Anda di halaman 1dari 13

MENGENAL SUNGAI

Berbagi informasi terkait pencemaran dan kegiatan konservasi yang dilakukan oleh berbagai
komunitas. Tujuannya adalah untuk membuka akses informasi bagi masyarakat terkait dampak
pencemaran air terhadap organisme akuatik dan utamanya manusia. Harapannya tidak tinggi-
tinggi, menggugah kesadaran pembaca untuk ikut serta dalam upaya perlindungan sumberdaya air.

September 17, 2016


ABU PEMBAKARAN BATUBARA (APB): JAWABAN UNTUK PERTANYAAN ANGGOTA
DPRD JATIM KOMISI D
Seminggu yang lalu, komisi D DPRD Jatim melakukan tinjauan lapangan ke lokasi timbunan abu
pembakaran batubara (APB) yang berada di pemukiman warga. APB digunakan oleh warga
sebagai material urug karena ketidak tahuan mereka bahwa APB tergolong dalam Bahan Beracun
Berbahaya (B3). APB didapatkan oleh warga dengan membayar sebesar 150 ribu dari oknum
pekerja pabrik pengelolaan B3 yang berada di desa tersebut. Ketika melihat timbunan APB, salah
seorang anggota komisi bertanya apakah timbunan APB ini berbahaya?. Pertanyaan itu kemudian
dijawab oleh salah seorang warga dengan menyatakan bahwa berdasarkan peraturan pemerintah
(PP no. 101/2014), APB tergolong bahan beracun dan berbahaya (B3). Karena dia pun masih tidak
percaya, maka BLH diminta untuk mengambil contoh untuk diuji. Pada selasa (13/09), mereka
mengambil 1 contoh APB yang terdapat di pemukiman warga. Menjawab pertanyaan salah satu
anggota komisi D tersebut, saya buat tulisan ini dan semoga bermanfaat bagi teman-teman
lainnya.

Sebelum membahas APB, mari belajar tentang batubara Indonesia. Batubara kita memiliki
karakteristik yang berbeda dengan negara lain (tabel 1). Bahan volatil yang terdapat dalam
batubara memberi petunjuk besaran asap yang dihasilkan dari proses pembakaran (Hesley et al.,
1986). Bahan volatil bervariasi antara 8.8-45.5%, dimana senyawa yang terdapat didalamnya
diantaranya adalah PAH dan fenol. Kedua senyawa ini (PAH dan fenol) merupakan senyawa
beracun dan tergolong dalam senyawa pengganggu hormon (SPH) yang mampu merubah
metabolisme dan produksi hormon pada manusia. Abu Pembakaran Batubara (APB) terdiri atas 2
jenis: fly dan bottom ash.

Tabel 1. Perbandingan karakteristik batubara Indonesia, India, dan Afsel (Ekbote, 2016)

KARAKTERISTIK(%) INDIA INDONESIA AFRIKA SELATAN


Kelembaban total
10-20
10-30
8
Abu
25-50
10-15
15-17
Bahan volatil
16-30
25-35
23
Karbon tetap
24-40
45
51
Karbon
30-55
60
70-80
Hidrogen
2-4
4.5
4-5
Sulfur
0.7-1.15
1
hingga 1
Oksigen
4-8
12
8-9

*Karbon tetap (fixed carbon) = residu padat dari pembakaran yang ada setelah batubara
dibakar/dipanaskan dan bahan volatil dilepaskan.

Fly ash adalah partikel ringan yang bergerak meninggalkan zona pembakaran bersuhu tinggi dan
cerobong. Fly ash umumnya berwarna kecoklatan hingga abu-abu gelap, berukuran 1-100 µm, dan
halus. Bottom ash lebih berat dan kasar daripada fly ash dan tertinggal di tungku pembakaran,
berukuran antara 0.1-50 mm, serta berwarna hitam dan berpori. Berdasarkan PP no. 101/2014,
keduanya dikategorikan sebagai B3 pada lampiran I tabel 4. Mengapa APB dimasukkan dalam
B3, karena mengandung logam berat, dan elemen radioaktif (uranium, thorium, radon, radium dan
polonium) (French dan Smitham, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas
Duke menemukan bahwa radiasi abu pembakaran batubara (APB) lebih tinggi 5 kali lipat dari
tanah dan 10 kali lipat dari batubara. Secara alami, batubara mengandung isotop radium dan
timbal-210 yang merupakan hasil sampingan dari uranium dan thorium. Pembakaran batubara
menyebabkan isotop radium terkonsentrasi pada APB dan menjadi volatil (Fidler, 2015). Dampak
paparan radioaktif yang utama adalah kanker (Lenntech, 2016).

