Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP PENETAPAN

TINGKAT SEWA SUKUK IJARAH DI INDONESIA

NILAWATI
10800113132/AK C
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Alauddin Makassar
nilawatiakuntansi6@gmail.com

ABSTRACT
Financial ratio analysis is acomparison of the figures contained in the financial
statements to determine the financial position of a company as well as assessing
management's performance in a particular period. With the analysis is able to provide
the correct financial information for the purpose of investor decision making. This
article will discuss how the company's liquidity effect on rental rates and returns Sukuk
Ijarah Sukuk Ijarah lease by using the ratio of equity capital to total assets. Information
on rental rate determination is supported by theories have Sukuk Ijarah signal that
describes the information issued by the company to the investors who will reach a
decision in the investment and capital structure theory is used to finance the company in
determining the policy mix between debt and equity that aims to maximize the value of
the company. The results of this paper is the return of Sukuk Ijarah rental rates not only
in terms of the liquidity of the company how well the company meet its short term
obligations but also be seen from the rate of return in the long run. Good financial
condition in the short term is not reflected in their financial condition was good in the
long term, including in the ratio of equity capital to the ratio of total assets(Ratioof
Owner's Equity to TotalAssets).

Keywords: Liquidity, Solvency, Ratio of Owner's Equity to total Assets and Sukuk
Ijarah.

