(THT –KL)
Disusun oleh :
Kiki Febriani
01.211.6430
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik dibagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang
Disusun oleh :
Kiki Febriani
Dosen Pembimbing
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tutorial klinik dengan judul “Anatomi, Fisiologi, Pemeriksaan dan
Patofisiologi Hidung & Sinus Paranasal”.
Laporan tutorial klinik ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher Rumah Sakit Tk. II
Dr. Soedjono. Sebagai penghargaan, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada Kolonel CKM Dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL
selaku pembimbing dalam penyusunan tutorial klinik ini.
Wa’alaikumsalam wr.wb
Penulis
ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
A. ANATOMI HIDUNG
1. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
Hidung Luar
Berbentuk piramid,
bagiannya (dari
atas ke bawah) :
•Pangkal hidung
(bridge)
•Dorsum nasi
•Puncak hidung
•Ala nasi
•Kolumela
•Lubang hidung
(nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis
pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan
menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),
antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi
fleksibel.
Perdarahan :
Persarafan :
2. Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang
membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan
dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas –
os vomer
konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan
sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan
dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.
Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan
belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan
sinis sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak
di bagian ini.
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang
merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang
dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum
N. Sfenopalatinus.
3. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian
besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena
aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah
sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan
menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam
sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu
B. STRUKTUR HISTOLOGY
Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu,
kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara.
Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih
dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum.
Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan
agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus
Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat
atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari
Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa
Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada
permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan,
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran
udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi
dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh :
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan
partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir
4. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada
atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas
dengan kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga
mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,
Merupakan pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri dan jamur atau
partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara. Efektivitas system transport silier
dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir (dihasilkan oleh sel2 goblet pada epitel
Bagian bawah palut lendir terdiri dari cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim,
mikroorganismedari jaringan dengan mengikat antigen tsb pada lumen saluran napas)
Bagian permukaannya terdiri dari mucus yang lebih elastic dan banyak mengandung
protein plasma seperti albumin, IgG (fx : beraksi di dalam mukosa dengan memicu reaksi
inflamasi jika terpajan dengan antigen bakteri), IgM dan factor komplemen .
Pada sinus maxilla, system transport silia menggerakkan secret sepanjang dinding
anterior, medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran halo
/ bintang yang mengarah ke ostium alamiah. Setinggi ostium secret akan lebih kental
tetapi drenasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negative dan berkembangnya
infeksi. Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan menghentikan atau mengubah
transport, dan secret akan melewati mukosa yang rusak tsb. Tetapi jika secret lebih
secret berjalan menuju septum interfrontal atap, dinding lateral dan bagian inferior
a. Rute pertama
Merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maxilla dan etmoid anterior. Secret ini biasanya
processus unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior nasofaring melewati
bagian anteroinferior orifisium tuba eustachii berlanjut ke batas epitel bersilia dan
epitel skuamosa pada nasifaring selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya
b. Rute kedua
Gabungan sekresi sinus etmois posterior dan sphenoid bertemu di recessus sfenoetmoid
RINITIS
a. Alergen Inhalan
Yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya debu rumah, tungau, serpihan
b. Alergen Ingestan
Yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang.
c. Alergen Injektan
Yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan sengatan lebah.
d. Alergen Kontaktan
Yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya bahan kosmetik,
perhiasan.
Dengan adanya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri
dari:
a. Respons primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik
dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan reaksi
b. Respons sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah system
dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada
defek dari system imunologik maka reaksi berlanjut dengan respon tertier.
c. Respons tertier
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
WHO Initiative ARIA (Alletgic Rhinitis and Its Impact on Asthma) membagi berdasar sifat
berlangsungnya yaitu:
a. Ringan: Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
Alergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena
itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang
tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).
Penyebab paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen
ingestan.
Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan alergen diluar rumah
(outdoor). Alergen inhalan dalam rumah terdapat di selimut, karpet, buku-buku, sofa.
Komponen alergennya terutama berasal dari serpihan kulit dan fases tungau D.
Pteronyssinus, D. Farinae dan Blomia tropicalis, kecoa dan bulu binatang peliharaan
(anjing, kucing, burung). Alergen inhalan diluar rumah berupa polen dan jamur.
Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai
Pemeriksaan histologik:
Secara mikroskopik tamapak adanya dilatasi pembuluh dengan pembesaran sel goblet
dan sel pembentuk mukous. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa da
submukosa hidung.
Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
Tahap Sensitisasi
Th0.