Tabel 2. Komposisi kimia dari APB (EPRI, 2009)


Komposisi (mg/kg) Bottom Ash Fly Ash Dampak
Aluminium (Al) 70,000-140,000 59,000-130,000 Menyebabkan kerusakan pada sistem
syaraf pusat, demensia, kehilangan memori, dan gemetaran parah (Lennetech, 2016)
Calcium (Ca) 7,400-150,000 5,700-150,000

Besi (Fe) 34,000-130,000 40,000-160,000 Menyebabkan konjuctivitis, koroiditis, retinitis,


dan menghirup konsentrasi best oksida (FeO) dalam waktu yang lama dan jangka panjang
meningkatkan resiko kanker paru-paru (Lenntech, 2016)
Silikon (Si) 160,000-270,000 160,000-280,000 Menyebabkan iritasi pada bagian tubuh
yang kontak dengan elemen. Peradangan kulit ditandai dengan kemerahan, gatal, dan bersisik.
Juga menyebabkan gangguan sistem imun dan autoimun, seperti scleroderma, rheumatoid
arthritis, sarcoidosis, dll (Lenntech, 2016)
Magnesium (Mg) 3,900-23,000 3,400-17,000

Potassium (K) 6,200-21,000 4,600-18,000 Kotak dapat menyebabkan luka terbakar pada kulit
dan mata. Menghirup début atau asap menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan
(Lenntech, 2016)
Sodium (Na) 1,700-17,000 1,600-11,000 Kontak dengan air menghasilkan asap sodium
hidroksida yang bersifat sancta iritatif pada mata, hidung, kulit, dan tenggorokan (Lennetech,
2016).
Sulfur (S)1,900-34,000 <LD-15,000 Menyebabkan efek dermatologis, sesak nafas dan emboli
paru-paru, cacat pendengaran, gangguan metabolisme hormon, kegagalan reproduksi, kerusakan
hati, perubahan perilaku dan gangguan syaraf (Lenntech, 2016)
Titanium (Ti) 4,300-9,000 4,100-7,200 Bersifat mudah terbakar. Paparan dalam jangka
pendek menyebabkan korosi pada kulit, mata, dan saluran pernafasan.
Antimony (Sb) <LD-16 <LD Menyebabkan penyakit paru-paru, diare, iritasi pada mata,
kulit, dan paru-paru, maag.
Arsenic (As) 22-260 2.6-21 Bersifat racun. Paparan dalam jangka panjang dan dosis
rendah menyebabkan kerusakan sistem pembuluh dan syaraf dan kanker. Kanker kulit dan naiknya
resiko kanker organ (kanker hati) sebagai dampak paparan (USPHS, 2001). USEPA menetapkan
baku mutu arsenik sebesar 0.01 mg/L untuk air minum.
Barium (Ba) 380-5,100 380-3,600 Dosis rendah menyebabkan kesulitan bernafas,
peningkatan tekanan darah, perubahan detak jantung, iritasi perut, otot lemas, pembengkakan
Kotak dan hati, kerusakan hati dan ginjal (Lennetech, 2016)
Beryllium (Be) 2.2-26 0.21-14 Menyebabkan nafas pendek, batuk, kelelahan, kehilangan
berat badan (OSHA, 2015)
Boron (B) 120-1,000 <LD-335 Merusak hati, ginjal, otak dan dapat berujung pada
kematian (Lennetech, 2016)
Cadmium (Cd) <LD-3.7 <LD Cadmium menyebabkan kerusakan pada ginjal, diare, tulang
retak, kegagalan reproduksi dan infertilitas, sistem syaraf pusat, sistem kekebalan tubuh, gangguan
psikologis, kanker (Lenntech, 2016)
Chromium (Cr) 27-300 51-1,100 Chromium (VI) bersifat racun pada konsentrasi rendah
(USPHS, 2000; Goyer, 1996), korosif, dan allergy pada kulit, kerusakan ginjal dan hate (USPHS,
2000).
Copper/ Perunggu (Cu) 62-220 39-120 Paparan dalam jangka panjang menyebabkan iritasi
pada hidung, mulut, dan mata, pusing, muntah, dan diare.
Lead/Timbal (Pb) 21-230 8.1-53 Beracun dan merusak system ginjal, kardiovaskuler, dan
syaraf. Paparan dalam konsentrasi rendah menyebabkan gangguan kognitif dan perkembangan
perilaku pada anak-anak (Pirkle et al.,1998; USPHS, 2000; Goyer, 1993; Nriagu, 1988)
Manganese (Mn) 91-700 85-890 Menyebabkan gangguan kerangka, perubahan warna
rambut, cacat lahir, gangguan kulit, dan intoleransi glukosa
Mercury (Hg) 0.01-0.51 <LD-0.07Merkuri anorganik dapat diubah oleh mikroorganisme menjadi
metil merkuri yang terdapat pada tanah, air tawar, dan sedimen laut. Metil merkuri memiliki
tingkat racun yang lebih tinggi dibandingkan bentuk lainnya. Menyebabkan kerusakan permanen
pada sistema syaraf pusat, ginjal, dan janis (USPHS, 2000; WHO,1989).
Molybdenum (Mo) 9-60 3.8-27 Menyebabkan nyeri sendi pada lutut, tangan, kaki; kelainan
artikuler, eritema, dan edema
Nickel (Ni) 47-230 39-440 Bersifat karsinogenik/ menyebabkan kanker (USPHS, 2001)
Selenium (Se) 1.8-18 <LD-4.2 Asap selenium menyebabkan akumulasi cairn pada paru-paru,
ashma, sesak nafas, sakit kepala, nafas pendek, diare dan pembesaran hati
Strontium (Sr) 270-3,100 270-2,000 Mengganggu perkembangan tulang
Thallium (Tl) <LD-45 <LD Menyebabkan gastroentritis, polineuropati, alopecia, anoreksia, sakit
di seluruh tubuh, dan sakit kepala (Peter dan Viraraghavan, 2004)
Uranium (U) <LD-19 <LD-16 Menyebabkan kerusakan ginjal (ATSDR, 2013)
Vanadium (V) <LD-360 <LD-250 Menyebabkan kram perut, diare, dan sesam nafas. (ATSDR,
2012)
Zinc/Seng (Zn) 63-680 16-370 Dapat menyebabkan anemia, merusak pankreas, dan
menurunkan HDL
Banyak senyawa yang terkandung dalam APB yang menjadi perhatian karena dampaknya
terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karenanya, pengangkutan, penyimpanan,
pengelolaan, dan penimbunannya harus dilakukan secara hati-hati. Senyawa yang terkandung
dalam APB dapat terlepas dan mencemari lingkungan sekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan et al (2015) terhadap APB yang diambil dari 5 PLTB, yaitu Ombilin, Tanjung Enim,
Tanjung Jati (1,2,3,4), Rembang, dan Paiton (1,9). Hasil dari penelitian tersebut: teridentifikasi 9
logam berat yang terlepas dari bottom dan fly ash (B, Ba, Co, Cr, Cd, Cu, Ni, Zn, dan Pb). Boron
(B) merupakan logam berat dengan konsentrasi tertinggi dan Cd terendah yang terlepas dari APB.
Konsentrasi boron yang terlepas melebih bakumutu yaitu 8.51 mg/L. Dalam perhitungannya,
Kurniawan et al (2015) menyatakan bahwa apabila PLTB membangun lokasi pembuangan APB
(dengan investasi awal 11, 21 milyar rupiah) maka PLTB akan mengalami kerugian.

