Anda di halaman 1dari 20

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................... 5

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

3.1 Definisi ..................................................................................................... 7

3.2 Epidemiologi ............................................................................................ 7

3.3 Etiologi ..................................................................................................... 8

3.4. Patofisiologi.............................................................................................. 9

3.5 Faktor Predisposisi ................................................................................. 10

3.6 Gejala Klinis ........................................................................................... 12

3.7 Diagnosa ................................................................................................. 12

3.8 Diagnosa Banding .................................................................................. 13

3.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 14

3.10 Prognosis ................................................................................................ 14

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................................... 15

BAB 5 KESIMPULAN..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 19

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya, penulisan laporan kasus stase Ilmu Penyakit Dalam ini dapat

diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada

Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Laporan kasus yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai

“Pityrosporum Ovale”. Penulisan laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi tugas

individu stase Kulit dan Kelamin.

Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang

sebesar besarnya kepada dr. Buih spesialis kulit dan kelamin, selaku pembimbing

kami, yang telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan laporan kasus

ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhirnya,

semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat.

Sepanjang,

November 2017

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Pityrosporum Ovale atau disebut juga Malassezia furfur adalah jamur

lipofilik golongan basodiomikota. Malassezia sendiri pada75%-98% pada manusia

normal adalah suatu norma flora kulit, namun kolonisasinya dapat meningkat dan

menimbulkan manifestasi infeksi kulit pada peningkatan aktifitas kelenjar sebasea.

Spesies Malassezia sendiri yang sering dihubungkan dengan infeksi kulit adalah

Malassezia furfur, namun spesies pada Malassezia sendiri berjumlah 12, yaitu

Malassezia furfur, Malassezia pachydermatis, Malassezia sympodialis, Malassezia

globosa, Malassezia restricta, Malassezia slooffiae, Malassezia obtusa, Malassezia

dermatitis, Malassezia nana, Malassezia yamatoensis, Malassezia japonica, dan

Malassezia equi. Manifestasi infeksi Malassezia terdiri dari dua, yaitu pitiriasis

versikolor dan pitirosporum folikulitis (Fitzpatrick, 2012).

Pitiriasis versikolor merupakan penyakit jamur superfisial yang kronik,

Pitriasis versikolor disebabkan oleh Malessezia furfur yaitu jamur yang bersifat

lipofilik dimorfik dan merupakan flora normal pada kulit manusia biasanya tidak

memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna

putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat

menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala

yang berambut. Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan

mempunyai kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang

berkulit gelap, namun angka kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras.

Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam

jumlah yang seimbang. Diagnosis pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan

3
adanya makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau kemerahan yang tertutup

skuama halus.Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan yaitu dengan lampu

Wood akan menunjukkan adanya pendara (fluoresensi) berwarna kuning keemasan

pada lesi yang bersisik dan pemeriksaan mikroskopis sediaan skuama dengan KOH.

Folikulitis Malassezia atau folikulitis pitirosporum adalah penyakit kronis

pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh jamur Malassezia spp., berupa papul

dan pustul folikular, yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh,

leher, dan lengan bagian atas. Pityrosporum ovale folikulitis (POF) sering

dihubungkan dengan penyakit akne secara umum, tetapi manifestasi klinis yang

ditimbulkan dapat persisten selama bertahun-tahun tanpa adanya resolusi dengan

pengobatan akne tipikal. Pityrosporum ovale folikulitis (POF) timbul akibat

overgrowth dari spora yang merupakan flora normal di kulit (Bramono et al., 2015).

4
BAB 2

LAPORAN KASUS

Sdr. R, laki-laki usia 26 tahun, bertempat tinggal di Jl. Seno Putro, Kota

Surabaya, datang ke poli Kulit dan Kelamin RS Siti Khodijah Sepanjang pada hari

Kamis tanggal 9 November 2017. Pasien datang dengan gatal pada badan terutama

daerah punggung. Pasien mengeluh gatal kambuh-kambuhan, terutama saat

berkeringat. Keluhan lebih gatal saat malam hari (-). Pasien sudah mengeluh gatal

sejak 4 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh muncul bintil seperti jerawat pada

bagian yang gatal. Panas pada daerah gatal (-).

Riwayat penyakit dahulu, alergi, asma, diabetes melitus, dan hipertensi

disangkal oleh pasien

Riwayat penyakit keluarga, riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus,

riwayat penyakit alergi, asma dan mengalami keluhan seperti pasien disangkal.

