Anda di halaman 1dari 26

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlah

Akhlak (Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku
yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak
dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah
SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah[1]. Dijelaskan
dalam Al-Quran sebagai berikut :

‫والك لعلر حلق عطلم(المملع‬. )٦٨:٤

Atrinya

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam,
68 :4)[2]”

Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab kontemporer
asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata
adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna
memelihara hubungan baik antar mereka.

Ulamah akhlak brbeda pendapat tentang apa kah akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal
pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa akhlak
merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya
sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini
dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian lain berpendapat
bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan
itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik).
Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan
pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah
bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta
nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.

Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada issyarat
dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam Al-
Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda
iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam
menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.

Ukuran Baik dan Bururk. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran baik dan buruk akhlak. Mereka
terbagi menjadi tiga golongan

Golongan pertama, Muktazilah (aliran teologi islam rasional dan liberal pada abad ke-8, didirikan
oleh wasil bin ata [80 H/699 M-131 H/748 M]), berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk akhlak
adalah esensinya. Untuk ini mereka membagi akhlak yang menuntut esensinya adalah buruk dan
Allah SWT pasti melarangnya, seperti besikap jujur dan adil. Ada akhlak yang menurut esensinya bisa
baik dan buruk, seperti membunuh.
Golongan kedua. Maturidiah (aliran yang didirikan oleh abu Abu Mansur Muhammad al-maturidi [w.
333H/944 M]) dan mashab *Hanafi, sependapatdengan golongan Muktazilah. Hanya saja mereka,
berbeda pendapat tentang tanggung jawab terhadap akhlak tersebut. Menurut mereka, akal tidak
dapat menetapkan kewajiban, yang menetapkan kewajiban adalah syarak. Manusia akan dimintai
pertanggung jawaban hanya atas dasar kesadaran etisnya yang diperoleh melalui syarak.

Golonga ketiga, Asy’ariyah (aliran yang didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismailal-Asy-ari [260H/873
M-324 H/935 M]) dan jumlah ulamah usul fikih, berpendapat bahwa baik dan buruk akhlak
ditentukan olej syarak. Apa yang diperintahkan adalah baik dan yang dilarangnya adalah baik dan
apa yang dilrangnnya adalah buru. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban diperoleh melalui
syarak.

Al-Quran meberi kebebasan kepada manusia untuk memilih bertingkah laku baik atau buruk sesuai
dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia dan diminta pertanggung
jawabannya diakherat atas segalah tingkah lakunya[3]. Allah SWT berfirman.

Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèó™ãr 4 $ygs9 $tBôMt6|¡x. $pköŽn=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3 $
oY/u‘ Ÿw!$tRõ‹Ï{#xsè? bÎ) !$uZŠÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4 $oY-
/u‘Ÿwur ö@ÏJóss? !$uZøŠn=tã #\•ô¹Î) $yJx. ¼çmtFù=yJym ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB $uZÎ=ö6s% 4 $uZ-
/u‘ Ÿwur $oYù=ÏdJysè?$tB Ÿw sps%$sÛ $oYs9 ¾ÏmÎ/ ( ß#ôã$#ur $¨Ytã ö•Ïÿøî$#ur$oYs9 !$uZôJymö‘
$#ur 4 |MRr& $uZ9s9öqtB$tRö•ÝÁR$$sù ’n?tã ÏQöqs)ø9$# šúïÍ•Ïÿ»x6ø9$# ÇËÑÏÈ

Artunya :

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdoa) : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada
kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah
kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

(Q.S Al Baqarah 2 : 286[4])

Sumber Akhlak. Akhlak orang muslim merujuk pada dua sumber utama pada ajaran islam. Sumber
pertama diterangkan oleh *Aisyah binti Abu Bakar ketika ditanya para sahabat tentang akhlak
Rasulullah SAW Aisyah berkata adalah : “Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran”(H.R Ahmad bin
Hanban). Adapun sumber kedua adalah keteladanan yang dicontohkan oelh Rasulullah SAW kepada
umatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya.

ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym`yJÏj9 tb%x. (#qã_ö•tƒ ©!$# tPöqu‹ø9
$#ur t•ÅzFy$# t•x.sŒur©!$# #ZŽ•ÏVx. ÇËÊÈ

Artinya :

Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. : (Q.S
Al-Ahzab. 33 : 21)[5].

Sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga sasaran, yaitu
terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dab terhadap lingkungannya.
Akhlah terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap Allah
SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang
memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.

a. Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.

b. Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.

c. Berbaik sangka kepada Allah SWT

Akhlak Terhadap Sesama Manusia

a. Akhlak terhadap Oran Tua diantaranya sebagai berikut :

1. Memelihara keridaan orang tua

2. Berbakti kepada orang tua

3. Memelihara etika pergaulan kepada orang tua

b. Akhlak terhadap kaum kerabat. Akhlak yang paling utama terhadap kaum kerabat ialah
mengadakan hubungan silaturahmi dan berbuat ihsan (baik) terhadap mereka, seperti mencintai
mereka serta turut merasakan suka dan duka mereka. Diatara ayat-ayat yang berbicara tentang
akhlak ini ialah surah an-Nisa (4) ayat 1 dan 36, surah ar-ra’d (13) ayat 25, surah al-israh (17) ayat 26,
dan surah Muhammad (47) ayat 22. Diantara hadist Nabi SAW yang berbicara tentang akhlak ini
ialah “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirmaka hendaklah ia mengadakana hubungan
silaturrahmi” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

c. Akhlak terhadap tantangan. Diantara akhlak seseorang terhadap tantangannya ialah sebagai
berikut.

1. Tidak menyakiti tetangganya. Baik dengan perbuatan maupun denga perkataan

2. Berbuat ihsan (kebaikan) kepada tentangga diataranya ialah melakukan *takziah ketika
tetangganya mendapatkan musibah, melakukan *tahnia ketika tetanggany mendapat kegembiraan,
menjenguknya ketika sakit, menolongnya ketika dimintai tolong.

Ahklah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu yang
berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang tak
bernyawa.

Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia sebagai
khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-
mahluk itu adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan : “dan tiada
binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38). Oleh sebab itu menurut Al-Qurtubi, makluk-
mahluk itu tidak boleh diperlukan secara aniayah[6].

Allah SWT menciptakan Ala mini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-Nya. (Q.S. Al-
Ahqaaf. 46:3)[7].

$tB $oYø)n=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tBur!$yJßgoYøŠt/ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 9@y_r&ur ‘wK|¡•B 4t


ûïÏ%©!$#ur (#rã•xÿx. !$£Jtã (#râ‘É‹Ré& tbqàÊÌ•÷èãB ÇÌÈ
Artinya :

Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan
(tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. dan orang-orang yang kafir berpaling dari
apa yang diperingatkan kepada mereka.