Kementerian ESDM memperkirakan bahwa produksi APB akan mencapai 8.31 juta ton pada
tahun 2019, dengan asumsi 5% dari konsumsi bahan bakar (Kementerian ESDM, 2016).
Mengaitkan kondisi ini dengan peristiwa yang terjadi di Lakardowo, dimana lemahnya kontrol
KLHK terhadap industri pengelola B3 amat sangat mengkhawatirkan. Kesehatan masyarakat
sekitar dan kerusakan lingkungan menjadi taruhan dalam pengelolaan B3 (dalam hal ini APB)
yang sembrono dan Lakardowo menajadi saksi dan penderita dari kesembronoan tersebut.

Bila melihat rencana pemerintah untuk mengoptimalkan peran batubara sebagai pemasok energi/
listrik dan melihat kondisi di lapangan dalam pengelolaan B3-APB, maka rencana ini menjadi
mengerikan. Apakah kemudian menjadi etis, mengorbankan ratusan hingga ribuan orang
(kesehatan dan lingkungan hidup) untuk memasok listrik bagi jutaan orang?

REFERENSI
ATSDR. 2005. Toxicological Profile for Zinc. https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp60-c1-
b.pdf
ATSDR. 2012. Toxicological Profile for Vanadium. http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp58.pdf
ATSDR. 2013. Toxicological Profile for Uranium.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK158802/pdf/Bookshelf_NBK158802.pdf
EPRI. 2009. Coal Ash: Characteristics, Management, and Environmental Issues. 12 pp
Fidler, J. 2015. Coal Ash Found to be 10 Times More Radioactive Than Coal Itself.
http://naturalsociety.com/coal-ash-found-to-be-10-times-more-radioactive-than-coal-itself/
Goyer, R. A. 1996. Toxic Effects of Metals. In Casarett and Doull’s Toxicology. The Basic Science
of Poisons. Fifth Edition. McGraw-Hill Health Profession Division
Kementerian ESDM. 2016. Indonesia Electricity Development Plan and Coal Ash Management
Plan. Dipresentasikan pada International Coal Based Power Conference, 17 Maret 2016. New
Delhi, India.
Kurniawan, A. R., S. Maryati, Y. Dote, dan T. Sekito. 2015. The Environmental Assessment and
Cost Benefit Analysis of Utilization of Coal Combustion Products (CCPs). Journal Perencanaan
dan Perkotaan, V3N1: 127-134
Nriagu, J. O. 1988. A Silent Epidemic of Environmental Metal Poisoning. Enviro Pollution,
50:139-161
OSHA. 2015. Health Effects of Exposure to Beryllium.
https://www.osha.gov/Publications/OSHA3822.pdf
Peter, A. L. J, dan T. Viraraghavan. 2004. Thallium: a review of public health and environmental
concerns. Environ International, 31: 493-501. http://192.185.117.31/~heavymet/wp-
content/uploads/2013/07/Thallium1.pdf

