Anda di halaman 1dari 11

ASFIKSIA

A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

B. PENYEBAB
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan dalam persediaan
O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat
kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang
diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit
menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan
yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat
karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang
diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika,
atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah
gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio
plasenta.
Towel (2014) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan paa bayi
terdiri dari :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkutangnya aliran
oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi dsb.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis
janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan
plasenta, solusio plasenta dsb.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan talipusat menumbung, melilit leher, kompresi
tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.

1
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu trauma yang terjadi saat persalinan
misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Hipoksia
2. RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
3. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
4. Bradikardia
5. Tonus otot berkurang
6. Warna kulit sianotik/pucat

D. PATOFISIOLOGI
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk
terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan
yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung
(bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada
asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas
secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya
tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan
berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis
metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel
otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).

E. KLASIFIKASI
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
1. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. “Mild Moderate asphyksia” /asphyksia sedang
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asphyksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang

2
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post
partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa Gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)

G. MANAJEMEN TERAPI
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea
c. Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi
paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat
hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini
disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini
akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung,
maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan

3
ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi
tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil
bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam
dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika
atau stenosis jalan nafas.
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik
tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi
sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan
dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga
ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut
penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali
permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi.

H. PATHWAY

Paru imatur Hipotalamus imatur

P’kembangan alveoli t’ganggu Pengaturan suhu tubuh t’ganggu

Atelektasis Suhu tdk t’kontrol

Udara inspirasi t’ganggu Ketidakefektifan termoregulasi

Dispnea

Pola napas tdk efektif

4
Pengumpulan Data
1) Data Subyektif

Data subyektif terdiri dari


a) Biodata atau identitas pasien : Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin, Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A,
2012 : 6).

b) Riwayat kesehatan; Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari
riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :

1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.

2) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple,


inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.

3) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak


teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.

4) Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.

5) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).

c) Riwayat ante natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :

1) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio


plasenta maupun plasenta previa.

2) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan
dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).

d) Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.

e) Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang


(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

f) Riwayat post natal; Yang perlu dikaji antara lain : Agar score bayi baru lahir 1
menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia
sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.

g) Berat badan lG ahir : Kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau
lebih dari normal (34-36 cm).

5
h) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.

i) Pola nutrisi; Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.

j) Kebutuhan parentera

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%.


Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
k) Kebutuhan nutrisi enteral

BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam


BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
l) Kebutuhan minum pada neonatus :

Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari


Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
m) Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah: BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi,
AK : frekwensi, jumlah
n) Latar belakang sosial budaya

Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia


Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan
diet ketat atau pantang makanan tertentu.
o) Hubungan psikologis

Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika
kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan
mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan
perawatan yang intensif

6
2) Data Obyektif

a) Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan
akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.
Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB
yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar
kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b) Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar,
tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh
< 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu
normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit
respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 2013 : 87).
c) Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan
kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 2014).

1) Kulit; Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanogo dan verniks.

2) Kepala: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,


ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.

3) Mata: Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap
cahaya.

4) Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

5) Mulut: Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

6) Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan

7) Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

8) Thorax: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing


dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.

9) Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae


pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites
atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2
jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.

7
10) Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda – tanda infeksi pada tali pusat.

11) Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor
dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

12) Anus: Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.

13) Ekstremitas: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.

14) Refleks: Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 2013 : 155 dan
Potter Patricia A, 2013 : 109-356).

3) Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan


diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat
pula.
1) Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah

Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :


Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering
terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L).

8
2) Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :


Natrium (normal 134-150 mEq/L), Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L), Kalsium
(normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax : Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

I. DIANOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif
2. Ketidakefektifan termoregulasi

H. INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan Planning


1. Pola napas tidak NOC: NIC:
efektif - status respirasi, Pengkajian:
ventilasi, pergerakan 1. Pantau adanya pucat
udara keluar dan dan sianosis
kedalam dari paru- 2. Pantau efek obat
paru pada status respirasi
- status tanda vital: 3. Kaki kebutuhan
suhu, nadi, respirasi insersi jalan napas
dan tekanan darah
dalam rentang yang
diharapkan
Tujuan:
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
3x24 jam diharapkan klien
dapat menunjukkan:
- menunjukkan pola
pernafasan efektif,
dibuktikan dengn
status pernafasan yang
tidak berbahaya:
ventilasi dan status
tanda vital
- menunjukkan status
pernafasan ventilasi
tidak terganggu
2.
Ketidakefektifan NOC: NIC:
termoregurasi Keseimbangan 1. Observasi TTD
termoregurasi 2. Tempatkan bayi
Tujuan/kriteria hasil: dalam inkubator
- Suhu 36-37 C 3. Awasi dan atur
- Kulit hangat control
- Tidak ada sianosis temperatur dalam
- Ekstremitas hangat inkubator sesuai
kebutuhan
4. Monitor tanda-
tanda hipertermi
5. Hindari bayi dari
pengaruh yang
dapat
menurunkan suhu
tubuh
6. Ganti pakaian
setiap basah
7. Observasi adanya

9
sianosis
8. Hindari bayi yang
dapat
menurunkan suhu
tubuh.

10
DAFTAR PUSTAKA

Baltimore. 2012. Behavior Change Intervensionfor Saft Matherhood: Common Problem


Unique Solutions the MNH program expience. JHPIEGO: Maternal and Neonatal
Health Program
Wilkinson, Judit M. 2014. Buku Saku keperawatan dengan interfensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: EGC
Carpenito. 2015. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: EGC,
NANDA, Nursing Dignosis: definition & Classification 20015-2016, Philadelphia
Wong.2012. Pedoman klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Suriadi &Yuliani. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1. Jakarta: CV Sogung Seto

MD.

11

Anda mungkin juga menyukai