Riwayat sosial, pasien merupakan karyawan kantor. Merokok (-). Pasien

tinggal di rumah sendiri bersama keluarganya. Satu rumah 4 orang, pasien sering

memakai jaket saat di luar rumah, dan pasien rutin mandi dan mengganti baju.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum Nampak sehat dengan

kesadaran composmentis, GCS 456. Pada pemeriksaan status lokalis, efloresensi

regio punggung, thorax, abdomen dan lengan kanan bagian ekstensor didapatkan

lesi makula eritema dengan papul dan pustule berjumlah banyak dan menyebar.

5
Gambar. Regio punggung Gambar. Regio thorax dan abdomen

Pada pemeriksaan penunjang tanggal 9 November 2017, didapatkan LED

Jam I adalah 2 , LED Jam II adalah 3, dan CRP 0,01.

Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium

penunjang, maka dapat ditegakkan diagnosis pitirosporum folikulitis. Pasien ini

mendapatkan terapi doxycycline cap 100mg 2x1 selama 7 hari, ketoconazole

tablet 200 mg 2x1 selama 7 hari, fuson (asam fusidat) cream 3x1.

Prognosis pasien ini secara quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad

functionam dubia ad bonam, quo ad sanationam dubia. Edukasi diberikan kepada

pasien tentang penyakit dan perjalanannya, etiologi, tujuan pengobatan yang

dilakukam, komplikasi, serta prognosis.

6
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Folikulitis Malassezia atau folikulitis pitirosporum adalah penyakit kronis

pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh jamur Malassezia spp., berupa papul

dan pustul folikular, yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh,

leher, dan lengan bagian atas. (Bramono et al., 2015)

Pityrosporum ovale folikulitis (POF) sering dihubungkan dengan penyakit

akne secara umum, tetapi manifestasi klinis yang ditimbulkan dapat persisten

selama bertahun-tahun tanpa adanya resolusi dengan pengobatan akne tipikal.

Pityrosporum ovale folikulitis (POF) timbul akibat overgrowth dari spora yang

merupakan flora normal di kulit. (Rubenstein et al., 2014)

3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, organisme Malassezia dapat ditemukan pada kulit

dalam 75-98% dari orang sehat. Organisme ini merupakan bagian dari flora normal

kulit dan banyak individu dengan Malassezia yang tidak memiliki tanda-tanda atau

gejala dari folikulitis atau penyakit lainnya. Kolonisasi oleh M. furfur dimulai

segera setelah lahir, dan kehadiran puncak dari yeast (ragi) terjadi pada akhir masa

remaja dan kehidupan dewasa muda, bertepatan dengan meningkatnya aktivitas

kelenjar sebasea dan konsentrasi lipid di kulit. (Wolf, 2012)

Pitirosporum ovale hadir pada 90-100% dari permukaan kulit yang sehat,

jumlah terbanyak terdapat pada dada dan punggung. Iklim tertentu mempengaruhi

presentase orang dengan Pitiriasis ovale dan jumlah orang dengan Pitirosporum

7
folikulitis. Masyarakat yang tinggal di iklim hangat dan lembab memiliki insiden

yang lebih tinggi dari Pitirosporum folikulitis. Salah satu klinik di Filipina mencatat

bahwa 16% dari semua kunjungan pasien adalah kasus Pitirosporum folikulitis.

(Wolf, 2012)

Pada tahun 2008 dari China menyebutkan bahwa 1,5% dari semua pasien

kulit di diagnosis dengan Pitirosporum ovale folliculitis, sebagian besar dari mereka

sehat, dan rata-rata dewasa muda. Laporan Pitirosporum folikulitis bervariasi, rasi

laki – perempuan 1:1. Pitirosporum folikulitis sering terjadi pada anak muda, orang

dewasa muda dan usia tua yaitu pada mereka yang berusia 13–45 tahun. Dan lebih

banyak ditemui di daerah tropis, mungkin karena kelembaban tinggi dan suhu

panas. (Wolf, 2012 ; Bramono etal., 2015)

3.3 Etiologi

Jamur penyebab adalah spesies Pityrosporum atau Malassezia furfur,

merupakan flora normal kulit yang juga menyebabkan pitiriasis versikolor atau

panu. Malassezia furfur (yaitu, Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare)

bersifat lipofilik, saprofit, tunas, unipolar, dimorfik, gram-positif, berdinding

ganda, berbentuk lonjong-bulat. . (Wolf, 2012)

