Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

PT. DANKOS FARMA

JAKARTA TIMUR

PERIODE OKTOBER - NOVEMBER TAHUN 2017

DISUSUN OLEH :

HERTIAN PRATIWI I4C016005

FEBY FITRIA NOOR I4C016026

NADIAL UZMAH I4C016042

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2017
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

PT. DANKOS FARMA

PERIODE OKTOBER – NOVEMBER TAHUN 2017

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing Preseptor

Tuti Sri Suhesti, S.Si., M.Sc., Apt Drs. Medianto Henky Saputra, Apt
NIP. 197102032005012001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Apoteker

Nuryanti, M.Sc., Apt


NIP. 197008302006042003
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
PT. Dankos Farma serta menyelesaikan laporan ini. Pelaksanaan PKPA dan
penulisan laporan PKPA diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Apoteker di Program Studi Profesi Apoteker Jurusan Farmasi
Universitas Jenderal Soedirman. Pelaksaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di PT. Dankos Farma ini berlangsung mulai dari tanggal 9 Oktober – 30 November
2017.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih atas bantuan dan
bimbingan yang diberikan, kepada :
1. Drs. Medianto Hengky Saputra, Apt. selaku Site Head PT. Dankos Farma dan
pembimbing preseptor I
2. Seluruh Manager, Supervisor, dan Karyawan PT. Dankos Farma
3. Dr. Warsinah, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
4. Dr. Sri Sutji Susilowati, M.Sc., Apt. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
5. Nuryanti, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker (PSPA)
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
6. Tuti Sri Suhesti, S.Si., M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja
Profesi Apoteker PSPA Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaannya sehingga dapat memberikan manfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan kelak.

Jakarta, November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.............................................................................................

Lembar Pengesahan........................................................................................

Kata Pengantar................................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................

Daftar Gambar................................................................................................

Daftar Lampiran.............................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................

A. Latar Belakang......................................................................

B. Tujuan PKPA........................................................................

C. Manfaat PKPA......................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................

A. Pengertian..............................................................................

B. Tugas dan Fungsi..................................................................

C. Ketentuan umum dan peraturan perundang-


undangan................................................................................
D. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker...............................

BAB III. TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA.....................................

A. Sejarah...................................................................................

B. Visi dan Misi..........................................................................

C. Lokasi, Sarana dan Prasarana............................................

D. Struktur Organisasi..............................................................
BAB IV. KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN.............................

A.

B.

C.

D.

E.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................

A. Kesimpulan............................................................................

B. Saran.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

LAMPIRAN....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKPA

Kesehatan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun


2009 merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekomonis. Salah satu komponen kesehatan yang penting adalah
ketersediaan obat yang tidak terlepas dari pelayanan kesehatan masyarakat.
Obat merupakan salah satu komponen penting dan strategis dalam pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam upaya
pelayanan kesehatan, ketersediaan obat yang terjamin keamanan, mutu, dan
manfaatnya dalam jenis yang lengkap dan jumlah yang cukup dengan harga
yang terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai. Hal
ini menunjukkan bahwa kemandirian dalam produksi obat-obatan harus
diupayakan agar Indonesia tidak selalu tergantung dari negara lain (Permenkes
No.87 tahun 2013).

Industri farmasi memegang peranan penting dalam upaya tersedianya


obat dengan jumlah, jenis, dan mutu yang memadai. Industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat yang meliputi pengadaan bahan awal
dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian
mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Permenkes RI No.1799/
Menkes/Per/ XII/ 2010 Tentang Industri Farmasi). Produk obat yang
berkualitas yang dihasilkan industri farmasi harus memperhatikan faktor-
faktor yang terlibat dalam proses produksinya. Untuk menghasilkan produk
obat yang berkualitas tidak hanya ditentukan dari pemeriksaan bahan awal dan
produk akhir namun harus dibangun dari semua aspek produksi. Sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 bahwa
dalam melakukan proses pembuatan obat, industri farmasi wajib memenuhi
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Penerapan CPOB ini
bertujuan untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaannya. (Kemenkes RI, 2010).

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan (BPOM, 2012). CPOB
menyangkut semua aspek yang ada di industri farmasi, salah satu aspek yang
tercantum dalam CPOB adalah aspek personalia. Kedudukan Apoteker
memegang peranan penting dalam industri dan keberadaannya diatur dalam
CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu. Seorang apoteker dituntut untuk memahami konsep CPOB
baik teoritis maupun praktis, memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih
luas mengenai fungsi dan peranannya dalam menerapkan aspek manajerial
organisasi dan administrasi dalam pelaksanaan CPOB di industri farmasi, serta
mengerti segala aspek permasalahan yang terjadi di industri farmasi, terutama
yang berkaitan langsung dengan profesi apoteker.

Berkaitan dengan hal tersebut maka calon apoteker perlu melakukan


kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri Farmasi yang telah
menerapkan CPOB pada proses produksi yang dilakukan. Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) adalah salah satu sarana agar calon Apoteker
memperoleh pengalaman kerja dan dapat mengaplikasikan pengetahuan teori
yang diperoleh di perkuliahan di industri farmasi. PT. Dankos Farma memberi
kesempatan kepada calon Apoteker untuk melaksanakan PKPA. Pelaksanaan
PKPA dilakukan mulai tanggal 09 Oktober - 30 November 2017.

B. Tujuan PKPA
Praktek kerja profesi Apoteker di PT Dankos Farma bertujuan agar
calon mahasiswa Apoteker :
1. Membekali calon Apoteker agar memahami peran, fungsi, dan tanggung
jawab Apoteker mengenai pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
2. Membekali calon Apoteker mengenai pengetahuan, keterampilan,
wawasan, pengalaman, dan sikap profesional mengenai pekerjaan
kefarmasian di industri farmasi.
3. Memberikan pengetahuan kepada calon Apoteker mengenai penerapan
CPOB di Industri Farmasi.
4. Memberikan gambaran nyata mengenai permasalahan-permasalahan
dalam praktik pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
5. Meningkatkan kemampuan problem solving mengenai masalah-masalah
dalam praktik pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
6. Membangun hubungan dan kerjasama interprofesional dengan industri
farmasi.
C. Manfaat PKPA
Pelaksanaan praktek kerja profesi Apoteker di Industri farmasi bagi
mahasiswa calon Apoteker bermanfaat untuk:
1. Mengetahui serta memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
2. Memperoleh pengalaman dan wawasan mengenai penerapan CPOB di
industri farmasi.
3. Mengetahui alur pembuatan obat serta pengawasan mutu dan pemastian
mutu dalam pembuatan obat di industri farmasi.
4. Meningkatkan sikap profesionalisme untuk menjadi Apoteker di industri
farmasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Industri Farmasi


Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat
(Kemenkes, 2010). Industri farmasi merupakan salah satu tempat Apoteker
melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pembuatan
obat/bahan obat, penelitian & pengembangan, pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian. Industri farmasi adalah
industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi, karena usia hidup
produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih kurang 10-25 tahun)
dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang lebih baik, lebih aman,
dan lebih efektif (Priyambodo, 2007).
Industri farmasi memiliki ciri-ciri yang spesifik dibandingkan dengan
berbagai industri yang lain. Ciri-ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan
antara lain adalah :
a. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat mengenai
regulasinya (registrasi, CPOB, distribusi, pengadaan, dan lain-lain)
karena menyangkut nyawa manusia.
b. Industri farmasi disamping menghasilkan obat untuk penderita, juga
merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh
keuntungan (profit). Jadi tidak hanya aspek sosial tetapi juga aspek
ekonomi.
c. Industri farmasi adalah industri yang memiliki dampak yang sangat
kritis terhadap kehidupan manusia.
d. Para konsumen atau pasien yang menggunakan produk industri farmasi
tidak mampu mendeteksi secara mandiri terkait kualitas ataupun
keamanan produk yang digunakan
e. Produk yang dihasilkan oleh industri farmasi tidak dapat diinspeksi
seluruhnya.
B. Tugas dan Fungsi Industri Farmasi
Industri farmasi mempunyai beberapa fungsi yaitu pembuatan obat dan
bahan obat, pendidikan, dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
Selain memiliki fungsi, industri farmasi mempunyai kewajiban yang harus
dipenuhi di antaranya :
a. Pendirian Industri farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
b. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) yang ditetapkan.
c. Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans atau seluruh kegiatan
tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan
efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Apabila
dalam melakukan farmakovigilans Industri Farmasi menemukan obat,
bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi
wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala BPOM (PERMENKES RI,
2010).

C. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB diterapkan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh
aspek produksi dan pengawasan mutu. CPOB merupakan pedoman yang
sangat penting tidak hanya bagi industri farmasi dan regulator, tetapi juga bagi
konsumen dalam memenuhi kebutuhannya akan pengobatan yang aman,
berkhasiat, dan berkualitas. Terdapat 12 aspek dalam CPOB, yaitu:
1. Manajemen Mutu
Dalam manajemen mutu, industri farmasi harus membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaanya karena tidak
aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor.
2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pengawasan mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
yang baik, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung
jawab masing-masing. Seluruh personil hendaklah memahami mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki
desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya
dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang
benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Persyaratan bangunan
CPOB, yaitu:
a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran udara,
tanah, dan air maupun dari kegiatan industri lain yang berdekatan
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat
agar memperoleh perlindungan maksimal.
c. Dalam menentukan rancang bangunan dan tata letak hendaklah
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan
lain yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam
sarana yang berdampingan, tata letak ruang yang sedemikian rupa
untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang
letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap
produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan, luasnya ruang
kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara
teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja,
komunikasi dan pengawasan yang efektif, pencegahan penggunaan
kawasan industri sebagai lalu lintas umum.
d. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain
serta dirancang dan dibangun secara khusus.
e. Produk antibiotika tertentu, hormon tertentu, sitotoksik tertentu, bahan
aktif berpotensi tinggi hendaklah di produksi pada bangunan terpisah.
f. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit)
hendaklah licin, bebas dari keretakan, dan sambungan yang terbuka
serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi.
g. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol
serta ventilasi yang baik.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari Batch ke Batch dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu
atau kotoran dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk terhadap mutu
produk. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku,
produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi atau
mengabsorpsi, yang dapat mengubah identitas, mutu dan kemurniannya di
luar batas yang telah ditentukan. Peralatan hendaklah dirawat sesuai
jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh dan terpadu.
Penerapan higiene perorangan meliputi pemeriksaaan kesehatan,
mencuci tangan sebelum memasuki area produksi, memakai pakaian
pelindung. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan
pada saat direkrut. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah
dilakukan pemeriksaan kerja dan kesehatan personil secara berkala. Tiap
personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat
merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani produk awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses, dan obat jadi sampai
kondisi personil tersebut dipertimbangkan tidak lagi menimbulkan risiko.
Kegiatan makan, minum dan merokok tidak diperbolehkan dalam area
gudang, laboratorium dan area produksi. Sanitasi meliputi bangunan dan
fasilitas. Tiap bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah
didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang
baik. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk
memastikan bahwa semua produk atau bahan dari Batch sebelumnya telah
dihilangkan. Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah
divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas
prosedur memenuhi persyaratan.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi kebutuhan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Unsur-
unsur produksi yang diatur oleh CPOB meliputi pembelian bahan awal
yaitu bahan baku dan bahan pengemas, validasi proses, pencegahan
kontaminasi silang, sistem penomoran Batch/lot, penimbangan dan
penyerahan, pengolahan, pengemasan, pengawasan selama proses,
penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan,
bahan kemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi serta
pengiriman dan pengangkutan.

7. Pengawasan Mutu
Kegiatan pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari
CPOB untuk memastikan bahwa produk yang dibuat senantiasa
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan
dan komitmen semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian
pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan
mulai dari awal pembuatan sampai distribusi obat jadi.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis.
Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian,
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan
bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,
sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap
hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan.

8. Inspeksi diri, audit mutu, audit dan persetujuan pemasok.


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB yang ditetapkan. Program inspeksi diri hendaklah
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan, inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin
dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat
jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi
diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian
dari sistem manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit mutu umumnya dilakukan oleh spesialis dari luar, independen atau
tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit
dan persetujuan pemasok berguna untuk mengetahui pemasok yang
digunakan dapat diandalkan.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi
persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan
bahan pengemas yang dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Hendaknya dibuat daftar pemasok yang telah disetujui untuk bahan awal
dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaknya disiapkan dan ditinjau
ulang. Sebaiknya juga dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan
dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi.

9. Penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali dan kembalian.


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai
dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali
produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif. Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa Batch
atau seluruh Batch produk tertentu dari peredaran distribusi. Hendaklah
tersedia prosedur tertulis yang diperiksa secara berkala untuk mengatur
segala tindakan penarikan kembali. Tindakan penarikan kembali produk
hendaklah dilakukan segera setelah diketahui produk yang cacat mutu atau
diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Catatan dan laporan
penarikan kembali produk hendaklah didokumentasikan dengan baik.