I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Investasi menurut syariah adalah kegiatan perdagangan atau kegiatan usaha,
dimana kegiatan tersebut berkaitan dengan suatu produk atau aset maupun usaha jasa
(Zubair, 2012). Investasi syariah sering dilakukan di pasar modal yang merupakan salah
satu bentuk aktivitas muamalah disisi syariah, selama segala jenis transaksi yang terkait
didalamnya tidak bertentangan dengan segala ketentuan yang ditetapkan oleh syariat
islam (Sudaryanti dkk, 2011). Dengan demikian, transaksi dipasar modal menurut
prinsip syariah tidak dilarang atau diperbolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi
yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Fakta pesatnya
pertumbuhan ekonomi syariah ini tentu membawa dampak positif bagi para pelaku
ekonomi, tidak terkecuali pelaku ekonomi di pasar keuangan (Mujahid dan Fitrjanti,
2010). Salah satu jenis investasi syariah di pasar modal adalah obligasi syariah (sukuk).
Sukuk merupakan salah satu terobosan baru dalam dunia keuangan islam yang
bentuk pendanaan dan sekaligus investasi (Melati, 2013). Menurut Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI, sukuk adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan perusahaan (emiten) kepada pemegang sukuk yang
mewajibkan emiten untuk membayar kembali obligasi pada saat jatuh tempo.
Munculnya dasar sukuk adalah karena ketidakcocokan obligasi konvensional
didefinisikan sebagai obligasi dan memberikan kupon dalam bentuk bunga atas jumlah
pokok yang dilarang dalam islam.
Sukuk dapat diperdagangakan sesuai dengan prinsip syariah dan memperoleh
bagi hasil yang lebih tinggi dibanding dengan obligasi konvensional, karena didalam
obligasi konvensional terdapat bunga dan pengakuan sebagai utang . Sedangkan sukuk
merupakan jangka panjang syariah sekuritas emiten kepada pemegang obligasi yang
diterbitkan syariah mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah dalam bentuk bagi hasil dan membayar kembali dana obligasi pada saat
jatuh tempo (Fathurahman dan Fitriani, 2013). Dengan demikian, pada obligasi
konvensional tidak cocok untuk investasi di pasar modal karena ada unsur riba
didalamnya serta tidak sesuai dengan prinsip didalam islam. Sukuk yang
diperdagangkan di pasar modal ada berbagai jenis baik itu di tingkat internasional
maupun nasional.
Di tingkat International, sukuk dibedakan atas beberapa jenis menurut AAOFI
(Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institution) via
Departemen Keuangan, 2010, yaitu Sukuk Ijarah, Sukuk Mudharabah, Sukuk
Musyarakah, dan Sukuk Istishna. Sedangkan jenis sukuk nasional (Negara) ada 6 jenis
sukuk yaitu Sukuk Negara Ritel, Sukuk Valas, Sukuk Dana haji Indonesia (SDHI),
Sukuk seri IFR, Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS), dan PBS (Project Based
Sukuk). Sukuk yang diterapkan di Indonesia berbeda dengan Sukuk Negara, karena
lambatnya perkembangan sukuk di indonesia mengakibatkan posisi indonesia nyaris
tidak diperhitungkan oleh para praktisi keuangan syariah global. Padahal,Indonesia
adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Dan sangat ironis bahwa para
perhatian para praktisi keuangan syariah baik dari Timur Tengah, Eropa, dan Amerika
Serikat (AS) tersebut justru tertuju pada Singapura dan Malaysia yang dianggap sebagai
hubungan keuangan islam selain Qatar, Dubai, dan Bahrain.
Kondisi ini memang tak lepas dari perkembangan keuangan syariah di indonesia
yang pertumbuhannya berjalan lambat. Dan belum banyak institusi di indonesia yang
memanfaatkan instrumen keuangan syariah, seperti obligasi syariah (sukuk) dalam
aktivitas fundraising mereka. (Jiwandaru dkk, 2010). Dengan demikian, instrument
keuangan syariah yaitu sukuk akan diteliti khususnya sukuk ijarah mengingat
kurangnya pemanfaatan instrument keuangan syariah yang dilakukan Indonesia.
Sukuk Ijarah, diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah. Satu pihak
bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak guna suatu aset
kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Penerbitan Sukuk Ijarah di
Indonesia, menjadi topik yang baru dan menarik karena semakin banyak sukuk yang
diterbitkan maka semakin baik pula kinerja keuangan instansi syariah yang
mengeluarkan sukuk (Afiani, 2010).
Obligasi syariah atau disebut dengan sukuk yang berakad ijarah baru
diperkenalkan pada tahun 2004. Namun dalam kenyataannya sukuk berakad ijarah lebih
diminati dibandingkan dengan sukuk berakad mudharabah (Putri, 2015). Dalam akad
Ijarah, pihak yang memberikan sewa harus memiliki sepenuhnya barang atau asset
untuk disewakan kepada penyewa. Dari manfaat asset tersebut, penyewa akan
membayarkan upah kepada pihak yang memberikan sewa. Sewa dibayarkan sesuai
dengan penghasilan yang didapatkan penyewa dari pemanfaatan asset yang disewa
(Siskawati, 2010). Dengan demikian, investor harus mempunyai pemahaman yang lebih
dalam mengenai sukuk ijarah. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah mengetahui
laporan keuangan suatu perusahaan dengan melihat perubahan yang terjadi dalam
kinerja keuangan perusahaan apakah mengalami penurunan atau kenaikan.
Kinerja keuangan perusahaan adalah suatu gambaran tentang kondisi keuangan
suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat
diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang
mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu (Wati, 2012). Dengan demikian
kinerja keuangan perusahaan disebut juga suatu penentuan yang mengukur mengenai
baik buruknya perusahaan dalam prestasi kerja dapat dilihat dari kondisi keuangannya
pada periode tertentu. Hal senada dipaparkan oleh (Mahendra dkk, 2012) mengenai
Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon
investor untuk menentukan investasinya. Bagi sebuah perusahaan, menjaga dan
meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar tersebut tetap eksis dan
tetap diminati oleh investor. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan
cerminan dari kinerja keuangan perusahaan.
Kondisi keuangan dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan. Pengukuran
kinerja keuangan dalam perusahaan dilakukan untuk mengetahui apakah hasil yang
dicapai telah sesuai dengan perencanaan. Dengan meningkatnya kinerja keuangan
perusahaan berarti perusahaan dapat mencapai tujuan dari didirikannya perusahaan
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Analisis laporan keuangan umumnya dimulai dengan sekumpulan rasio
keuangan yang dirancang untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan dari sebuah
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lain dalam industri yang
sama, dan untuk menunjukkan apakah posisi keuangannya selama ini telah membaik
atau memburuk. Terdapat beberapa rasio keuangan antara lain yakni rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas. Berdasarkan penjelasan diatas
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana likuiditas perusahaan berpengaruh terhadap tingkat sewa sukuk ijarah ?
2. Bagaimana pengembalian sewa sukuk ijarah menggunakan Rasio Modal Sendiri
terhadap Total Aktiva (Ratio of Owner’s Equity to Total Assets) ?

