan, kurang pengalaman atau
kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang penting untuk
pengungkanan kasus. Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara pengambilan
sampel usapan vagina yang salah juga dapat menyebabkan hasil negatif palsu. Pada
persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan dengan
kapas lidi bukan dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja tetapi
harus dilakukan juga pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan yang
pertama yang akan didapatkan umumnya adalah tinja dan bukan sperma. Adanya
bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau pakaian
korban, adanya rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak darah atau
epitel kulit pada kuku jari (jika korban sempat mencakar pelaku) adalah hal-hal yang
tak boleh dilewatkan pada pemeriksaan.
7
dapat ditariknya adalah: pasti sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul
tanpa sel sperma atau sudah disterilisasi) atau pasti bukan sperma. Pemeriksaan pada
kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah atau kerokan kuku.
Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola permukaaan luar
(kutikula) rambut, pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan sidik DNA.
Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina
korban bukan saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga
dapat mendeteksi jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan banyak pelaku
(salome).
Pemeriksaan golongan darah dan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika
korban sempat mencakar) juga dapat digunakan untuk mencari pelakunya. Jika
hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan vagina,
maka bahan liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan
darahnya untuk menentukan golongan sekretor atau non sekretor. Orang yang
termasuk golongan sekretor (sekitar 85% dari populasi) pada cairan tubuhnya
terdapat substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan perkosaan
akan meninggalkan cairan mani dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh
korban. Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15% dari populasi)
jika memperkosa hanya akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah.
Dengan demikian jika pada tubuh korban ditemukan adanya substansi golongan
darah apapun, maka yang bersangkutan tetap harus dicurigai sebagai tersangkanya.
Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak
dikenal adanya istilah sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal
tersangka pelaku tertangkap basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara
konvensional leher kepala penisnya dapatdiusapkan ke gelas obyek dan diberi uap
lugol. Adanya sel epitel vagina yang berwarna coklat dianggap merupakan bukti
bahwa penis itu baru ‘bersentuhan' dengan vagina alias baru bersetubuh. Laporan
terakhir pada tahun 1995, menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat
diterima lagi sebagai bukti adanya epitel vagina, karena epitel pria baik yang normal
maupun yang sedang mengalami infeksi kencing juga mempunyai epitel dengan
8
gambaran yang sama. Pada saat ini jika searang pria diduga baru saja bersetubuh,
maka kepala dan leher penisnya perlu dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini
diperiksa ada tidaknya sel epitel secara mikroskopik dan jika ada maka pemeriksaan
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA dengan metode PCR(polymerase chain
reaction)
9
pengakuan terdakwa dan mengabaikan pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan
medis dan kesaksian ahli maka tentunya pembuktian dilakukan seadanya.
10
11
1. Gambar Hymen belum robek
.
12
2. Hymen yang mengalami sedikit perubahan ( robek sedikit) karena kecelakaan, terkena
benda keras, jatuh, masturbasi, dll
13
Keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan
Dengan demikian, tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat
dipastikan bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi; sebaliknya adanya robekan
pada hymen hanya merupakan adanya suatu benda (penis atau benda lain), yang
masuk ke dalam vagina.
14
persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan: pertama, memang tidak ada
persetubuhan dan kedua persetubuhan ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat
ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka perkiraan saat
terjadinya persetubuhan, harus ditentukan; hal ini menyangkut masalah alibi yang
sangat penting di dalam proses penyidikan. Sperma di dalam vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4-5 jam post-coital, sperma masih dapat ditemukan tidak
bergerak sampai 24-36 jam post-coital, dan bila wanitanya masih akan dapat
ditemukan sampai 7-8 hari. Perkiraan saat terjadinya persetubuhan juga dapat
ditentukan dari proses penyembuhan dari selaput dara yang robek. Pada umumnya
penyembuhan tersebut akan tercapai dalam waktu 7-10 hari post-coital. Hal lain
yang dapat diperiksa untuk menentukan terjadinya persetubuhan adalah pemeriksaan
adanya kehamilan dan adanya penyakit kelamin. Terjadinya kehamilan jelas
merupakan tanda adanya persetubuhan, akan tetapi oleh karena waktu yang
dibuthkan untuk itu cukup lama, dengan demikian nilai bukti ini menjadi kurang
oleh karena kemungkinan yang menjadi tersangka pelaku kejahatan menjadi
bertambah, hal mana mempersulit penyidikan dan membutuhkan waktu yang lebih
banyak untuk dapat mengungkapkan kasusnya.