M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam memanfaatkan alam manusia tidak hanya dituntut
untuk tidak bersikap angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, tetapi juga dituntut untuk
memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT, pemilik ala mini. Manusia
ditutntu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok saja tetapi juga
kemaslahatan semua pihak. Dengan demikian, manusia diperintahkan bukan untuk mencari
kemenagan, tetapi keselarasan dengan alam.

Kitab Tentang Akhlak. Disamping petunjuk tentang akhlak dalam bentuk perbuatan seperti
dikemukakan diatas, didalam islam terdapat juga petunjuk untuk memiliki perangai seperti sabar,
ramah, ikhlas, pemaaf, jujur,dan kasih sayan, serta petunjuk untuk menghindari perangai yang buruk
sepertipemarah, pendendam, dan berdusta.

Pembahasan tentang petunjuk-petunjuk tersebut banyak dimuat dalam kitab tasawuf dan akhlak
antara lain sebagai berikut.

1. Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah (risalah karya Qusyairi). Karya Abu Qasim Abdul Karim bin Hawazin
bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al-Qusyairi (376 H/986 M-465 H/1074 M). kitab ini
membahas antara lain tingkah laku, prinsif dan sifat sufi, serta kode etika para pelajar.

2. Ihya Ulum Ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), karya Imam al-gazali. Kitab yang terdiri
atas 4 jilid ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama mengupas masalah ibadah dengan segala
rahasianya. Bagian kedua membahas masalah adat dan muamalah. Bagian ketiga menyajikan hal-hal
yang dapat merusak diri, termasuk akhlak-akhlak tercela. Bagian keempat menguraikan hal-hal yang
menyelamatkan manusia dalam berbagai kerusakan, termasuk akhlak terpuji.

3. Al-Azkar (Zikir-zikir), karya imam an-Nawawi, kitab ini berkumpulan hadist dan doa tentang
aktivitas sehari-hari, latihan rohani, etika umum, dan lain-lain yang mempererat hubungan manusia
dengan Tuhan dan sesamanya.

4. Al-Akhlaq al-Islamiyyah wa Ususuha (Akhlak Islamdan dasar-dasarnya). Karya Ayekh


Abdurrahman Hasan Habnakah al-Maidani (ahli ilmu akhlak konteporer asal Suriah). Materinya
antara lain dasarnya akhlak yang digalidari Al-Quran dan hadis petunjuk praktis penerapan akhlak,
dan pendidikan akhlak[8].

B. Pendidikan Islam

Pendidikan islamadalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan
ajaran islam atau suatu upaya dengan ajaran islam memiliki nilai-nilai islam serta bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai islam.

Sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan keperibadian tentunya
pendidikan islam memerlukan landasan kerja untuk member arah bagi programnya sebab dengan
adanya dasar juga berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang akan diciptakan sebagai
pegangan lengah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah menentukan arah usaha sersebut.

Urutan prioritas pendidikan islam dalam upayah pembentukan kepribadian muslim, sebagaimana di
ilustrasikan berturut-turut dalam al-quran surat Lugman mulai ayat 3 dan seterusnya adalah[9].
1. Pendidikan keimanan kepada Allah SWT

øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³
9$#íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ

Artinya :

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya :
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Luqman ayat 13)[10].

Pendidikan yang pertama dan utama untuk dilakukan adalah pembentuka keyakinan kepada Allah
yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian.

2. Pendidikan Akhlaqul Karimah

Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan juga usaha
membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah merupakan modal bagi setiap orang
dalam menghadapi pergaulan antar sesamanya.

Akhlak termasuk diantara makana yang terpenting dalam hidup ini tingkatnya berada sesudah
keimanan atau kepercayaan kepada Allah, Malaikatnya, Rasul-rasulnya, hari akhir yang terkandang
hasyar, hisab, balasan akhirat dan qada dan qadar Allah. Apabila beriman kepada Allah dan
beribadah kepadanya pertama-tama berkaitan rapat antar hubungan hamba dan Tuhannya, maka
akhlak pertama sekali berkaitan dengan hubungan Muamalah Manusia dan orang-orang lain, baik
secara individu maupun kolektif. Tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada penyusunan
hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya, tetapi melebihi itu, juga mengatur
hubungan manusia dengan segalah yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini malah melampawi
itu yaitu mengatur hubungan antar hamba denga Tuhannya[11].

Ÿwur ö•Ïiè|Áè? š‚£‰s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? ’Îû ÇÚö‘F{$#$·mt•tB ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw •=Ïtä† ¨@ä. 5A$t
FøƒèC 9‘qã‚sù ÇÊÑÈ

Artinya :

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. (Luqman 18)[12].

Selanjutnya, tentang pendidikan (Pendidikan Islam) Al-Quran, antra lain berbicara mengenai :
karakteristik sejarah dan medan pendidikan.

1. Karakteristik Pendidikan Islam

Pendidikan islam bukannya hanya pendidikan akhlak aqiqah dan ibadah saja, melaikan lebih luas,
yakni :

a. Pendidikan Islam mencakup seluruh aspek manusia

b. Pendidikan Islam mencakup kepentingan hidup dunia dan akhirat.

c. Pendidikan Islam berlangsung terus-menerus sejak masih dalam kandungan ibu sampai masuk
liang lahat, setiap orang selalu terlebit dalam proses pendidikan baik sebagai terdidik maupun
pendidik.
d. Sistem Pendidikan islam menuju keselarasan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Segi-segi
pendidikan islam diatas pada satu perinsip :

Al-Quran dan pendidikan islam mempelihara dan memperhatikan Fitnah Manusia, pada islam
sengaja direncanakan oleh Allah intik selaras, relevan dan sesuai dengan fitnah tersebut. Sehingga
dikatakan bahwa fungsi pendidikan menurut Al-Quran adalah : usaha dan upaya manusiakan
manusia. Dan oleh karena itu fitnah manusia itu selalu cendrung kepada Al-Haq atau Al-Islam, maka
pendidikan menurut Al-Quran adalah menuju terbentuknya pribadi Muslim Paripurna. (Ali Khalil Abu
Al-Ainain, 1980 : 147-148)

2. Sasaran Pendidikan Islam

Dari segi salah satu esensi penting pendidikan yakni pertumbuhan dan perkembangan, maka sasaran
pendidikan merupakan persoalan asasi dan menyangkut masalah ini dan nilai Qurani terdiri atas dua
tingkat :

a. Nilai-nilai Rohaniah, berupa “Imam” (Tauhid), yakni merupakan motivasi dasar dari seluruh
aktivasi manusia, melahirkan keikhlasan.