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN


A. Teori Sinyal (Signaling Theory)
Signaling Theory merupakan sinyal informasi yang dibutuhkan oleh para
investor untuk menentukan apakah investor tersebut akan menanamkan sahamnya pada
perusahaan yang bersangkutan atau tidak. Signalling Theory menekankan kepada
pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi
pihak diluar perusahaan (Sari, 2014). Dalam hal ini yaitu perusahaan sebagai pihak
penerbit obligasi syariah (sukuk) ijarah akan memperhatikan reaksi investor terhadap
informasi pengumuman penerbitan obligasi syariah (sukuk) ijarah tersebut. Jika
pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar bereaksi pada
waktu informasi tersebut diterima oleh pasar. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Mujahid (2010) mengenai informasi penerbitan obligasi syariah (sukuk) ini kemudian
akan memberikan suatu pertanda (signal) bagaimana efeknya bagi cumulatif abnormal
return saham perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah (sukuk) sekaligus
mengeluarkan saham di pasar bursa efek. Dengan demikian, teori ini merupakan suatu
pengumuman dianggap positif jika manajer perusahaan menyampaikan perspektif masa
depan perusahaan yang baik ke publik. Adapun alasan yang dapat mendukung sinyal ini
dimana perusahaan yang melakukan pengumuman merupakan perusahan yang
mempunyai kinerja yang baik.
Menurut Jama’an dalam (Septyawanti, 2013) Signaling Theory mengemukakan
tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna
laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh
manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada
perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh
manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui
laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang
menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan
melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan
keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Hal ini didukung
oleh pandangan (Primadani, 2013) yang menyatakan Teori signal adalah suatu tindakan
yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan.
Teori sinyal adalah teori yang menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai
dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal (Putri
dan Christiawan, 2014). Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah
karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan
mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada
pihak luar (investor dan kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai
perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga
yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan,
dengan mengurangi asimetri informasi.
Teori Sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut
berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak yang
berkepentingan. Sinyal yang diberikan dapat juga dilakukan melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh
manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi
serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada
perusahaan lain (Susilawati, 2011). Teori sinyal ini membahas bagaimana seharusnya
sinyal-sinyal keberhasilan atau kegagalan managemen (agent) disampaikan kepada
pemilik modal (principle). Dengan demikian, penyampaian laporan keuangan dapat
dianggap sebagai sinyal, yang berarti bahwa apakah agen telah berbuat sesuai dengan
kontrak atau belum. Teori sinyal juga memprediksikan bahwa pengumuman efek pada
harga saham dan kenaikan deviden adalah positif.
Salah satu informasi yang wajib untuk diungkapkan oleh perusahaan adalah
informasi tentang laporan keuangan perusahaan. Perusahaan melakukan analisis
keuangan dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan (Rustiarini,
2010). Informasi tentang analisis keuangan merupakan suatu sinyal perusahan untuk
mengkomunikasikan kinerja perusahaan dalam jangka pendek, menegah dan jangka
panjang, karena laporan keuangan terkait dengan kemampuan perusahaan
mengembalikan tingkat sewa dalam sukuk ijarah. Dengan demikian, Sygnalling theory
adalah teori yang melihat pada tanda-tanda tentang kondisi yang menggambarkan suatu
perusahaan. Teori sygnalling menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik
dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian investor dapat
diharapkan membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan berkualitas buruk
(Liogu dan Saerang, 2015). Agar sinyal tersebut baik, maka harus dapat ditangkap
investor dan dipresepsikan baik serta tidak mudah ditiru oleh perusahaan yang memiliki
kualitas yang buruk. Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan
memberikan signal bagi para investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika
pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan investor dapat
menanamkan modalnya di dalam perusahaan.

