Anda di halaman 1dari 15

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK

ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM

Kasdi Subagyono1 dan Elsa Surmaini2


1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Lembang
2
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor

Abstrak

Perubahan iklim berdampak buruk terhadap sektor kehidupan manusia.


Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim
yang berdampak pada produktivitas pertanian dan pendapatan petani. Pemanasan
global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Niño dan La-
Niña) dan ketidakteraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang,
diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan
meningkat. Untuk mengantisipasi perubahan iklim strategi pengelolaan sumberdaya
iklim dan air perlu diformulasikan secara tepat. Perencanaan budidaya tanaman
harus memperhitungkan dinamika perubahan iklim yang telah dan sedang terjadi,
melalui prediksi iklim, perencanaan kalender tanam, penggunaan varietas tanaman
tahan kekeringan dan genangan, varietas berumur pendek (genjah), dan varietas yang
tahan terhadap hama dan penyakit tanaman. Pengelolaan sumberdaya air juga
merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengadaptasikan pertanian
terhadap perubahan iklim. Perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air
harus ditetapkan terlebih dahulu untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan air.
Beberapa inovasi teknolgi panen air (water harvesting) dan konservasi air (water
conservation) serta pemanfaatan air secara efisien merupakan strategi yang dapat
diterapkan untuk sustainabilitas sumberdaya air dan pemenuhan kebutuhan air di
masa yang akan datang.
Kata Kunci: Perubahan iklim, Sumberdaya iklim dan air; Pengelolaan sumberdaya
iklim dan air

Abstract

Many sectors of human life have been deteriorated prior to climate change.
Agriculture is a sector which is vulnerable to climate change impacting to its
productivity and farmers’ income. Global warming has increased of the intensity of
extreme climate events (El-Niño and La-Niña) and climate uncertainty. The global
climate change will also increase frequency and intensity of the future extreme climate
events. To anticipate climate change, appropriate strategies of climate and water
resources management need to be formulated. Crops management planning should
consider the dynamic of the current and future climate change through climate
prediction, planning of crops calendar, use of drought and submergence tolerances
crops varieties, introduce the early mature crops varieties, and introduce the
resistance to pest and diseases crops varieties. Water resources management is also
an alternative to adapt agriculture to climate change. Balance of available water and
water requirement has to be determined to guaranty the sustainable water use. Water
harvesting and conservation as well as efficient water use can be implemented for
sustainable water use and to accomplish the future water requirement.
Keywords: Climate change; Climate and water resources; climate and water resources
management

27 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

I. PENDAHULUAN Penelitian menunjukkan bahwa telah


terjadi peningkatan suhu permukaan sebesar
Perubahan iklim (Climate Change) 0,7oC sejak tahun 1900. Selama 30 tahun
merupakan isu yang sangat penting yang terakhir terjadi peningkatan suhu global
banyak diperbincangkan di tingkat dunia saat secara cepat dan konsisten sebesar 0,2 oC per
ini. Iklim bumi sedang berubah secara cepat dekade (Gambar 1). Sepuluh tahun terpanas
karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca terjadi pada periode setelah tahun 1990.
(GRK) sebagai akibat aktivitas manusia. Tanda-tanda perubahan dapat dilihat pada
Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan mekanisme fisik maupun biologis. Sebagai
efek GRK di atmosfer. Efek GRK ini contoh perpindahan berbagai spesies sejauh 6
menyerap radiasi gelombang panjang yang km kearah kutub setiap dekade selama 30-40
menyebabkan suhu bumi meningkat. Di tahun terakhir. Indikator lainnya adalah
dalam Protokol Kyoto gas-gas yang perubahan kejadian musiman seperti proses
diklasifikasikan sebagai GRK adalah pembungaan dan bertelur yang lebih cepat 2-3
Karbondioksida (CO2) Metana (CH4), Nitrit hari pada setiap dekade di daerah temperate
Oksida (N2O), Hidrofluorokarbon (HFC), (Root et al, 2005).
Perfluorokarbon (PFC), dan Sulfat
Heksafluorida (SF6).

Gambar 1. Tren kenaikan suhu global sejak awal abad 19


sumber: Brohan et al, 2006

Total emisi gas rumah kaca pada sebesar 24%, kemudian industri, transportasi,
tahun 2000 sekitar 42 Gt CO2e dengan bangunan dan energi lainnya. Sedangkan dari
peningkatan konsentrasi 2.7 Gt CO2e /tahun. sektor non-energi emisi terbesar dihasilkan
CO2 merupakan penyumbang terbesar emisi dari penggunaan lahan. Sektor pertanian
GRK yaitu 77%, NH4 sebesar , N2O sebesar memberikan kontribusi sebesar 14% dan yang
8% dan 1% F-gas seperti PFC dan SF6. terendah dari limbah sebesar 3% (Gambar 2).
Sumber emisi GHG terdiri atas ; a) Selanjutnya dinyatakan kandungan GRK saat
Pembakaran energi fosil sebagai sumber ini sekitar 430 ppm CO2e (CO2 ekuivalen)
energi untuk pembangkit listrik, transportasi, dibandingkan dengan hanya 280 ppm sebelum
bangunan dan industri merupakan revolusi industri. Konsentrasi ini
penyumbangan CO2 terbesar (26.1 Gt CO2 menyebabkan suhu global meningkat lebih
pada tahun 2004), b) perubahan penggunaan dari 0,5 oC. Dengan menggunakan skenario
lahan seperti deforestrasi melepaskan CO2 ke Business As Usual (BAU) kandungan GRK
atmosfer , dan c) CH4, N2O, dan F-gas yang dapat menjadi lebih dari tiga kali lipat pada
dihasilkan oleh sektor pertanian. akhir abad ini.
Pada tingkat dunia sumber emisi
energi terbesar dihasilkan oleh sektor energi

