Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah
terombang-ambing oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara, sudah
tentu perlu memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula.
Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh, maka dari itu peran ideologi sangat
penting untuk sebuah negara. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita
sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam
pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih
bermartabat dan berbudaya tinggi. Untuk itulah diharapkan dapat menjelaskan
Pancasila sebagai ideologi nasional, menguraikan pengertian dari ideologi,
menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, serta menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat. Pengetahuan yang diperoleh dalam makalah ini juga dapat
dijadikan bekal keterampilan menganalisis dan bersikap kritis terhadap sikap para
penyelenggara negara yang menyimpang dari cita-cita dan tujuan negara.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Asal Mula Pancasial ?


2. Apasaja Kedudukan dan fungsi pancasila ?
3. Bagaimana Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi lainya
di Dunia.

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
pancasila, juga sebagai media untuk mempraktekkan ilmu yang telah dipelajari dan
dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Asal Mula Pancasila.


2. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan Pancasila.
3. Untuk mengetahui Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi
lainya di Dunia.
BAB II

ISI

2.1. Pengertian Asal Mula Pancasila

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagaimana yang terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya
Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua
macam yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun
pengertiannya adalah sebagai berikut:
2.1.1. Asal Mula yang Langsung

Pengertian asal mula secara ilmiah dibedakan atas empat macam yaitu : kausa
materialis, kausa formalis, kausa efficient dan kausa finalis (Bagus, 1991 :158).
Teori kausalitas ini dikembangkan oleh Aristototeles, adapun berkaitan dengan asal
mula yang langsung tentang pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya
Pancasila sebagai dasar filsafat negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang
Proklamasi Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan oleh para pendiri negara sejak
sidang BPUPKI pertama, Panitia Sembilan, sidang BPUPKI kedua serta sidang
PPKI sampai pengesahannya.

Adapun rincian asal mula langsung Pancasila menurut Notonaogoro sebagai


berikut :
(a) Asal Mula Bahan (Kausa Materialis)

Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila. Sehingga Pancasila
itu pada hakikatnya nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila digali dari
bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai
religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
(b) Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis)

Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula bentuk atau bagaimana bentuk
Pancasila itu dirumuskan sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945.
maka asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama Drs. Moh.
Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila
terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.

(c) Asal Mula Karya (Kausa Effisien)

Kausa efisien atau asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari
calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah.

(d) Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis)

Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang-sidang para pendiri negara,


tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai dasar negara. Para pendiri negara juga
berfungsi sebagai kausa sambungan karena yang merumuskan dasar filsafat negara.

2.2.2. Asal Mula Tidak Langsung

Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi
kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-
hari bangsa Indonesia. Adapun rincian asal mula tidak langsung Pancasila adalah
sebagai berikut:
a. Nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung
dirumuskan menjadi dasar negara yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan telah ada dan tercermin dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebelum membentuk negara dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
c. Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia
sendiri sebagaiKausa Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai
Pancasila.
Berdasarknan tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk
Negara, nila-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari-
hari. Selain itu tinjauan tersebut memberikan bukti bahwa terbentuknya pancasila
bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang
dan bukan hasil pengaruh dari paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai
Pancasila secara tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa
Indonesia.
2.2.3 Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam ‘Tri Prakara’
Berdasarkan tinjauan Pancasila secara kausalitas tersebut
memberikan pemahaman bahwa proses terbentuknya Pancasila memerlukan
proses yang cukup panjang dalam konsep kesejarahan bangsa Indonesia.
Sebelum disahkan sebagai dasar negara, unsur-unsur Pancasila telah melekat
dalam bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari berupa nilai-nilai adat-
istiadat, kebudayaan, serta nilai-nilai religius. Dengan demikian Pancasila
sebagai dasar negara terwujud dalam tiga asas atau ‘Tri Prakara’ yaitu sebagai
berikut :
1.Pancasila asas kebudayaan, bahwasanya unsur unsur pancasila sebelum
disahkanmenjadi dasar filsafat Negara secara yuridis sudah dimiliki bangsa
Indonesia sebagai asas-asas dalam adat istiadat dan kebudayaan.
2. Pancasila asas religius, atau unsur unsur pancasila telah terdapat pada
bangsa Indonesia sebagai asas asas dalam agama agama ( nilai nilai religious).
3. Pancasila sebagai asas kenegaraan. Dari unsur unsur tadi diolah, dibahas
dan dirumuskan secara seksama oleh para pendiri Negara dalam siding
BPUPKI, panitia Sembilan, setelah Indonesia merdeka.
Ketiga asas tersebut tidak dapat dipertentangkan karena merupakan unsur unsur
yang membentuk Pancasila (Notonagoro, 1975).