B. Teori Struktur Modal


Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, jika keputusan investasi dan kebijakan deviden
dipegang konstan. Dengan kata lain, jika perusahaan menggantikan sebagian modal
sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga saham akan berubah, apabila
perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Teori struktur modal
adalah teori yang menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan perusahaan dalam
menentukan bauran antara hutang dan ekuitas yang bertujuan untuk memaksimumkan
nilai perusahaan. Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer keuangan untuk
dapat mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber dana yang akan
dipilih. Weston dan Copeland memberikan definisi struktur modal sebagai pembiayaan
permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal
pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang terdiri dari saham biasa, modal
disetor atau surplus modal dan akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan memiliki
saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham.
Dana yang tersedia pada struktur permodalan tersebut akan digunakan untuk
mendanai investasi perusahaan atas berbagai macam jenis pilihan investasi yang
tersedia. Dalam melakukan investasi, perusahaan berusaha menciptakan nilai. Oleh
karena itu, struktur modal akan menentukan sejauh mana dan bagaimana nilai
diciptakan yang akan tercermin dari struktur modal secara langsung berpengaruh
terhadap besarannya risiko yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat
pengembalian tingkat keuntungan yang diharapkan. Keputusan struktur modal yang
diambil oleh manager tersebut tidak saja berpengaruh terhadap profitabilitas, tetapi juga
berpengaruh terhadap risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko keuangan
tersebut meliputi kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba yang ditargetkan
perusahaan (Seftianne dan Handayani, 2011). Dengan demikian, tampak bahwa
keputusan struktur modal merupakan keputusan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup perusahaan khususnya dalam proses keputusan investor dalam menginvestasikan
modalnya khususnya dalam bentuk sukuk (ijarah).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing
(jangka panjang) dengan modal sendiri. Sedangkan menurut Sartono dalam (Kartika,
2009) yang dimaksud dengan struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang
jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen dan
saham biasa. Struktur keuangan adalah perimbangan antara utang dengan modal sendiri.
Dengan kata lain struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. struktur
modal adalah susunan atau perbandingan antara modal sendiri dan pinjaman jangka
panjang, jadi struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Besar kecilnya
angka rasio struktur modal menunjukkan banyak sedikitnya jumlah pinjaman jangka
panjang daripada modal sendiri yang diinvestasikan pada aktiva tetap yang digunakan
untuk memperoleh laba operasi (Kesuma, 2009). Semakin besar angka rasio struktur
modal berarti semakin banyak jumlah pinjaman jangka panjang, sehingga semakin
banyak bagian dari laba operasi yang digunakan untuk membayar beban bunga tetap,
dan semakin banyak aliran kas yang digunakan untuk membayar angsuran pinjaman,
akibatnya semakin sedikit jumlah laba bersih sesudah pajak yang akan diterima oleh
perusahaan.

C. Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah


Salah satu bentuk investasi pada pasar modal syariah adalah membeli sekuritas
syariah. Sekuritas syariah mencakup saham syariah, obligasi syariah (sukuk), reksadana
syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Investasi dengan
pemilikan sekuritas syariah dapat dilakukan di pasar modal syariah, baik secara
langsung pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan
sekunder di bursa. Dari berbagai jenis sekuritas yang ada, beberapa diantaranya telah
telah memperoleh pengakuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) atas kesyariahannya,
salah satunya adalah instrumen obligasi syariah atau sukuk. Sukuk adalah salah satu
terobosan baru dalam dunia keuangan Islam yang merupakan bentuk pendanaan dan
sekaligus investasi. Meskipun istilah sukuk adalah istilah yang memiliki akar sejarah
yang panjang, namun inilah salah satu bentuk produk yang paling inovatif dalam
pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer.
Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan nama sukuk. Kata sukuk
dapat ditelusuri dengan mudah pada literatur Islam komersial klasik. Sukuk berasal dari
bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan
sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim)
kepemilikan. Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DSNMUI/ IX/2002, DSN masih
menggunakan istilah obligasi syariah, belum menggunakan istilah sukuk Mengacu pada
fatwa tersebut, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah “suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo” (Zubair, 2012).
Pada awalnya, penggunaan istilah “obligasi syariah” sendiri dianggap
kontradiktif. Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak
dimungkinkan untuk disyariahkan. Namun sebagaimana pengertian bank syariah adalah
bank yang menjalankan prinsip syariah, tetap menghimpun dan menyalurkan dana,
tetapi tidak dengan dasar bunga, demikian juga adanya pergeseran pengertian pada
obligasi, yang kemudian memunculkan istilah sukuk untuk obligasi syariah. Sukuk
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo penyataan ini adalah
definisi obligasi syariah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) No.
32/DSNMUI/IX/2002.
Sukuk ijarah adalah pembiayaan yang menggunakan sistem akad ijarah, atau
surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
diterbitkan oleh perusahaan, pemerintah, atau institusi lainnya yang mewajibkan pihak
penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa fee dari
hasil penyewaan aset serta membayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo
(Putri, 2015). Dengan demikian, pihak yang memberikan sewa harus memiliki
sepenuhnya barang atau asset untuk disewakan kepada penyewa. Dari manfaat asset
tersebut, penyewa akan membayarkan upah kepada pihak yang memberikan sewa. Sewa
dibayarkan sesuai dengan penghasilan yang didapatkan penyewa dari pemanfaatan asset
yang disewa. Dalam hal ini, resiko terletak pada keahlian dan kepiawaian penyewa
dalam memanfaatkan asset, dan bukan pada kegiatan spekulatif yang tidak memiliki
keuntungan ekonomi riil.
Struktur sukuk ijarah sebagai berikut:

