Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKIMIA PADA ANAK

I. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1.1 Anatomi Sel Darah Manusia


Sumber: fefitria.blogspot.com
Tubuh kita mempunyai suatu sistem khusus untuk memberantas bermacam-
macam bahan yang infeksius dan toksik. Sistem ini terdiri dari Leukosit (sel darah
putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Pertahanan tubuh melawan

1
infeksi adalah peranan utama dari leukosit atau sel darah putih. Jumlah normal sel darah
putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm³. Lima jenis sel darah putih yang sudah
diidentifikasikan dalam darah perifer adalah: netrofil (62,0%) dari
total); eosinofil (2,3%); basofil(0,4%); monosit (5,3%); limfosit (30,0%). Leukosit ini
sebagian dibentuk dalam sum-sum tulang belakang (granulosit dan monosit dan
sebagian limfosit). Granulosit dan monosit hanya ditemukan dalam sum-sum tulang.
Limfosit dan sel plasma diproduksi dalam berbagai organ limfogen, termasuk kelenjar
limfe, limpa, timus tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dimana saja dan dalam
tubuh, terutama dalam sum-sum tulang dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus.
Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk
digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih adalah bahwa kebanyakan
ditranspor secara khusus kedaerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius,
jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang
mungkin ada (Puspitasari, 2015).
Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sum-sum tulang, normalnya adalah
4-8 jam dalam darah sirkulasi, dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan
infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan seringkali berkurang sampai hanya
beberapa jam, karena granulosit dengan cepat menuju daerah infeksi, melakukan
fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri dimusnahkan. Monosit
juga mempunya masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada dalamdarah sebelum
mengembara melalui membrane kapiler ke dalam jaringan. Begitu masuk kedalam
jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya menjadi besar sekali untuk
menjadi makrofag jaringan, dan dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, kecuali kalau mereka dimusnahkan karena
melakukan fungsi fagositik. Trombosit dalam darah akan diganti kira-kira setiap 10
hari; atau dengan kata lain, setiap hari terbentuk kira-kira 30.000 trombosit
permikroliter darah.
1.1 Granulosit
Granulosit memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya.Granulosit
memiliki diameter 10-12 µm, dengan demikian lebih besar daripada eritrosit.
Dengan bertambah tuanya granulosit, nukleus terbagi menjadi beberapa lobus:
sesuai dengan namanya leukosit polimorfonuklear (polimorf).

2
1.2 Limfosit
Limfosit memiliki nukleus besar bulat atau agak berindentasi, dengan
menempati sebagian besar sel. Limfosit berkembang di dalam jaringan limfe.
Ukuran bervariasi dari 7-15 µm.
1.3 Monosit
Monosit adalah sel besar, berdiameter sampai 20 µm, dengan nucleus oval
atau berbentuk ginjal. Monosit dibentuk di dalam sum-sum tulang.
1.4 Trombosit
Adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sum-sum tulang, dan hidup
sekitar 10 hari. Sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa; sisanya bersirkulasi
dalam darah, di dekat endotel (bagian terdalam lapisan pembuluh darah).

II. KONSEP TEORI


2.1 DEFINISI
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Rahmawati, 2014).
Leukemia merupakan suatu penyakit dimana produksi sel darah putih sangat
berlebihan melebihi jumlah leukosit normal di dalam tubuh yang bersifat abnormal
dan imatur. Sel-sel ini menghambat semua sel lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena
hal tersebut, leukemia disebut suatu gangguan akumulatif sekaligus gangguan
klonal. Akhirnya sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang dan ini
menyebabkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah menurun. Adapun
klasifikasi leukemia dapat dijelaskan sebagai berikut (Utami, 2012):
2.1.1 Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia
mieloid akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL).Pasien biasanya
mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan,
pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan tenggorokan.Hitung darah
lengkap sering kali menunjukkan anemia dan trombositopenia.Hitung sel
darah putih dapat meningkat atau sangat rendah.Perdarahan di area vital,
akumulasi leukosit dalam organ vital.

3
2.1.2 Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring
pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati
dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.
2.1.3 Leukemia Limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada
anak. Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan
insidens seiring pertambahan usia. Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip
dengan AML serta sebagian besar menyebabkan kegagalan sumsum tulang.
Pasien juga mengalami manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran
nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa ( hepatosplenomegali),serta
infiltrasi pada sistem saraf pusat.
2.1.4 Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak
beraturan dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua
kelompok usia, namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
2.1.5 Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit.Sel ini terakumulasi di
darah, sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai
pada individu berusia di atas 50 tahun.