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur,
metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan
tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu
perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan
dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan
dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus
dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-
masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan
tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh
kepala bagian manajemen mutu (pengawasan mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi dan validasi adalah bagian penting dari sistem
pemastian mutu sehingga tercantum sebagai persyaratan CPOB bagi
industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk
mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian
terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
D. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
Peran Apoteker di industri farmasi yang disarankan oleh World Health
Organization (WHO), yaitu Nine Star of Pharmacist yang meliputi :
1. Care Giver, Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi
obat, efek samping obat dan lain-lain kepada profesi kesehatan dan
masyarakat.
2. Decision maker, Apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk
mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri.
3. Communicator, Apoteker harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
dengan baik secara lisan maupun tulisan. Aplikasi kemampuan ini dilakukan
saat komunikasi antar departemen di industri farmasi.
4. Leader, Apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan
dalam mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan
bimbingan ke bawahannya di industri farmasi.
5. Manager, Apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di
industri farmasi untuk meningkatkan output kinerja industri dari waktu ke
waktu.
6. Long-life learner, Apoteker belajar terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan.
7. Teacher, Apoteker bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan
pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada
operator atau karyawan lain.
8. Researcher, Apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan
mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk
kesehatan masyarakat.
9. Enterpreneur, Apoteker diharapkan dapat terjun menjadi wirausaha dalam
mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat.
Peran tersebut diterapkan di dalam fungsi-fungsi industri yang
diperlukan, yaitu manajemen produksi, pemastian/manajemen mutu (Quality
Assurance), pengawasan mutu (Quality Control), registrasi produk, pemasaran
produk (Product Manager), dan pengembangan produk (Research and
Development).
1. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang
senantiasa menjamin untuk menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar
(registrasi). Penanggungjawab produksi (kepala bagian produksi/ manajer
produksi) hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi,
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis paling
sedikit 5 tahun bekerja di bagian produksi pabrik farmasi, memiliki
pengalaman dan pengetahuan di bagian pembuatan obat dan perencanaan
produksi, pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam
pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa asing yang baik, serta
keterampilan dalam kepemimpinan yanag dibuktikan dengan sertifikasi
lembaga yang ditunjuk.
Manajer produksi bertanggungjawab atas terselenggaranya
pembuatan obat agar obat tersebut memenuhi persyaratan kualitas yang
ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan pelaksanaan CPOB, dalam
batas waktu dan biaya produksi yang ditetapkan. Secara rinci, ruang
lingkup tugas dan tanggung jawab seorang penanggungjawab produksi
adalah sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan
disimpan sesuai prosedur sehingga memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan.
b. Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat dari perolehan
bahan, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat ke gudang
jadi.
c. Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk semua
pelaksanaan operasi di gudang, penimbangan, pengolahan, dan
pengemasan.
d. Bersama-sama dengan manajer perencanaan dan pengadaan bahan
menyusun rencana produksi.
e. Bertanggung jawab memeriksa catatan pengolahan Batch dan catatan
pengemasan Batch serta menjamin bahwa produksi dilaksanakan sesuai
dengan prosedur pengolahan Batch dan prosedur pengemasan Batch.
f. Berdiskusi dengan manajer pengawasan mutu jika ada kegagalan
g. Bertanggung jawab atas peralatan yang digunakan dalam proses
produksi. Peralatan yang digunakan harus selalu dikualifikasi dan
divalidasi dengan benar.
h. Ikut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan
serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.
i. Bertanggung jawab atas kebersihan di daerah produksi.
j. Bertanggung jawab untuk menjaga moral kerja yang tinggi,
kemampuan pengembangan, dan pelatihan serta melakukan evaluasi
tahunan atas semua karyawan yang dibawahinya.
k. Membuat laporan bulanan.
l. Membuat anggaran tahunan untuk bagian produksi.
m. Mengusahakan perbaikan biaya produksi.
n. Menjaga hubungan kerja yang baik dengan Penanggungjawab
Pengawasan Mutu, Teknik dan Perencanaan dan Pengadaan Bahan
serta Pemasaran.
o. Berhubungan dengan pemerintah, dalam hal ini Pengawas Obat dan
Makanan berkaitan dengan kualitas obat.
2. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu (Quality
Control)
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB
untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai
mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu
hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di
laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian
bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian
yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal,
menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode
pengujiaannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa :
a. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya;
b. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang
ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi,
dokumentasi, produksi terlebih dahulu;
c. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium
terhadap suatu Batch obat telah dilaksanakan dan Batch tersebut
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan;
d. Suatu Batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu
peredaran yang ditetapkan.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian
pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan
telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk
disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah
memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel
dan penyelidikan bila diperlukan.
Seorang penanggung jawab pengawasan mutu (Kepala Bagian
Pengawasan Mutu / Manajer Pengawasan Mutu) adalah seorang Apoteker
yang terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan
tugas secara profesional. Penanggung jawab pengawasan mutu harus
seorang Apoteker dengan pengalaman praktis minimal 2 tahun bekerja di
bagian pengawasan mutu pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan
pengetahuan di bidang analisis kimia dan mikrobiologi, pemeriksaan
bahan pengemas, CPOB dan keterampilan dalam kepemimpinan.
Seorang penanggung jawab pengawasan mutu memiliki
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu,
termasuk:
a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk
b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah
dilaksanakan.
c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan
contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
d. Memberikan persetujuan dan memantau semua kontrak analisis.
e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di
bagian pengawasan mutu.
f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi
personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai
kebutuhan.

3. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality


Assurance)
Dalam Manajemen mutu/Pemastian mutu (Quality Assurance),
industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.
Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui
suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari
semua jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para pemasok, dan
distributor.
Seorang penanggung jawab QA adalah seorang Apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan
tugas secara profesional. Penanggung jawab QA harus seorang Apoteker
atau Magister Sains atau Doktor Sains dan memiliki pengalaman paling
sedikit 5 tahun sebagai Apoteker dalam suatu perusahaan farmasi,
pengalaman praktek dalam analisis fisika dan kimia, pengalaman dalam
menggunakan metode dan peralatan laboratorium modern, kemampuan
untuk menguraikan metode analisis serta fasih berbahasa Inggris,
kesanggupan dalam manajemen dan motivasi personalia serta memiliki
pengetahuan yang baik dalam proses pembuatan obat dan CPOB baik
nasional maupun internasional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan
tanggung jawab penuh dalam sistem mutu, termasuk:
a. Memastikan penerapan dan bila diperlukan, membentuk sistem mutu.
b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu
perusahaan.
c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.
d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu.
e. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap
pemasok).
f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.
g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas
Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi.
h. Mengevaluasi/mengkaji catatan Batch.
i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait.
j. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai
efektifitasnya. Penekanan difokuskan pada pencegahan kerugian/cacat
dan realisasi peluang perbaikan yang berkesinambungan.
k. Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam pembuatan obat,
pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu.
l. Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar perusahaan.
m. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB.
n. Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem protap.
o. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil
keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama
dengan bagian lain.
p. Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan dan sistem
pelayanan.
q. Memantau penyimpangan Batch.
r. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui perubahan.
s. Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan
induk.
t. Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku.
u. Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat jadi sesuai
Protap terkait.

4. Apoteker dalam Proses Registrasi Obat dan Desain Kemasan


Unit ini dikepalai oleh seorang Apoteker yang membawahi
Packaging Specialist and Documentation and Registration Officer. Unit
ini bertanggung jawab terhadap pengembangan kemasan (baik untuk
produk baru dan produk lama) serta menyiapkan dokumen-dokumen untuk
registrasi. Selain itu juga bertugas membuat spesifikasi dan prosedur
pemeriksaan bahan kemas, dan membuat Master Batch bekerja sama
dengan kepala unit formulasi.
Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE) sebelum dapat
dipasarkan. Untuk memperoleh NIE sebuah industri farmasi harus
mendaftarkan produknya ke BPOM dan melalui prosedur registrasi yang
berlaku. Dalam hal inilah seorang Apoteker sebagai seseorang yang
kompeten di bidang obat berperan penting. Selain itu, Apoteker sebagai
seseorang yang mengetahui peraturan mengenai kemasan dan label harus
mampu dalam mengatur desain kemasan yang benar. Uraian tugas dan
tanggung jawab bagian registrasi dan desain kemasan :
a. Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan pendaftaran semua produk / obat, baik
pendaftaran produk baru atau pendaftaran ulang suatu produk.
b. Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen registrasi dengan data
yang sebenarnya.
c. Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
5. Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Produk (R&D)
Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan produk harus
seorang Apoteker yang memiliki pengetahuan memadai mengenai zat aktif
dan berbagai zat pembantu yang akan digunakan dalam pengembangan
formula. Uraian tugas dan tanggung jawab penanggung jawab riset dan
pengembangan produk adalah:
a. Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan
permintaan marketing.
b. Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya produksi dengan
membuat formulasi bahan yang memerlukan biaya rendah tetapi tetap
menjaga kualitas.
c. Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat jika ditemukan
permasalahan dalam produksi.
6. Apoteker sebagai kepala gudang
a. Menerima, menyimpan, mendistribusikan bahan / produk jadi
b. Kebenaran dan ketepatan stock
c. Kebenaran dan ketepatan dalam pelayanan dan pengiriman
bahan/barang
BAB III

TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA

A. Sejarah

PT Dankos Farma merupakan salah satu anak perusahaan Kalbe yang


bergerak di bidang pharmaceutical. PT Dankos Farma didirikan oleh Dr.
Boenjamin Setiawan Ph.D pada tahun 1974 dengan visi “menjadi sebuah
perusahaan yang mempunyai komitmen kuat dalam mengembangkan produk
kesehatan yang bermutu dan inovatif melalui penerapan ilmu dan teknologi,
serta dipasarkan secara nasional maupun regional dengan mengutamakan
kepuasan pelanggan” dan misi “meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat”. Visi dan Misi ini kemudian diterapkan dalam nilai-nilai
perusahaan yang disebut dengan Kalbe Panca Sradha, yakni:

1. Saling percaya adalah perekat diantara kami


2. Kesadaran penuh adalah dasar setiap tindakan kami
3. Inovasi adalah kunci keberhasilan kami
4. Bertekad untuk menjadi yang terbaik
5. Saling keterkaitan adalah panduan hidup kami.