Terjangkitnya penyakit kelamin pada wanita hanya merupakan petunjuk
bahwa wanita itu telah mengalami persetubuhan dengan laki-laki yang menderita
penyakit kelamin sejenis. Penyakit kelamin yang masa inkubasinya singkat lebih
bermakna di dalam upaya pembuktian bila dibandingkan dengan penyakit kelamin
yang masa inkubasinya lama. Tanda-tanda persetubuhan dengan berlangsungnya
waktu akan menghilang dengan sendirinya, luka-luka akan sembuh dan mayat akan
menjadi hancur. Dengan demikian pemeriksaan sedini mungkin merupakan
keharusan, bila dari pemeriksaan diharapkan hasil yang maksimal. Pakaian korban
yang telah diganti, tubuh wanita yang telah dibersihkan akan menyulitkan
pemeriksaan oleh karena keadaannya sudah tidak asli
15
b. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan.
Pada KUHP pasal 285 disebutkan kata kekerasan atau ancaman kekerasan.
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi paksaan dengan kekerasan
atau dengan ancaman kekerasan. Seorang dokter dapat menentukan apakah ada
tanda-tanda kekerasan. Tetapi ia tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur
paksaan pada tindakan ini. Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak
selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang
tidak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula jika dokter tidak
menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan
tidak terjadi. Pada hakekatnya, seorang dokter tidak dapat menentukan unsur
paksaan yang terdapat pada tindak pidana ini. Oleh karena hal ini pada bagian
kesimpulan suatu visum et repertum hanya dituliskan ada tidaknya tanda-tanda
kekerasan serta jenis kekerasan yang menyebabkan. Pada pemeriksaan perlu
diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran,
atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik, narkotik.
Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik, atau narkotik telah dipergunakan,
maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologi.
Pemeriksaan akan keadaan pingsan atau tidak berdaya ini merupakan hal yang
penting karena sebagaimana yang tercantum di dalam KUHP pasal 89 bahwa
membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.
16
pada usia 17-21 tahun atau lebih. Untuk wanita yang telah tumbuh gigi geraham 2-
nya, perlu dilakukan foto ronsen gigi. Jika setengah sampai seluruh mahkota
geraham 3 sudah mengalami mineralisasi (terbentuk), tapi akarnya belum maka
usianya kurang dari 15 tahun. Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid
pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena usia
menarch saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda.
17
bekas kekerasan akibat perlawanan oleh korban. Pemeriksaan laboratorium terhadap
tersangka pelaku dilakukan untuk menentukan apakah seorang pria baru melakukan
persetubuhan dengan mencari ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Bahan
pemeriksaan yang digunakan adalah cairan yang masih melekat di sekitar corona
glandis. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekankan kaca objek pada glans
penis, daerah korona, atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang
berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca objek tersebut.
Sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen.
Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan di atas
cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi. Pada sediaan ini dapat pula
ditemukan adanya spermatozoa.
18
pembantu adalah polisi. Polisi yang berpangkat serendah-rendahnya pembantu
letnan satu berwenang mengajukan permintaan tersebut.
(2) Korban harus diantar oleh polisi, karena tubuh korban merupakan korpus delikti
(barang bukti).
(3) Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada
tubuh korban pada waktu permintaan untuk visum etrepertum diterima. Jika
dokter telah memeriksa seorang yang datang kerumah sakit, atau di praktik atas
inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu kemudian
polisi mengajukan permintaan untuk dibuatkan visum et repertum, dokter harus
menolak. Karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban
sebelum ada permintaan untuk dibuatkan visum et repertum, merupakan rahasia
kedokteran, dan ia wajib untuk menyimpannya.
(4) Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta pada korban sendiri, atau jika
korban seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu
tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan pada pemeriksaan dan jelaskan bahwa
keterangan-keterangan yang diberikan korban danhasil pemeriksaan akan
disampaikan kepada pengadilan.
(5) Seorang perawat mendampingi dokter sewaktu korban diperiksa.
(6) Pemeriksaan jangan ditunda terlalu lama
(7) Segala sesuatu harus dicatat, jangan mengandalkan pada ingatan.
(8) Visum et repertum diselesaikan secepat mungkin.