b. Nilai-nilai pengabdian (Ubudiyah) terdiri dari nilai-nilai moral (Akhlak), nilai individu , nilai-nilai
social (Masyarakat)

3. Medan Pendidikan Islam

Menurut ajaran Islam, medan pendidikan adalah :

a. Pendidikan Jasmani

b. Pendidikan Rasio

c. Pendidikan Aqidah

d. Pendidikan moral (Akhlak)

e. Pendidikan Kreatifitas

f. Pendidikan Seni

g. Pendidikan Sosial

Islam menilai Pendidikan Jasmani sebagai cukup penting karena jasmani manusia ikut member adil
dalam upaya penuaian, tugas hidup manusia pendidikan rasio, tidak hanya bermaksud agar manusia
maupun berfikir saja, melainkan lebih dari, dengan kemampuan berfikir manusia akan lebih baik
dalam mengenal dan selanjutnya mengabdikan dirinya kepada khaliqnya arah pendidikan kreatifitas
adalah agar manusia mampu mengajarkan akhlak kepada dirinya sendirinya. Sedangkan pendidikan
(Terbentuknya manusia pengabdi yang Shalih), juga dalam rangka pencapaian sasaran pendidikan
sosial amat penting artinya bagi penuaian tugas ibadah dalam dimensi sosial[13].

Adapun tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-
nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-karimah1979).

Misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-
Syaibany, 1979)

Dan tujuan tersebut sama dan sebangun dengan target yang terkandung dalam tugas kenabian, yang
diemban oleh Rasul Allah SAW. Yang terungkap dalam pernyataan beliau : “sesungguhnya aku diutus
adalah untuk membimbing mausia mencapai akhlak yang mulia” (Al-Hadist) faktor kemulian akhlak
dalam pendidikan islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan
yang menurut pandangan islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata
kehidupan yang sejahtera dudunia dan kehidupan akherat.

Dua sasaran pokok yang akan oleh pendidikan islam tadi, kebahagian dunia dan kesejahteraan akhir,
memuat sisi-sisi penting. Dan bagian ini dipandang sebagai nilai lebih dari pendidikan islam
disbanding dengan pendidikan non islam. Nilai lebih tersebut terlihat bahwa pendidikan islam
dirancang agar dapat merangkum tujuan hidup manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan yang pada
hakikatnya tunduk pada hakikat penciptaanya.

1. Tujuan Pendidikan islam itu bersifat fitnah yaitu membimbing perkembangan manusia sejalan
dengan fitnah kejadiannya.

2. Tujuan pendidikan islam menentang dua dimensi yaitu tujuan akhir bagi keselamatan hidup
didunia dan diakhirat.

Prof. Mohammad athiyan Al-Brosyi dalam kejadiannya tentang pendidikan islam telah
menyimpulkan 5 (Lima) tujuan yang asasi bagian pendidikan islam yang diuraikan dalam “At-
Tarbiyah Al-Islamiyah Wa-Falsafatuha”. Yaitu :

1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan diakhirat[14].

Dalam kaitannya dengan evaluasi pendidikan islam telah menggariskan tolak ukur yang serasi
dengan tujuan pendidikan. Baik tujuan jangka pendek, yaitu membimbing manusia agar hidup
selamat didunia maupun tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan hidup akhirat nanti. Kedua
tujuan tersebut menyatu dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak yang
mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya kepada Allah SWT dan kepada lingkungannya
bauk kepada sesama manusia, maupun terhadap kepada alam sekitarnya. Oleh karena itu dalam
pendidikan islam evaluasi lebih ditekankan pada penguasa sikap (aspek efektif) ketimbang
pengetahuan (aspek kognitif).

Akhlak yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam, nilai-nilai akhlak sebagai bagian
yang seharusnya dijadikan landasan bagian sistem pendidikan islam, hingga dalam pelaksanaan
seseorang muslim maupun menempatkan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi dan untuk
memakmurkan kehidupan di bumi dan menghindarkan segala bentuk perbuatan yang mengarah
kepada kerusakan[15].

C. Akhlak Dalam Pandangan Islam

Untuk menyempurnakan rangkaian pembahasan ini, ada satu topik penting yang banyak dibicarakan
orang dan pengaruhnya cukup besar dalam kehidupan masyarakat ataupun individu. Topik tersebut
adalah tentang akhlak dalam pandangan islam.

Seperti telah diketahui agama islam mengatur hubungan manusia dengan penciptanya hubungan
manusia dengan dirinya serta hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan
penciptanya dalam masalah akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya diatur dengan
hukum akhlak, makanan dan minuman, serta pakaian, selain itu hubungan manusia dengan
sesamanya, diatur dengan hukum muamalah dan uqubat.
Islam telah memecahkan persoalan hidup manusia secara menyeluruh dengan menitik beratkan
perhatian kepada umat manusia serta integal, tidak terbagi-bagi dengan demikian, kita melihat islam
menjelaskan persoalan dengan metode yang sama yaitu membangun semua solusi persoalan
tersebut diatas dasar akidah, yaitu asas rohani tentang kesadaran manusia akan hubungan dengan
Allah kemudian dijadikan asa peradapan islam asas syarat islam dan asas negara.

Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup serta dipengaruhi oleh perasaan dan
pemikiran yang merupakan kebiasaan umum, hasil dari pemahaman hidup yang dapat menggerakan
masyarakat. Karena itu, yang menggerakkan masyarakat.bukanlah akhlak melainkan peraturan-
peraturan yang diterapkan ditengah masyarakat, pemikiran-pemikiran dan perasaan yang ada pada
masyarakat[16].

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengerian akhlak Al-akhlak, jamak dari al-khulg yaitu kebiasaan, perangai, tabiat dan agama, akhlak
juga dikatakan tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak berbuat-buat dan telah
menjadi kebiasaan adapun sasaran akhlak dalam islam secara garis besar akhlak manusia mencakup
tiga sasaran yaitu akhlak terhadap Allah SWT. Akhlak terhadap sasaran manusia.
Akhlak terhadap lingkungan didalam pembentukan akhlak perlu adanya pendidikan islam yang
mengarahkan akhlak tersebut, karena didlam tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi
islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak al-karinah (al-syaibany
1979) faktor kemuliaan akhlak kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang menurut
pandangan islam berfungsi menyiapkan manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera
didunia dan diakhirat. Akhlak yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam.

1. Pengertian Akhlak

Akhlak berasal dari bahas arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari “khuluq”, atau
akhlak juga berarti budi pekerti, tabia’at, watak.

Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan
dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.

Menurut Abdul Karim Zaidan, nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat
menilai perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan
tersebut.

2. Pengertian Moral

Moral berasal dari bahasa latin”mores” yang merupakan jamak dari kata mos yang artinya adat
atau kebiasaan.