Pada awalnya PT Dankos Farma bernama PT. Dankos Laboratories. PT


Dankos Laboratories mulai beroperasi pada tahun 1978 di Pulo Mas Jakarta
Timur di area seluas 500 m2 dengan fokus awal produksi obat-obatan dan
kosmetik. Pada tahun 1982 PT Dankos Laboratories memindahkan kegiatan
operasionalnya di Kawasan Industri Pulogadung hingga sekarang.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, pada tanggal 13


November 1989 PT. Dankos melakukan go public dengan mencatatkan
sahamnya pada Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1990 PT Dankos
Laboratories memperoleh 100% saham PT Bintang Toejoe dan juga mulai
mengekspor produk-produknya ke beberapa negara Asia dan Afrika. Pada
tahun 1991 PT Dankos Laboratories memperoleh sertifikat GMP (Good
Manufacturing Practice). Pada tahun 1992, PT Dankos Laboratories
memperluas cakupan kegiatan produksinya dengan membangun gedung
cephalosporin dan penicillin seluas 735 m2. Sehingga menjadi perusahaan
pertama di Indonesia yang memiliki 3 fasilitas bangunan pabrik yang terpisah.
Pada tahun 1994 PT Dankos Laboratories memperoleh sertifikat CPOB yang
merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan dalam
membuat suatu bentuk sediaan obat.

Saat ini PT Dankos berfokus pada produksi sediaan injeksi (small


volume parenteral), betalaktam, dan onkologi (focus manufacturing). Focus
manufacturing terjadi dikarenakan pada awalnya, industri-industri farmasi
bangga ketika memiliki semua fasilitas produksi untuk berbagai macam bentuk
sediaan. Namun, dengan berjalannya waktu keinginan para konsumen adalah
mendapatkan suatu produk dengan harga yang murah dengan kualitas yang
tinggi (cheap revolution). Revolusi ini terjadi karena dampak dari krisis
moneter pada tahun 1998 yang melanda Indonesia. Kondisi ini menuntut
industri farmasi, termasuk PT Dankos Laboratories, untuk menekan biaya
produksi dimana munculah inisiatif focus manufacturing. Keuntungan bagi
industri yang menerapkan focus manufacturing adalah meningkatnya utilisasi
fasilitas produksi sehingga produktifitas, kompetensi dan spesialisasi untuk
menghasilkan suatu produk juga meningkat. Produktifitas, kompetensi dan
spesialisasi yang meningkat berdampak pada biaya produksi yang lebih efisien
dan keuntungan perusahaan yang lebih tinggi.

Dankos selalu berkomitmen untuk meningkatkan mutu dan kualitas


produk yang dihasilkan, hal ini dibuktikan dengan menjadi Industri Farmasi
Indonesia yang pertama kali memperoleh sertifikat ISO 9001 pada tahun 1997.
PT Dankos Laboratories pada tahun 2004 memperoleh sertifikat ISO 14001
mengenai sistem manajemen lingkungan sebaga bukti kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan. Pada tahun yang sama juga PT Dankos Laboratories
mendapatkan sertifikat OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment
Series) 18001 atas komitmen yang kuat dari perusahaan untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pada tahun 2005 PT Dankos
Laboratories diakuisisi oleh PT. Kalbe Farma dan mengalami perubahan nama
menjadi PT Buana Inti Cemerlang pada tahun 2006. Namun, pada tahun yang
sama berubah nama lagi menjadi PT Dankos Farma dengan alasan untuk
mempertahankan nama PT Dankos yang selama ini telah dikenal oleh
masyarakat. Pada tahun 2011, Dankos mulai mengimplementasikan Total
Productive Maintenance (TPM). Dan pada tanggal 31 Januari 2017, Dankos
menjadi perusahaan farmasi pertama di Indonesia yang mendapatkan TPM
Excellent Award dari Japan Institute of Plant Maintenance.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap penderita kanker, pada tahun 2014


PT Dankos Farma menambah fasilitas produksi yaitu membangun gedung
onkologi yang dikhususkan untuk memproduksi obat-obat anti kanker.

B. Visi dan Misi


1. Visi
Menjadi sebuah perusahaan industri yang mempunyai komitmen kuat
dalam mengembangkan produk kesehatan yang bermutu dan inovatif
melalui penerapan ilmu dan tekhnologi, serta dipasarkan secara nasional
maupun regional dengan mengutamakan kepuasan pelanggan
2. Misi
Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

C. Lokasi, Sarana, dan Prasarana

PT. Dankos Farma yang terletak di Jl. Rawa Gatel Blok III-S Kav. 35-
40 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Bangunan PT. Dankos
Farma:
Gambar 3.2. Dankos Farma Plant-Layout

Bangunan di PT. Dankos Farma terbagi di dalam beberapa


bangunan/bagian yaitu:

a. Gedung non β-laktam


Gedung non β-laktam terdiri dari 3 lantai dengan pembagian sebagai
berikut:
1) Lantai 1 digunakan untuk ruang direksi, ruang produksi (tablet dan
non tablet), pengemasan, gudang bahan baku serta ruang lain seperti
lobi.
2) Lantai 2 digunakan untuk ruang produksi NBL extension (steril)
seperti WIP produk ruahan injeksi, ruang sortir manual, ruang
packaging (kelas E produk steril) ruang administrasi, Research and
Development, HRD (Human Resources Development), GA (General
Affair), FA (Finance and Accounting), PPIC (Production Planning
and Inventory Control), IT (Information and Technology), mushola,
koperasi karyawan, perpustakaan dan ruang meeting.
3) Lantai 3 digunakan untuk ruang produksi NBL extension (steril)
seperti proses washing, mixing, filling, sortir automatic dan kantin.
b. Gedung β-laktam
Gedung yang memproduksi β-laktam di PT. Dankos Farma terbagi
menjadi gedung produksi yaitu :
1) Gedung Cephalosporin
2) Gedung Penicillin
Gedung β-laktam (Cephalosporin dan Penicillin) mempunyai fasilitas
sendiri, seperti kantin dan mushola, yang terpisah dari gedung lain.
Gudang bahan baku untuk β-laktam juga terpisah dari gudang logistik,
untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang bahan baku β-laktam
dengan non β-laktam.
c. Gedung Onkologi
Seperti halnya gedung β-laktam, gedung onkologi mempunyai fasilitas
sendiri pula seperti kantin dan mushola, yang terpisah dari gedung lain.
Gudang bahan baku untuk produk onkologi juga terpisah dari gudang
logistik.
d. Lain-lain
Gudang obat jadi, gudang bahan baku, bagian Engineering, dan bagian
Quality Assurance-Quality Control terpisah dari gedung non beta lactam
serta gedung produksi yang lain.
Bangunan PT. Dankos Farma dibuat dengan memenuhi persyaratan dan
spesifikasi tertentu sesuai dengan persyaratan CPOB yang berlaku. Rancang
bangun dan tata letak ruang produksi dibuat sedemikian rupa yaitu dengan
melakukan pengelompokan sehingga kegiatan-kegiatan dapat berlangsung
tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya. Hal ini
bermanfaat agar seluruh kegiatan dan arus kerja dapat berjalan lancar,
komunikasi dan pengawasan dapat berjalan efektif, dan ketidakaturan dapat
dihindari. Lalu lintas barang dan orang dipisahkan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya kontaminasi atau pencemaran silang. Sebagai
penghubung antara daerah yang satu dengan yang lain disediakan ruang antara
atau ruang buffer dan locker karyawan.