(9) Kadang-kadang dokter yang berpraktik pribadi diminta oleh seorang ibu atau ayah
untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa ragu apakah anaknya
masih perawan, atau karena ia curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi
persetubuhan. Dalam hal seperti itu sebaiknya ditanyakan dahulu maksud
pemeriksaan apakah karena ia ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk
mengadakan penuntutan. Kalau yang tersebut belakangan yang dimaksud,
sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Apabila hal-hal yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan telah terpenuhi, maka dokter dapat
memulai pemeriksaan terhadap korban.
19
Pemeriksaan hendaknya dilakukan secara sistematis dan cepat agar korban tidak
terlalu lama menunggu dalam perasaan cemas. Hal-hal yang harus ada dalam
pemeriksaan korban adalah sebagai berikut:
(1) Data-data
Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan visum et repertum
adalah:
a. Polisi yang meminta pemeriksaan
b. Nama, umur, alamat, pekerjaan korban (seperti tertulis dalam suratpermintaan)
c. Nama dokter yang memeriksa, tempat, tanggal, dan pukul pemeriksaan
dilakukan
d. Nama dan pangkat petugas polisi yang mengantar korban
e. Nama perawat yang menyaksikan pemeriksaan
(2) Anamnesis
Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya.
Sebaliknya anamnsesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong
oleh berbagai maksud atau perasaan, korban mungkin mengemukakan hal-hal
yang tidak benar. Anamnesis merupakan sesuatu yang tidak dilihat dan ditemukan
oleh dokter, bukan hasil pemeriksaan objektif, jadi seharusnya anamnesis tidak
dimasukkan dalam visum et repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan
pada visum et repertum di bawah kalimat keterangan yang diperoleh dari korban.
Dalam mengambil anamnesis dokter meminta kepada korban untuk menceritakan
segala sesuatu tentang kejadian itu. Anamnesis terdiri atas bagian yang sifatnya
umum dan yang sifatnya khusus.
a. Umum
Umur, tanggal lahir
Status perkawinan
Haid: siklus haid, haid terakhir
Penyakit kelamin dan penyakit kandungan
Penyakit lain
Apakah pernah bersetubuh, kapan persetubuhan terakhir, apakah
menggunakan kondom.
20
b. Khusus
Waktu kejadian
Kalau antara kejadian dan dilaporkannya kejadian pada berwajib
terpisah beberapa hari atau minggu, orang sudah dapat mengira bahwa
peristiwa itu bukan peristiwa perkosaan, tetapi persetubuhan yang pada
dasarnya telah disetujui oleh perempuan yang bersangkutan.
Dimana terjadinya
Informasi ini dapat memberi petunjuk dalam pencarian trace
evidence yang berasal dari tempat kejadian.
Apakah korban melawan
Jika korban mengadakan perlawanan, pada pakaian mungkin
didapatkan robekan, dan pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-
tanda kekerasan. Nail scrapping (goresan kuku) menunjukkan adanya sel-
sel epitel dan darah yang berasal dari penyerang. Pada penyerang mungkin
dapat ditemukan tanda-tanda bekas dilawan.
Apakah korban pingsan
Ada kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan, tetapi
mungkin juga korban dibuat pingsan oleh pelaku dengan pemberian obat-
obatan. Dalam hal ini pengambilan sampel urin dan darah untuk
pemeriksaan toksikologi wajib dilakukan.
Apakah telah terjadi penetrasi dan ejakulasi
Apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi, dan mengganti pakaian.
(3) Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan pakaian
Pakaian dalam keadaan rapi atau tidak. Helai demi helai diteliti apakah
terdapat robekan: baru atau lama, sepanjang jahitan, atau melintang pada
bahan pakaian, kancing putus, bercak darah, airmani, lumpur, dan sebagainya,
benda-benda yang menempel. Pakaian yang mengandung trace evidence
dikirim ke laboratorium kriminologi untuk diperiksa lebih lanjut.
b. Pemeriksaan badan
1) Umum
21
o Lukisan rupanya (rambut, wajah) rapi atau kusut.
o Keadaan emosi: tenang, sedih, gelisah, dan sebagainya.
o Adakah tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau tanda-tandabekas
berada di bawah pengaruh alkohol, obat tidur, atau obat bius.
o Apakah ada tanda-tanda needle mark, bila ada makamerupakan indikasi
untuk mengambil sampel darah dan urin.
o Adakah tanda-tanda bekas kekerasan. Memar atau luka lecetpada daerah
mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, pahabagian dalam, punggung.
o Adakah trace evidence yang menempel pada tubuh
a) Perkembangan alat seks sekunder
b) Pupil
c) Tekanan darah, kor, pulmo, abdomen, reflex
2) Khusus (pemeriksaan daerah genital)
o Adakah rambut kemaluan yang melekat menjadi satu karena air mani
yang mengering. Bila ada, rambut tadi digunting untuk diperiksa.