Sedangkan menurut istilah akhlak adalah suatu ajaran baik dan buruk yang diterima umumnya
mengenai perbuatan, sikap, akhlak, dan budi pekerti.

Adapun menurut kamus umum bahasa indonesia moral adalah penentuan baik atau buruknya
suatu perbuatan.

3. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, kesusilaan, dan adat.

Sedangkan menurut istilah etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baikatau buruk suatu
perbuatan seseorang, atau menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan
tujuan yang harus dituju manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Sedangkan menurut kamus umum bahasa indonesia etika adalah ilmu pengetahuan tentang azaz-
azaz ahklak.

B. Ruang Lingkup Akhlak

Yang menjadi ruang lingkup dari ahklak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran islam itu
sendiri, yaitu mencangkup seluruh aspek kehidupan, baik secara vartikal dengan Allah SWT maupun
secara horizontal sesama makhluk lainnya.

Yang menjadi ruang lingkup ahklak tersebut adalah :

1. Ahklak Terhadap Allah SWT


Misalnya takwa cinta, ridha, tawakkal, syukur, dan taubat

2. Ahklak Terhadap Rasulullah SAW

Adapun ahklak terhadap Rasulullah SAW tersebut dapat dilakukan dengan:

Mencintai dan memuliakan rasulullah

Mengikuti dan menaati Rasul

Menggucapkan syalawat dan salam terhadap Rasul

3. Akhlak Pribadi atau Diri Sendiri

Adapun ahklak terhadap pribadi ini adalah :

Menjaga kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan dan merusaknya

awadhu’(rendah hati )

Haya’ (malu)

4. Ahklak Terhadap Keluarga

Adapun ahklak terhadap keluarga itu adalah:

Berbuat baik terhadap kedua orang tua

Hak dan kewajiban dan kasih sayang suami istri

Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak

5. Ahklak Terhadap Masyarakat

Adapun ahklak terhadap masyarakat itu asdalah:

1) Bertamu dan menerima tamu

2) Hubungan baik dengan tetangga

3) Hubungan baik dengan masyarakat

4) Bergaul dengan muda-mudi dalam masyarakat itu sendiri

6. Ahlak Terhadap Negara

Adapun ahklak terhadap negara itu adalah:

1) Musyawarah menegakkan keadilan

2) Hubungan baik pemimpin dan yang dipimpin

A. Pengertian Akhlak
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kta akhlak adalah budi pekerti,
tata krama, sopan santun, moral dan etic.[1]
Sedangkan akhlak menurut istilah sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Al-
Ghazali adalah sebagai berikut : aklhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa
seorang manusiayang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah
dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut
melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan
agama, maka disebut budi pekerti yang baik. Namun sebaliknya bila melahirkan
tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk.
Yang di maksud melahirkan tindakan dan kelakuan ialah suatu yang dijelmakan
anggota lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian juga yang dilahirkan oleh
anggota bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat. Kalau kebiasaan yang tidak dibuat-
buat itu baik disebut akhlak yang baik dan kalau kebiasaan yang buruk disebut akhlak
yang buruk.
Jadi dapat kita simpulkan awal perbuatan yang itu lahir malalui kebiasaan yang
mudah tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu . contohnya jika
seseorang memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya
dengan terpaksa , maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang
yang sabar. Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah
dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik.
Apabila ia melakukan hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, akhlas,
dari rasa kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan
berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan,
bukan masalah perbuatan, sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah
tanda / gejala akhlak.
Sedangkan akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam
jiwa yang dengannya malahirkan macam-macam perbuatan baik / buruk tampa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak
adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan
timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik / burk untuk kemudian
memilih melakukan / meninggalkannya.
Dari beberapa pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak /
khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul
secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan
terlebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari akhlak tersebut ccontohnya adalah apabila ada seseorang
yang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah
mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-
hadist tentang keutamaan membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa
dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah
mendapat dorongan dari luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang
lain.
Boleh jadi tanpa dorongan seperti itu, dia tida akan menyumbang. Dari
keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu brsifat spontan dan tidak
memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Menurut terminologi, filosofis akhlak Islam yang terpengaruh oleh filsafat
Yunani ia memberikan defenisi akhlak yaitu suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong
ia melakukan tindakan. Dari keadaan itu tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan.
Keadaan ini terbagi 2 ada yang berasal dari tabiat aslinya ada pula yang diperoleh
dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi tindakan itu pda mulanya hanya
melalui pemikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus maka
jadilah suatu bakat dan akhlak.
Di samping istilah akhlak juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu
sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Akhlak
itu ada yang bersifat tabrat / alami, maksudnya bersifat fitrah sebagai pembawaan
sejak lahir, misalnya sabar, penyayang, malu, sebagaimana di dalam hadist Abdil
Qais disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepadaku “sesungguhnya pada
diri kamu ada dua tabiat yang di sukai Allah”, Aku berkata “Apa yang dua itu ya
Rasulullah?”, rasulullah SAW menjawab “Sabar dan malu”.
Kata akhlak dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh
karena itu akhlak memerlukan batasan agar bisa dikatakan akhlak terpuji / akhlak
tercela.
B. Hubungan Akhlak dan Tingkah Laku
Jika akhlak merupakan sifat diri secara bathiniahyang bisa diketahui oleh mata
hati, tingkah laku merupakan gambara diri secara lahiriah yang bisa diketahui oleh
mata atau dapat kita katakan bahwa hubungan akhlak dan tingkah laku itu seperti
hubungan antara yang menunjukkan dan yang ditunjukkan.[2]
Jka tingkah laku manusia itu baik serta terpuji, akhlaknya terpuji, sedangkan
jika tingkah lakunya buruk maka serta tercela maka akhlaknya pun tercela. Inipun
terjadi bila tak ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah laku itu, kemudian
menyebabkan tidak mengarakan akhlak secara benar. Contohnya orang yang
bersedekah karena ingin dilihat orang-orang disampingnya.
Rasulullah juga pernah bersabda “Manusia yang paling banyak dimasukkan ke
dalam surga adalah manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan akhlak yang baik”.
Akhlak itu merupakan suatu keadaan dalam diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat
dimilki aspek jiwa manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat bagi aspek
tubuh manusia.

C. Pembagian Akhlak
Akhlak dibagi menjadi dua macam :
1. Akhlakul Karimah
Akhlakul karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yanh baik itu
dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan ajaran Allah SWT dan
rasil-rasulNya[3]
Misalnya :
a. Bertqwa kepada Allah SWT

“Dan bertaqwalah kepada Ku, hai orang-orang yang berakal”. (QS Al-Baqarah : 197)
Rasulullah juga telah bersabda yang mana artinya adalah sebagai berikut :
“Bertqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah suatu keburukan
dengan kebaikan, niscaya akan menghapuskannya dan bergaullah dengan sesma
manusia dengan akhlak yang baik”
(H.R Tirmidzi dari Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal)

b. Berbuat baik kepada kedua orang tua.