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin (IL 1) mengaktifkan Th0 untuk
Ada 2 jenis yaitu RAFC (yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1
jam setelahnya dan RAFL (yang berlangsung 2-4jam dengan puncak 6-8 jam setelah
bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpajan allergen yang sama rantai Ig E
mediator kimia seperti histamine, prostaglandin D2, LT D4 (pada RAFC), dll hidung
PADA RAFC
PADA RAFL
Terjadi penambahan jumlah dan jenis sel2 inflamasi (eo,neu, limf, basofil,
/mast )di mukosahidung dan peningkatan sitokin dan secret hidung yang menigkat
Gejala klinik
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain
ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata
gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Gejala spesifik terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (gejala ini disebut allergic shiner). Sering
Diagnosis
a. Anamnesis
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwama pucat atau
f. Uji kulit
Penatalaksanaan:
b. Simtomatis
- Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja
secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan
sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta
sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan
dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat
seperti rinore, bersin, gataf, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala
medikamentosa.
akibat respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang
topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hi-
alergen (bekerja pada respon fase cepat dan lambat). Preparat sodium
Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang
- Operatif
perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgN03 25% atau triklor asetat.
c. Imunoterapi
Komplikasi:
a. Polip hidung
b. Otitis media
c. Sinusitis paranasal
Kedua komplikasi yang terakhir bukanlah sebagai akibat langsung dari rinitis
- Radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus.
- Influenza
- Penyakit ini dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau
trauma.
Prnyakit ini sangat menular dan gejalanya dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
Etiologi :
Rhinovirus
Myxovirus
Virus coxsackie
Virus ECHO
Gejala :
Rasa panas
Kering
Hidung tersumbah
Sinussitis Faringitis
Terapi :
Non medikamentosa :
Istirahat
Medikamentosa (simtomatis) :
Analgetik
Antipiretik
Obat dekongestan
Rinitis kronik
Penyebab : bukan karena radang ( kadang2 rinitis alergi, rinitis vasomotor dan rinitis
1. Rinitis hipertrofi
3. Rinitis spesifik
1) Rinitis hipertropi
Timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinud atau sebagai lanjutan dari
Gejala :
Sumbatan hidung
Pada pemeriksaan :
Terapi :
konka dengan zat kimia (nitras argrnti atau asam triklor asetat).
konkotomi.
2) Rinitis sika
pada orang yang bekerja di lingkungan yang berdebu, pnas dan kering.
Ditemukan :
Mukosa yang kering (bagian depan septum dan depan ujung konka inferior)
Pasien mengeluh :
3) Rinitis spesifik
1. Rinitis difteri
2. Rinitis atropi
3. Rinitis sifilis
4. Rinitis Tbc
Etiologi : yag pasti belum diketahui, tapi diduga sebagai akibat ganggua
Saraf otonom mukosa hidung berasal dari n.vidianus (yang mengandung serat saraf
Pada hipotalamus menerima implus efferen (rangsangan emosional dari pusat yang
Emosi, posisi tubuh, kelembapan udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani
dsb.
1. Obat2an yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis (spt : ergotamin,
tinggi dan bau yang merangsang dan makanan yang pedah dan panas).
3. Faktor endokrin (spt : kehamilan, pubertas, pemakai pil anti hamil dan
hipotiroidisme).
Gejala klinis :
Harus memahami dulu, siklus nasal adalah kemampuan untuk dapat bernapas
Jarang disertai bersin dan tidak terdapat rasa gatal pada mata.
Gx memburuk pada pagi hari (waktu bangun tidur o/k adanya perubahan suhu
yang ekstrim, udara lembab) atau memburuk o/k asap rokok dsb.
Diagnosis
a. Anamnesis :
alergi.
pucat.
Dapat dibedakan dengan rinitis alergi konka licin (berbenjol / tidak rata),
Terapi
1. Menghindari penyebab
yang hipertrofi memakai larutan AgNO3 25% atau triklor asetat pekak.
4. Operasi dengan cara bedah beku, elektrokauter atau konkotomi konka inferior.
RINITIS MEDIKAMENTOSA
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan pada hidung, berupa gangguan respon
menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini
Patofisiologi
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan (iritant),
dan akan berfungsi kembali apabila pemakaian obat itu dihentikan. Pemakaian
vasokonstriktor topikal yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan
sehingga timbul obstruksi. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini menyebabkan
pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut, sehingga efek
sedangkan efek balik akan menyebabkan obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan
sebelumnya. Bila pemakaian obat diteruskan, maka akan terjadi dilatasi dan kongesti
mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan produksi seket yang berlebihan.