2.2.ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan dijelaskan
secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya leukemia, yaitu:
2.2.1 Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih
besar dari orang normal, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis vanCreveld, sindroma Kleinfelter,
DTrisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis.
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

4
2.2.2 Saudara Kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi.
2.2.3 Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ANLL.
2.2.4 Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan
genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai penyebab
leukemia, yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah manusia.
Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus leukemia
feline, HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah
Acute T-Cell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk.
2.2.5 Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi
dari AML, antara lain: produk ± produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik.
2.2.6 Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
a. Racun lingkungan seperti benzene.
b. Bahan kimia industri seperti insektisida.
5
c. Obat-obatan untuk kemoterapi.
2.2.7 Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang l ambat laun menjadi AML .
2.2.8 Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut
(LMA), namun tidak berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis
(LLK). Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang
terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi sebagai
penyebab leukemia:
a. Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
b. Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
c. Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima
dan Nagasaki
2.2.9 Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan
bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita
leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
2.2.10 Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara.
Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari
sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap
penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan
pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia.
Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down
dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
6
2.2.11 Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang
menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia.
2.2.12 Faktor Resiko
a. Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang.
Semakin bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas
tubuhnya yang akan berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas
yang akan menyerang tubuh.
b. Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia.
Masyarakat yang dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun
lingkungan seperti benzena dan insektisida yang memperburuk kondisi
pasien. Orang-orang dengan paparan zat kimia (misal: benzene, Arsen,
pestisida, kloram fenikol, fenil Butazon, dan agen neoplastik) akan
berisiko lebih tinggi untuk terjangkit leukemia. Kontak dengan radiasi
ionisasi disertai manifestasi leukemia. Paparan pada tingkat-tingkat yang
tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
Benzene digunakan secara luas di industri kimia begitu juga dengan
Formaldehyde yang beresiko leukemia lebih besar.
c. Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak
yang lahir dari beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian
terbukti bahwa anak-anak tersebut menderita leukemia karena membawa
faktor genetik dari orang tuanya. Kelaman kongenital dengan aneuloidi,
misalnya Agranulositosis congenital, sindrom Ellis Van Greveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter,
dan sindrom trisomi D. Menyebabkan meningkatnya insiden leukemia
limfoma. Beberapa penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kromosom-
kromosom abnormal mungkin meningkatkan resiko leukemia. Jarang
ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih
tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden
yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot/identik.

7
d. Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari.
Orang yang terlalu sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan
waktu istirahatnya serta PHBS juga dapat membuatnya terkena
Leukemia.
e. Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dalam tubuh karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ
tubuh untuk bekerja secara normal, terutama agar tidak terjadi
hematopoiesis abnormal. Asupan nutrisi yang kurang baik, seperti sering
mengkonsumsi bahan yang berpengawet dalam jangka lama bisa
menyebabkan leukemia.
f. Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami
anemia dan pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi
hemoglobin, apabila tidak mencapai standar normal yang dibutuhkan
tubuh maka akan terjadi hematopoiesis abnormal.
g. Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko
relatif keseluruhan untuk berkembang menjadi leukemia akut.
h. Efek Pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan
resiko terjangkit leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik,
kelihatannya merupakan predisposisi terhadap leukemia.
i. Faktor penyakit yang didapat
Penyakit yang didapat dengan resiko terkena leukemia mencakup
mielofibrosis, polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik.
Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukkan peningkatan
resiko terhadap terjadinya penyakit ini.
j. Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T
manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu
diisolasi dan sempel serum penderita leukemia sel T.