o Adakah bercak air mani di sekitar alat kelamin. Bila ada,hapus dengan
lidi berkapas yang dibasahi larutan garam fisiologis.
o Pada vulva teliti adanya tanda bekas kekerasan seperti hiperemi, edema,
memar, dan luka lecet.
o Periksa jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan
ruptur lama atau baru dan catat lokasi rupture tersebut, teliti apakah
sampai insertio atau tidak. Tentukan besar orifisium.
o Periksa frenulum labiorum pudendi dan comissura labiorumposterior
utuh atau tidak.
o Periksa vagina dan spekulum bila keadaan alat genitalmemungkinkan :
periksa tanda-tanda adanya penyakitkelamin dan periksa tanda-tanda
kehamilan.
(4) Pemeriksaan laboratorium cairan vagina
Sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pengambilan
sampel. Sampel didapat dari cairan vagina untuk pemeriksaan air mani dan sekret
uretra untuk pemeriksaan penyakitkelamin. Cairan vagina disedot dengan pipet
22
Pasteur, atau diambil dengan ose. Pada anak-anak, atau jika selaput dara utuh
sebaiknya pengambilan bahan dibatasi sampai vestibulum.
a. Penentuan spermatozoa
Tanpa pewarnaan
Setetes cairan vagina diletakkan di atas kaca benda dan diperiksa
dengan pembesaran 500x dengan kondensor diturunkan. Perhatikan
apakah spermatozoa bergerak. Dapat diambil sebagai patokan bahwa
spermatozoa masih bergerak kira-kira 4 jam post koital.
Dengan pewarnaan
Buat sediaan apus dari cairan vagina pada kaca benda, keringkan
di udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air,
tunggu 10- 15 menit, cuci dengan air, warnai dengan eosin-yellowish 1%
dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan air, keringkan dan diperikasa di
bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan adalah bagian basis kepala
sperma berwarna ungu, bagian hidung berwarna merah muda.
b. Penentuan cairan mani
Reaksi asam fosfatase
Cairan mani menunjukkan aktitifitas enzim fosfatase yangtinggi,
rata-rata 2500 unit K.A., sedangkan dalam sekret vagina,setelah 8 hari
abstinensia seksualis, ditemukan 0-6 unit. Sebagai reagen digunakan
brentamin fast blue b yang dilarutkan di dalam larutan buffer yang telah
ditambah sodium a-naphtyl fosfat.Enzim asam fosfatase menghidrolisis a-
naphty fosfat; a-naphtol yang telah dibebaskan bereaksi dengan
brentamine di atas kertas saring, disemprot dengan reagen, ditentukan
dalam berapa detik warna violet timbul (reaction time). Davis dan Wilson
menyatakan bahwa bila waktu reaksi kurang dari 30 detik dapat dianggap
indikasi baik dan adanya cairan mani, jika kurang dari 65 detik dapat
dianggap sebagai indikasi cukup, tetapi masih perlu dikuatkan dengan
pemeriksaan elektroforetik. Waktu reaksi yang lebih dari 65 detik belum
dapat menyingkirkan sepenuhnya adanya cairan mani, karena pernah
23
ditemukan waktu reaksi yang lebih dari 65 detik, tetapi spermatozoa
ditemukan.
Tes Florence
Cairan vagina ditetesi larutan yodium. Kristal yang terbentuk
diamati di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan tampak kristal-kristal
kholin-peryodida tampak berbentuk jarum- jarum yang berwarna coklat.
Tes Berberio
Cairan vagina ditetesi larutan asam pikrat, kemudian Kristal yang
terbentuk diamati di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan adalah
terbentuknya kristal-kristal spermin pikrat berbentuk rhombik atau jarum
kompas yang berwarna kuning kehijauan.
Elektroimmunodifusi
Digunakan serum anti air mani manusia. Selain spesifik terhadap
antigen manusia, serum ini juga mengandung zat anti terhadap enzim
fosfatase. Apabila serum ini direaksikan dengan air mani akan terbentuk
enzim antibodi kompleks yang ternyata masih memiliki sifat enzimatik
dan dapat dinyatakan dengan reagen asam phospatase. Sebagai medium
digunakan plat agar yang mengandung serum anti dalam konsentrasi kecil.