Allah SWT telah berfirman yang mana artinya adalah sebagai berikut :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia.dan
hendaklah kamu berbuat baik kepad ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
(QS Al-Isra’ : 23)
Rasulullah juga telah bersabda
“Ridha Allah SWT itu terletak pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah itu
terletak pada murkanya kedua orang tua”
(H.R Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr).
c. Suka Menolonh Orang yang Lemah
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah : 2 yang mana artinya adalah
sebagai berikut
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa. Dan
jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”.
Rasulullah juga telah bersabda :
“Dan Allah akan menolong hambaNya, selama hambaNya itu suka menolong
saudaranya”
(H.R Muslim dari Abu Hurairah)

2. Akhlakul Madzmumah
Akhlakul madzmumah adalah akhlah tercela / akhlak yang tidak terpuji. Akhlakul
madzmumah (tercela) ialah akhlak yang lahir dari sifat-sifat yang tidak sesuai
dengan ajaran Allah SWT dan RasulNya.[4]
Misalnya :
a. Musryik (menyekutukan Allah)
Sebagaiman firman Allah SWT yang artinya :
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata ‘sesungguhnya Allah ialah Al
Masih putra Maryam’ padahal Al Masih sendiri berkata ‘ Hai Bani Israil, sembahlan
Allah Tuhanku dan Tuhanmu!’. Sesungguhnya orang-orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pastilah Allah mengharamkam
surga kepadanya dan tempatnya adalah neraka. Orang-orang zalim itu tidaklah
mendapat seorang penolong pun”
(QS Al Maidah : 72).
Rasulullah SWA juga bersabda yang artinya sebagai berikut :
“Tidaklah kalian mau kuberi tahukah sebesar-besarnya dosa besar? (beliau
mengatakan demikian demikian sampai 3 kali). Para sahabat menjawab,”Tentu ya
Rasulullah “. Rasulullah SAW bersabda yang demikian itu adalah musryik
(menyekutukan Allah)”.
(H.R Bukhari dan Muslim)
b. Pergaulan Bebas (zina)
Allah berfirman

Wx‹Î6y Zpt±Ås»sùuä!$y™ur tb%x. ¼çm¯RÎ) ( #’oTÌh“9$# (#qç/t•ø)s? Ÿwur


ÇÌËÈ ™
“Dan janganlah kamu mendekati zina , sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
keji dan jalan yang buruk”
(QS Al-Isra’ : 32)
Rasulullah telah bersabda yang artinya :
“tidak ada suatu dosa pun setelah musryik (menyekutukan Allah) yang lebih besar di
sisi Allah dari pada seseorang yang meletakkan spermanya kepada kamaluan
perempuan yang tidak halal baginya”
(H.R Ahmad dan Thabari dari Abdullah bin Al-Harits)
c. Meminum Minuman Keras (narkoba)
Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah : 90, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi,
berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan
keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan”
(QS Al-Maidah : 90)
Rasulullah dalam hal ini telah bersabda :
“Jauhilah minum minuman keras, karena dia merupakan kunci segala keburukan”
(H.R Al-Hakam dari Ibnu Abbas r.a)