Ada tiga pihak yang terlibat dalam akad sukuk ijarah. Akad-akadnya adalah
akad investasi yaitu antara investor (sukuk holder) dan pihak Special Purpose Vehicle
(SPV) atau kontrak investasi kolektif, akad jual beli antara pihak SPV/KIK dan pihak
suplier atau penjual aset (komoditi) dan akad sewa (ijarah) atau jual beli antara pihak
SPV/KIK dan perusahaan atau penyewa aset. Menurut peraturan Bapepam dan LK
No.IX.A.14 tentang akad-akad yang dipergunakan dalam penerbitan efek syariah
dipasar modal, mendefinisikan ijarah sebagai berikut : “ijarah adalah perjanjian (akad)
dimana pihak yang memiliki barang atau jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji
kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau
pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa
atau pemberi jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah (ujrah),
tanpa diikuiti dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi obyek Ijarah”
(Siskawati, 2010).
Sukuk Ijarah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan akad ijarah di mana satu
pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat
atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah adalah sekuritas
yang mewakili kepemilikan aset yang keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat
pada suatu kontrak sewa beli (lease), dimana pembayaran return pada pemegang sukuk.
Dalam akad Ijarah, pihak yang memberikan sewa harus memiliki sepenuhnya barang
atau asset untuk disewakan kepada penyewa. Dari manfaat asset tersebut, penyewa akan
membayarkan upah kepada pihak yang memberikan sewa. Sewa dibayarkan sesuai
dengan penghasilan yang didapatkan penyewa dari pemanfaatan asset yang disewa.
Dalam hal ini, resiko terletak pada keahlian dan kepiawaian penyewa dalam
memanfaatkan asset, dan bukan pada kegiatan spekulatif yang tidak memiliki
keuntungan ekonomi riil.
Sukuk ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan aset yang
keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli (lease),
sewa dima pembayaran return pada pemegang sukuk (Sholeh, 2013). Berkat
fleksibilitas pada aturan ijārah, pelaksanaan sekuritisasi kontrak ijarah merupakan faktor
kunci dalam mengatasi masalah-masalah manajemen likuiditas dan untuk pembiayaan
kebutuhan-kebutuhan sektor publik di negara-negara berkembang. Pembayaran dari
sewa ijārah dapat tidak berhubungan dengan periode pengambilan manfaat oleh
penyewa. Hal ini bisa dibuat sebelum memulai periode sewa beli, selama periode atau
setelah periode sesuai keputusan yang saling menguntungkan antara pihak-pihak yang
terlibat. Fleksibilitas dapat digunakan untuk mengubah bentuk yang berbeda dari
kontrak dan sukuk dapat disesuaikan untuk tujuan berbeda dari penerbit dan para
pemegang sukuk. Penggunaan konsep ini sebagai alat alternatif dari peminjaman
berdasarkan rasio yang digunakan dalam perusahaan yang memiliki aset jangka panjang
yang dapat digunakan dalam proses pelaksanaannya.

