Anda di halaman 1dari 7

Dasar-Dasar Intervensi

Intervensi individual, group, dan intervensi komunitas.

A. Pengertian Intervensi
Slamet dan Markam (2003:135) mengemukakan bahwa intervensi merupakan suatu metode
untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. Trull (2005:292) mengemukakan
bahwa psikologi intervensi adalah sebuah metode yang dapat mengubah tingkah laku, pikiran,
dan perasaan seseorang. Himpsi (2010:114) mengemukakan bahwa intervensi adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana berdasar hasil asesmen untuk mengubah
keadaan seseorang, kelompok orang atau masyarakat yang menuju kepada perbaikan atau
mencegah memburuknya suatu keadaan atau sebagai usaha preventif maupun kuratif.
Trull (2005:292) mengemukakan bahwa psychotherapy adalah sebuah kegiatan terencana,
dengan melibatkan emosi, interaksi antara psikolog dan klien. Markam, Slamet, dan Sumarmo
(2003:135) mengemukakan bahwa psikoterapi merupakan salah satu intervensi dalam konteks
hubungan professional antara psikolog dan klien atau pasien. Himpsi (2010:115) mengemukakan
bahwa intervensi dalam bidang psikologi dapat berbentuk intervensi individual, intervensi
kelompok, intervensi komunitas, intervensi organisasi maupun sistem.

1. Intervensi Individual
Mappiare (2010:167) mengemukakan bahwa psikoterapi individual adalah penempatan
individual pasien/klien sebagai sasaran penyembuhan dalam seting hubungan antarpribadi
dengan terapis. Pomerantz (2013:365) mengemukakan bahwa intervensi individual merupakan
terapi yang berfokus pada hubungan interpersonal. Pomerantz (2013:476) mengemukakan bahwa
intervensi individual merupakan terapi yangterbatas pada interaksi dua orang antara klien dan
terapis. Sedangkan intervensi kelompok memungkinkan jaringan hubungan yang jauh lebih
kompleks untuk berkembang.
Plante (2005:275) mengemukakan bahwa intervensi individual merupakan metode yang
terlatih dan metode yang paling umum dalam psikoterapi. Intervensi individual merupakan
kegiatan psikoterapi yang melibatkan seorang ahli terapi yang menjadi penolong bagi kliennnya
yang mengalami masalah, tingkah laku, kualitas hidup dan lain-lain. Psikoterapi individual
digunakan untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan melibatkan
interaksi antara seorang ahli terapi dan si klien.
Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010:434) mengemukakan bahwa psikoterapi individual adalah
dalam terapi individual pasangan yang menikah diperiksa oleh ahli terapi yang berbeda, yang
tidak berkomunikasi satu sama lain dan mungkin tidak saling mengetahui satu sama lainnya.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk memperkuat kapasitas adaptif masing-masing pasangan.