Elektroforetik
Digunakan plat akrilamide, dikembangkan dalam suatu larutan
buffer pH 3 dan dilihat di bawah sinar ultraviolet. Asam fosfatese seminal
bergerak sejauh 4 cm dan asam fosfatase vaginal sejauh 3 cm.
(5) Pemeriksaan air mani yang terdapat pada pakaian
a. Visual
Tampak sebagai bercak yang berbatas jelas dan lebih gelap darisekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna sedikit kekuning-kuningan. Pada bahan
sutera atau nilon batasnya sering tidak jelas,tetapi selalu lebih gelap dari
sekitarnya.
b. Sinar ultraviolet
Menunjukkan flouresensi putih. Apa yang menyebabkan hal ini tidak
diketahui. Cara ini kurang memuaskan. Bercak air mani pada sutera buatan,
24
nilon, biasanya tidak memberikan flourosensi. Bahan makanan, urine, sekret
vagina juga sering menimbulkan flourosensi.
c. Taktil
Diraba dengan jari-jari tangan terasa kaku seperti cairan kanji yang tidak
menyerap. Bila diraba permukaan bercak terasa kasar.
d. Penapisan dengan reagen asam fosfatase
Selembar kertas saring yang dibasahi dengan aqua destilata dilekatkan di
atas pakaian atau sprei yang diperiksa. Setelah 5-10 menit kertas saring
diangkat, didiamkan sampai hampir kering dan disemprot dengan reagen. jika
terbentuk bercak violet, kertas saring diletakkan kembali di atas bahan sesuai
dengan letaknya semula.Dengan demikian letak bercak mani pada bahan dapat
dilokasi.
e. Pencairan spermatozoa
Konsentrasi spermatozoa yang terbesar terdapat di bagian sentral dari
bercak. Dari bagian itu diambil sebagian kecil, dipulas dengan pewarnaan
Baeechi. Bahan dipulas selama 2 menit, dicuci didalam HCl 1%, dihidrasi
dalam alkohol 70%, 80%, dan 95-100%, dan dijernihkan dengan xilol.
Kemudian dikeringkan dengan meletakkannya di atas kertas saring. Dengan
jarum preparir atau jarum suntik diambil sehelai atau dua benang, diletakkan di
atas kaca mikroskopik dan diurai sampai menjadi serabut-serabut. Ditutup
dengan balsem Kanada dan diperiksa dengan pembesaran 500x.
25
dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi
donor sperma. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan
vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat
dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah
kalau pelakunya memiliki saudara kembar identik. Perkembangan lebih lanjut pada
bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus
saja (single locus probe). Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak
pita, disini pita yang muncul hanya dua. Penggunaan metode ini pada kasus
perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk membuat
perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku lebih dari satu.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (Polymerase
Chain Reaction atau PCR) membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA.
Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi menjadi
masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di
dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini
waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula.
Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistem dot blot yang
berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA
atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode sekuensing.
26
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal di mana si korban dipaksa untuk
melakukan aktivitas seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin, di luar
kemauannya sendiri. Perkosaan sekarang dikenal sebagai sebuah tindak kriminal
perilaku penyerangan terhadap suatu anggota dari suatu kelompok seksual oleh suatu
anggota kelompok seksual lainnya. Dalam pengertian lain, perkosaan adalah segala
bentuk pemaksaan hubungan seksual. Dalam perundang-undangan yang ada di
Indonesia, Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak penyidik
membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu
pada pengungkapan kasus perkosaan. Kasus kejahatan kesusilaan membutuhkan
bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini
yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam memberikan
bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan
mengenai keadaan korban. Kekerasan seksual masih merupakan hal yang tabu dan
memalukan di lingkungan masyarakat. Karena tindak perkosaan dapat memberi
dampak psikologis yang besar bagi korbannya, kasus perkosaan seringkali gagal
terungkap dan terdapat banyak kesulitan dalam pembuktiannya, terutama di
Indonesia. Pembuktian secara kedokteran pada setiap kasus kejahatan kesusilaan,
seperti perkosaan, sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur, serta pembuktian
apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk dikawini atau
tidak. Proses pemeriksaan tersebut harus dilakukan dengan teliti dan sewaspada
mungkin, pemeriksa juga harus yakin akan semua bukti yang ditemukannya karena
tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang guna
memperoleh lebih banyak bukti, karena semuanya berhubungan dengan bukti-bukti
yang akan menjadi dasar untuk membebaskan atau menuntut tersangka pelaku
perkosaan tersebut.
27
DAFTAR PUSTAKA
28