Untuk mencegah penggunaan daerah produksi sebagai lalu lintas umum


bagi karyawan atau barang/bahan maka disediakan koridor di setiap ruang
produksi. Untuk mencegah daerah produksi digunakan sebagai tempat
penyimpanan maka disediakan ruang penyimpanan baik untuk produk ruahan,
produk antara maupun produk jadi.

Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air,


tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan
partikel, tidak menyebabkan pertumpukan mikroba, mudah dibersihkan dan
tahan terhadap metode pembersihan serta bahan pembersih. Untuk mengurangi
dan menghindari terjadinya penumpukan debu maka pipa saluran udara
dipasang rata dengan langit-langit dan diberi lapisan untuk mencegah
kebocoran udara. Stop kontak listrik dibuat datar dengan permukaan dan kedap
air sehingga tidak ada rongga atau celah dan dapat dibersihkan. Kabel listrik
yang dihubungkan dengan mesin produksi datang dari arah atas atau dari
koridor yang berada sepanjang ruang produksi. Spesifikasi lebih rinci untuk
bangunan di PT. Dankos Farma dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Lantai
Lantai beton dengan lapisan atas hardener untuk gudang, sementara
penggunaan keramik diaplikasikan untuk office, loker serta toilet. Untuk
seluruh area produksi, workshop teknik, dan gudang sparepart digunakan
epoxy sebagai lapisan teratas lantai.
b. Dinding
Dinding secara keseluruhan merupakan pasangan bata merah yang dilapisi
plesteran, acian dan terakhir dicat pada permukaan luar. Untuk ruangan
tertentu dindingnya dilapisi stainless steel.
c. Dinding partisi
Rangka dinding partisi menggunakan rangka hollow metal, kemudian di cat
menggunakan zinc chromate. Partisi untuk dinding menggunakan gypsum
atau kalsium silikat yang dihaluskan permukaannya kemudian dicat.
d. Langit-langit (Plafon)
Penutup langit-langit atau plafon yang digunakan adalah gypsum atau
kalsium silikat. Untuk ruang produksi bagian atas penutup plafon dilapisi
alumunium foil satu sisi dengan sisi alumunium dibagian atas. Rangka atau
penguat yang digunakan adalah hollow metal zinc chromate yang
permukaannya dihaluskan kemudian dicat menggunakan epoxy. Untuk
ruang khusus dilapisi dengan stainless steel.
e. Curving
Curving adalah pertemuan antara dua sisi bangunan yang dibuat
melengkung dengan jari-jari tertentu. Untuk area produksi, curving tidak
memakai profil seperti list plafon. Curving dibuat sebaik mungkin, sehingga
lengkungannya benar-benar rata dan tidak bergelombang.
D. Struktur Organisasi President Director

Manufacturing Director

Site Head Quality Head

Quality Control
Finance and Manager
Accounting Manager
Quality Assurance
Technical Support Manager Manager

Engineering Manager Quality System


Manager
Human and Resources
Develompment Manager

Manufacturing System
Development Manager

Logistic Manager

PGA Manager

Project Manager

Production Manager Cephalosporin Manager

Penicillin Manager

Non Beta-lactam Manager

Oncology Manager

Gambar Struktur Organisasi PT. Dankos Farma


BAB IV

KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Menyusun Rencana Pengembangan Produk Berdasarkan Analisa Pasar


Semua produk dan layanan memiliki siklus hidup tertentu. Siklus hidup
ini diartikan sebagai waktu selama produk pertama kali diluncurkan ke pasar
hingga akhir penarikan kembali dan hal ini terbagi menjadi beberapa fase.
Umumnya siklus hidup produk terdiri dari lima fase utama antara lain
pengembangan produk, pengenalan produk ke pasar, product growth, product
maturity, dan product decline. Semua fase ini terjadi dan berlaku untuk semua
produk maupun jasa. Fase-fase tersebut juga dapat terbagi ke bentuk yang lebih
kecil tergantung produk dan harus dipertimbangkan ketika produk baru akan
diluncurkan ke pasar karena akan mempengaruhi penjualan produk
(Komninos, 2002).
Fase pengembangan produk dimulai ketika perusahaan menemukan
dan mengembangkan ide produk baru. Setelah itu, masuk ke fase berikutnya
yaitu fase pengenalan produk termasuk peluncuran produk ke pasar dengan
cara tertentu untuk memberikan dampak maksimum terhadap penjualan. Pada
fase ini, perusahaan harus bersiap untuk mengeluarkan banyak uang untuk
biaya iklan dan promosi dengan timbal balik penjualan yang kecil.
Kemudian akan masuk ke fase growth/pertumbuhan dimana
merupakan waktu terbaik untuk fokus dalam meningkatkan market share.
Perusahaan harus menunjukkan seluruh aspek yang ditawarkan produk tersebut
dan berusaha membedakannya dari kompetitor yang ada. Pada fase ini masih
dilakukan promosi dan iklan namun tidak segencar pada tahap pengenalan
produk. Tujuan promosi dan iklan pada fase ini adalah untuk memimpin pasar
yang ada bukan meningkatkan kesadaran konsumen terhadap produk/brand
awareness (Komninos, 2002).
Titik dimana pasar menjadi jenuh dengan variasi dari produk dasar dan
seluruh kompetitor yang ada telah menjadi produk alternatif, maka telah
tercapai fase maturity/kedewasaan. Fase ini merupakan fase dengan tingkat
keuntungan tertinggi dari suatu produk. Pada fase ini, merek baru diluncurkan
walaupun harus berhadapan dengan produk sebelumnya dan dilakukan
perubahan model. Fase terakhir yaitu fase penurunan/decline merupakan fase
dimana dilakukan penarikan terhadap variasi produk dari pasaran yang
memiliki posisi pasar yang lemah.
Tujuan dilakukannya inovasi dan pengembangan produk/obat-obatan
oleh industri farmasi adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya saing
industri farmasi serta menjamin kesediaan alat farmasi dan alat kesehatan
sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan mendorong
keterjangkauan harga obat di pasaran.
Pengembangan produk pada industri farmasi merupakan tanggung
jawab Business Development. Business Development (BD) berperan dalam
memberikan layanan pengembangan produk, bisnis, dan servis baru untuk
meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Business Development dapat
melakukan pendampingan dan membantu produktivitas perusahaan terhadap
produk baru. Business Development merupakan unit bisnis yang bertujuan
untuk mengembangkan berbagai produk obat, alat kesehatan, nutrisi, dan
suplemen kesehatan yang tepat dan untuk memastikan bahwa produk baru yang
dikembangkan sejalan dengan kebijakan dan strategi bisnis.
Kotler (2012) mengemukakan bahwa ada delapan proses
pengembangan produk baru yaitu mencakup: pemunculan gagasan (idea
generation), penyaringangagasan (idea screening), pengembangan dan
pengujian konsep (concept development and testing), pengembangan strategi
pemasaran (marketing strategy development), analisis bisnis (business
analysis), pengembangan produk (product development), pengujian pasar
(market testing), dan komersialisasi (commercialization) (Gambar 1.). Dalam
setiap tahapan proses tersebut, manajemen akan mereview dan mengambil
keputusan apakah lanjut atau menghentikan proses pengembangan produk baru
tersebut.
Gambar. Proses pengembangan obat