28 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
Gambar 2. Emisi GRK dari berbagai sektor tahun 2000
Sumber: Stern (2006)

Pemicu utama terjadinya peningkatan emisi GRK dunia (Gambar 3). Emisi energi
emisi GRK adalah pesatnya perkembangan sektor pertanian berasal dari berbagai sumber
ekonomi dunia. Peningkatan emisi sebagai berikut:
berkorelasi positif dengan pengningkatan 1. Pupuk merupakan sumber emisi terbesar
GDP. Amerika dan Eropa memproduksi 70% (38%) bagi sektor pertanian. Tanah
emisi CO2 dari sektor energi sejak tahun melepaskan N2O pada proses nitrifikasi
1850. Sebaliknya negara berkembang yang dan denitrifikasi. Penggunaan pupuk baik
termasuk dalam non Annex1 pada protokol organik maupun anorganik meningkatkan
Kyoto hanya menyumbang ¼ dari total emisi. kadar N2O yang dilepaskan tanah.
Prediksi ke depan sumbangan negara 2. Peternakan merupakan penyumbang emisi
berkembangan mencapai terbesar kedua sebesar 31% dari emisi
Indonesia sebagai negara kepulauan sektor pertanian. Metana yang dihasilkan
tidak terlepas dari dampak perubahan iklim. dari limbah pencernaan ruminansia
Pemanasan global yang ditengarai (enteric fermentation) terutama sapi,
menyebabkan mencairnya es di kutub kambing, kerbau, dan domba.
mengakibatkan meningkatnya permukaan air 3. Budidaya padi sawah melepaskan sekitar
laut. Sebagai negara dengan garis pantai yang 11% emisi. Penggenangan pada sawah
panjang dan pulau–pulau kecil yang banyak, menyebabkan bahan organik tidak dapat
peningkatan permukaan laut akan terdekomposisi dengan adanya oksigen
menyebabkan tergenangan daerah pesisir dan sehingga terjadi dekomposisi secara
hilangnya pulau-pulau kecil di Indoensia. anorganik yang menghasilkan metana.
Besarnya emisi dari budidaya padi sawah
tergantung pada pengeloaan air dan
II. SUMBER EMISI GAS RUMAH KACA jumlah pupuk yang digunakan
DI SEKTOR PERTANIAN 4. Penggunaan pupuk kandang, termasuk
Emisi GRK dari sektor pertanian proses pembuatan dan penyimpanan
meningkat 10% antara tahun 1990-2000 yang menyebabkan 7% emisi sektor pertanian.
sebagian besar berasal dari meningkatnya Metana diemisikan pada saat pupuk
emisi dari kegiatan pertanian lainnya (seperti kandang disimpan pada kondisi oksigen
pembakaran residu pertanian). Menurut World yang cukup yang menyebabkan
Resources Institute (2006), sektor pertanian dekomposisi anorganik, sebaliknya
memberikan sumbangan sekitar 14% dari total nitrogen pada faeces dan urine ternak

29 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

memicu terjadinya nitrifikasi dan menyumbang emisi non CO2 sebesar


denitrifikasi yang menghasilkan N2O. 13%.
5. Pembakaran sabana dan sisa pertanian,
pembukaan hutan dengan pembakaran

Gambar 3. Sumber emisi non CO2 dari sektor pertanian


Sumber: World Resources Institute (2006)

Sawah irigasi merupakan sumber berasal dari padi sawah yaitu 2758 Gg
emisi GRK dalam bentuk gas metana terbesar (75.6%). Sumber emisi lahan sawah tersebut
di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan hasil 95% berasal dari sawah yang tergenang terus
inventory emisi GRK sektor petanian di menerus (continously flooded) dan 5%
Indonesia dari country study tahun 1990 menggunakan sistim irigasi intermitten
(Kementrian Lingkungan Hidup, 1996). (intermittenly flooded). Sedangkan sawah
Sumber emisi GRK terbesar adalah gas CH4 lahan kering tidak melepaskan emisi gas
(85.6%), N2O (13,4%), dan sisanya adalah CO metana.
dan NOx. Sumbangan gas metana terbesar

Tabel 1. Emisi GRK dari sektor petanian di Indonesia tahun 1990 (dalam Gg)
Sumber CH4 N2O CO NOx
Padi sawah 2.758,0
Penggunaan Pupuk 24,7
Pembakaran sisa tanaman 26,8 0,6 564,4 22.8
Peternakan 864,4
3.649,2 25,5 564,4 22,8
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (1996)

III. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM akan menyebabkan frekuensi dan intensitas


TERHADAP SUMBERDAYA kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Sejak
IKLIM DAN AIR DI INDONESIA tahun 1844, Indonesia telah mengalami
kejadian kekeringan tidak kurang dari 43 kali.
Pemanasan global menyebabkan Dari 43 kejadian tersebut, hanya 6 kali yang
terganggunya berbagai sirkulasi udara di kejadiannya tidak bersamaan kejadian
atmosfer yang menyebabkan meningkatnya fenomena ENSO (Boer dan Subbiah, 2003).
intensitas kejadian iklim ekstrim dan Hasil penelitian LAPAN
ketidakteraturan musim. Perubahan iklim menunjukkan bahwa pada kondisi konsentrasi
global masa yang akan datang, diperkirakan CO2 di atmosfer meningkat dua kali lipat dari

30 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
konsentrasi saat ini, diperkirakan frekuensi wilayah Indonesia umumnya di bawah
kejadian ENSO yang saat ini terjadi sekali normal. Menurut Las et al (1999), pengaruh
dalam 3-7 tahun akan meningkat menjadi El-Niño lebih kuat terhadap hujan pada
sekali dalam 2-5 kurun dengan intensitas yang musim kemarau dari pada hujan pada musim
lebih kuat (Ratag et al., 1998). Hal ini hujan. Secara rata-rata penurunan hujan dari
menunjukkan bahwa keragaman hujan di normal akibat terjadinya El-Niño dapat
Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena mencapai 80 mm per bulan sedangkan
ini. peningkatan hujan dari normal akibat
Pada saat fenomena ENSO terjadinya La-Niña tidak lebih dari 40 mm
berlangsung, hujan pada sebagian besar (Gambar 4).

1400 Normal
La-Nina
1200
El-Nino
1000
Curah Hujan

800

600

400

200

0
Okt-Jan (MH) Feb-Mei (MK I) Jun-Sep (MK II)

Gambar 4. Rata-rata curah hujan di beberapa stasiun di Jawa dan Bali pada tahun normal, El-Niño
dan La-Niña untuk musim hujan (Nov-Feb), musim kering I (Mar-Jun) dan musim kering II (Jul-
Okt)
Sumber: Las et al. (1999)

Selain itu, juga terjadi pergeseran Perubahan jumlah dan intesitas hujan
musim hujan yang menyebabkan a) Musim berpengaruh terhadap debit waduk dan sungai
kemarau yang mulai lebih awal dengan yang menjadi sumber air irigasi utama bagi
periode yang lebih lama dan jumlah curah lahan sawah. Kajian yang dilakukan Las et al.
hujan di bawah normal, b) Awal musim hujan (1999) menunjukkan bahwa volume air
mundur dengan periode yang lebih pendek waduk di daerah Jawa mengalami penurunan
dengan intensitas hujan yang tinggi, c) yang cukup besar pada tahun El-Niño
Fenomena MJO yang terjadi lebih sering yang dibanding tahun normal, dan meningkat jauh
menyebabkan periode kering pada musim dari normal pada tahun La-Niña khususnya
hujan atau periode basah pada musim volume air waduk pada musim kemarau
kemarau. Session break yang terjadi karena (Gambar 5). Pola ini sejalan dengan
MJO menyebabkan pertanaman yang baru perubahan tinggi hujan seperti yang
ditanaman petani mengalami puso karena ditunjukkan oleh Gambar 3.
kekeringan atau banjir.

31 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

140 Okt-Jan (MH)


Feb-Mei (MK I)
120

Volume Air (% dari Normal)


Jun-Sep (MK II)

100

80
60
40

20
0
La-Nina El-Nino La-Nina El-Nino

Jatiluhur Kedung Ombo

Gambar 5. Rata-rata volume air di dua waduk utama di Jawa pada tahun normal, El-Niño dan
La-Niña.
Sumber: Las et al.(1999)

Loebis (2001) menganalisis data tajam pada tahun El-Niño dan La-Niña,
debit minimum dan maksimum dari 52 khususnya untuk El-Niño (1994, dan 1997)
sungai yang tersebar di seluruh Indonesia. dan La-Niña (1995 dan 1998) yang
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan kejadiannya berlangsung setelah tahun 1990-
bahwa jumlah sungai yang debit an. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
minimumnya berpotensi untuk menimbulkan kondisi daerah aliran sungai di wilayah
masalah kekeringan meningkat, demikian Indonesia setelah tahun 1990an banyak yang
juga halnya jumlah sungai yang debit sudah mengalami degradasi sehingga adanya
maksimumnya berpotensi menimbulkan penyimpangan iklim dalam bentuk
masalah banjir (Gambar 6). Gambar 6 juga penurunan atau peningkatan hujan jauh dari
menunjukkan bahwa jumlah sungai dengan normal akan langsung menimbulkan
debit minimum berpotensi menimbulkan penurunan atau peningkatan yang tajam dari
kekeringan dan debit maksimum yang debit minimum atau debit maksimum.
berpotensi menimbulkan banjir meningkat

35
Persentase Sungai dengan Debit
Minimum Berpotensi Kekeringan

30

25

20

15

10

0
61 63 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99

Tahun

32 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
30

Persentase Sungai dengan Debit


25

Maximum Berpotensi Banjir


20

15

10

0
55 57 59 61 63 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99

Tahun

Gambar 6. Persentase sungai dengan debit minimum atau maksimum yang berpotensi
menimbulkan masalah kekeringan atau banjir (dari 52 data debit sungai seluruh Indonesia.
Sumber: Loebis (2001)

Kejadian kekeringan berdampak Sukabumi, Tangerang, dan Tasik Malaya,


terhadap penurunan produksi padi karena sedangkan di Jawa Tengah ialah kabupaten
turunnya produksi dan gagal panen. Beberapa Cilacap, Pati dan Sragen. Kehilangan
kabupaten di Jawa Barat yang secara produksi padi pada tahun El-Niño di
konsisten terkena kekeringan cukup luas kabupaten-kabupaten ini meningkat tajam dari
khususnya pada tahun-tahun El-Niño ialah sekitar kurang dari 5000 ton menjadi lebih
kabupaten Indramayu, Bandung, Cilacap, dari 50000 ton (Gambar 7).

1991

1992

1993

Total kehilangan produksi

1994

Gambar 7. Kehilangan produksi padi per kabupaten di Jawa pada tahun El-Niño (1991 dan 1994)
dan bukan El-Niño (1992, 1993)
Sumber: Boer (2002)

33 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

IV. STRATEGI PENGELOLAAN Peta Kalender Tanam


SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR Secara sederhana pengertian kalender
UNTUK ANTISIPASI tanam adalah sistem penjadwalan penanaman.
PERUBAHAN IKLIM Sejak zaman dahulu petani sudah menerapkan
sistim kalender tanam berdasarkan fenomena
Perubahan iklim global yang alam yang terjadi di daerah mereka atau yang
menyebabkan semakin seringnya terjadi sering disebut kearifan lokal (Indigenous
kejadian iklim ektrim berdampak luas Knowledge). Sebagai contoh, untuk
terhadap sektor pertanian, terutama yang menentukan waktu tanam dikenal istilah
berkaitan dengan ketersediaan air dan energi. Pratanamangsa di Pulau Jawa, Wariga di
Keragaman dan ketidakteraturan pola iklim pulau Bali, Porhalaan di Sumatera Utara,
tersbut mempengaruhi rentabilitas produksi Parlontara di Sulawesi Selatan, dan Bulan
sebagian besar komoditas pertanian. Untuk Berladang di Kalimantan Barat (Wisnubroto,
menurunkan dampak negatif akibat kejadian 1998). Namun demikian, seiring dengan
iklim ekstrim atau penyimpangan iklim, perlu pertambahan penduduk, dan perubahan iklim
strategi adapatasi terhadap perubahan iklim yang menyebabkan perubahan penggunaan
dan pengelolaan sumberdaya air. Strategi lahan dan kehilangan keanekaragaman hayati,
antisipasi terhadap perubahan iklim di sektor penerapan cara tradisional tersebut akan
pertanian dapat dilakukan dengan a) adaptasi/ memberikan resiko pada akurasi dalam
penyesuaian perencanaan tanam terhadap menetapalam awal musim tanam akibat telah
perubahan iklim dan b) pengelolaan hilangnya sebagian besar flora dan fauna yang
sumberdaya air untuk menekan resiko berfungsi sebagai indikator (Syahbuddin dan
kehilangan hasil akibat perubahan iklim : Runtunuwu, 2007).
Sebagai pedoman penyusunan waktu
1. Adaptasi/ penyesuaian perencanaan tanam untuk tanaman pangan, Balai
tanam terhadap perubahan iklim Penelitian Agroklimat dan Hidrologi pada
Untuk dapat menyesuaikan pola dan tahun 2007 telah meyusun Peta Kalender
waktu tanam dengan perubahan iklim yang Tanam Tanaman Pangan di Pulau Jawa
akan terjadi, berbagai pihak terkait baik berdasarkan pada berbagai skenario iklim.
pengambil kebijakan, pelaksana lapang dan Kalender tanaman dapat dimanfaatkan
petani memerlukan informasi mengenai waktu pengambil kebijakan untuk mengakomodasi
tanam untuk menyusun strategi budidaya. dan mengantisipasi penyimpangan iklim dan
Infromasi tersebut dapat diberikan dalam bencana alam yang mungkin terjadi pada
berbagai bentuk sebagai berikut : setiap musim penanaman (Gambar 8).

Gambar 8. Peta kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Jawa


Sumber: Balitklimat (2007)

34 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
Prediksi Curah Hujan diperbaharui setiap saat (updateable),
Balitklimat melakukan analisis sehingga merupakan suatu model yang
prakiraan curah hujan bulan di beberapa berkesinambungan. Metode ini sudah
sentra produksi pertanian, terutama untuk dikembangkan untuk prakiraan curah hujan di
kepentingan di sektor pertanian. Prakiraan Balitklimat sejak tahun 2003 dengan nilai
curah hujan menggunakan metode Filter koefisen korelasi antara model dan observasi
Kalman menyajikan prakiraan langsung (on yang cukup tinggi (Gambar 9).
line forecasting) untuk curah hujan yang dapat

Gambar 9. Hasil validasi prakiraan curah hujan di daerah kuningan (Jawa Barat) dan Sleman
(Daerah Istimewa Yogyakarta)

Hasil prediski curah hujan bulanan pertanian. Gambar 10 menunjukkan hasil


dari Balitklimat disampaikan secara rutin prediksi curah hujan dibeberapa daerah sentra
dalam Pokja anomali iklim Departemen produksi pertanian.

Gambar 10. Contoh hasil prediksi curah hujan Balitklimat pada bulan Februari 2007

Peta Prakiraan musim kemarau dan MH sangat penting. Dari data tersebut dapat
Pemanfaataan data prakiraan musim diketahui secara spasial wilayah yang
yang secara rutin pada awal musim hujan dan mengalami pemunduran masa tanam untuk
musim kemarau di keluarkan oleh BMG dapat jangka waktu tertentu dan sifat curah
ditumpangtepatkan dengan penggunaan lahan hujannya. Pada tahun 2007, Balitklimat telah
saat ini sehingga menjadi informasi yang mengeluarkan peta prakiraan musim kemarau

35 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

2007 yang memberikan informasi tentang Berdasarkan peta tersebut, selanjutnya


awal, sifat dan pergeseral awal musim diambil langkah langkah antisipasi agar pada
kemarau 2007 (Gambar 11). Peta tersebut pola tanam berikutnya tidak mengalami
dapat di akses pada web site kegagalan akibat kekurangan air atau
http:/www.balitklimat.litbang.deptan.go.id kebanjiran dan ledakan hama penyakit.
dan diperbaharui pada setiap awal musim.

Gambar 11. Peta permulaan musim kemarau 2007 di sentra produksi padi Pulau Jawa Sumber:
Balitklimat (2007)

Berdasarkan informasi berbgai bentuk


informasi diatas dan dikonsolidasikan dengan Untuk sampai ke tangan petani
hasil prediksi dari anggota tim pokja lainnya informasi tersebut harus dikemas dalam
seperti BMG, ITB, IPB, LAPAN, kemudian bahasa yang mudah dipahami, memenuhi
disusun rekomendasi prakiraan sifat MK/MH kebutuhan pengguna dan sampai ke tangan
yang akan datang dan langkah pihak yang tepat pada waktu yang tepat
operasionalnya. Beberapa acuan operasional sehingga bisa digunakan untuk membuat
untuk mengantisipasi kekeringan adalah keputusan yang tepat sehingga kerugian yang
sebagai berikut : mungkin muncul akibat kondisi iklim yang
1. Penggunaan padi varietas unggul yang kurang menguntungkan dapat ditekan atau
tahan kekeringan, berumur sedang (< keuntungan yang dapat dicapai dari kondisi
120 hari) atau genjah (< 100 hari), serta iklim yang diperkirakan akan terjadi dapat
tahan hama dan penyakit utama dimaksimumkan. Sebagai contoh hasil
2. Optimalisasi pemanfaatan air dengan analisis Boer dan Surmaini (2006)
melakukan penanaman benih dengan menunjukkan bahwa secara kumulatif, petani
teknologi semai kering yang responsif akan mendapatkan keuntungan
3. Penerapan teknologi minimum tillage ekonomi yang lebih besar dari pada petani
atau Tanpa Olah Tanah (TOT) untuk yang tidak responsif terhadap informasi
memperpendek masa tanam prakiraan musim/iklim (Gambar 12).
4. Penerapan teknik irigasi giring dan
menanam padi sesuai dengan jadwal
penggolongan air.

36 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
1st planting: 1 Jan, 2nd Planting: 1 May
1st Planting: 15 Jan, 2nd Planting: 15 May
40000000
Rice-Maize
35000000 Rice-Soybean 40000000 Rice-Maize
Cumulative Income Difference
from Rice-Rice System (IDR)

Rice-Fallow 35000000 Rice-Soybean


30000000

Cumulative Income D ifference


from R ice-R ice System (IDR)
Rice-Fallow
25000000 30000000

20000000 25000000

15000000 20000000

10000000 15000000

5000000 10000000

0 5000000
0
-5000000
-5000000
-10000000
-10000000
1950
1958
1966
1974
1984
1992
2000
1952
1960
1968
1977
1986
1994
2002

1950
1958
1966
1974
1984
1992
2000
1952
1960
1968
1977
1986
1994
2002
Gambar 12. Perbedaaan pendapatan antara petani yang responsif dan tidak responsif. Petani
responsif ialah petani yang mengubah jenis tanaman yang ditanam dari padi ke
kedele, atau jagung atau bera kalau diketahui bahwa SOI 1-2 bulan sebelum
penanaman mengindikasikan kondisi El-Niño . Petani yang tidak responsif ialah
petani yang tetap menanam
Sumber: Boer and Surmaini (2006)

2. Pengelolaan sumberdaya air untuk permukaan (groundwater) dengan


menekan resiko kehilangan hasil menggunakan pompa, dan sangat jarang
akibat perubahan iklim memikirkan dampak penurunan tinggi muka
air bawah permukaan (groundwater level) dan
Kelangkaan air (water scarcity) intrusi air laut. Demikian halnya dengan
sebagai dampak dari perubahan iklim telah petani di kawasan beririgasi, mereka tidak
terjadi di berbagai belahan bumi tidak pernah kebingungan selama fasilitas air irigasi
terkecuali di Indonesia. Laju kebutuhan akan tersedia di saluran, padahal tidak jarang
sumberdaya air dan potensi ketersediaannya saluran-saluran irigasi kering di musim
sangat pincang dan semakin menekan kemarau.
kemampuan alam dalam mensuplai air. Indonesia menduduki urutan ke lima
Indonesia termasuk salah satu negara yang negara-negara yang kaya air setelah Brazil,
diproyeksikan mengalami krisis air pada 2025 Rusia, China dan Canada. Hal ini tercermin
(World Water Forum II di Denhaag Maret juga pada potensi ketersediaan air permukaan
2000), yang penyebabnya adalah kelemahan (terutama dari sungai) yang menurut catatan
dalam pengelolaan air. Salah satu diantaranya Depkimpraswil rata-rata mencapai kurang
adalah pemakaian air yang tidak efisien. lebih 15.500 m3/kapita/tahun (jauh melebihi
Kelangkaan air derajadnya semakin rata-rata dunia yang hanya 600 m3/cap/tahun).
meningkat. Sementara pertumbuhan Namun jumlah yang berlimpah tersebut
penduduk yang pesat disertai dengan pola ketersediaannya sangat bervariasi menurut
hidup yang semakin menuntut penggunaan air tempat dan waktu. Pulau Jawa yang
yang sangat voluminous, semakin menambah penduduknya mencapai 65% dari total
tekanan terhadap kuantitas air. Daya beli penduduk Indonesia, hanya tersedia 4.5%
masyarakat (khususnya masyarakat kota) potensi air tawar nasional. Faktanya, jumlah
terhadap air yang disediakan oleh lembaga ketersediaan air di P. Jawa mencapai 30.569,2
servis pemerintah seperti PDAM cukup juta m3/tahun tidak mencukupi untuk
memadai, sehingga masyarakat tidak merasa memenuhi kebutuhan air bagi seluruh
adanya kesulitan mendapatkan air. Kalaupun penduduknya. Artinya di pulau yang terpadat
tidak, masyarakat memanfaatkan air bawah penduduknya ini selalu mengalami defisit
37 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

paling tidak higga nanti 2015 dan akan terus air. Secara ringkas pengelolaan sumberdaya
meningkat jika tidak ada upaya konservasi air diilustrasikan pada Gambar 14. Dinamika
dan efisiensi pemanfaatannya. Demikian juga ketersediaan sumberdaya air di statu daerah
halnya di wilayah lain, walaupun pada tahun sangat ditentukan oleh siklus hidrologi dan
yang sama masih tergolong surplus, namun kondisi tutupan lahannya. Pada daerah
secara umum kelebihan air tersebut jumlahnya dengan tutupan lahan yang masih rapat,
menurun (Gambar 13). Dan ketersedianya peluang untuk terjadinya resapan air di daerah
sangat berfluktuasi antara musim hujan dan tangkapan (catchment areas) sangat besar dan
musim kering. Catatan Depkimpraswil menambah simpanan serta ketersediaan air di
menunjukkan bahwa pada musim hujan debit dalam tanah. Sebaliknya dinamika kebutuhan
air di S. Cimanuk mencapai 600 m3/dt tetapi air berubah setiap saat tergantung pada
hanya 20 m3/dt pada musim kemarau (Syarief, perkembangan setiap sector pengguna air
R., 2003). seperti untuk pertanian, domestik, industri,
Kejadian iklim ekstrim menyebab dua minisipal, transportasi, wisata dll.
fenomena El-Niño dan La-Niña terjadi. Pada Menghadapi kedua fenomena tersebut perlu
saat El-Niño kebutuhan air sering tidak pengelolaan sumberdaya air secara
mencukupi. Sektor pertanian merupakan terintegrasi dengan cara membuat prioritas
pemakai air terbesar (> 80%), tanpa pemanfaatan, merencanakan alokasi air secara
pengelolaan yang benar ketersediaan air akan tepat, melakukan konservasi air secara
terancam habis. Adaptasi pertanian terhadap berkelanjutan, mengontrol kemungkinan
perubahan iklim salah satunya dapat terjadinya polusi dan tindakan-tindakan
dilakukan melalui pengelolaan sumberdaya pengelolaan sumberdaya air lainnya.

Gambar 13. Ilustrasi surplus dan defisit ketersediaan air di sebagian besar wilayah Indonesia
Sumber: Depkimpraswil (2004)

38 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
Pengelolaan
Sumberdaya Air - Pertanian
Ketersediaan Dinamika - Domestik

Kebutuhan
Terpadu
Siklus - Prioritas - Industri
Hidrologi pemanfaatan - Transportasi
- Alokasi air - Wisata
- Konservasi - dll
- Kontrol polusi
- dll

Kesejahteraan
Masyarakat
Gambar 14. Diagram pengelolaan sumberdaya air secara terpadu

Strategi pengelolaan sumberdaya air dibarengi dengan ragam kebutuhan yang


mencakup pengelolaan air secara kuantitatif menuntut sumberdaya air dalam jumlah
dan kualitatif melalui (a) pengelolaan banyak, baik kebutuhan air untuk pertanian,
sumberdaya air permukaan dan (b) domestik, industri, irigasi, penggelontoran,
pengelolaan sumberdaya air tanah energi (hydro-electricity), rekreasi dan
(groundwater). Indonesia memiliki potensi berbagai aspek kehidupan lainnya. Indeks
air permukaan yang sangat besar (Gambar penggunaan air (IPA) atau rasio kebutuhan
10) perlu dikelola secara benar seperti air dan ketersediaan air sudah melebihi 1.
sungai, danau dll. Pengelolaan sungai telah Depkimpraswil mencatat IPA untuk daerah
diatur dengan prinsip satu sungai satu aliran sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane
perencanaan dan satu pengelolaan (one river, sudah melampaui 1,2 (129,4%) pada tahun
one plan and one management). Mengingat 1995. Dan dalam tahun-tahun terakhir
penguna air yang makin banyak jumlahnya, indeks tersebut diperkirakan makin
perlu pengaturan secara proporsional dalam meningkat, karena pertumbuhan jumlah
pemanfaatannya. Hal ini dapat dilakukan penduduk yang relatif cepat (sekitar 1,5% per
melalui penerapan pembagian air secara adil tahun), perkembangan pesat sektor industri,
(proportional water sharing). Sektor energi dan rumah tangga sementara potensi
pertanian menggunakan air paling besar yaitu ketersediaan air makin menurun. Dalam
lebih dari 80%, 20% sisanya untuk kondisi demikian kebutuhan air harus
memenuhi kebutuhan domestik, industri, diprioritaskan pada pemanfaatan yang paling
transportasi, wisata dll. mendesak, misalnya untuk domestik. Selain
Pengelolaan sumberdaya air itu alokasi pemanfaatan air harus tepat
permukaan dan air tanah (groundwater) perlu jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran.
difokuskan secara efektif dan efisien melalui Untuk alokasi air, proporsi alokasi untuk
(a) prioritas kebutuhan/pemanfaatan, (b) setiap sektor pengguna air harus ditetapkan.
alokasi air secara tepat, (c) penerapan Panen air (water harvesting) dan
konservasi air, (d) mengontrol polusi dan konservasi air (water conservation) harus
pencemaran air dan upaya lain yang relevan. disosialisasikan kepada masyarakat dan
Prinsip dasar dan strategi pengelolaan menanamkan kesadarannya untuk
sumberdaya air tersebut harus menerapkan upaya tersebut. Di sisi lain,
dipertimbangkan sejak proses perencanaan, dalam pemanfaatan air perlu menggunakan
perancangan (design), operasionalisasi, dan prinsip efisien. Irigasi secara efisien melalui
pemeliharaan agar sumberdaya air dapat penjadwalan secara tepat jumlah dan waktu
dimanfaatkan secara berkelanjutan. sesuai dengan dinamika kelengasan tanah
Kebutuhan air makin meningkat dan kebutuhan air tanaman perlu diterapkan.
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Teknologi panen air menggunakan embung
39 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini
ISSN 1411-3082

dan dam parit dapat dijadikan alternatif memperhitungkan dinamika perubahan iklim
terutama untuk memanen air hujan dan yang telah dan sedang terjadi, melalui
limpasan permukaan pada saat musim hujan prediksi iklim, perencanaan kalender tanam,
untuk diaplikasikan terutama pada saat penggunaan varietas tanaman tahan
musim kemarau. Sumberdaya air telah kekeringan dan genangan, varietas berumur
mengalami berbagai tekanan yang berakibat pendek (genjah), dan varietas yang tahan
pada makin buruknya kualitas. Salah satu terhadap hama dan penyakit tanaman.
penyebabnya adalah pencemaran pada air Pengelolaan sumberdaya air juga merupakan
permukaan (sungai, danau, waduk) dan air alternatif yang dapat digunakan untuk
tanah (groundwater). Intrusi air laut ke mengadaptasikan pertanian terhadap
daratan menyebabkan salinitas air di sumur- perubahan iklim. Perimbangan antara
sumur penduduk meningkat. Kebocoran- ketersediaan dan kebutuhan air harus
kebocoran limbah industri ke sungai dan ditetapkan terlebih dahulu untuk menjamin
lahan-lahan pertanian makin memberikan keberlanjutan pemanfaatan air. Beberapa
tekanan pada lingkungan. inovasi teknolgoi panen air (water
harvesting) dan konservasi air (water
V. KESIMPULAN conservation) serta pemanfaatan air secara
Perubahan iklim baik global maupun efisien merupakan strategi yang dapat
regional berpengaruh pada kondisi iklim di diterapkan untuk sustainabilitas sumberdaya
Indonesia yang berdampak pada berbagai air dan pemenuhan kebutuhan air di masa
sektor kehidupan. Sektor pertanian yang akan datang.
merupakan salah satu sektor yang sangat
rentan terhadap perubahan iklim yang DAFTAR PUSTAKA
berdampak pada produktivitas pertanian dan
pendapatan petani. Di sisi lain aktivitas Balitklimat. 2007. Identifikasi dan delineasi
pertanian juga berdampak pada perubahan kalender tanam dan pola tanam lahan
iklim akibat pemanasan. Sektor pertanian sawah terhadap anomali iklim di
memberikan sumbangan sekitar 14% dari pulau Jawa. Laporan Tengah Tahun.
total emisi gas rumah kaca (GRK) dunia. Balai Penelitian Agroklimat dan
Pupuk merupakan sumber emisi terbesar Hidrologi. Balai Besar Penelitian dan
(38%) bagi sektor pertanian. Tanah Pengembangan Sumberdaya Lahan
melepaskan N2O pada proses nitrifikasi dan Pertanian.
denitrifikasi. Penggunaan pupuk baik organik Boer, R. 2002. Pre-assessment of vulnerable
maupun anorganik meningkatkan kadar N2O sites to extreme climate events: Site
yang dilepaskan tanah. selection for pilot project on crop
Pemanasan global menyebabkan management and extreme climates.
terganggunya berbagai sirkulasi udara di Report Submitted to Asian Disaster
atmosfer yang menyebabkan meningkatnya Preparedness Centre-Bangkok.
intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Niño Boer, R., and Subbiah, A.R. 2003.
dan La-Niña) dan ketidakteraturan musim. Agriculture Drought in Indonesia. In
Perubahan iklim global masa yang akan VK.Boken, A.P. Cracknell and R.L.
datang, diperkirakan akan menyebabkan Heathcote. Oxford University Press,
frekuensi dan intensitas kejadian iklim p:330-344
ekstrim akan meningkat. Jumlah sungai yang Boer, R. and Surmaini, E. 2006. Economic
debit minimumnya berpotensi untuk Benefits of Using SOI Phase
menimbulkan masalah kekeringan Information for Crop Management
meningkat, demikian juga halnya jumlah Decision in Rice-Base Farming
sungai yang debit maksimumnya berpotensi System of West Java, Indonesia.
menimbulkan masalah banjir, sebagai Proceeding of Living with Climate
dampak dari kejadian iklim ekstrim. Variability and Change:
Untuk mengantisipasi perubahan Understanding the Uncertainties and
iklim strategi pengelolaan sumberdaya iklim Managing the Risks, Finland 17- 21
dan air perlu diformulasikan secara tepat. July 2006
Perencanaan budidaya tanaman harus
40 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 27 - 41
Brohan. P., J.J. Kennedy, I. Harris. 2006. State Ministry of Environment. 1996.
Uncertainty estimates in regional and Inventory of Greenhouse Gases
global observed temperature Emissions and sink in Indoensia ;
changes: a new dataset from 1850. US-EPA Indonesia Country Study
Journal of Geophysical Research, Program. Jakarta. 73p.
111, D12106, doi: Stern, N. 2006. The Stern Review on
10.1029/2005JD006548 Economics of Climate Change.
Las, I., Boer, R., Syahbudin, H., Pramudia, http://www.sternreview.org.uk
A., Susanti, E., Surmaini, K., Syahbuddin, H. Runtunuwu, E. 2007.
Estiningtyas, W., Suciantini, Penyesuaian pola dan kalender tanam
Apriyatna, Y. 1999. Analisis lahan sawah dalam mensukseskan
peluang penyimpangan iklim dan P2BN. Info Agroklimat dan
ketersediaan air pada wilayah hidrologi. Vol 2 no 1.
pengembangan IP padi 300. Laporan Syarief, R. 2003. Pembaharuan Kebijakan
Penelitian ARMP-II, Badan Pengelolaan Sumberdaya Air.
Penelitian dan Pengembangan Direktor Jenderal Sumberdaya Air.
Pertanian, Bogor Sosialisasi Pembaharuan Kebijakan
Loebies, J. 2001. Pengaruh kejadian iklim Pengelolaan Irigasi (PKPI) Lingkup
ekstrim terhadap sumber daya air. Departemen Pertanian. Jakarta 16-18
Paper disajikan dalam Seminar Juni 2003.
Nasional “Peningkatan Kesiapan Wisnubroto, S. 1998. Pengenalan waktu
Indonesia dalam Implementasi tradisional Wariga menurut jabaran
Kebijakan Perubahan Iklim” Bogor. meteorologi dan pemanfaatannya. J.
Root, T.L., D.P. MacMynowski, M.D. Agromet : XIII (1) : 15-24.
Mastrandrea and S.H. Schneider. World Resources Institute. 2006. Climate
2005. Human-modified temperatures Analysis Indicators Tool (CAIT) on-
induce species changes: combined line database version 3.0.,
attribution. Proceedings of the Washington, DC: World Resources
National Academy of Sciences 102: Institute, available at:
7465 – 7469 http://cait.wri.org

41 |
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini

Anda mungkin juga menyukai