2.3 Fungsi dan Kedudukan Pancasila


Kedudukan dan fungsi Pancasila secara pokok ada dua macam yaitu sebagai
Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Adapun kedudukan dan fungsi Pancaila dapat diuraikan sebagai berikut:
2.3.1 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan
untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai
luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup tersebut
berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan diri pribadi maupun
dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan sosial manusia akan senantiasa hidup sebagai bagian
dari lingkungan sosial yang lebih luas mulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kehidupan bersama tersebut, muncul
pandangan hidup dalam masyarakat yang dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa, selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup negara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memberikan pedoman dan kekuatan
rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam Pancasila terkandung konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pemikiran dan gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik (Darmohardjo, 1996).

2.3.2 Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk
mengatur penyelenggaraan negara. Akibatnya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama peraturan perundang-undangan harus dijabarkan
dan dirumuskan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukumyang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Menurut Kaelan (2004) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum
(sumber tertib hukum) Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian
tertib hukum Indonesia.
b. Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis.
d.Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
e. Pancasila sebagai sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi
penyelenggara Negara, dan para pelaksana pemerintahan.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, Ketetapan No. XX/MPRS/1966,
Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978.

2.3.3 Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia


Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada
hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran
seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia,
namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai budaya serta nilai
religious yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk Negara, dengan kata lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan)
pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri,
sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) pancasila.
a. Ideologi terbuka dan ideologi tertutup
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi
terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup
itu merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat
dikenali dari berbagai ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam
masyarakat, melainkan merupakan cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari
suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Dengan demikian
adalah menjadi cita-cita ideologi tertutup, bahwa atas nama ideologi dibenarkan
pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
b. Ideologi partikular dan ideologi komprehensif
Dari segi sosiologis pengetahuan mengenai ideologi dikembangkan oleh Karl
Mannhein yang beraliran Marx. Mannhein membedakan dua macam kategori
secara sosiologis, yaitu ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat
komprehensif. Kategori pertama diartikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang
tersusun secara sistematis yang terkait erat dengan suatu kelas social tertentu
dengan masyarakat (Mahendra, 1999). Kategori kedua diartikan sebagai suatu
system pemikiran menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial ideologi
dalam kategori kedua ini bercita-cita melakuakn transformasi sosial secara besar-
besaran.
c. Hubungan antara filsafat dan ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang
secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau
pedoman hidup manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia,
masyarakat, bangsa dan negara, tentag makna hidup serta sebagai dasar pedoman
bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
(Abdulgani, 1986).
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan
menyeluruh yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis dan
bersumber kepada filsafat. Dengan kata lain, ideologi sebagai system of trought
mencari nilai, norma dan cita-cita yang bersumber kepada filsafat.
Jadi filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang
menyangkut stategi dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa dan
Negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang atau filsafat hidup yang
merupakan norma ideal yang melandasi ideologi (Kaelan, 2004).

2.4. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi Besar Lainnya


di Dunia.
2.4.1 Ideologi Pancasila
Suatu ideologi pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri khas serta
karakteristik masing-masing sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri.
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial.
2.4.2 Negara Pancasila
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabat
tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai
makhluk social senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam
pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
negara.
Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta
nilai religius yang kemudian dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang
disebut Pancasila.

Pancasila, yaitu suatu negara Persatuan, suatu negara Kebangsaan serta suatu
negara yang bersifat Integralistik. Hakikat serta penertian sifat-sifat tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Paham Negara Persatuan
Bangsa dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam
unsur yang membentuknya yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan,
golongan serta agama yang secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.
Hakikat negara persatuan dalam pengertian ini adalah negara yang
merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu
rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis suku bangsa, golongan,
kebudayaan serta agama. Negara persatuan adalah merupakan satu negara,
satu rakyat, satu wilayah dan tidak terbagi-bagi misalnya seperti negara
serikat, satu pemerintahan, satu tertib hukum yaitu tertib hukum nasionak,
satu bahasa serta satu bangsa yaitu Indonesia.
Pengertian ‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan secara
resmi dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam berita republik
Indonesia Tahun II No 7, bahwa bangsa Indonesia mendirikan negara
Indonesia. ‘Negara persatuan’ yaitu negara yang mengatasi segala paham
golongan dan paham perseorangan.
2. Bhineka Tunggal Ika
Hakikat makna Bhineka Tunggal Ika yang memberikan suatu
pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas
bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat istiadat, kebudayaan
serta karakter yang berbeda-beda, memilki agama yang berbeda-beda dan
terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun
keseluruhannya adalah merupakan suatu persatuan yaitu persatuan bangsa
dan negara Indonesia.