Langkah-langkah penting dalam pengembangan produk yang terlihat


dalam gambar di atas dijelaskan di bawah ini (Kotler, 2012):
1. Pemunculan gagasan (idea generation)
Pengembangan baru dimulai dengan hasil diskusi/ brainstorming,
pemaparan para ahli terkait, internet, survei pasar. Pemunculan gagasan
baru harus sesuai dengan jenis usaha perusahaan dan konsumen sebagai
salah satu sumber yang paling logis untuk mencari gagasan-gagasan
produk baru.
Pada industri farmasi, Suatu produk baru yang dikembangkan
dapat berupa produk inovasi, produk copy yang dikembangkan sendiri atau
kerjasama, diproduksi sendiri atau kerjasama dengan pihak lain, termasuk
perubahan komposisi zat aktif yang menambah jumlah item produk (stock
keeping unit).
Untuk mendapatkan ide pengembangan suatu produk baru, maka
perlu dilakukan analisis terhadap tren yang ada di masyarakat seperti
perkembangan penyakit yang ada, perkembangan pengobatan terbaru,
kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi, dll.
2. Penyaringan gagasan (idea screening)
Tujuan penyaringan adalah mengurangi banyaknya gagasan
dengan mencari dan menghilangkan gagasan buruk sedini mungkin.
Banyak aspek yang harus dipertimbangakan dalam melakukan screening
gagasan, seperti potensi pasar dan existing market, kompetitor yang telah
ada, profil produk, dukungan ilmiah/literature, potensi pengembangan
produk, persyaratan registrasi (misalnya untuk produk me too
mempertimbangkan waktu paten obat inventor habis), dan sumber daya
perusahaan (bila tidak mampu, dapat mencari partner).
Selain pertimbangan aspek diatas, juga harus dilakukan analisis
keuangan terkait seberapa besar modal dan biaya yang diperlukan,
perkiraan laba yang didapatkan, analisa Payback Period, Return of
Invesment, dll. Ide yang telah disaring / selective idea lalu akan masuk ke
summary desk dengan formulir yang lebih detail sehingga lebih bisa
membayangkan produk akan seperti apa, bagaimana analisis kompetitor,
analisis pelanggannya, dan apakah produk ini bisa bertahan di pasar
nantinya.
3. Pengembangan dan pengujian konsep (concept development and testing)
Suatu ide atau gagasan yang lolos penyaringan selanjutnya
dikembangkan menjadi beberapa alternatif konsep produk. Umumnya
pada tahap ini, bagian yang bertanggung jawab adalah R&D (Research
and Development) sebagai bagian yang bertanggung jawab dalam
pembuatan dan pengembangan formulasi sesuai dengan permintaan.
4. Pengembangan strategi pemasaran (marketing strategy development)
Pernyataan strategi pemasaran terdiri dari tiga bagian untuk
memperkenalkan produk ke pasar. Bagian pertama menjelaskan ukuran,
struktur, dan tingkah laku pasar sasaran, penempatan produk yang telah
direncanakan, penjualan, bagian pasar, serta sasaran keuntungan yang
hendak dicari pada beberapa tahun pertama. Bagian kedua dari pernyataan
strategi pemasaran menguraikan harga produk yang direncanakan, strategi
distribusi, dan biaya pemasaran selama tahun pertama. Bagian ketiga
menjelaskan penjualan jangka panjang yang direncanakan, serta sasaran
keuntungan.
5. Analisis usaha (business analysis)
Bila manajemen telah menentukan konsep produk dan strategi
pemasaran, perusahaan bisa mengevaluasi daya tarik usulan usaha itu.
Manajemen harus menilai penjualan, biaya, dan perkiraan laba untuk
menentukan apakah mereka telah memenuhi tujuan perusahaan. Jika telah
memenuhi, produk bisa bergerak maju ke langkah pengembangan produk.
6. Pengembangan produk (product development)
Bila konsep produk lolos dari uji analisis usaha, konsep itu lalu
menuju riset dan pengembangan dan/atau rekayasa untuk dikembangkan
menjadi produk fisik. Bagian riset dan pengembangan membuat satu atau
beberapa versi bentuk fisik dari konsep produk agar bisa menemukan
sebuah prototipe yang memenuhi konsep produk dan dapat diproduksi
dengan biaya produksi yang telah dianggarkan.
7. Pengujian pasar (market testing)
Pengujian pasar ialah keadaan dimana produk dan program
pemasaran diperkenalkan kepada kalangan konsumen yang lebih otentik
untuk mengetahui bagaimana konsumen dan penyalur mengelola,
memakai, dan membeli-ulang produk itu dan seberapa luas pasarnya.
8. Komersialisasi
Tahap komersialisasi menyangkut perencanaan dan pelaksanaan
strategi peluncuran (launching strategy) produk/service/bisnis baru ke
pasar. Dalam melemparkan suatu produk/service/bisnis, perusahaan harus
memutuskan: kapan, pada siapa target marketnya (berdasarkan umur, SES,
gender, dll) dan bagaimana caranya (online, retail, OTC, resep, DTC,
MLM).
B. Departemen Logistik

Pengelolaan logistik PT. Dankos Farma dibagi dalam 3 gudang yaitu


Raw Material (Bahan Baku), Packaging Material (Bahan Kemas), dan
Finished Goods (Obat Jadi). Kegiatan yang dilakukan oleh departemen logistik
meliputi penerimaan, penyimpanan, penimbangan, dan pengiriman material ke
departemen produksi, penyimpanan obat jadi dari produksi, dan pengiriman
obat jadi ke distributor. .......

Penyimpanan bahan aktif untuk produksi Cephalosporin, Penicillin dan


Oncology dilakukan secara terpisah pada gedung masing-masing

1. Gudang Raw Material (Bahan Baku)


Penyimpanan bahan baku di PT. Dankos Farma dikelompokkan
menjadi bahan baku tambahan/eksipien dan bahan aktif non beta laktam,
bahan aktif cephalosporin, bahan aktif penicillin, bahan aktif onkologi, dan
gudang alkohol (untuk bahan baku yang mudah terbakar).
Gudang bahan baku NBL dipisahkan menjadi area kelas E dan area
kelas D. Area kelas E digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan baku,
sedangkan area kelas D digunakan untuk ruang penimbangan. Di gudang
ini juga disimpan bahan baku untuk obat tradisional dalam ruangan
terpisah. Penyimpanan bahan baku prekursor di gudang ini dilakukan pada
ruangan khusus yang selalu dikunci untuk . Akses masuk ke ruang
penyimpanan ini menggunakan finger print. Ruang penyimpanan bahan
baku NBL dibedakan menjadi 4 ruang berdasarkan suhu penyimpanan,
yaitu :
a. Temperatur kamar (maksimum 30C)
b. Cool room (maksimum 25C)
c. Cold storage (refrigerator) (2-8C)
d. Freezer (-18 – (-22) C)
Gudang bahan aktif cephalosporin terletak di gedung produksi
cephalosporin. Bahan yang datang dari vendor langsung ditempatkan pada
gudang ini. Suhu gudang ini adalah dibawah 25C (Cool Room). Gudang
bahan aktif penicillin terletak di gedung produksi penicillin. Bahan yang
datang dari vendor langsung ditempatkan pada gudang ini. Pada gudang
penicilin terdapat dua ruang penyimpanan yang berbeda berdasarkan suhu,
yaitu suhu dibawah 25C (Cool Room) dan suhu 2-8C (Cold Storage).
Bahan aktif Onkologi disimpan di gedung khusus onkologi. Bahan
yang datang dari vendor langsung ditempatkan pada gudang ini. Suhu
gudang ini adalah dibawah 25C (Cool Room), terdapat juga refrigerator
(2-8C) khusus untuk penyimpanan bahan aktif onkologi. Gudang alkohol
digunakan untuk menyimpan bahan baku yang mudah terbakar. Gudang
ini letaknya berjauhan dengan gudang lainnya. Ruangan pada gudang ini
tidak terdapat listrik ataupun lampu, gudang ini dilengkapi dengan
wastafel dan juga eye shower. Bahan baku yang mudah terbakar yang baru
datang dari vendor, akan langsung disimpan dalam gudang ini.
2. Packaging Material (Gudang Kemasan)
Gudang kemasan untuk penyimpanan bahan kemas seluruh
produk. Suhu pada gudang kemasan terdiri dari suhu temperatur kamar
maksimal 30C dan cool room dibawah 25C . Bahan kemas yang
dimaksud adalah seperti botol, vial, ampul, polycell, silver dull, doos,
master box, brosur, etiket. Etiket disimpan pada ruang terpisah dengan
suhu dibawah 25C (Cool Room) dan akses masuk ke ruang penyimpanan
etiket menggunakan finger print. Ruang brosur juga disediakan khusus
dengan suhu penyimpanan adalah suhu kamar maksimum 30C. Untuk
polycell dan silver dull disimpan pada ruang terpisah dengan suhu dibawah
25C (Cool Room). Tidak semua polycell disimpan di cool room, ada
sebagian polycell yang disimpan digudang temperatur kamar.
3. Finished Goods (Gudang Obat Jadi)
Gudang obat jadi terdiri dari area penerimaan, area penyimpanan
dan area pengiriman. Obat jadi dapat disimpan pada suhu kamar 30C dan
cool room 25C sesuai dengan kondisi penyimpanan produk.