Spesies ini sekarang disebut sebagai malassezia setelah ditemukan 7

spesies, sehingga penyakit yang disebabkan oleh jamur ini atau dihubungkan

dengan yang dulu dinamai pitirosporosis sekarang disebut malaseziosis. (Wolf,

2012) Malassezia furfur adalah agen patogenik di Pityrosporum ovale folliculitis

dan juga dikaitkan dengan beberapa penyakit kulit termasuk dermatitis seborhoik,

folikulitis, pitiriasis versicolor dan dermatitis atopik. (Wolf, 2012)

8
3.4. Patofisiologi

Spesies Malassezia merupakan penyebab pitirosporum folikulitis dengan

sifat dimorfik (berada dalam dua bentuk atau struktur yang berbeda), lipofilik

(membutuhkan asam lemak yang ada dalam kulit berminyak untuk berkembang

biak) dan komensal. (Wolf, 2012 ; Bramono et al., 2015)

Penyumbatan folikel diikuti oleh pertumbuhan berlebih jamur yang tumbuh

subur di kelenjar sebaceous diyakini menjadi etiologi. Jamur Malassezia yang

merupakan penyebab ptirosporum folikulitis ini membutuhkan asam lemak bebas

untuk bertahan hidup. Biasanya, mereka ditemukan dalam stratum korneum dan

folliculi pilar di daerah dengan peningkatan aktivitas kelenjar sebaceous seperti

dada dan punggung, Menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak rantai sedang

dari asam lemak bebas. Hasilnya adalah sel mediasi yang merespon dan

mengaktivasi jalur komplemen alternatif, yang menyebabkan peradangan. (Wolf,

2012 ; Bramono etal., 2015)

Pesatnya pertumbuhan dan multiplikasi dari jamur di wilyah folikel rambut

menyebabkan pengembangan ruam pada kulit. Membentuk patch gatal dan

jerawatan. (Wolf, 2012 ; Bramono etal., 2015)

9
Bila pada hospes terdapat faktor predisposisi yang dapat menyebabkan

perubahan dalam kekebalan, produksi sebum, dan pertumbuhan flora normal kulit,

spesies Malassezia tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folike dapat pecah,

menyebabkan reaksi peradangan terhadap lemak bebas yang dihasilkan lipase

jamur dan memberikan gambaran folikulitis. (Bramono et al., 2015)

3.5 Faktor Predisposisi

a) Faktor eksternal

 Suhu dan kelembaban udara yang tinggi : jamur penyebab

pityrosporum folliculitis atau malassezia cenderung tumbuh terlalu

cepat di tempat yang panas, lembab, dan lingkungan yang

berkeringat.

 Pakaian oklusif : pemakaian pakaian yang ketat mendorong

timbulnya keringat.

10
 Penggunaan bahan – bahan berlemak untuk pelembab badan yang

berlebihan dapat menutup folikel (misalnya, tabir surya dan

pelembab berminyak)

b) Faktor Host atau individu

 Kulit berminyak (diprovokasi oleh pengaruh hormonal)

 Kegemukan

 Kehamilan (terjadi peningkatan produksi sebum dan androgen yang

meningkat sehingga mempotensiasi pengembangan Pityrosporum

folliculitis)

 Stress atau kelelahan

c) Penyakit sistemik, termasuk:

 Diabetes mellitus

 Defisiensi imun

d) Obat-obatan, seperti :

 Antibiotik oral spektrum luas (sering diresepkan untuk jerawat),

antibiotik ini akan mengubah flora normal kulit (menekan bakteri

kulit), bakteri yang tertekan ini malahan memungkinkan jamur

(yeast) untuk berkembang biak.

 Steroid oral, seperti prednisone (jerawat steroid), penggunaan

steroid akan menyebabkan imun menurun yang berakibat mudahnya

terinfeksi jamur (Akaza et al,. 2009).

11
3.6 Gejala Klinis

 Gatal di tempat predileksi

 Klinis morfologi : terlihat papul dan pustul perifolikular dengan

diameter berukuran 2-3 mm, dengan peradangan minimal.

 Tempat predileksi adalah : dada, punggung, dan lengan atas. Kadang –

kadang di leher dan jarang di wajah. (Bramono et al., 2015)

3.7 Diagnosa

Diagnosa didasarkan pada keluhan gatal dan lokasi serta morfologi lesi,

dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu wood tampak fluoresensi biru terang atau

putih yang di amati pada folikel di lokasi lesi, dan menemukan kelompok sel ragi

dan spora bulat atau blastospora Malassezia pada pemeriksaan isi folikel yang

dikeluarkan dengan ekstraktor komedo. Pemeriksaan dilakukan dengan larutan

KOH dan tinta Parker® biru hitam. Mengingat Malassezia spp. merupakan flora

normal kulit, Jacinto-Jamora menambahkan kriteria yakni dianggap POF jika

temuan jumlah organisme ≥ 3+ : yakni lebih dari 2-6 spora dalam kelompok atau

3-12 spora tunggal tersebar.