2. Intervensi Kelompok
Plante (2005:277) mengemukakan bahwa intervensi kelompok merupakan psikoterapi yang
dibentuk dengan ukuran, tujuan, dan teknik yang beranekaragam sehingga dapat memberikan
feedback dari anggota kelompok. Trull (2005:411) mengemukakan bahwa intervensi kelompok
merupakan terapi yang dilakukan dengan teknik atau desain kelompok berdasarkan psikoanalitik.
Fithriyah dan Jauhar (2014:221) mengemukakan bahwa intervensi kelompok merupakan terapi
yang diberikan kepada individu yang memiliki penyakit emosional yang telah dipilih secara
cermat yang kemudian ditempatkan kedalam kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang
sudah terlatih untuk membantu satu sama lainnya dalam menjalani perubahan kepribadian.
Shertzer dan Stone (Mappiare, 2010:167) mengemuakakan bahwa terapi kelompok
merupakan salah satu aplikasi prinsip yang berdasarkan terapeutik ke dalam satu individu atau
lebih individu secara bersamaan untuk mengklarifikasi konflik psikologi mereka sehingga
mereka dapat hidup dengan normal. Mappiare (2010:167) mengemukakan bahwa kelompok
psikoterapi adalah suatu bentuk aktivitas atau triarman kelompok atau dengan tujun untuk
mengatasi masalah-masalah atau kekacauan pribadi para anggota, misalnya keluarga.
Burlingame dan Baldwin (Pomarentz, 2013:476) mengumukakan bahwa kebanyakan bentuk
intervensi kelompok sangat menekankan interaksi interpersonal. Artinya, kebanyakan bentuk
intervensi kelompok memanfaatkan fakta bahwa pengalaman intervensi kelompok itu sendiri
didasarkan pada interaksi dengan orang lain. Didalam intervensi kelompok seorang klien
membentuk hubungan bukan hanya dengan seorang terapis tetapi juga dengan orang lain yang
ada di dalam ruang intervensi. Jadi intervensi kelompok melibatkan ragam respon interpersonal
yang lebih besar.
Slamet dan Markam (2003:142) mengemukakan bahwa intervensi kelompok adalah
memahami gangguan dalam relasi interpersonal dan mengurangi gangguan yang dialami dalam
setting kelompok. Anggota intervensi kelompok biasanya berkisar dari 5 sampai 10 anggota,
keunggulan intervensi kelompok dibandingkan dengan intervensi individual ialah bahwa anggota
kelompok dianggap mewakili suatu lingkungan interpersonal dengan lebih baik daripada hanya
satu orang terapis, sehingga dapat lebih menjamin perbaikan hubungan interpersonal.
Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010:419) mengemukakan bahwa psikoterapi kelompok adalah
terapi di mana orang yang memiliki penyakit emosional yang telah dipilih dan ditempatkan ke
dalam kelompok kemudian dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu satu sama
lainnya dalam menjalani perubahan kepribadian. Terapi ini menggunakan berbagai teknik dan
gagasan teoritis, pembimbing menggunakan interaksi anggota kelompok untuk membuat
perubahan tersebut.
 Pemilihan pasien
untuk menentukan kecocokan pasien untuk psikoterapi kelompok, ahli terapi memerlukan
sejumlah besar informasi, yang digali dari wawancara. Dokter psikiatri harus menggali riwayat
psikiatrik dan melakukan pemeriksaan status mental untuk mendapatkan dinamika, perilaku, dan
informasi diagnostic tertentu.
 Organisasi structural
Ukuran, terapi kelompok telah berhasil dengan anggota sedikitnya 3 orang sampai 15 orang,
tetapi sebagian besar ahli terapi merasa bahwa 8 sampai 10 anggota adalah ukuran yang optimal.
a) Frekuensi session, sebagian besar ahli terapi kelompok melakukan session kelompok sekali
seminggu.
b) Panjang session, pada umumnya session kelompok berlangsung kapan saja dari satu sampai dua
jam, tetapi pembatasan waktu harus tetap.
 Kelompok homogeny lawan heterogen, sebagian besar ahli terapi percaya bahwa kelompok
harus seheterogen mungkin untuk menjamin interaksi maksimal. Jadi kelompok harus terdiri dari
anggota yang berasal dari kategori diagnostic yang berbeda dan dengan pola perilaku yang
berlainan, dari semua ras, tingakat sosial, dan latar belakang pendidikan; dan berbagai usian dan
jenis kelamin.
 Kelompok terbuka lawan tertutup, Kelompok anggota terbuka memungkinkan para anggota
untuk masuk atau keluar dati kelompok kapanpun. Salah satu kekuatan kelompok semacam itu
adalah bahwa dititik manapun kelompok memasukkan didalam tahap kemajuan. Kelompok
anggota tertutupsemua anggota kelompok memulai dan mengakhiri terapi bersama-sama tanpa
penambahan anggota baru dalam prosesnya. Di dalam tipe kelompok ini, kohesivitas dapat
dibangun dan dipertahankan dengan lebih mudah dibandingkan kelompok terbuka karena
stabilitas keanggotaannya.