Kegiatan yang dilakukan oleh departemen logistik antara lain:


1. Penerimaan dan Penyimpanan Material
Alur penerimaan barang yaitu
a. Vendor datang dengan membawa dokumen (Surat Jalan, CoA/
Certificate of Analysis, ASN/ Advanced Shipment Number, dan
MSDS/ Material Safety Data Sheet khusus untuk bahan baku baru).
b. Petugas Receiving melakukan proses administrasi dengan pembuatan
dokumen BPB (Bukti Penerimaan Barang) di sistem Oracle.
c. Pengecekan fisik material dan kesesuaiannya dengan dokumen.
d. Petugas administrasi akan membuatkan label Cumulative dan label
Karantina sebagai identitas material.
e. Material tersebut masuk stok di sistem Oracle dan ditempatkan pada
lokasi yang sesuai (dengan memperhatikan suhu penyimpanan
barang).
f. Sampling oleh pihak QC.
g. Jika dinyatakan release oleh QC maka ditempatkan di area release,
apabila ditolak maka disimpan dalam lemari tolak.
2. Pengiriman ke Produksi
Material yang akan dikirim adalah sesuai dengaan RKHP (Rencana
Kerja Harian Produksi). Bagian logistik akan menerima jadwal dan
dokumen PPI dari bagian PPIC. Dokumen PPI tersebut berisi daftar bahan
atau material yang harus diambil dan dikirimkan ke bagian produksi.
Bagian administrasi logistik akan membuat MOPS (Move Order Pick Slip)
untuk mengetahui lokasi material dan memotong stok material yang
diambil. Untuk bahan baku, maka akan diberikan kepada operator
penimbang untuk ditimbang sesuai kebutuhan produksi setelah dilakukan
validasi 1 dan diserahkan ke produksi melalui proses serah terima
langsung oleh operator penimbang dengan bagian produksi. Sedangkan
untuk bahan kemas, langsung diberikan kepada produksi melalui proses
serah terima dan harus melampirkan label Non Dispense.
3. Pengiriman ke distributor
Finish goods atau produk dari produksi akan dikirimkan ke gudang
obat jadi dengan melampirkan BPP (Bukti Pengiriman Produk). Produk
tersebut disimpan pada area karantina baik di suhu kamar ataupun cool
room sesuai dengan jenis obat. Petugas lapangan akan memasukkan stok
serta locater obat jadi tersebut pada sistem. Produk yang boleh dikirimkan
ke distributor adalah yang telah dinyatakan released oleh QA. Setelah itu,
petugas administrasi akan membuatkan MOPS yang diserahkan ke petugas
lapangan untuk diambilkan produk yang dibutuhkan untuk dikirim.
Kemudian dibuatkan juga dokumen terkait pengiriman barang baik untuk
distributor atau ke Kalbe ataupun perusahaan lainnya. Truck Loading akan
datang dan barang siap dikirimkan ke tujuan.
4. Sistem KANBAN
Kanban adalah sistem pemesanan barang untuk produk yang
tergolong fast moving. Kanban berasal dari bahasa jepang kan artinya
kartu dan ban artinya sinyal. Sistem kanban artinya bagian logistik
menghitung sendiri kebutuhan produksi yang dibutuhkan dengan melihat
kebutuhan stok yang tertera pada PPI dan dibandingkan dengan
ketersediaan stok yang ada di gudang. Sistem kanban diperlukan
mengingat untuk produk yang fast moving diperlukan respon yang cepat
sehingga tidak mengganggu jalannya produksi. Untuk sistem kanban,
maka logistik memiliki kewenangan untuk memesan langsung ke supplier
via email dengan sepengetahuan dari bagian PPIC.
Bagian Logistik dapat memesan material langsung kepada vendor
untuk material yang fast moving. Sistem pemesanan Kanban adalah
menggunakan kartu Kanban. Material dipesan dengan mengirimkan email
kepada vendor dengan melampirkan gambar kartu Kanban yang
dilemparkan/ dipesankan kepada vendor. Untuk bahan baku, waktu
maksimal pemesanan adalah pukul 09.00 sedangkan untuk bahan kemasan
adalah pukul 12.00. Kemudian vendor akan mengirimkan balasan email
maksimal pukul 14.00. Material yang dipesan hari ini datang keesokan
harinya, kemudian pada kartu Kanban harus dituliskan nomor Purchase
Order dan tanggal pemesanan dan kedatangan material.

C. Flow Procces Produksi


1. Dry Syrup
Kadar Air
Persiapan Pengayakan Mixing2
Gula MS? Ya
Bahan 1

Tidak
Tidak

Relea
Filling, labeling, dan Packaging3 se?
Ya

Bahan Kemas

Flow procces produksi dry syrup diawali dengan persiapan bahan


yang berupa penerimaan raw material dari departemen logistik ke
departemen produksi cephalosporin dan pemeriksaan raw material yang
diterima untuk memastikan antara bahan yang dibutuhkan dengan bahan
yang diterima sesuai. Setelah dipastikan bahan yang diterima sesuai
dengan bahan yang akan digunakan, dilakukan uji kadar air terhadap gula
yang akan digunakan. Jika memenuhi syarat, proses produksi masuk ke
tahap berikutnya yakni pengayakan dan mixing. Pengayakan bertujuan
untuk menghomogenkan ukuran partikel dari raw material yang akan
digunakan sehingga akan lebih mudah tercampur saat proses mixing.
Mixing bertujuan untuk menghomogenkan campuran-campuran raw
material yang digunakan.
Tahap berikutnya setelah mixing adalah sampling terhadap
campuran hasil mixing tersebut (granul) untuk diuji sifat fisika kimianya
di departemen Quality Control (QC). Granul disampling pada tiga titik
yakni atas tengah bawah. Selama proses menunggu hasil uji, granul diberi
label karantina dan disimpan di ruang Work In Procces (WIP). Setelah
hasil uji keluar dan dinyatakan released, granul tersebut diberi label
released dan dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni filling, labeling, dan
packaging. Pada tahap filling terdapat In Procces Control (IPC) terhdapat
botol yang telah diisi dengan granul. IPC tersebut adalah Uji Torque, Uji
bobot isi botol, dan Uji Kebocoran. Uji torque dilakukan untuk mengetahui
kekuatan tutup botol untuk dibuka setelah dicramping. Uji bobot isi botol
dilakukan untuk memonitoring keseragaman bobot antar botol hasil filling.
Dan Uji Kebocoran dilakukan untuk memastikan botol tidak ada yang
bocor setelah dicramping. Tahap berikutnya setelah botol difilling adalah
labelling botol dan langsung lanjut ke tahap pengemasan sekunder dan
tersier