8
2.3 MANIFESTASI KLINIK
Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok.Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala
sampai stadium lanjut.
2.3.1 Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2.3.2 Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
2.3.3 Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
2.3.4 Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin
mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat
progresif.
2.3.5 Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
2.3.6 Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik
ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
2.3.7 Gejala system saraf pusat dapat terjadi
(Rahayu, 2015)
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat
dibedakan menjadi tiga tipe (Utami, 2012):
2.3.8 Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang
paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan
kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan
trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah
dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan
perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi
intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang
pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh
leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap
bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2.3.9 Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi.
2.3.10 Gejala lokal, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi
leukemia di kulit, gusi, atau sistem saraf pusat.
9
2.4 PATOFISIOLOGI
Leukimia terjadi akibat dari beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar
radioaktif, dan virus. Leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti
satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok
sel anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia
trombositopenia.Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan kanker
jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya
yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur sel
yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi
kebutuhan sel. Karena faktor-faktor ini leukimia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal.Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sum-
sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang
merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia. Trombosit pun berkurang
sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat
menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali (Rahmawati,
2014).
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau
beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom
sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus
berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk bcrtransformasi menjadi sel
ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian
morfologik menunjukkan bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi
hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu
generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas
terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur
fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal hemopoetik
mengalami tekanan. Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan
adalah kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat
DNA gen suatu sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak
terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan
penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya anemia,
trombositopenia dan granulositopenia. Perubahan kromosom yang terjadi
merupakan tahap awal onkogenesis dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan
faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik (lingkungan) (Rahayu, 2015).
10
Kelainan kromosom, radiasi ionik,
terpajan bahan-bahan kimia, penggunaan
obat-obat imunosupresif

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal


untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Akumulasi sel Infiltrasi


darah putih di Ekstramedular
sumsum tulang
Pembesaran limpa
Eritrosit Trombosit (splenomegali) dan
menurun menurun pembesaran hati
(hepatomegali)

Anemia Trombositopenia, Mk:


ptekie, epistaksis Gangguan Mendesak
rasa lambung
Sel kekurangan nyaman
Perdarahan nyeri
oksigen dan nutrisi Anoreksia, mual,
dan muntah

Mk:
BB Kelemahan
Aktual/Risiko
menurun
tinggi penurunan
volume cairan
Mk:
Intoleransi
aktivitas
Mk: Gangguan
kebutuhan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Sumber: Utami, 2012

11
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.5.1 Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang
dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat.
Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih
primitif (blas).
a. Leukemia Limfoblastik Akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3.Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3
[normalnya 1500/mm3] sering dijumpai.Limfoblas dapat ditemukan di
darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman dapat
melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
b. Leukemia Nonlimfositik Akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia.Jumlah leukosit bervariasi,
walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah
leukosit melebihi 100.000/mm3.Pada darah perifer dapat ditemukan sel
blas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat
sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari
25%.Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus
diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia.Mencapai 15%
pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis.
c. Leukemia Mielositik Kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan.Sumsum tulang hiperselular
tetapi disertai maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak
dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom Philadelphia.
2.5.2 Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin.
2.5.3 Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering
terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation).
12
2.5.4 Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi.
2.5.5 Foto thoraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel
T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
2.5.6 Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah
dan trombosit.
2.5.7 Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang
yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel,
serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik
leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer
rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik pada AML,
namun hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat
membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga membedakan
subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk
merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel
leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang penting
adalah dapat memberikan informasi prognosis.
2.5.8 Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular.
(Rahmawati, 2014)

2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Medis
a. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi
sitotoksik menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja
dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel
leukemia.Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak
dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual,
muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan
kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah satu
konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-
3 tahun (ALL). Fase penatalakasanaan kemoterapi meliputi tiga fase
yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

13
1) Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparaginase.Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
2) Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine
dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan system saraf pusat.
3) Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum
tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan
radioterapi:
1) Prednison untuk efek antiinflamasi
2) Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
3) Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4) Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism
asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan
yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
5) Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6) Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
7) Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.

14
8) Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut
b. Transplantasi sumsum tulang
Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi
dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat
bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien
meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan
kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang
berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis
sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut
tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan
kembali akan mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut.
Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi
yag lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat
menimbulkan relaps.
Pada transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi autolog,
karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat
karena limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru
menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis
rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat
mechanism imunologis.
d. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam
keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan.
Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi
intravena untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku
segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia. Penggunaan
antibiotik dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam
yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan
bukan akibat infeksi.Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic
15
daripada menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah
diberikan tanpa terapi antibiotik.
(Rahmawati, 2014)

2.6.2 Non Medis


Peran perawat dalam kemoterapi untuk menangani efek samping
kemoterapi:
a. Depresi
b. Mual
c. Muntah
d. Diare
e. Rambut rontok
f. Masalah kulit
g. Nafsu makan berkurang
h. Gangguan otot dan saraf
i. Penanganan efek samping
1) Depresi
a) Olahraga dapat membantu melepaskan berbagai zat kimia tubuh
yang melawan depresi dan stress.
b) Manjakan diri dengan berlibur sejenak dapat mengurangi tingkat
depresi.
c) Resep anti depresan dapat mengurangi gejala emosional dan fisik
akibat depresi sehingga memungkinkan pasien untuk fokus pada
perawatan dan pemulihan.
d) Konseling pribadi dapat membantu pasien dan keluarga mereka
mengatasi berbagai kestabilan emosi, kekhawatiran dan kesulitan
yang menyertai kanker dan kemoterapi
2) Mual Muntah
Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara
farmako dan nonfarmako
a) Farmako
Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor
serotonin (SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas
reseptor serotonin dalam menimbulkan mual dan muntah. SRA