Pemeriksaan penunjang lain adalah dengan menemukan organisme dalam

ostium folikel rambut pada sediaan histopatologi yang kadang disertai ruptur folikel

dan tanda peradangan. (Bramono et al., 2015 ; Akaza et al 2009)

12
Gambaran miroskopik M.furfur “Spaghetti and Meatball Appereance”

3.8 Diagnosa Banding

• Acne vulgaris : umumnya terjadi pada remaja, berlangsung kronis,

tempat predileksi di tempat sebore, polimorf, terdiri atas komedo,

papul, pustul, nodus dan kista, serta jaringan parut hipertrofi dan

hipotrofi. Umumnya tidak gatal.

• Folikulitis bakterial : pioderma pada folikel rambut, setempat, berupa

pustul folikular, terasa agak nyeri dan dapat disertai gejala infeksi

kokus, dapat disertai demam dan malese.

• Erupsi akneiformis : reaksi peradangan folikular akut atau subakut

dan tempat predileksi di seluruh bagian tubuh yang mempunyai

folikel polisebasea. Manifestasi klinis erupsi adalah papul, pustul,

monomorfik atau oligomorfik. Dapat disertai demam, malese, dan

umumnya tidak terasa gatal. ( Bramono et al., 2015; Wasiaatmaja,

2015)

13
3.9 Penatalaksanaan

POF dapat diterapi secara sukses menggunakan terapi sistemik

menggunakan ketokonazol oral 200 mg/hari selama 4 minggu, flukonazol oral 150

mg/minggu selama 2-4 minggu, dan itrakonazol oral 200 mg/hari selama 2 minggu.

Penggunaan agen sistemik tersebut sangat efektif pada POF. (Janik et al., 2008)

Selain menggunakan obat sistemik dapat juga digunakan obat topikal seperti

selenium sulfat 2,5% yang di aplikasikan pada kulit semalam yang terbukti efektif.

Treatment termasuk larutan propilen glikol 30%-50% dan krim imidazol.

Kekambuhan sangat umum terjadi tetapi pemberian profilaksis seperti larutan

selenium sulfat atau pemberian econazole topikal. ( James et al., 2011 )

3.10 Prognosis

Secara umum prognosis baik, tetapi jika ada faktor predisposisi yang tidak

dapat dihilangkan maka akan bersifat kambuhan. (Bramono et al., 2015)

14
BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pada

pasien dihubungkan berdasarkan teori dari tinjauan pustaka, gejala, tanda dan faktor

predisposisi pasien ini mengarah pada diagnosis pitirosporum folikulitis, hal ini

dapat dilihat dalam tabel perbandingan.

Diagnosis Pitirosporum Folikulitis


Temuan klinis pasien

Gejala

gatal pada tempat predileksi (dada, punggung, dan lengan

atas) +

muncul bintil merah +

Tanda

papul dan pustul perifolikular dengan diameter berukuran 2-3

mm, dengan peradangan minimal +

Faktor predisposisi

Faktor eksternal

Suhu dan kelembaban udara yang tinggi +

pakaian oklusif yg mendorong timbulnya keringat +

penggunaaan tabir surya, pelembab, lotion -

Faktor Individu

Kulit berminyak -

Kegemukan -

Kehamilan -

15
Stress atau kelelahan -

Penyakit sistemik

Diabetes Melitus -

Defisiensi imun ?

Obat-obatan

Antibiotik broad spektrum -

Oral steroid -

Pemeriksaan penunjang

KOH -

PAS stain (histopatologi) -

Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 9 November 2017, didapatkan LED

Jam I adalah 2 , LED Jam II adalah 3, dan CRP 0,01. Nilai tersebut masih termasuk

dalam batas nilai normal. LED sendiri adalah nilai interval waktu (tiap jam) sel

darah merah untuk mengendap. LED sendiri akan mengalami peningkatan apabila

dalam kondisi inflamasi atau anemia.

CRP adalah protein yang disintesis ssat terjadinya inflamasi saat pelepasan

sitokin. CRP sendiri adalah parameter terjadinya inflamasi akibat infeksi akut

apabila nilainya tinggi. CRP juga ditemukan dapat meningkat pada kondi infark

miokard, autoimun, dan sindrom metabolic.