Oleh karena itu obat vasokonstriktor topikal sebaiknya yang isotonik dengan
sekret hidung yang normal, dengan pH antara 6,3 dan 6,5 serta pemakaiannya tidak
edem konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin,
Terapi
dan seterusnya)
dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 4 minggu, pasien dirujuk ke
dokter THT.
EPISTAKSIS
Merupakan gejala atau manifestasi dari penyakit lain. Kebanyakan ringan dan sering
Etiologi:
penyebabnya
trauma.
lokal
- Infeksi lokal
- Tumor
- Penyakit kardiovaskuler
- Kelainan darah
- Kelainan kongenital
- Infeksi sistemik
tekanan atmosfer
- Gangguan hormonal
Sumber perdarahan:
- epistaksis anterior
dari pleksus kisselbach di septum bagian anterior atau dari ethmoidal anterior.
Perdrahan pada septum anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa yang
- epistaksis posterior
lebih hebat dan jarang berhenti sendiri, sering ditemukan pada pasien dengan
Terapi
Menghentikan Perdarahan
Jika seorang pasien dengan epistaksisa datang, maka pasien harus diperiksa
dalam posisi duduk, sedangkan kalau sudah terlalu lemah, dengan meletakkan
Dengan bantuan alat pengisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah,
dicari sumber perdarahan, kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan
adrenalin/ epedrin dimasukkan kedalam rongga hidung. Dengan cara ini
bagian posterrior.
Perdarahan arterior
tampon yang telah dibasahi dengan adrenalin/epedrin, kalau perlu juga dengan
kemudian menekan ala nasi ke arah septum selama 3 – 5 menit. Setelah tampon
dikeluarkan tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-
30%, atau dengan Asam trikloresetat 10%. Dapat juga dipakai elektrokauter
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan
pemasangan tampon anterior, yaitu kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau
dipasang ini harus dapat menekan tempat asal perdarahan. Tampon ini dapat
Perdarahan Posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebaba biasanya perdarahan
hebat dan agak sukar mencari sumber perdarahan di posterior dengan rinoskopi
perdarahan itu.
posterior yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini harus tepat menutup koana
(nares posterior). Pada tampon bellocq terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah
anterior sampai tampak di orofaring lalu ditarik keluar melalui mulut. Ujng
kateter itu ditarik keluar melalui hidung. Kedua ujung benang yang sudah keluar
melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan bantuan tangan, tampon itu
keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon anterior
kedalam nares arteriow. Kedua benang yang keluar dari nares arterior itu
kemudian diikat pada sebuah kain kasa didepan lubang hidung supaya tampon
yang terletak di nasifaring tidka bergerak. Benang yang sehelai pada sisi lain
dari tampon bellocq itu diikatkan pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk
Sebagai pengganti tampon posterior dipakai juga kateter Foley dengan balon.
tetapi ada yang berpendapat bahwa obat-obatan hemostatik itu sedikit sekali
Pada epistasis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan
sayatan di dekat kantus medialis dan kemudian mencari kedua. Pembuluh darah
tersebut di dinding media orbita. Ligasi a. Maksila interna yang terletak di fosa
pterogomaksila dapat dilakukan melalui operasi Caldwell – Luc dan kemudian
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus
sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga
hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi
sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume
6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila
yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar
orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi
molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah
bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah
ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 thn.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya
dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus
frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-
septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus.
Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di
daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cmn tingginya,
dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan
a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan
Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir
diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju
Pada sinus maksila sistem transport mukosilier menggerakan sekret sepanjang dinding
anterior, medial, posterior, dan lateral serta atap rongga sinus membentuk halo yang
Pada sinus frontal sistem transport mukosiliar mengikuti gerakan spiral. Sekret
berjalan menuju septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding lateral dan bagian inferior
dari dinding anterior dan posterior menuju resesus frontal. Gerakan spiral juga terjadi pada
sinus sfenoid
Pada sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus
Sekret ini bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan di tepi proc.
Uncinatus dan sepanjang dinding medial conca inferior menuju nasofaring melewati bagian
infero-anterior orifisium tuba eustachius sampai pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah
Rute kedua : gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang bertemu di recesus
sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior orifisium tuba eustachius
Terdapat 2 aliran :
Kompleks Ostio-Meatal
Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus
etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Beberapa pendapat:
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati
pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa sinus
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan
Bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan
berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
Berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan
tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan
Berjalan bila terdapat perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya
hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi
karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
sinuskopi,
Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu sinusitis
maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu sinusitis
frontalis akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah
terbentuk abses.