2. Kaplet

Proses produksi kaplet dimulai dari penimbangan raw material


yang dilakukan oleh departemen logistik yang kemudian diserahkan
kepada departemen produksi. Raw material yang diterima dicocokkan
dengan Potong PPI Bahan untuk memastikan raw material yang dterima
sesuai dengan raw material yang akan digunakan. Tahap berikutnya adalah
pengayakan dan mixing. Pengayakan bertujuan untuk menghomogenkan
ukuran partikel dari raw material yang akan digunakan sehingga akan
lebih mudah tercampur saat proses mixing. Mixing bertujuan untuk
menghomogenkan campuran-campuran raw material yang digunakan.
Setelah mixing, dilakukan penimbangan granul untuk mengetahui bobot
hasil mixing.
Tahap berikutnya pada proses produksi kaplet adalah pencetakan.
Ukuran dan bobot kaplet disesuaikan dengan PPI Proses. Selama proses
pencetakkan, dilakukan In Procces Control berupa Uji bobot kaplet,
kekerasan, ketebalan, friabilitas, waktu hancur yang dilakukan secara
mandiri oleh operator. Setelah proses pencetakan, tablet ini disampling
pada bagain awal tengah akhir untuk dilakukan uji oleh departemen QC.
Selama menunggu hasil uji, tablet inti disimpan di ruang WIP dengan label
karantina. Setelah hasil uji keluar dan dinyatakan released, lanjut ke tahap
beriktunya yakni coating yang bertujuan untuk melapisi tablet inti tersebut.
Setalah proses coating, dilakukan In Procces Control kembali terhadap
tablet yang telah dicoating yang meliputi uji bobot 100 kaplet dan uji bobot
satu kaplet. Tahap berikutnya adalah stripping yakni pengemasan primer
dngan alumunium. Proses ini langsung dilanjut ke tahap pengemasan
sekunder dan tersier.

3. Kapsul

Filling dan
Persiapan Rele
Pengayakan 1) Mixing 2) Polishing 4)
bahan ase?
baku Tidak

Ya
Kemas Stripping 5)
sekunder
6)

Persiapan
bahan baku

Flow procces produksi kapsul diawali dengan persiapan bahan


yang berupa penerimaan raw material dari departemen logistik ke
departemen produksi cephalosporin serta pemeriksaan raw material yang
diterima unttuk memastikan antara bahan yang dibutuhkan dengan bahan
yang diterima sesuai. Tahap berikutnya adalah pengayakan dan mixing.
Pengayakan bertujuan untuk menghomogenkan ukuran partikel dari raw
material yang akan digunakan sehingga akan lebih mudah tercampur saat
proses mixing. Mixing bertujuan untuk menghomogenkan campuran-
campuran raw material yang digunakan. Setelah mixing, dilakukan
penimbangan granul untuk mengetahui bobot hasil mixing.
Tahap produksi kapsul berikutnya adalah filling dan polishing.
Proses filling ini adalah proses memasukkan granul hasil mixing kedalam
kapsul, sedangkan polishing adalah proses pembersian kapsul dari serbuk-
serbuk yang menempel selama proses filling. Selama proses filling
terdapat in procces control yakni uji bobot kapsul dan waktu hancur.
Berikutnya dilakukan pengambilan sampel untuk QC untuk uji
keseragaman bobot, kadar, dan disolusi. Setelah dinyatakan released oleh
QC, tahap berikutnya adalah proses stripping yakni proses pengemasan
primer. Proses ini langsung dilanjut dengan prose pengemasan sekunder
dan tersier.

4. Injeksi
Proses produksi sediaan injeksi diawali dengan pemastian sterilitas
ruangan, menyalakan LAF sehari sebelum melakukan produksi, dan
membersihkan kemasan bahan dengan disinfektan. Selian itu, dilakukan
juga sterilisasi pakaian operator, rubber stopper, dan alcap dan washing
vial pada suhu 320oC. Sebelum proses filling, dilakukan uji kejernihan
blanko terhadap vial kosong yang telah terpasang rubber stoper dan alcap.
Setelah dipastikan jernih, dilanjutkan proses filling. Selama proses filling
dilakukan in procces control yakni uji bobot isi, inspeksi visual, kejernihan
dan kebocoran. Setelah tahap filling selesai, dilakukan pengambilan
sampel untuk QC. Setelah dinyatakan release oleh departemen QC, prses
produksi dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni labeling, pengemasan
sekunder dan pengemasa tersier.
D. Sanitasi dan Hygiene

Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan


kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan hygiene
adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha
kesehatan perseorangan. Hygiene perorangan meliputi pemakaian pakaian
pelindung saat akan masuk ke fasilitas produksi, kebersihan diri seperti cuci
tangan, memotong kuku secara rutin, pemeriksaan kesehatan dan mata secara
berkala. Merokok, makan, dan minum hanya diperbolehkan di area tertentu dan
dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang
mungkin berdampak terhadap mutu produk.

Pelaksanaan sanitasi di industri farmasi meliputi bangunan yang


digunakan untuk produksi didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk
memudahkan sanitasi yang baik, tersedia fasilitas toilet dengan jumlah yang
cukup, fasilitas kantin yang bersih, dan adanya prosedur tertulis mengenai
jadwal pembersihan dan tata cara pembersihan alat, mesin, maupun ruangan.
Jadwal pembersihan yang dilakukan di gedung Cephalosporin yaitu, lantai,
dinding, meja, saluran air, kursi, pintu, kaca setiap hari; langit-langit dan lampu
setiap seminggu sekali. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembersihan
antara lain air, alkohol 70%, kain lap, larutan pembersih, vacuum cleaner, dan
botol semprot. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan untuk pembersihan
mesin antara lain kain bebas serat, air RO, dan alkohol 70%.

E. Penelitian dan Pengembangan (R&D)

Departemen research and development (R&D) merupakan


departemen yang bertanggung jawab untuk pengembangan produk-produk
baru. departemen R&D secara umum dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian
pengembangan formulasi, metode analisis, dan pengemasan.

1. Pengembangan Formulasi
Tugas utama bagian pengembangan formulasi adalah pengembangan
produk baru, baik OTC maupun ethical, sesuai dengan perkembangan
teknologi sediaan farmasi.
2. Pengembangan Metode Analisis
Tugas utama bagian pengembangan metode analisis adalah sebagai
berikut:
a. Mengembangkan metode analisis suatu senyawa obat, bahan
pengemas, dan sampel produk sehingga diperoleh metode analisis
yang sesuai. Untuk produk, bahan baku, dan bahan pengemas yang
akan digunakan dan diproduksi. Metode analisis yang diperoleh
selanjutnya divalidasi dan dijadikan acuan analisis pemeriksaan rutin
sehingga metode analisis tersebut menjadi valid, efektif, dan praktis.
b. Menentukan approved manufacturer bahan baku baru yang
digunakan
3. Pengembangan Pengemasan
Tugas utama bagian pengembangan pengemasan adalah melakukan
penelitian dan pengembangan material kemasan (primer dan sekunder)
untuk produk baru, melakukan penelitian dan pengembangan desain
produk baru, dan menyiapkan atau menyediakan dokumen yang terkait
dengan kemasan meliputi dokumen spesifikasi, metode analisis (MA),
dan Prosedur Pengemasan Induk.

F.

Anda mungkin juga menyukai