3. Paham Negara Kebangsaan


Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang memiliki sifat kodrat sebagai
mahkluk individu yang memiliki kebebasan dan juga sebagai mahkluk
sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain.
Menurut Muhammad Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis
terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik internasional, yaitu
suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan,
berlangsung melalui tiga fase. Fase pertama, yaitu zaman kebangsaan
Sriwijaya, kedua zaman kerajaan majapahit. Kedu zaman negara
kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan lama, dan ketiga pada
gilirannya masyarakat Indonesia membentuk suatu nationale Staat, atau
suatu Etat Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan Indonesia modern
menurut susunan kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
serta Kemanusiaan (sekarang negara proklamasi 17 Agustus 1945).
a. Hakikat Bangsa
Hakikatnya adalah merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia
tersebut dalam merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Manusia membentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi hak kodratnya
yaitu sebagai individu dan mahkluk sosial, oleh karena itu deklarasi bangsa
Indonesia tidak mendasarkan pada deklarasi kemerdekaan individu
sebagaimana negara liberal.
b. Teori Kebangsaan
Dalam tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut
sebagai ‘nation’ terdapat berbagai macam teori besar yang merupakan
bahan komparasi bagi para pendiri negara Indonesia untuk mewujudkan
suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter tersendiri.
Teori-teori kebangsaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Teori Hans Kohn
Hans Kohn sebagai seorang ahli astrologi etnis mengemukakan teorinya
tentang bangsa yaitu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
wilayah, negara dan kewarganegaraan.
2. Teori Kebangsaan Ernest Renan
Hakikat bangsa atau ‘nation’ ditinjau secara ilmiah oleh seorang ahli dari
Academmie Francaise Prancis pada tahun 1982. menurut Renan pokok-pokok
pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut :
a. Bahwa bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerokhanian
b. Bahwa bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
c. Bangsa adalah suatu hasil sejarah. Oleh karena sejarah berkembang terus
maka kemudian menurut Renan bahwa
d. Bangsa adalah bukan sesuatu yang abadi
e. Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa. Wilayah
memberikan ruang di mana bangsa hidup, sedangkan manusia membentuk
jiwanya. Dalam kaitan inilah maka Renan kemudian tiba pada suatu kesimpulan
bahwa bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerokhanian.
Lebih lanjut Ernest Renan menegaskan bahwa faktor-faktor yang membentuk jiwa
bangsa adalah sebagai berikut :
a. Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau
b. Suatu keinginan hidup bersama baik di masa sekarang maupun di masa yang
akan datang
c. Penderitaan-penderitaan bersama sehingga kesemuanya itu merupakan
d. ‘Le capital social’ (suatu modal sosial) bagi pembentukan dan pembinaan paham
kebangsaan. Akan tetapi yang terlebih penting lagi adalah bukan apa yang berakar
di masa silam melainkan apa yang harus diperkembangkan di masa yang akan
datang. Hal ini memerlukan suatu :
e. Persetujuan bersama pada waktu sekarang, yaitu suatu musyawarah untuk
mencapai suatu kesepakatan bersama di saat sekarang yang mengandung hasrat
f. Keinginan untuk hidup bersama, dengan kesediaan untuk :
g. Berani memberikan suatu pengorbanan. Oleh karena itu bila mana sautu bangsa
ingin hidup terus kesediaan untuk berkorban ini harus terus dikembangkan. Dalam
pengertian inilah maka Renan sebagai :
h. Pemungutan suara setiap hari, yang menjadi syarat mutlak bagi hidupnya suatu
bangsa serta pembinaan bangsa (Ismaun, 1981 : 38, 39).

3. Teori Gepolitik oleh Frederich Ratzel


Teori ini menyatakan bahwa negara adalah merupakan suatu organisme
yang hidup. Dalam bahasa jerman disebut ‘Lebensraum’. Negara-negara besar
menurut ratzel memiliki semangat ekspansi, militerisme serta optimisme, teori
Ratzel ini bagi negara-negara modern terutama di Jerman mendapat samputan yang
cukup hangat, namun sisi negatifnya menimbulkan semangat kebangsaan yang
chauvinistis (Polak, 1960 : 71).