D. Rasio Keuangan dan Kinerja Keuangan


Laporan keuangan merupakan sebuah informasi yang penting bagi investor
dalam mengambil keputusan investasi. Manfaat laporan keuangan tersebut menjadi
optimal bagi investor apabila investor dapat menganalisis lebih lanjut melalui analisis
rasio keuangan. Analisis rasio keuangan adalah membandingkan angka-angka yang ada
dalam laporan keuangan untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta
menilai kinerja manajemen dalam periode tertentu. Rasio keuangan berguna untuk
memprediksi kesulitan keuangan perusahaan, hasil operasi, kondisi keuangan
perusahaan saat ini dan pada masa mendatang, serta sebagai pedoman bagi investor
mengenai kinerja masa lalu dan masa mendatang. Dari sudut pandang seorang investor,
meramalkan masa dapan adalah hakikat dari analisis laporan keuangan. Sedangkan dari
sudut manajemen analisis laporan keuangan akan bermanfaat baik untuk mengantisipasi
kondisi–kondisi di masa depan maupun yang lebih penting lagi sebagai titik awal untuk
melakukan perencanaan langkah-langkah yang akan meningkatkan kinerja perusahaan
di masa depan.
Menurut Harahap rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Misalnya antara utang dan modal,
antara kas dan total asset, antara harga pokok produksi dengan total penjualan, dan lain
sebagainya. Teknik ini sangat lazim digunakan para analisis keuangan. James C Van
Horne dikutip dari Kasmir (2008:104) rasio keuangan adalah indeks yang
menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka
dengan angka lainnya.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menganalisa laporan keuangan
adalah analisis rasio. Analisis rasio adalah cara analisa dengan menggunakan
perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditujukan dalam neraca
maupun laba rugi. Pada dasarnya perhitungan rasio-rasio keuangan adalah untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan dimasa lalu, saat ini dan kemungkinannya dimasa
depan.
Jenis-Jenis Rasio Keuangan
Menurut Rahardjo (2007: 104) rasio keuangan perusahaan diklasifikasikan
menjadi lima kelompok, yaitu :
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek.
2. Rasio Solvabilitas (Leverage atau Solvency Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh
kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio ini menunjukkan tingkat efektifitas pengguna aktiva atau kekayaan
perusahaan.
4. Rasio Profitabilitas dan Rentabilitas (Prifitability Ratio)
Rasio ini menunjukkan tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding
penjualan atau aktiva.
5. Rasio Investasi (Investment Ratio)
Rasio ini menunjukkan rasio investasi dalam surat berharga atau efek khususnya
saham dan obligasi.
E. Likuiditas dan Solvabilitas Perusahaan
1. Likuiditas Perusahaan
Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kemampuan finansialnya dalam jangka pendek. Perusahaan
dengan likuiditas yang baik akan berpotensi memiliki default risk yang rendah
dibandingkan dengan perusahaan dengan likuiditas yang rendah karena tingginya
likuiditas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan
cadangan dana yang cukup untuk memenuhi seluruh kewajibannya (Putri, 2013).
Dalam rasio-rasio likuiditas, analisa dapat dilakukan dengan menggunakan rasio
sebagai berikut :
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo
dengan aktiva lancar yang tersedia. Rasio lancar sangat berguna untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajibannya, dimana dapat diketahui
sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat
menjamin hutang lancarnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin terjamin
hutang-hutang perusahaan kepada kreditur.
Perhitungan rasio ini akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi hutang jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar. Rasio ini
dirumuskan:
Aktiva Lancar x 100 %
Kewajiban Lancar
b. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
Rasio cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban atau utang lancer tanpa memperhitungkan nilai
persediaan.
Rasio cepat merupakan perbandingan antara aktiva lancar setelah
dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini merupakan ukuran
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan
menggunakan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan (Muqorobin,
2009). Rasio ini dirumuskan:
Kas dan Bank – Persediaan x 100 %
Kewajiban Lancar
2. Solvabilitas Perusahaan
Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur perbandingan dana yang
disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan
tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan
dan para pemberi pinjaman. Struktur modal merupakan perbandingan atau proporsi
dari total hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Keputusan struktur modal
berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari
luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal
berasal dari laba ditahan (Susilowati dan Turyanto, 2011). Dana yang diperoleh dari
sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik
perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang
bagi perusahaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala
kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi.
Solvabilitas berarti kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utangnya,
baik jangka panjang maupun jangka pendek dan merupakan jumlah proporsi hutang
yang dimiliki oleh perusahaan. Solvabilitas dapat pula diartikan sebagai
perbandingan antara jumlah hutang dengan jumlah ekuitas yang dimiliki perusahaan
(Aryaningsih dan Budiartha, 2014). Namun, ketika perusahaan memiliki jumlah
proporsi hutang yang lebih banyak daripada jumlah ekuitas, maka investor akan
cenderung menurunkan niatnya untuk investasi didalam sebuah perusahaan.
Adapun rasio yang tergabung dalam rasio solvabilitas adalah sebagai berikut:
a. Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)
Merupakan perbandingan antara hutang-hutang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya.
b. Rasio Hutang terhadap Total Aktiva (Total Debt to Total Assets Ratio)
Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka
panjang dan jumlah seluruh aktiva yang diketahui. Rasio ini menunjukkan
berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang.
c. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva (Ratio of Owner’s Equity to Total
Assets)
Rasio ini menunjukkan pentingnya sumber modal pinjaman dan tingkat
keamanan yang dimiliki oleh kreditor. Rasio ini disebut juga Proprietory Ratio
yang menunjukkan tingkat solvabilitas perusahaan dengan anggapan bahwa
semua aktiva dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca.
Ratio of Owner’s Equity to Total Assets atau rasio modal sendiri dengan total
assets menunjukkan perkembangan yang baik karena proporsi aktiva keseluruhan yang
dibelanjai dengan modal sendiri semakin besar dan mencerminkan pengembalian yang
cukup tinggi bagi kreditur (Afriyeni, 2008). Peningkatan biaya modal sendiri akan
semakin besar dan bahkan akan lebih besar dari pada penurunan biaya karena
penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada
awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. kebanyakan perusahaan
industri sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan
mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri,
sedang hutang sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya
aturan struktur finansial konservatif horisontal yang menyatakan bahwa besarnya modal
sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain
yang sifatnya permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas
aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat
dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Perusahaan-perusahaan besar di negara industri menunjukkan adanya pengaruh
struktur aktiva terhadap struktur modal. Perusahaan yang sudah go public akan lebih
mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil karena
kemudahan akses tersebut perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar pula.
Dengan demikian, struktur aktiva mempengaruhi keputusan modal yang dilakukan oleh
manajer. Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan
modal eksternal. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat
sering juga menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi
keinginan untuk menggunakan utang.

III. KESIMPULAN
Penetapan tingkat sewa sukuk ijarah menggunakan analisis keuangan yang
menyangkut rasio-rasio keuangan yang berguna untuk memprediksi kesulitan keuangan
perusahaan, hasil operasi, kondisi keuangan perusahaan saat ini dan pada masa
mendatang, serta sebagai pedoman bagi investor mengenai kinerja masa lalu dan masa
mendatang. Hasil dari analisis ini menggambarkan tingkat likuiditas sebuah perusahaan
mempengaruhi minat investor menanamkan modalnya dimana perusahaan mampu
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi tingkat pengembalian yang
diterima oleh investor maka akan semakin tinggi pula minat investor dalam penyaluran
modalnya. Pengembalian tingkat sewa sukuk ijarah tidak hanya dilihat dari sisi
likuiditas perusahaan seberapa mampu perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendeknya namun dilihat juga dari tingkat pengembalian dalam jangka panjang.
Kondisi keuangan yang baik dalam jangka pendek tidak tercermin adanya kondisi
keuangan yang baik juga dalam jangka panjang, termasuk dalam rasio modal sendiri
dengan rasio total aktiva (Ratio of Owner’s Equity to Total Assets). Ratio of Owner’s
Equity to Total Assets atau rasio modal sendiri dengan total assets menunjukkan
perkembangan yang baik karena proporsi aktiva keseluruhan yang dibelanjai dengan
modal sendiri semakin besar dan mencerminkan pengembalian yang cukup tinggi bagi
kreditur.
DAFTAR PUSTAKA

AAOFI (Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institution) via
Departemen Keuangan, 2010

Afiani, Damalia. 2013. Pengaruh Likuiditas, Produktivitas, Profitabilitas dan


Leeverage terhadap Peringkat Sukuk (Studi Empiris paa Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah Periode 2008-2010. Accounting Analysis Journal/AAj
2 (1).

Afriyeni, Endang. 2008. Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Analisis Rasio. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Oktober Volume 3 Nomor 2.

Aryaningsih, Ni Nengah Devi dan Ketut Budiartha. 2013. Pengaruh Total Aset, Tingkat
Solvabilitas Dan Opini Audit Pada Audit Delay. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana 7.3: 747-647, ISSN: 2302-8556.

Fathurahman, Heri dan Rachma Fitriati. 2013. Comparative Analysis of Return on


Sukuk an Coventional Bonds. American Journal of Economics.

Jiwandaru, Burhanuddin dan M. Rizal Taufiqurahman. 2010. Analisis Komparatif Biaya


Hutang Sukuk dan Obligasi Perusahaan. Tazkia Islamic Finance dan Business
Review Vol. 5 No. 2 Agustus – Desember.