Fithriyah dan Jauhar (2014:221) mengemukakan kekuatan utama terapi kelompok jika
dibandingkan dengan terapi individual, yaitu;
1) Kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dan teman sebaya pasien
2) Kesempatan bagi pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respons psikologis, emosional, dan
perilaku pasien terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai transferensi.

Factor-faktor tereupatik dalam terapi kelompok


Yalom (pomerantz, 2013:478) mengemukakan bahwa terdapat 11 faktor tereupatik spesifik
yang bermanfaatbagi klien, tetapi diantara 11 faktor tersebut terdapat beberapa yang sangat vital
diantaranya:
1) Universalitas
Klien dengan masalah psikologis percaya bahwa tak ada seorang pun yang berkutat dengan
masalah yang sama dengannya. Mereka mungkin tidak menyadari persamaan masalah, gejala
dan diagnosis mereka. Menemukan dirinya berada diruangan yang memiliki masalah yang sama
adalah hal yang mengembirakan, inilah yang dimaksud universalitas oleh yalom.
2) Kohesivitas kelompok
Kohesivitas kelompok mengacu pada perasaan saling terhubung antara para anggota
kelompok. Perasaan saling terhubung satu sama lain ini ditandai oleh perasaan kehangatan,
kepercayaan, penerimaan, rasa memiliki dan nilai di antara para anggota kelompok.
3) Pembelajaran interpersonal
Belajar dari pengalaman interpersonal didalam kelompok –pembelajaran interpersonal-
adalah jantung dari terapi kelompok. Terapi kelompok mengamsumsikan bahwa masalah
interpersonallah yang pertama-tama memberikan kontribusi pada alasan klien untuk mencari
terapi, bahwa kecendrungan interpersonal yang sama akan tampak didalam kelompok, bahwa
pelajaran-pelajaran yang dipetik melalui interaksi dengan sesame anggota kelompok akan
digeneralisasikan ke kehidupan klien diluar kelompok.
4) Mikrokosmos social
Selama terapi kelompok berlangsung, kelompok menjadi mikrokosmos social untuk setiap
anggota. Dengan kata lain, kecendrungan hubungan yang mengkarakteristikkan hubungan klien
dengan orang-orang penting dalam kehidupan pribadi mereka diduga mengarakterisasikan
hubungan yang mereka bentuk dengan sesame anggota kelompok mereka.
5) Disini dan saat ini
Kerna kelompok berfungsi sebagai sebuah mikrokosmos social, salah satu tugas esensial bagi
terapis kelompok adalah terus-menerus menekankan pada cara para anggota kelompok
berhubungan satu sama lain didalam konteks kelompok.
Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010:435) mengemukakan bahwa psikoterapi kelompok dalam
pasangan yang menikah yaitu pasangan ditempatkan dalam suatu kelompok yang memungkinkan
berbagai dinamika kelompok untuk mempengaruhi pasangan. Kelompok biasanya terdiri dari
tiga atau empat pasangan dan satu atau dua orang ahli terapi.