Pasien dengan diagnosis Pitirosporum Folikulitis ini mendapatkan terapi

doxycycline cap 100mg 2x1 selama 7 hari, ketoconazole tablet 200 mg 2x1 selama

7 hari, fuson cream 3x1. Penggunaan antifungal topical dan oral adalah agen efektif

16
untuk tatalaksana Malassezia, selain itu dapat mempercapat resolusi. Penggunaan

topical tiap hari adalah lotion selenium sulfide 2,5% dan ciclopirox olamine cream

0,77%, dan ketoconazole shampoo 2%. Untuk terapi oral dapat menggunakan

ketoconazole 200mg per hari selama 4 minggu, fluconazole 150 mg tiap minggu

selama 2-4 minggu, dan itrakonazol 200mg sehari selama 2 minggu, penggunaan

oral terbinafine tidak direkomendasikan pada terapi Malassezia karena tidak

terdistribusi secara efisien pada permukaan kulit.

Penggunaan antibiotic doxycycline dan asam fusidat pada pasien ini

bertujuan untuk mencegah folikulitis akibat bacterial, dan antibiotic golongan

tetrasiklin ini juga mempunyai efek antiinflmasi yang dapat menghambat aktifitas

kelenjar sebasea yang berlebihan dan hyperkeratosis.

Prognosis pasien ini secara quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia

ad bonam, quo ad sanationam dubia ad bonam. Edukasi diberikan kepada pasien

tentang penyakit dan perjalanannya, etiologi, tujuan pengobatan yang dilakukan,

komplikasi, serta prognosis. Infeksi berulang sangat sering terjadi selama terdapat

factor predisposisi. Pencegahan menggunakan selenium sulfide lotion 2,5% atau

ketokonazol cream 2% seminggu sekali dapat diberikan. Pencegahan juga dapat

dilakukan dengan itrakonazol 400 mg atau oral flukonazol 200 mg 1 bulan sekali.

17
BAB 5

KESIMPULAN

Diagnosa ditegakkan dengan gejala klinis, penemuan klinis berupa papul

dan pustul perifolikular dengan diameter berukuran 2-3 mm, dengan peradangan

minimal. Peemeriksaan penunjang KOH dan kultur dapat dilakukan untuk

diagnosis pasti infeksi jamur dan mengetahui infeksi bakteri spesifik apa yang

menyertai.

Pengobatan pada pitirosporum folikulitis menggunakan antifungal

keetokonazol. Penggunaan antibiotic diberikan selama terdapat indikasi dan tidak

ada kontraindikasi serta pemberian terapi antifungal yang sudah sesuai.

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan secara konsisten. Pengobatan

harus diteruskan selama 4 minggu. Mencegah terjadinya jamur perlu dilakukan

dengan mencaga higienitas dan factor predisposisi lainnya. Pasien ini mengalami

keluhan secara kronis berulang sehingga perlu adanya pertimbangan untuk

pemberian antifungal preventif dan pemeriksaan apakah terjadi imunodefisiensi

pada pasien tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Bramono K. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Menaldi SL,

Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VII.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2015. hal. 103-5.

2. Partogi, Donna, dr, Sp.KK, 2008. Pitriasis Versikolor dan Diagnosis

Bandingya (Ruam – Ruam Bercak Putih Pada Kulit). Medan : Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU/RSUD H Adam Malik/ RS Dr

Pirngadi. http://medicineline.wordpress.com/2011/08/08/pitiriasis-

versikolor/

3. Janik MP, Hefferman MP, Yeast infection: candidiasis and tinea (pytriasis)

versicolor, and malassezia (pityrosporum) folliculitis. In: Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Level D editor.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:

McGraw-Hill Co;2012.p2298-311

4. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2 .Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2013

5. Akaza N, Akamatsu H, Sasaki Y, et al. 2009. Malassezia folliculitis is

caused by cutaneus resident Malassezia species. Med Mycol. P 618-624

6. Bramono K., Budimulja U., 2015. Nondermatofitosis. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FKUI

7. Wasiatmaja, 2015. Erupsi Akneiformis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FKUI

8. James W.D. et al., 2011. Andrews’ Diseases of The Skin Clinical

Dermatology 7th Edition. Elsevier

19
9. Wolff, Klaus et al. 2011. Pityrosporum Folliculitis. In : Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine 8th ed. New York: Mc Graw Hill

Medical. P 2310-2311.

20

Anda mungkin juga menyukai