4. Negara Kebangsaan Pancasila


Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh
bangsa asing selama tiga abad.
Pancasila adalah bersifat ‘majemuk tunggal’. Adapaun unsur-unsur yang
membentuk nasionalsime (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Kesatuan sejarah, bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses
sejarah, yaitu sejak zaman prasejarah, zaman Sariwijaya, Majapahit kemudian
datang penjajah, tercetus Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan
sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah
negara republik Indonesia.
2) Kesatuan nasib, yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan
nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan
demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan
bersama atas karunia Tuhan yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
3) Kesatuan Kebudayaan, walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman
kebudayaan, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu
kebudayaan nasional Indonesia. Jadi kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan
berkembang di atas akar-akar kebudayaan daerah yang menyusunnya.
4) Kesatuan Wilayah, bangsa ini hidup dan mencari penghidupan dalam wilayah
Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah Indonesia.
5) Kesatuan Asas Kerokhanian, bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki
kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari
pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila
(Notonagoro, 1975 106)

3. Paham Negara Integralistik


Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara Indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, assas kekeluargaan serta religius.
Dalam pengertian ini kesatuan integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara
adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara
mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak
memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan
besar.
Berdasarkan pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral
2) Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan
lainnya
3) Semua golongan, bagian dari anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang
organis
4) Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa
seluruhnya
5) Negara tidak memihak kepada suatu golongan atau perseorangan
6) Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat
7) Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan
saja
8) Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan
integral
9) Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan (yamin, 1959).

4. Negara Pancasila Adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha


Esa
Dasar ontologis negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila
adalah hakikat manusia ‘monopluralis’. Manusia secara filosofis memiliki unsur
‘susunan kodrat’ jasmani (raga) dan rokhani (jiwa), sifat kodrat sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat sebagai mahkluk Tuhan yang
Maha Esa serta sebagai makhaluk pribadi.
Individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai makhluk Tuhan
maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan,
demikian pula setiap warganya juga berketuhanan Yang maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan
antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu
negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Kebangsaan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi
manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia
yang berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang Maha Esa.

a. Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila pertama Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah ‘Ketuhanan
Yang Maha Esa’. Oleh karena sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan
sumber nilai, dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik
yang bersifat material maupun spiritual. Arti material antrara lain, bentuk negara
tujuan negara, tertib hukum, dan sistem negara. Adapun yang bersifat spiritual
antara lain moral agama dan moral penyelenggaraan agama.
Pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa dalam arti
memiliki kebebasan dalam memeluk agama sesuai dengan keimanan dan
ketaqwaan masing-masing, Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2.

b. Hubungan Negara dengan Agama


Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup
bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.
Berdasarkan kodrat manusia tersebut maka terdapat berbagai macam
konsep tentang hubungan negara dengan agama, dan hal ini sangat ditentukan oleh
dasar ontologis manusia masing-masing.

1. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila


Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas ketuhanan Yang maha Esa
atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan
Pembukaan UUD 1945 yaitu Pokok Pikiran keempat. Pancasila adalah bukan
negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum
dalam pasal 29 ayat 1, bahwa negara adalah berdasar ketuhanan Yang Maha Esa
Masing-masing negara kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa
adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai
individu makhluk sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. Bilamana dirinci maka hubungan negara dengan agama menurut
negara Pancasila adalah sebagai berikut :
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa Indonesia yang berketuhanan Yang
Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai mahkluk Tuhan
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil
paksaan bagi siapapun juga
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dalam negara
g. segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai
dengan nilai–nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma hukum
positif maupun norma moral baik moral agama negara maupun moral para
penyelenggara negara
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan berkat rakhamat Allah yang maha
Esa. (bandingkan dengan Notonagoro, 1975)

2. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi


Hubungan negara dengan agama menurut paham theokrasi bahwa antara
negara dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dalam praktek kenegaraan terdapat
dua macam pengertian negara theokrasi , yaitu Negara Theokrasi Langsung, dan
Negara Theokrasi tidak Langsung.
a) Negara Theokrasi Langsung
Dalam system Negara Theokrasi langsung, kekuasaan adalah langsung
merupakan otoritas Tuhan. Adanya Negara di dunia ini adalah atas kehendak
Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan.
b) Negara Theokrasi tidak Langsung
Berbeda dengan system Theokrasi yang langsung, Negara Theokrasi tidak
Langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam Negara, melainkan Kepala
Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau raja
memerintah Negara atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara
merupakan suatu karunia dari Tuhan.

3. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Sekulerisme


Paham sekulerisme membedakan dan memisahkan antara agama dan negara.
Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian
hubunagan manusia dengan manusia, adapun agama adalah urusan akherat yang
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Negara adalah urusan hubungan horizontal antar manusia dalam mencapai
tujuannya. Agama adalah menjadi unsur umat masing-masing agama. Walaupun
dalam negara sekuler membedakan antara agama dan negara, namun lazimnya
negara diberikan kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.

4. Negara Pancasila Adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil


Dan Beradab
Filsafat Pancasila adalah merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta manusia sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa. Negara adalah suatu negara kebangsaan berketuhanan Yang
Maha Esa, dan berkemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Sifat-sifat dan keadaan negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara
(2) tujuan negara (3) organisasi negara (4) kekuasaan negara (5) penguasa negara
(6) warga negara, masyarakat, rakyat dan bangsa (lihat Notonagoro, 1975). Negara
dalam pengertian ini menempatkan manusia sebagai dasar ontologis, sehingga
manusia adalah sebagai asal mula negara dan kekuasaan negara. Manusia adalah
merupakan paradigma sentral dalam setiap aspek penyelenggara negara, terutama
dalam pembangunan negara (pembangunan Nasional).

6. Negara Pancasila Adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan


Negara menurut filsafat Pancasila adalah dari oleh dan untuk rakyat. Rakyat
adalah merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai individu dan
makhluk sosial. Hak-hak demokrasi yang (1) disertai tanggung jawab kepada Tuhan
Yang maha Esa (2) menjunjung dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,
serta (3) disertai dengan tujuan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial, yaitu
kesejahteraan dalam hidup bersama. Pokok-pokok kerakyatan yang terkandung
dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara dapat dirinci sebagai berikut :
1) Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai
kedudukan dan hak yang sama
2)Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan
kepentingan negara dan masyarakat
3) Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sama maka pada
dasarnya tidak dibenarkan memaksakan kehendak pada pihak lain
4) Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu diadakan musyawarah
5) Keputusan diusahakan ditentukan secara musyawarah
6) Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi oleh suasana dan semangat
kebersamaan. (Suhadi, 1998).

7. Negara Pancasila Adalah Negera Berkebangsaan Yang Berkeadilan Sosial.


Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang
bearti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan
suatu keadilan dalam hidup bersama (Keadilan Sosial). Manusia pada hakikatnya
adalah adil dan beradab yang bearti manusia harus adil terhadap diri srndiri, adil
terhadap Tuhannya, adil terhadap orang lain dan masyarakat serta adil terhadap
lingkungan alamnya.
Hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu (1) pengakuan dan
perlindungan atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas, (3) legalitas
dalam arti hukum dalam segala bentuknya, yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2, Pasal 28,
Pasal 29 ayat 2, Pasal 31 ayat 1.
Realisasinya Pembangunan Nasional adalah merupakan suatu upaya untuk
mencapai tujuan negara, sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa
meletakkan asas keadilan sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai
macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara.
1. Ideologi Liberal
Akar-akar rasionalisme yaitu paham yang meletakkan rasio sebagai sumber
kebenaran tertinggi, materialisme yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi,
empirisme yang mendasarkan atas kebenaran fakta empiris (yang dapat ditangkap
dengan indra manusia).
Istilah Hobbes disebut “homo homini lupus” sehingga manusia harus
membuat suatu perlindungan bersama. Atas dasar kepentingan bersama.
Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme Negara adalah
merupakan alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara sangat
ditentukan oleh kebebasan individu.
2. Ideologi Sosialisme Komunis
Bebagai macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham
komunismelah sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah
sebagai bentuk reaksi atas dasar perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil
dari ideologi liberal.
Manusia pada hakikatnya adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang
mutlak adalah komunitas dan bukannya idividualitas.
Etika ideologi komunisme adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada
kepentingan demi keuntungan kelas masyarakat secara totalitas.
3. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Komunisme
Pada komunisme dalam memandang hakikat hubungan negara dengan
agama mendasarkan pada pandangan filosofis materialisme dialektis dan
materialisme historis. Hakikat kenyataan tertinggi menurut paham komunisme
adalah materi. Fenomena-fenomena dasar yaitu dengan suatu keiatan-kegiatan yang
paling material yaitu fenomena-fenomena ekonomis. Agama menurut komunisme
adalah realisasi fanatis makhluk manusia, agama adalah keluhan makhluk tertindas.
Oleh karena itu menurut komunisme Marxis, agama adalah merupakan candu
masyarakat (Marx, dalam Louis leahy, 1992 97,98).
Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat atheis bahkan bersifat antitheis,
melarang dan menekan kehidupan agama.

Anda mungkin juga menyukai