16
yang sering digunakan yaitu ondansetron (Zofran), granisetron
(Kytril) dan dolasetron (Anzemet).
b) Non Farmako
 Makan makanan yang kering.
 Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari,
diantaranya 3 kali makan besar.
 Hindari makanan yang berbau merangsang.
 Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan
merangsang rasa mual.
 Makan dan minum perlahan-lahan.
 Hindari makanan dan minuman terlalu manis.
 Batasi cairan pada saat makan.
 Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah
makan.
 Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari
trjadinya dehidrasi.
3) Kehilangan Rambut/Rambut Rontok
Tidak semua kemoterpai dapat menyebabkan rmabut rontok.
Keluhan ini biasanya timbul 21 hari dari kemoterapi pertama kali.
Efek samping ini dapat diatasi dengan penggunaan wig ataupun
penutup kepala seperti topi.
4) Diare
Dapat diatasi dengan:
a) Minum air dalam jumlah banyak. Air diminum dalam suhu
kamar
b) Mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil 6-8 kali per hari
c) Hindari makanan terlalu manis
d) Hindari susu penuh selama diare
e) Berikan makanan sumber serat larut air
5) Nafsu Makan Berkurang
a) Tekankan pada diri pasien bahwa makan adalah bagian yang
penting dalam program pengobatan.
b) Ciptakan suasana makan yang menyenangkan.

17
c) Mengkonsumsi makanan lebih sering dari biasanya. Makanlah
dalam 1-2 jam sekali.
d) Hindari bau makan yang menyengat.
e) Menyediakan makan dalam porsi kecil.
f) Menyediakan selalu makanan favorit untuk menggugah selera.
g) Tambahkan bahan yang mengandung energi dan protein tinggi ke
dalam makanan seperti susu, mentega, telur.

III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LEUKIMIA


3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Riwayat penyakit: pengobatan kanker sebelumnya.
b. Riwayat keluarga: adanya gangguan hematologis, adanya faktor
herediter misal kembar (monozigot).
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Kaji adanya tanda-tanda anemia: kelemahan, kelelahan, pucat, sakit
kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
b. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia: demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul
kemerahan atau hiotam tanpa pus.
c. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia: ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda-tanda
invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
d. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.
e. Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut:
1) Lelah
2) Letargi
3) Pusing
4) Sesak
5) Nyeri dada
6) Napas sesak
7) Priapismus

18
8) Hilangnya nafsu makan
9) Demam
10) Nyeri Tulang dan Persendian
f. Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut:
1) Pembengkakan Kelenjar Lympa
2) Anemia
3) Perdarahan
4) Gusi berdarah
5) Adanya benjolan tiap lipatan
6) Ditemukan sel-sel muda
(Rahmawati, 2014)

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa 1: Kelemahan atau keletihan
3.2.1 Definisi
Rasa letih yang luar biasa dan terus-menerus serta penurunan kapasitas kerja
fisik serta mental pada tingkat yang biasanya
3.2.2 Batasan Karakterisktik
a. Penurunan konsentrasi
b. Penurunan libido
c. Ketidaktertarikan dengan lingkungan
d. Mengantuk, perasaan bersalah, meningkatnya keluhan fisik.
e. Introspeksi
f. Menyatakan secara verbal kekurangan energy yang tidak pernah terhenti
dan berlebihan
g. Menurunnya kinerja
h. Ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas
i. Ketidakmampuan mengembalikan energy meskipun setelah tidur
j. Lesu dan tidak bergairah
3.2.3 Faktor Yang Berhubungan
Psikologis, lingkungan, situasional, fisiologis

19
Diagnosa 2: Resiko cedera
3.2.4 Definisi
Beresiko mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan individu.
3.2.5 Faktor Resiko
a. Profil darah yang tidak normal (leucopenia, leukositisis)
b. Gangguan faktor pembekuan
c. Disfungsi biokimiawi
d. Penurunan kadar hemoglobin
e. Usia perkembangan
f. Disfungsi efektor
g. Penyakit imun atau autoimun
h. Disfungsi integratif
i. Malnutrisi
j. Fisik
k. Psikologis, sel sabit, talasemia, trombositopenia, hipoksia jaringan.
l. Biologis
m. Kimia
n. Fisik