D. Kedudukan Akhlakul Karimah


Akhlakul karimah merupakan barometer tinggi rendahnya derajat seseorang
sekalipun orang itu pandai setinggi langit, namun jika ia suka melanggar norma-
norma agama maka ia tidak bisa dikatakan orang yang mulia.
Akhlakul karimah tidak hanya menentukan tinngi rendahnya derajat seseorang
akan tetapi mencakup pula derajat suatu bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan
mulia karena kemuliaan dan kebesarannya, kalau mereka berakhlak jahat dan
hinakarena yang akan tinggal itu bukan kemewahan dan kebesarannya melainkan
akhlaknya.
Oleh karena itu akhlak menjadi peninggalan kekal yang akan terhapus selama
dunia di huni manusia, sedang kemewahan dan kebesaran itu akaj lenyap bila bangsa
itu hancur dan binasa. Lenyapnya kemuliaan suatu bangsa karena kehilangan akhlak
yang baik dan utama dari mereka, demikian pula sebaliknya kekalnya suatu bangsa
karena kekalnya akhlak-akhlak dari mereka.
Seorang pujangga Mesir bernama Ahmad Syauqi dalam salah satu qubahannya:
Sesungguhnya suatu bangsa akan menjadi jaya dan terhormat selama bangsa itu
memiliki akhlak yang luhur, apabila bangsa itu telah kehilangan akhlak yang luhur,
maka bangsa itu akan musnah dan hancur lembur.
Oleh karena itu masalah akhlak itu tidak bisa dianggap sepele, karena
mencakup masyarakat luas, yang akan mengangkat drajat manusia ke tingkat yang
semulia-mulianya, namun bila salah jalan justru akan membawa mareka kepada
derajat yang serendah-rendahnya. Masalah akhlak pada masa sekarang ini pada
umumnya kejahatan mengatasi kebaikan,kebatilan mengatasi kebenaran,
pencemaran menjadi perbuatan yang lumrah dilakukan orang.
Pada masa sekarang orang tua sangat mengkhawatirkan moral anaknya, karena
rusaknya pergaulan dikalangan manusia, khususnya pada masa remaja. Masa yang
menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipengaruhi oleh hawa
nafsu dan bujukan setan. Namun manusia tidak bisa semata-mata mengandalkan
teknologi dan ilmu pengetahuan ini untuk membimbingnya ke jalan kebajikan dan
mengesampingkan ajaran dan tuntutan agama.
Kaum muslim sebaiknya mempraktekkan akhlakul karimah ini,
karena kedatangan Nabi Muhammad SAW adalah sebagai penyempurna akhlak yang
baik dan utama. Sebagaimana diterangkan dalam sabdanya yang artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
(H.R Al-Hakim dari Abu Hurairah)
Sebagai anjuran bagi umatnya supaya berakhlak baik, bliau bersabda, yang
artinya adalah :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya”
(H.R Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dan Nabipun telah mendorong orang tua agar mengajarkan tata krama dan
sopan santun kepada anak-anaknya tersebut dalam sebuah hadits yang artinya
“Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah budi pekerti mereka”
(H.R Ibnu Majah dari Anas bin Malik)
Nabi Muhammad tidak hanya menganjurkan umatnya supaya berakhlak baik dan
mulia, tetapi lebih dahulu beliau berakhlak mulia, bersopan santun dan berperangai
terpuji, sehingga Allah SWT memberikan pujian kepada beliau yang belum pernah
diberikannya kepada orang lain, sebagaimana diterangkan dalam firmannya :
ÇÍÈ 5OŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7¯RÎ)ur
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti agung”
(QS Al-qalam : 4)
Oleh karena itu setiap muslim berkewajiban mendidik dirinya sendiri dan ank-
anaknya supaya berakhlak baik. Dan di perguruan tinggi masalah akhlak ini perlu
mendapat perhatian. Janganlah mereka hanya mementingkan ilmu pngetahuan dan
teknologi saja, sedangkan akhlak tidak diperhatikan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi serta penghidupan yang serba mewah itu,
tidaklah memiliki arti apa-apa kalau mereka dan anak-anak mereka berakhlak jahat
dan hina, karena ketiadaan akhlak yang baik itu bisa membawa mereka kepada
kerusakan dan kerendahan.
Dalam keseluruhan agama Islam akhlak menempati kedudukan istimewa dan
sangat penting, karena Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlak yang
mulia sebagai misi pokok risalah Islam, beliau bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
(H.R Baihaqi)
Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam sebagai Rasulullah Saw
pernah mendefenisikan agama itu dengan akhlak yang baik.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah SAW:
Ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab “Agama itu adalah akhlak yang
baik”. Pendefisian agama (Islam) dengan akhlak yang baikitu sebanding dengan
pendefenisian ibadah haji dengan wuquf di Arafah. Rasulullah menyebutkan haji
adalah wuquf di Arafah. Artinya tidak sah haji seseorang tanpa wuquf di Arafah.
Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang
nantipada hari kiamat. Rasulullah bersabda yang mana artinya :
“Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang
hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik”
(H.R Tirmidzi)
Dan orang yang paling dicintai serta dekat dengan Rasulllah SAW nanti pada
hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya. Rasulullah menjadikan baik
buruknya akhlak seseorang sebagai ukuran klulitas imannya. Hal ini bisa kita lihat
pada sabda rasulullah yang artinya adalah :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,
misalnya shalat, puasa, zkat, dan haji. Sebagaiman firman Allah yang artinya :
“Dan dirikan lah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar.”
(QS Al-Ankabut : 29:45)
Rasulullah juga pernah bersabda bahwa puasa itu bukan hanya menahan
makan dan minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perbuatan kotor dan keji.
Jika seoarng mencaci, menjahili kamu maka katakan sesungguhnya aku sedang
puasa.
Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah 9:103 :
“ Ambilah zakat dari sebagaian harta mereka, demgan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka”.
Firman allah dalam surat Al-Baqarah : 197
“Musim haji adalah beberapa bulan dimaklumi. Barabg siapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats
(mengeluarkan perkataan yang menimbulakan birahi yang tidak senonoh /
bersetubuh dalam masa mengerjakan haji”.
Dan beberpa arti dari ayat di atas kita dapat melihat adanya kaitan langsung
antara shalat, puasa, haji dan zakat dengan akhlak. Seseorang yang mendirikan
shalat tentu tidak akan mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan
mungkar. Sebab apalah arti shalat kalau dia tetap saja mengerjakan kekejian dan
kemungkaran. Seseorang yang benar-benar puasa demi mencari ridha Allah, di
samping menahan keinginannya untuk makan dan minum, tentu saja akan menahan
dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang tercela. Sebab tanpa
meninggalkan perbuatan yang tercela itu dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari
puasanya kecuali hanya lapar dan haus semata.
Begitu juga dengan ibadh, zakat dan haji, di kaitkan oleh Allah SWT
hikmahnya dengan aspek akhlak. Jadi kesimpulannya, akhlak yang baik dan diterima
oleh Allah adalah buah dari ibadahyang baik atau ibadah yang baik dan diterima oleh
Allah SWTtentu akan melahirkan akhlak yang baik dan terpuji. Nabi Muhammad Saw
selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlak beliau.
Salah satu doa beliau adalah :
“Ya Allah tunjukilah aku jalan menuju akhlak yang baik, karena sesungguhnya tidak
ada yang dapat memberi petunjuk menuju jalan yang lebih baik selain engkau.
Hindarilah aku dari akhlak yang buruk karena sesungguhnya tidak ada yang dapat
menghindarkan aku dari akhlak yang buruk kecuali engku”.
Di dalam Alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan
akhlak,baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan pahala yang
diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupn larangan
berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggar.

Pada bab I ini disajikan uraian pengertian dan ruang lingkup akhlak serta perbedaannya dengan

moral dan etika, karakteristik etika Islam, Indikator manusia berakhlak, akhlak dan aktualisasinya
dalam kehidupan.

1. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Akhlak Serta Perbedaannya dengan Moral dan Etika

Akhlak merupakan bagian yang sangat penting dalam ajaran Islam, karena perilaku manusia

merupakan obyek utama ajaran Islam. Bahkan maksud diturunkannya agama adalah untuk
membimbing sikap dan perilaku manusia agar sesuai dengan fithrahnya,

Agama (Islam) menyuruh manusia agar meninggalkan kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan

sikap dan perilaku yang baik. Agama (Islam) menuntun manusia agar memelihara dan

mengembangkan kecenderungan mental yang bersih dan jiwa yang suci. Karena itulah Rasulullah SAW
bersabda : “Tiadalah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak dan perilaku manusia”.

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari akidah

(keimanan) dan syari’at yang bersatu dalam diri seseorang. Apabila akidah telah mendorong

pelaksanaan syari’at, maka akan lahir akhlak yang baik atau dengan kata lain akhlak merupakan
perilaku yang tampak apabila syari’at Islam dilaksanakan berdasarkan akidah.

1. 1. Pengertian Akhlak

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah laku, perangai, tabiat.

Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan
mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya
adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau

perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut agama dan akal, maka tindakan itu disebut

akhlak yang baik atau akhlakul karimah. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk

atau akhlakul mazmumah. Baik dan buruknya akhlak didasarkan pada sumber nilai, yaitu Al Qur’an
dan Sunnah Rasul.

Di samping akhlak dikenal pula istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa Latin mores, yang

berarti adat kebiasaaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik dan buruk yang diterima umum

atau masyarakat. Karena itu yang menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu
perbuatan adalah adat istiadat yang berlaku pada masyarakat tersebut.

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu.

Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu dan filsafat, karena itu yang menjadi standar ukuran buruk
dan baiknya perbuatan adalah akal manusia.

1. 2. Perbedaan Moral, Etika dan Akhlak

Secara substansial etika, moral dan akhlak adalah sama, yakni membahas tentang ajaran baik dan

buruk perilaku manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan dengan lingkungan
alam.

Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar

ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan

Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat

oleh suatu masyarakat. Jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik, maka baik pulalah nilai

perbuatan baik itu. Dan sebaliknya jika masyarakat atau adat istiadat menganggap suatu perbuatan
itu buruk atau tidak baik, maka buruk pulalah nilai perbuatan itu.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal

(bisa berubah-ubah) sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat tertentu (tergantung

dimana masyarakat itu tinggal), sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Perbedaan lain
adalah bahwa moral bersifat praktis, sedangkan etika adalah bersifat teoritis.

1. B. Karakteristik Etika Islam (Akhlak)

Akhlak merupakan ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela

menyangkut perilaku manusia yang meliputi perkataan, pikiran dan perbuatan manusia lahir dan
bathin.

Menurut Ibnu ‘Arabi, di dalam diri manusia ada tiga nafsu,yaitu :


1. Nafsu Syahwaniyah, ialah nafsu yang ada pada manusia dan binatang, nafsu ini cenderung
kepada kelezatan jasmaniyah, misalnya makan, minum dan nafsu seksual. Jika nafsu ini tidak

terkendali, manusia menjadi tidak ada bedanya dengan binatang, sikap hidupnya menjadi

hedonisme.

2. Nafsu Ghodlobiyah, nafsu ini juga ada pada manusia dan binatang, yaitu nafsu yang
cenderung pada amarah, merusak dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu ini

lebih berbahaya daripada nafsu syahwaniyah jika tidak terkendali, karena dapat mengalahkan

akal.

3. Nafsu Nathiqah, ialah nafsu yang membedakan manusia dengan binatang. Dengan nafsu ini
manusia mampu berpikir dengan baik, berdzikir, mengambil hikmah dan memahami fenomena

alam. nafsu syahwaniyah ini menjadikan manusia dapat membedakan yang baik dan yang
buruk.

Apabila manusia dapat mengoptimalkan nafsu nathiqah untuk mengendalikan dan nafsu ghodlobiyah,

manusia akan dapat menjadi lebih unggul dan mulia. Pada akhirnya lahirlah manusia-manusia yang
berakhlakul karimah.

Begitu pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam sehingga Al-Qur’an tidak hanya memuat ayat-ayat

tentang akhlak secara spesifik, melainkan selalu mengaitkan ayat-ayat yang berbicara tentang hukum

dengan masalah akhlak pada ujung ayat. Ayat-ayat yang berbicara tentang shalat, puasa, haji dan

zakat serta mu’amalah selalu dikaitkan dan diakhiri dengan pesan-pesan perbaikan akhlak. (Al-

Baqarah 2 : 183) : “Hai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana

diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Dan (Al-Baqarah 2 : 197) : “(Musim)

haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam

(bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafas), berbuat maksiat dan bertengkar dalam
melakukan ibadah haji…….”

Hamzah Ya’qub (1996), etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan

menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan,

didasarkan pada ajaran Allah Swt.

3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh

seluruh umat manusia di segala waktu dan tempat.

4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fithrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan
meluruskan perbuatan manusia.

1. C. Indikator Manusia Berakhlak


Indikator manusia berakhlak (husn al-khuluq) adalah tertanamnya iman dalam hati dan

teraplikasikannya dalam perilaku. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak (su’al-khuluq) adalah

manusia yang ada nifaq (kemunafikan dalam hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Allah. Tidak
ada kesesuaian antara hati dan perbuatan.

Ahli tasawuf mengemukakan bahwa indikator manusia berakhlak, antara lain adalah : (1) memiliki

budaya malu dalam berinteraksi dengan sesamanya, (2) tidak menyakiti orang lain, (3) banyak

kebaikannya, (4) jujur dalam ucapannya, (5) tidak banyak bicara tetapi banyak berbuat, (6) penyabar,

(7) tenang, (8) hatinya selalu bersama Allah,(9) suka berterima kasih,(10) ridha terhadap ketentuan

Allah, (11) bijaksana, (12) berhati-hati dalam bertindak, (13) disenangi teman dan lawan, (14) tidak

pendendam, (15) tidak suka mengadu domba,(16) sedikit makan dan tidur,(17) tidak pelit dan hasad,
(18) cinta dan benci karena Allah.

Di dalam Al-qur’an banyak ditemukan ciri-ciri manusia yang beriman dan memiliki akhlak mulia,
antara lain :

1. Istiqomah atau konsekwen dalam pendirian (QS Al-Ahqaf : 13)

2. Suka berbuat kebaikan (QS Al Baqarah : 112)

3. Memenuhi amanah dan berbuat adil (QS An-Nisa’ : 58)

4. Kreatif dan tawakkal (QS Ali-Imron : 160)

5. Disiplin waktu dan produktif (QS Al-Ashr : 1-4)


6. Melakukan sesuatu secara proporsional dan harmonis (QS Al-A’raf : 31

1. D. Akhlak dan Aktualisasinya Dalam Kehidupan

Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya

dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap tingkah laku sehari-hari.

Menurut obyek atau sasarannya terdapat akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak
kepada lingkungan.

1. 1. Akhlak kepada Allah

1. a. Beribadah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan


perintah-Nya.

Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah.

Berakhlak kepada Allah dilakukan melalui media komunikasi yang telah disediakan, antara lain ibadah
shalat.
1. b. Berdzikir, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan

mulut maupun dalam hati. Berdzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati

sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah dalam surat Ar-Ra’d 13 : 28, yang artinya sbb:

“Ingatlah, dengan dzikir kepada Allah akan menentramkan hati”.

2. c. Berdo’a, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia

merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan

akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat

luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu, berusaha dan

berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktivitas
hidup setiap muslim.

Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai
manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu perilaku yang tidak disukai Allah.

1. d. Tawakkal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil

pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. Disebutkan dalam surat Hud 11: 123, yang

artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia langit dan bumi, dan kepada-Nyalah

dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya.
Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan melupakan apa yang kamu kerjakan”.

Tawakkal bukanlah menyerah kepada keadaan, sebaliknya tawakkal mendorong orang untuk bekerja

keras karena Allah tidak menyia-nyiakan kerja manusia. Setelah bekerja keras apapun hasilnya akan
diterimanya sebagai sesuatu yang terbaik bagi dirinya, tidak kecewa atau putus asa.

1. e. Tawadduk kepada Allah, adalah rendah hati dihadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya

rendah dan hina dihadapan Allah Mahakuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan

angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan

ibadah kepada Allah, Nabi bersabda : “Sedekah tidak mengurangi harta dan Allah tidak

menambah selain kehormatan pada seseorang yang memberi maaf. Dan tidak seorang yang

tawadduk secara ikhlas karena Allah,melainkan dia dimuliakan Allah”. (Hadits riwayat Muslim
dan Abu Hurairah)

Oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bertawadduk kepada Allah karena manusia
diciptakan dari bahan yang hina nilainya, yaitu tanah.