Kartika, Andi. 2009. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di BEI. Dinamika Keuangan dan
Perbankan, Agustus, Hal. 105 - Vol. 1 No. 2 ISSN :1979-4878.

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers

Kesuma, Ali. 2009. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Serta
Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate yang Go Public
di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.11, No. 1,
Maret: 38-45.

Liogu, Stesia Juliana dan Ivonne S. Saerang. 2014. Reaksi Pasar Modal Terhadap
Pengumuman Kenaikan Harga BBM atas Saham Lq 45 Pada Tanggal 1
November 2014. Universitas Sam Ratulangi Manado. ISSN 2303-1174.

Mahendra Dj, Alfredo. 2012. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan
pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen,
Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan Vol. 6, No. 2 Agustus.

Melati, Arum. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Sewa Sukuk Ijarah.
Conservation University : Accounting Analysis Journal 2 (2).
Mujahid, dan Tettet Fitrjanti. 2010. Pengaruh Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk)
Perusahaan Terhadap Reaksi Pasar. SNA XIII Purwokerto. Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.

Muqorobin, Agus dan Moech. Nasir. 2009. Penerapan Rasio Keuangan Sebagai Alat
Ukur Kinerja Perusahaan. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis Volume 13,
Nomor 1, Juni, hlm.1-13

Primadani, Resi. 2013. Reaksi Pasar Saham terhadap Pengumuman Penerbitan


Obligasi Syariah di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmu Manajemen Volume 1
Nomor 1, 1 januari.

Putri, Eka Lestari Hafqi. 2013. Pengaruh Risiko Likuiditas Perusahaan Terhadap Yield
Spread Obligasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No. 3 Desember.

, Rafika Anggraini dan Yulius Jogi Christiawan. 2014. Pengaruh Profatibilitas,


Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (Studi Pada Perusahaan-Perusahaan Yang Mendapat
Penghargaan Isra Dan Listed (Go-Public) Di Bursa Efek Indonesia (Bei) 2010-
2012). Business Accounting Review, Vol. 2, No. 1.

, Rianda Ajeng. 2015. Pengaruh Penerbitan Sukuk Ijarah terhadap Return On


Assets, Return On Equity, Earning Per Share Emiten di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2013. JESIT Vol. 2, No. 6 Juni.

Rustiarini, Ni Wayan. 2010. Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan


Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi XIII Purwokerto.

Sari, Agista Kencana. 2014. Perbedaan Return Saham Sebelum dan Sesudah
Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah pada Perusahaan yang Tergabung
dalam Daftar Efek Syariah (DES). Jurnal Ekonomi dan Bismis Islam Vol. IX,
No. 1 Desember

Seftianne dan Ratih Handayani. 2011. Faktir-Faktor yang Mempengaruhi Struktur


Modal pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi
Vol. 13, Nomor 1 April.

Septyawanti, Hilda Indria. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peringkat


Obligasi perusahaan. Accounting Analysis Journal 2 (3).

Sholeh, Moh. 2013. Obligasi Shariah (Analisi Normatif, Praksis Dan Komparatif
Perbankan Konvensional Dan Perbankan Syariah). At-Tahdzib Vol.1 Nomor 2/

Siskawati, Eka. 2010. Perkembangan Obligasi Syariah di Indonesia (suatu Tinjauan).


Jurnal Akuntansi dan Manajemen Vol. 5 No. 2 Desember ISSN 1858-3687 Hal
1-9.
Susilowati, Yeye dan Tri Turyanto. 2011. Reaksi Signal Rasio Profitabilitas Dan Rasio
Solvabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan Profitability and Solvability
Ratio Reaction Signal Toward Stock Return Company. Dinamika Keuangan dan
Perbankan, Mei hal: 17 – 37. Vol. 3, No. 1 ISSN :1979-4878.

Sudaryanti, Neneng, Akhmad Afandi Mahfudz dan Ries Wulandari. 2011. Analisis
Determinan Peringkat Sukuk dan Peringkat Obligasi di Indonsia. Tazkia
Islamic Finance and Business Reciew Vol.6 No. 2 Agustus-Desember.

Wati, Like Monisa. 2012. Pengaruh Praktek Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Vol.
01, No. 01 September.

Zubair, Kamal M. 2012.Obligasi dan Sukuk dalam Perspektif Keuangan Islam (Suatu
Kajian Perbandingan). Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum Vol. 26 No. 1 Januari -
Juni.

Anda mungkin juga menyukai