Diagnosa 3: Resiko infeksi


3.2.6 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.
3.2.7 Faktor Resiko
a. Penyakit kronis: DM dan obesitas
b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen
c. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
d. Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
e. Vaksinasi tidak adekuat
f. Pemajanan terhadap pathogen
g. Wabah
h. Prosedur invasif
i. Malnutrisi

20
Diagnosa 4: Nyeri akut
3.2.8 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktualatau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
3.2.9 Batasan Karakteristik
a. Laporan secara verbal atau non verbal
b. Fakta dari observasi
c. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
d. Gerakan melindungi
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
h. Terfokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
k. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
l. Perubahan autonomik dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh: gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum
3.2.10 Faktor Yang Berhubungan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

21
Diagnosa 5: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.2.11 Definisi
Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi metabolik.
3.2.12 Batasan Karakteristik
a. Berat badan 20% atau lebih dibawah reantang berat badan ideal
b. Bising usus hperaktif
c. Diare
d. Gangguan sensasi rasa
e. Kehilangan rambut berlebihan
f. Cepat kenyang setelah makan
g. Kelemahan otot penguyah
3.2.13 Faktor Yang Berhubungan
a. Faktor biologis
b. Faktor ekenomi
c. Gangguan psikologis
d. Ketidakmampuan makan
e. Kurang asupan makanan
f. Ketidakmampuan mencerna makanan

3.3 PERENCANAAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Kelemahan atau NOC: NIC:
keletihan (00093) - Endurance Energy management
- Concentrasion - Observasi
- Energy conservation adanya
- Nutritional status: pembatasan klien
energy dalam
Criteria hasil : melakukan
- Memverbalisasikan aktivitas
peningkatan energy - Dorong anak
untuk merasa lebih untuk
baik mengungkapkan
- Menjelaskan perasaan
penggunaan energy terhadap
untuk mengatasi keterbatasan
kelelahan - Kaji adanya
- Kecemasan menurun factor yang
- Glukosa darah menyebabkan
adekuat kelelahan

22
- Kualitas hidup - Monitor nutrisi
meningkat dan sumber
- Istirahat cukup energy yang
- Mempertahankan adekuat
kemampuan untuk - Monitor klien
berkonsentrasi akan adanya
kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
- Monitor respon
kardiovaskuler
terhadap
aktivitas
- Monitor pola
tidur dan
lamanya
tidur/istirahat
klien
- Dukung klien
dan keluarga
untuk
mengungkapkan
perasaan
berhubungan
dengan
perubahan hidup
yang disebabkan
keletihan
- Bantu aktivitas
sehari-hari sesuai
dengan
kebutuhan
- Tingkatkan tirah
baring dan
pembatasan
aktivitas
(tingkatkan
periode istirahat)
- Konsultasi
dengan ahli gizi
untuk
meningkatkan
asupan makanan
yang berenergi
tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management

23
2 Risiko cidera NOC: NIC:
- Risk Control Environment
Criteria hasil management
- Klien terbebas dari (manajemen
cidera lingkungan)
- Klien mampu - Sediakan
menjelaskan lingkungan yang
cara/metode untuk aman untuk klien
mencegah - Identifikasi
injury/cedera kebutuhan
- Klien mampu keamanan klien,
menjelaskan factor sesuai kondisi
resiko dari fisik dan fungsi
lingkungan/perilaku kognitifn klien
personal dan riwayat
- Mempunyai gaya penyakit
hidup untuk terdahulu klien
mencegah injury - Menghindarkan
- Menggunakan lingkungan yang
fasilitas kesehatan berbahaya
yang ada (misalnya
- Mampu mengamati memindahkan
perubahan status perabotan)
kesehatan - Memasang side
rail tempat tidur
- Menyediakan
tempat tidur
nyaman dan
bersih
- Menempatkan
saklar lampu
ditempat yang
mudah dijangkau
klien
- Membatasi
pengunjung
- Menganjurkan
keluarga untuk
menemani klien
- Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
- Memindahkan
barang-barang
yang dapat
membahayakan
- Berikan
penjelasan pada
klien dan
keluarga atau