2. Akhlak kepada manusia

a. Akhlak kepada diri sendiri


a.1. Sabar, adalah perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian

nafsu dan penerimaan terhadap terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan, dan ketika ditimpa musibah dari Allah.

Sabar melaksanakan perintah adalah sikap menerima dan melaksanakan segala perintah Allah dengan

ikhlas. Sedangkan sabar dalam menjauhi larangan Allah adalah berjuang mengendalikan diri untuk

meninggalkan (larangan) itu. Sabar terhadap musibah adalah menerima musibah apa saja yang

menimpa dengan tetap berbaik sangka kepada Allah serta tetap yakin bahwa ada hikmah dalam setiap

musibah itu. Sabar terhadap musibah merupakan gambaran jiwa yang tenang dan keyakinan yang

tinggi terhadap Allah, karena itu pantaslah kalau Allah menghapus dosa-dosanya, sebagaimana sabda

Nabi, yang artinya : “Tidak ada seorang muslim yang terkena gangguan, baik berupa duri atau lebih

dari itu, melainkan akan menghapus kesalahannya dan menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana
gugurnya daun dari pohon” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

a.2. Syukur adalah sikap berterima kasih atas`pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung

banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan memuji Allah dengan bacaan hamdalah,

sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat

Allah sesuai dengan keharusannya, seperti bersyukur diberi penglihatan dengan menggunakannya

untuk membaca ayat-ayat Allah, baik yang tersurat dalam Al-qur’an maupun yang tersirat pada alam
semesta.

Orang yang selalu bersyukur terhadap nikmat Allah akan ditambah nikmat yang diterimanya

sebagaimana firman-Nya, yang artinya : “Kalau kalian bersyukur, tentu Aku akan menambah (nikmat)

untukmu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Srt
Ibrahim :7).

a.3. Tawadduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda,

kaya atau miskin. Sikap tawadduk lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya sebagai manusia yang

lemah dan serba terbatas yang tidak layak untuk bersikap sombong dan angkuh di muka bumi, Allah

berfirman, artinya : “Janganlah kamu palingkan mukamu dari manusia dan jangan kamu berjalan di
muka bumi dengan sombong. (QS. Luqman 31 : 18)

b. Akhlak Kepada Orangtua (Ibu Bapak)

Akhlak kepada kedua orang orangtua disebut juga dengan birrul walidain, Allah memerintahkan

kepada kita agar senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya dalam

surat Luqman : 14, yang artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada

ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu”.

Berbuat baik kepada ibu bapak bukan saja ketika mereka hidup, tetapi walaupun mereka telah

meninggal dunia kita tetap harus berbuat baik kepada keduanya dengan cara mendo’akan dan

memintakan ampunan untuk mereka kepada Allah, menepati janji mereka yang belum terpenuhi,
meneruskan silaturrahim dengan sahabat-sahabat mereka sewaktu masih hidup, dan seterusnya.

c. Akhlak Kepada Keluarga

Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang di antara anggota keluarga yang

diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi antara

orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir

kepercayaan orang tua pada anak. Oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam
komunikasi semua pihak dalam keluarga.

Pendidikan yang ditanamkan pada keluarga akan menjadi ukuran utama bagi anak dalam menghadapi

pengaruh yang datang kepada mereka di luar rumah. Dengan dibekali nilai-nilai dari rumah, anak-

anak dapat menjauh segala pengaruh tidak baik yang datang kepadanya. Sebaliknya anak-anak yang

tidak dibekali oleh nilai-nilai dari rumah, jiwanya kosong dan akan mudah sekali terpengaruh oleh
lingkungan di luar rumah.

Nilai essensial yang dididikkan kepada anak dalam keluarga, yang pertama adalah aqidah, yaitu

keyakinan tentang eksistensi Allah. Apabila keyakinan itu sudah tertanam sejak dini, maka kemanapun

akan pergi dan apapun yang dilakukannya akan hati-hati dan waspada karena ia akan selalu merasa

diawasi oleh Allah. Seperti yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya, yang dimuat dalam Al-qur’an

surat Luqman : 13, yang artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pada anaknya : “Hai anakku,

janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-


benar kezaliman yang besar”.

3. Akhlak Kepada Lingkungan Hidup

Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat, bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada

alam dan lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya, 21 : 107, artinya :
“Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”.

Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi, yaitu

sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan,mengelola, dan melestarikan alam. Berakhlak
kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan
alam sekitarnya.
Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat, sebaliknya jika alam yang

dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya saja akan mendatangkan malapetaka bagi manusia.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Rum, 30 : 41), yang artinya : “ Telah tampak kerusakan di

daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.

Kerusakan dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak sadar, sombong, egois,
rakus, dan angkuh. Perbuatan ini disebut dengan akhlak yang tidak terpuji (al akhlaqul madzmumah).

Rangkuman

Moral adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral hanya

lebih spesifik adalah budi pekerti. Akhlak adalah perilaku yang dilakukan tanpa banyak pertimbangan

tentang baik dan buruk. Adapun etika adalah kajian sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga

dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak

(etika Islam) bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang disebut terakhir
mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal perumusan.

Di tengah krisis moral manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat menjadikan akal sebagai

satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih aktif dalam menyelamatkan manusia modern

dari krisis tersebut. Agama dengan seperangkat moralnya yang absolut bisa memberikan pedoman
yang jelas dan tujuan yang luhur untuk membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik.

Akhlak dalam praktiknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak yang tercela yang

disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan

yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan

ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori akhlak tersebut ada
yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan akhlak lahir.

Akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan Allah –

akhlak terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah; hubungannya dengan diri

sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain : kreatif , dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu; dengan

orang tua atau keluarga – akhlak terhadap orang tua, antara lain: berbakti, mendoakannya, dll.;

hubungannya dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat, antara lain: ukhuwah,

dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak terhadap alam, antara lain:
merenungkan, memanfaatkan dan menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.

Daftar Pustaka

 Al Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulumuddin, Beirut; Dar al Fikr, t. th.


 Departemen Agama RI. 2001. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum .

Jakarta; PT Bulan Bintang.

 Ishak, Sholeh. 1990. Akhlak dan Tasawwuf. Bandung; IAIN Sunan Gunung Jati.

 Jatmika, Rahmat. 1990. Sistem Etika Islam, Jakarta; Panjimas

 Nurdin Muslim, 1995. Moral dan Kognisi Islam, Bandung; Alfa beta.
 Wahyuddin, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai