Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis
dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa
mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis,
berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan,
mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.

Menurut Fazlur Rahman secara eksplisit dasar ajaran Alquran adalah moral yang memancarkan
titik beratnya pada monoteisme dan keadilan social, dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang
ibadah yang penuh dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan dalam
akhlak yang mulia.

Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya,
semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang
mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah
SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang
tidak mengenal penciptanya.

Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya bentuk


dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan
mengutus para Rasul-Nya (menurut hadis yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi
sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja yang mengetahuinya),
semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam At Tarikhul Kabir
5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah
disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085
dan Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139) agar mereka berjalan sesuai dengan
kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima
disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut
munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.

Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul
membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah
aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan
bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa
selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latarr belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa penegertian dari Aqidah, Ibadah, Muamalah dan akhlak?


2. Bagaimana hubungan antara Aqidah, Ibadah, Muamalah dan akhlak ?
3. Bagaimana Implikasinya Aqidah, Ibadah, Muamalah Serta akhlak dalam Kehidupan
sehari-hari?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah adalah memberikan penjelasan mengenai hubungan antara Aqidah,
ibadah, muamalah dan Ahlak serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari selain itu juga
untuk memenuhi tugas kajian tematik islam.
BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Pengertian Ibadah, Muamalah dan Akhlak.

 Pengertian Ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya
satu. Definisi itu antara lain adalah:

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap. [3]

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki
Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58].

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut)
adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam
ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.

Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan
ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka
menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada
Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-
Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).

 Pengertian Muamalah

Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan
atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata
kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling
melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu
terhadap yang lainnya.

Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula
dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;

Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan
mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai
kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan
manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya
secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar
manfaat di antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu muamalah adalah semua
transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar maupun dalam
hal utang piutang.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang berbunyi

Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.

Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan
yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama,
antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Dan Allah
SWT juga memerintahkan manusia untuk berinterksi dan bermuamalah dengan cara bertebaran
di muka bumi untuk mencari rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surat Al
Jumah ayat : 10 yang berbunyi :

Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

 Pengertian Akhlak

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal
dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang berarti
Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.

Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan
kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah
laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan
kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian.

Allah SWT berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8

Artinya“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlakutidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan.”

Akhlak sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal dari dalam
jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk perilaku dan tindakan nyata.
Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif keimanannya, tentang eksistensi dirinya sebagai
khalifah Allah. Akhlak yang lahir dari kualitas internalisasi nilai-nilai iman sudah barang tentu
akan memancarkan kualitas yang lebih baik. Demikian pula sebaliknya, akhlak yang buruk
merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih labil.[4]

Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan
kecenderungan hati (sadar)2 .

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak
yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan
melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
1. B. Hubungan Antara Ibadah, Muamalah, dan Ahklak

Hubungan aqidah dengan akhlak

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup
inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai
mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas
manusia.“ Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang
muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari
aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka
akhlaknya pun akan salah.

Ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia
kepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa
memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan
dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan baik
apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.

Contohnya :

Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila seorang berjanji maka harus ditepati. Jika orang
menepati janji maka seseorang telah menjalankan aqidahnya dengan baik. Dengan menepati janji
seseorang juga telah melakukan ibadah. Pada dasarnya setiap perbuatan yang dilakukan manusia
arus didasari denga aqidah yang baik.

Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam
juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia
akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin
menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya. Pendidikan akhlak
yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh
manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang
menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan
balasan kebaikan dari allah

Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur dapat
terwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan dengan aqidah.
Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan memiliki akhlak yang
baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.

Jika perbedaan dalam fiqih dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan, maka


kesalehan tentu saja bukan dalam menjalankan fiqih, betapapun sulitnya. Yang paling saleh
diantara kita bukanlah orang yang bersedekap pada waktu berdiri shalat, bukan juga yang
meluruskan tangannya, karena kedua cara shalat itu merupakan ijtihat para ulama dengan
merujuk pada hadis yang berbeda. Yang durhaka juga bukan yang mandi janabah sebelum tidur,
atau yang tidur dulu baru mandi janabah, karena kedua-duanya dijalankan Rasullah Saw. Fikih
tidak bisa dijadikan ukuran kemuliaan, tetapi kemuliaan seseorang di lihat dari kemuliaan
akhlaknya.[5]

Hubungan aqidah dengan ibadah

Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah bangunan,
maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut sehingga
bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam Islam, Akidah
seseorang merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman pada diri orang
tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri diatasnya pun akan mudah
dirobohkan.

Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan
dinilai benar apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat
keimanan seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya akidah
yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah, keimanan serta
amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.
Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehingga
dalam pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang salah.
Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek ibadahnya pun akan
salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya keimanan.

Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan
adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian
dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah
untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali dengan
akal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya tersebut dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari bukti-bukti kekuasaan
Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada keyakinan akan keberadaan-Nya.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengakui keberadaan Allah SWT.
karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh mereka sejak lahir, Allah juga telah memberikan
petunjuk berupa ajaran agama yang didalamnya berisikan tuntunan serta tujuan dari hidup
mereka di dunia.

Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :

1. Ibadah adalah hasil daripada aqidah yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yang
telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.
2. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang manusia
bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.
3. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat serta
menghadapi segala cabaran dan rintangan.

Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi
utamanya kuat, maka bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah orang
tersebut pun akan kuat pula.
Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai
benar apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.

Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat
membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah,
menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di dunia.
Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain.
Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di Bumi.

Hubungan aqidah dengan muamalah

Pola pikir, tindakan dan gagasan umat Islam hendaknya selalu bersendikan pada aqidah
Islamiyah. Ungkapan “buah dari aqidah yang benar (Iman) tidak lain adalah amal sholeh” harus
menjadi spirit dan etos ummat Islam. Pribadi yang mengaku muslim mestinya selalu menebar
amal shalih sebagai implementasi keimanannya di manapun mereka berada. Tidak kurang 60
ayat Al Qur’an menerangkan korelasi antara keimanan yang benar dengan amal sholeh ini. Ayat-
ayat tersebut menegaskan bahwa perintah beriman kepada Allah dan hari akhir selalu diikuti
dengan perintah untuk melaksanakan amal shalih. Inilah makna operatif dari ungkapan “al-
Islamu ‘aqidatun wa jihaadun”, bahwa kebenaran Islam itu harus diyakini sekaligus juga
diperjuangkan pengamalannya secara sungguh-sungguh dalam konteks kemaslahatan dan bebas
dari perilaku teror.

Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut
harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang
mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang
mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah
memiliki dampak sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara
ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya

Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain: akhlaq,
ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang benar, akhlaq yang
terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai pondasi, hubungan antara aqidah
dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya,
ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara
aqidah.

Dengan kata lain, ibadah adalah pelembagaan aqidah dalam konteks hubungan antara makhkluq
dengan Khaliq; akhlaq merupakan buah dari aqidah dalam kehidupan yang etis dan egaliter; dan
muamalah sebagai implementasi aqidah dalam masyarakat yang bermartabahat dan menebar
maslahat. Karena itu, agar aqidah tumbuh dan berkembang, aqidah harus operatif dan fungsional.
Di Indonesia kita menyaksikan beberapa ormas Islam yang telah berhasil mengembangkan amal
usaha atau unit pelayanan umat seperti Panti sosial dan anak yatim, lembaga pendidikan dan
pondok pesantren, balai pengobatan dan rumah sakit, lembaga pengumpul dan penyalur zakat
serta lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya. Lembaga atau unit pelayanan umat tersebut,
meminjam istilah M. Amin Abdullah, merupakan bentuk faith in action, buah keimanan yang
aktif dan salah satu bentuk pengejawantahan ‘tauhid sosial’ atau ‘theologi pembangunan’.
Sayanya, tidak sedikit buah faith in action tersebut yang terjebak pada bebagai kepentingan
mulai dari ekonomi hingga politik.

Agar tetap kokoh dan kuat serta menjadi penyangga seluruh sendi keber-Islaman, aqidah harus
dijaga, dipelihara dan dipupuk sehingga bisa hidup subur dalam pribadi setiap Muslim.
Pentingnya memelihara aqidah ini juga tersirat dalam Sirrah Nabawiyah. Saat membangun
masyarakat Islam di Makkah dan Madidah selama 23 tahun Rasulullah Muhammad SAW tidak
kenal lelah membina aqidah umatnya. Mengingat pentingnya aqidah ini bisa dimengerti bila
setiap surat dalam Al Quran mengandung pokok-pokok ajaran keimanan.

Di tengah pasar bebas nilai dan ideologi saat ini, upaya merevitalisasi aqidah serasa memperoleh
momentum. Mudah tergiurnya sebagian umat pada faham atau aliran-aliran yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip Islam merupakan efek dari lemahnya aqidah mereka. Ketidak peduliaan
sebagian umat Islam terhadap kerusakan lingkungan dan kebobrokan moral juga indikasi
rapuhnya bangunan aqidah. Mulai memudarnya etos dan jiwa voluntarisme di kalangan umat dan
semakin menguatnya syahwat duniawi adalah konsekuensi logis dari redupnya aqidah. Saatnya
sekarang membenahi dan merevitalisasi aqidah agar umat memiliki pondasi yang benar, kokoh
dan fungsional. Dengan bekal ini faith in action bisa dilipatgandakan untuk menghadirkan
pesona Islam yang lebih “ihsan pada kemanusiaan.”
Ajaran islam yang mengatur prilaku manusia baik dalam kaitanya sebagai makhluk dengan
tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama mahluk, dalam term fiqih atau ushul alfiqh
disebut dengan syariah. Sesuai dengan aspek yang diaturnya, syariah ini terbagi kepada dua
yakni ibadah dan muamalah. Ibadah adalah syariah yang mengatur hubungan antara manusia
dengan tuhannya, sedangkan muamalah adalah syariah yang mengatur hubungan antara sesama
manusia. Pada gilirannya kegiatan ekonomi sebagai salah satu bentuk dari hubungan antara
manusia ia bukan bagian dari aqidah, akhlaq dan ibadah melainkan bagian dari muamalah.
Namun demikian masalah ekonomi tidak lepas dari maspek aqidah, akhlak maupun ibadah sebab
dalam prespektif islam prilaku ekonomi harus selalu diwarnai oleh nilai-nilai aqidah, aklak dan
ibadah.[6]

C. Aqidah, Ibadah, dan Muamalah Serta Implikasinya


dalam Kehidupan

Dr. Kaelany HD., MA mengatakan dalam bukunya, Islam Agama Universal, bahwa ajaran Islam
sangatlah luas. Ulama dengan berlandaskan hadist membagi ajaran Islam tersebut dalam tiga
pokok bahasan, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak. Dalam hal ini, akan dibahas pengertian
Aqidah serta Syari’ah (sebagai Ibadah dan Muamalah), yang mana pengertian ini didapat dari
berbagai sumber, yaitu Al-qur’an , Hadist, dan berbagai resensi dari buku atau artikel.[7]

Aqidah merupakan suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan yang teguh
serta kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari
keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu kepercayaan,
pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan mengesampingkan penyembahan selain kepada
Allah.

Ajaran mengenai aqidah ini merupakan tujuan utama Rasul diutus ke dunia, yang mana hal ini
dinyatakan dalam AL-qur’an, yang berbunyi:

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami
wahyukan kepadanya, bahwasanya tiada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlan
olehmu sekalian akan Aku” (QS. 21: 25)
Akidah adalah suatu ketetapan hati yang dimiliki seseorang, yang mana tidak ada factor apa pun
yang dapat mempengaruhi atau merubah ketetapan hati seseorang tersebut.

 Ibadah dan Muamalah

Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan atau
pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah SWT, dan
juga kepada sesama manusia.

Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara lain:

 Dari segi tujuan, Syari’ah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan manusia
sebagai makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:

1. Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)


2. Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)
3. Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)
4. Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)
5. Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara harta)

Lima hal pemeliharaan itu akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam, seperti wajib, sunnat,
haram, makruh, dan mubah.

Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.

Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada contoh
(tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan kepada
mamnu’ (dilarang atau haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji.
Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan lingkungan),
masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan
yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.

Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:


“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia
Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”

Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara, atau
aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan
yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah
dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk diketahui adalah
apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak ada, hal tersebut boleh
saja dilakukan.

Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita perhatikan,
yaitu:

Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya,
karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi
menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah
bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.

Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan
lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau
larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.[8]

Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas. Ibadah
tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah
SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.

Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan
zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada larangan secara tegas di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh dilakukan. Hal ini telah
diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam
kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan
perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan
tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya,
menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan
Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).

BAB III

PENUTUP

1. A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
:

1. Aqidah secara etimologi; Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah
adalah apa yang diyakini oleh seseorang.Aqidah scara syara’ yaitu iman kepada Allah,
para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Para RasulNya dan kepada hari akhir serta kepada
qadar yang baik mupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
2. 2. Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminology) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin.
3. Muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan
kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya
4. Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak”
berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat
diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
5. Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain:
akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang benar,
akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai pondasi,
hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat
resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan
bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.
6. Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal
tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu
peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah
segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan
berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan
aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik,
maka diperlukan suatu adanya
7. B. Saran

Berdasarkan pada pembahasan dan kesimpulan maka penulis memberikan saran yakni Al
Quran dan sunah merupakan dua pegangan, tuntunan dan pedoman hidup serta sebagai sumber
utama bagi umat islam untuk dijadikan sebagai panduan analisis dalam mengkaji setiap
persoalan yang muncul dalam kehidupan. Oleh karena itu penting kiranya bagi umat islam untuk
terus berpegang teguh pada Al quran dan As sunah serta untuk memahami makna-makna yang
terkandung dalam Al quran dan As sunah. Dan dengan Al quran dan As sunah juga dapat
memperkuat Aqidah, Ibadah, Muamalah dan Akhlak umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari,. 2007. Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama’ah. Pustaka
Imam Syafi’i.

H.A Djazuli &Yadi janwari, 2002. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat. Jakarta:


RajaGrafindo Persada.

Muhammad, 2007. Aspek Hukum dalam Muamalat.Yogyakarta: Graha ilmu.

Kaelany HD, 2009. Islam Agama Universa. Jakarta: Midada Rahma Press.
Rahmat, Jalaludin, 2007. Dahulukan Akhlak diatas Fiqih.Bandung: PT. Mizan Utama.

Salih bin fauzan bin Abdullah Al Fauzan,2000. Kitab Tauhid I . Jakarta : Yayasan Al- Sofwa.

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Pengertian Ibadah dalam Islam”, Ahlussunnah
Palembang, diakses dari http://salafiunsri.blogspot.com/2009/06/pengertian-ibadah-dalam-
islam1.html, pada tanggal 4 Desember 2012, pada pukul 9.30 PM

Anda mungkin juga menyukai