24
pengunjung
adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab
penyakit.
3 Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control
- Knowledge : (control infeksi)
infection control - Bersihkan
- Risk control lingkungan
Keiteria hasil: setelah dipakai
- Klien bebas daru klien lain
tanda dan gejala - Pertahankan
infeksi teknik isolasi
- Mendeskripsikan - Batasi
proses penularan pengunjung bila
penyakit, factor yang perlu
mempengaruhi - Instruksikan
penularan serta kepada
penatalaksanaannya pengunjung
- Menunjukkan untuk mencuci
kemampuan untuk tangan sebelum
mencegah timbulnya berkunjung dan
infeksi setelah
- Jumlah leukosit meninggalkan
dalam batas normal klien.
- Menunjukkan - Gunakan sabun
perilaku hidup sehat. antimikroba
untuk cuci
tangan
- Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
melakukan
tindakan
keperawatan
- Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
- Pertahankan
lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat
- Ganti letak IV
perifer dan line
control dan
dressing sesuai
dengan petunjuk

25
umum
- Tingkatkan
intake nutrisi
- Berikan terapi
antibiotic bila
perlu
4 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain level Pain management
- Pain control - Lakukan
- Comfort level pengkajian nyeri
Criteria hasil : secara
- Mampu mengontrol komprehensif
nyeri (tahu penyebab termasuk lokasi,
nyeri, mampu karakteristik,
menggunakan teknik durasi, frekuensi,
untuk mengurangi kualitas dan
nyeri, mencari factor presipitasi
bantuan) - Observasi reaksi
- Melaporkan bahwa nonverbal dari
nyeri berkurang ketidaknyamana
dengan menggunakan n
management nyeri - Gunakan teknik
- Mampu mengenali komunikasi
nyeri (skala, teraupetik untuk
intensitas, frekuensi mengetahui
dan tanda nyeri) pengalaman
- Menyatakan rasa nyeri klien
nyaman setelah nyeri - Kaji kultur yang
berkurang. mempengaruhi
respon nyeri
- Evaluasi
pengalaman
nyeri masa
lampau
- Evaluasi
bersama klien
dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri
masa lampau
- Bantu klien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
- Control
lingkungan yang
dapat

26
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebingungan
- Kurangi factor
presipitasi nyeri
- Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non farmakologi
dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang
teknik non
farmakologis
- Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
- Evaluasi
keefektifan
control nyeri

27
5 Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari Mengurangi mual muntah - Sesuaikan diet
kebutuhan tubuh sebelum, selama, dan sebelum dan
sesudah pemberian sesudah
kemoterapi pemberian obat
Kriteria Hasil: sesuai dengan
- Melaporkan kesukaan dan
penurunan mual; toleransi klien.
- Melaporkan - Cegah
penurunan muntah; pandangan, bau,
- Mengonsumsi cairan dan bunyi-bunyi
dan makanan yang yang tidak
adekuat; menyenangkan
- Menunjukkan di lingkungan
penggunaan distraksi, - Gunakan
relaksasi, dan distraksi,
imajinasi ketika relaksasi, dan
diindikasikan; imajinasi
- Menunjukkan turgor sebelum dan
kulit normal dan sesudah
membran mukosa kemoterapi.
yang lembab; - Berikan
- Melaporkan tidak antiemetic,
adanya penurunan sedative, dan
berat badan kostikosteroid
tambahan. yang diresepkan.
- Pastikan hidrasi
cairan yang
adekuat sebelum,
selama, dan
sesudah
pemberian obat.
Kaji intake dan
output cairan.
- Berikan
dukungan-
dukungan
kepada klien
agar dapat
menjaga
personal hygene
dengan baik.
- Berikan tindakan
pereda nyeri jika
diperlukan.

28
IV. DAFTAR PUSTAKA
fefitria.blogspot.com: Diakses Pada 14 Januari 2018, pukul 20:00 WITA
NANDA. (2017). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Puspitasari, Ardiana Shinta. (2015). Laporan Pendahuluan AML (Acute Myloid
Leukimia). Universitas Brawijaya Malang: Naskah Dipublikasikan
Rahayu, Dwi Indah. (2015). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Lekukimia (ALL-L2) Pada An. M Di Ruang HCU Rumah Sakit dr. Saiful
Anwar Malang. Universitas Brawijaya Malang: Naskah Dipublikasikan
Rahmawati, Restiana. (2014). Laporan Pendahuluan Leukimia Pada Anak. Universitas
Diponegoro: Naskah Dipublikasikan
Utami, Tri Desni. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Leukimia. Universitas
Riau Pekanbaru: Makalah Dipublikasikan

29

Anda mungkin juga menyukai