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa
sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia.
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan
transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua sinus ini
seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan
normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak
berkembang.
Pemeriksaan Radiologik
radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior
anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid
dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-scan.
Sinuskopi
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan
granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya
terbuka.
SINUSITIS
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal
ETIOLOGI
Beberapa etiologi dan faktor predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertropi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti sindroma Kartagener,
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosa dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.
PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul di dalam sinus merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
SINUS MAXILLARIS
ETIOLOGI
Sinusitis secara umum sebagai akibat dari salah satu infeksi bakteri primer atau sekunder.
Sinus paranasal dilapisi oleh mukosa dan beresiko menjadi tempat berkembangnya penyakit
yang mempengaruhi saluran pernafasan. Sinus empyema, akumulasi dari nanah di dalam
suatu rongga sinus, yang dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri atau virus.
Sinusitis primer sebagai hasil infeksi bakteri atau virus pada saluran pernafasan bagian atas
frekuensi terjadinya lebih sedikit. Sinusitis primer pada umumnya disebabkan oleh
Streptococcus sp. dan mungkin adalah suatu manifestasi akut atau yang kronis yang
maksilaris paling sering terjadi karena infeksi sekunder dari penyakit pada gigi sebagai akibat
dekatnya sinus maksilaris dan akar gigi (Terutama pada Caninus, Premolar 1 dan 2, Molar 1,
2, dan 3) . Alveolar periostitis, pattent infundibula, dan gigi yang retak atau pisah adalah
penyebab umum sinus maksilaris empyema. Cacat gigi ini membuat jalan untuk bakteri atau
material makanan ke rongga sinus dan akar gigi. Perluasan sinusitis maksilaris ke sinus
Patofisiologi
berkoloni, merusak permukaan sinus , mucosa sinus inflamasi sekresi mucus ↑ (ada post
eksudat juga akan melimpah ke dalam rongga hidung, mengalir keluar pada waktu
kepala ditundukkan.
Apabila Lubang penghubung sinus dan rongga mulut tertutup → sinus penuh
nyeri kepala
Perluasan
GEJALA KLINIS
1. Adanya ingus bersifat mukopurulen dengan bau menusuk yang keluar dari salah satu
lubang Keluar eksudat yang banyak bila kepala ditundukan. Adakalanya leleran ingus
berhenti seketika bila penghubung sinus dengan rongga hidung tertutup endapan atau
eksudat.
2. Konjungtivitis dan eksudat mukopurulen serta pembengkakan daerah kantong air mata
3. Pembesaran dinding sinus ke arah lateral menyebabkan muka menjadi asimetris. Apabila
di palpasi di daerah yang membesar mungkin terasa lebih lunak. Adanya eksudat di dalam
sinus
menyebabkan suara pekak proses saat di perkusi. Apabila eksudat tidak memenuhi sinus,
suara pekak baru dapat didengar bila kepala penderita ditundukkan posisinya.
4. Pernapasan akan terganggu oleh stenosis pada salah satu saluran hidung.
5. Nafsu makan juga terganggu, terutama sinusitis yang di sebabkan oleh kerusakan gigi.
DIAGNOSIS
penunjang.
Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi : tampak adanya leleran yang keluar dari lubang hidung yang bersifat
- Rinoskopi anterior: akan tampak mukosa edem, basah, berwarna pucat atu livid disertai
- naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas
ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal)
Pemeriksaan penunjang:
- foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA, dan lateral, umumnya hanya
mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelaianan akan
terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. CT scan diindikasikan untuk evaluasi sinusitis kronik yang tidak membaik
dengan terapi, evaluasi preoperative, dan jika ada dugaan keganasan. Namum karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
- Transluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah
- Mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius
atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret
- Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dengan alat endoskop bias dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
Apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa, tumor,atau kista? Bagaimana keadaan
PENATALAKSANAAN
1) Mempercepat penyembuhan;
2) Mencegah komplikasi;
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-
Pada sinusitis akut berikan antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada
sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golonga penisilin seperti
amoksisiln. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka
dapat diberikan amoksisilin-klavulanat, atau jenis sefalosforin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronis diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat. Pada
anak pemberian antibiotik jangka lama, dekongestan sistemik atau topikal, serta imunoterapi
Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FES) merupakan opersi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan
dan tidak radikal. Prinsipnya membuka dan membersihkan daerah KOM yang menjadi
sumber penyumbatan infeksi, sehingga mukosa sinus kembali normal. Indikasinya berupa
sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau
kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
PROGNOSIS