3. Intervensi Komunitas
Slamet dan Markam Sumarmo (2003:165) mengemukakan bahwa psikologi komunitas
merupakan sebagai pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan pada peran daya
lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah. Psikologi komunitas termasuk dalam
bagian dari psikologi sosial. Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010:433) mengemukakan bahwa
intervensi komunitas dapat dikatakan juga sebagai terapi jaringan kerja sosial yang dikumpulkan
bersama komunitas atau jaringan kerja sosial pasien yang terganggu.
Prawitasari (2012:181) mengemukakan bahwa intervensi pada tingkat komunitas akan
mendukung proses terapiutik bagi individu dan keluarga, dan sebaliknya, intervensi individual
dan keluarga akan mendukung keberhasilan proses rekonstruksi komunitas. Plante (2005:291)
mengemukakan bahwa Terapi komunitas biasanya menggunakan pendekatan psychoeducational,
memberikan pendidikan, pelatihan keterampilan-bangunan, dan dukungan untuk mereka yang
berisiko untuk atau sudah berjuang dengan jiwa yang signifikan, medis, atau masalah lainnya.
Bloom (Slamet dan Markam, 2003:166) mengemukakan terdapat perbedaan antara layanan
psikologi tradisional dengan layanan pendekatan kesehatan mental komunitas (Community
Mental Health) penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas adalah;
1) Intervensi dalam komunitas
2) Intervensi dilakukan dalam populasi terbatas, misalnya high-risk population
3) Penekanan pada pencegahan
4) Promosi pelayanan tak langsung, seperti mengadakan konsultasi dan pelatihan
5) Pelaksanaan oleh ahli dari berbagai bidang ilmu dan awam.
Slamet dan Markam (2003:167) mengemukkan terdapat dua konsep yang sangat melekat pada
pendekatan psikologi komunitas, yaitu pencegahan dan pemberdayaan. Pencegahan gangguan
jiwa bertujuan untuk menghemat biaya perawatan penderita. Pemberdayaan manusia dalam
masyarakat bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa.
 Pencegahan
Ada tiga jenis pencegahan: primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer adalah upaya
melawan keadaan yang memungkinkan timbulnya gangguan sebelum gangguan itu terjadi.
Pencegahan sekunderadalah usaha diagnosis dini atas suatu keadaan dan bertujuan agar dapat
dilakukan terapi atau treatment pada tahap dini atau tahap awal gangguan.
Pencegahan tersier adalah upaya rehabilitasi terhadap orang-orang yang memerlukan
penyesuaian kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya. Rehabilitasi ini dapat
berupa konseling, pelatihan dan lain-lain.
Plante (2005:291) mengemukakan pencegahan program primer berusaha untuk mencegah
masalah berkembang melalui penggunaan pendidikan. Program pencegahan sekunder upaya
untuk intervensi awal sebelum masalah berkembang menjadi masalah yang lebih serius. program
pencegahan tersier usaha untuk meminimalkan dampak kejiwaan serius atau masalah lainnnya.
Mereka pada dasarnya sama seperti pengobatan lain tetapi biasanya mengacu intervensi berbasis
masyarakat.
 Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah upaya mencegah terbentuknya perasaan tak berdaya dan pasrah pada
individu atau kelompok individu yang terkena suatu dampak perubahan lingkungan yang
merugikan–korban penipuan, kesewenang-wenangan, dan lain-lain kelompok dalam masyarakat
yang rentan adalah remaja dll.
Slamet, dan Markam (2003:170) mengemukkan terdapat lima metode intervensi dan
perubahan, yaitu;
1) Konsultasi, yaitu mengajak orang-orang yang mempunyai peran yang besar dalam masyarakat
untuk membahas dan membantu mengatasi masalah kesehatan mental masyarakat.
2) Mengadakan layanan masyarakat (community lodge) sebagai “pengganti” layanan rumah sakit,
tempat penitipan sementara bagi penderita gangguan jiwa menahun.
3) Intervensi krisis, misalnya, memberi bantuan dan dukungan jepada orang-orang yang dalam
keadaan stress akut agar terhindar dari gangguan yang lebih parah dan menahun.
4) Intervensi pada usia dini adalah yang banyak dilakukan di Indonesia sejak tahun 1975 hingga
sekarang. Misalnya program ibu bayi dan balita.
5) Mengembangkan berbagai pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan
membuat tulisan-tulisan singkat tentang upaya-upaya cepat untuk mengatasi berbagai keadaan
darurat psikologis, misalnya mengatasi kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA

Fitriyah, L., & Jauhar, M. (2014). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Prestasi pustaka

Himpsi. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: Himpsi

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri (ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis)Jilid Dua. Tangerang: Binapura Askara.

Mappiare, A. (2010). Pengantar Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: Rajawali Pers

Slamet, S., Markam. (2003). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI Press

Plante, T. G. (2005). Contemporary Clinical Psychology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Pomerantz, A. M. (2013). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Prawitasari, Johanna E. (2012). Psikologi Terapan Melintas Batas Disiplin Ilmu. Jakarta : Erlangga

Trull, T. J. (2005). Clinical Psychology. USA: Thomson Wadsworth

Anda mungkin juga menyukai