http://mengenalsungai.blogspot.co.id/2016/09/abu-pembakaran-batubara-apb-jawaban.html?m=1

Science and Civil Structure Media


“Fly Ash” Pemanfaatan & Kegunaannya

ronyardiansyah
7 years ago
Advertisements
Ir. Rony Ardiansyah, MT. IP-U

Dosen Teknik sipil UIR

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara, yang dialirkan
dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan
campuran pada beton. Fly-ash atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu
pembakaran. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen.
Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh
abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses
hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.

Menurut ACI Committee 226 dijelaskan bahwa, fly-ash mempunyai butiran yang cukup
halus, yaitu lolos ayakan N0. 325 (45 mili mikron) 5-27%, dengan spesific gravity antara 2,15-2,8
dan berwarna abu-abu kehitaman. Sifat proses pozzolanic dari fly-ash mirip dengan bahan
pozzolan lainnya. Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly-ash) didefinisikan
sebagai butiran halus residu pembakaran batubara atau bubuk batubara. Fly-ash dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit
atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau
subbitumes. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung zat kimia SiO2 sampai dengan
dengan 70%.

Tingkat pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih tergolong amat rendah.
Cina memanfaatkan sekitar 15 persen, India kurang dari lima persen, untuk memanfaatkan abu
terbang dalam pembuatan beton. Abu terbang ini sendiri, kalau tidak dimanfaatkan juga bisa
menjadi ancaman bagi lingkungan. Karenanya dapat dikatakan, pemanfaatan abu terbang akan
mendatangkan efek ganda pada tindak penyelamatan lingkungan, yaitu penggunaan abu terbang
akan memangkas dampak negatif kalau bahan sisa ini dibuang begitu saja dan sekaligus
mengurangi penggunaan semen Portland dalam pembuatan beton.

Sebagian besar abu terbang yang digunakan dalam beton adalah abu kalsium rendah (kelas ”F”
ASTM) yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau batu bara bituminous. Abu terbang ini
memiliki sedikit atau tida ada sifat semen tetapi dalam bentuk yang halus dan kehadiran
kelambaban, akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidrosida pada suhu biasa untuk
membentuk bahan yang memiliki sifat-sifat penyemenan. Abu terbang kalsium tinggi (kelas
ASTM) dihasilkan dari pembakaran lignit atau bagian batu bara bituminous, yang memiliki sifat-
sifat penyemenan di samping sifat-sifat pozolan.

Hasil pengujian yang dilakukan oleh Poon dan kawan-kawan, memperlihatakan dua pengaruh abu
terbang di dalam beton, yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang
di dalam beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding pada pasta abu terbang dalam
komposisi yang sama. Ini diperkirakan lekatan antara permukaan pasta dan agregat di dalam
beton. More dan kawan-kawan, Mendapatkan workabilitas meningkat ketika sebagian semen
diganti oleh abu terbang.

Beton yang mengandung 10 persen abu terbang memperlihatkan kekuatan awal lebih tinggi yang
diikuti perkembangan yang signifikan kekuatan selanjutnya. Kekuatan meningkat 20 persen
dibanding beton tanpa abu terbang. Penambahan abu terbang menghasilakan peningkatan
kekuatan tarik langsung dan modulus elastis. Kontribusi abu terbang terhadap kekuatan di dapati
sangat tergantung kepada faktor air-semen, jenis semen dan kualitas abu terbang itu sendiri.

Dalam suatu kajian, abu terbang termasuk ke dalam kategori kelas F dengan kandungan CaO2
rendah sebesar 1,37 persen lebih kecil daripada 10 persen yang menjadi persyaratan minimum
kelas C. Namun demikian kandungan SiO2 sukup tinggi yaitu 57,30 persen. Abu terbang ini,
selain memenuhi kriteria sebagai bahan yang memiliki sifat pozzolan, abu terbang juga memiliki
sifat-sifat fisik yang baik, yaitu jari-jari pori rata-rata 0,16 mili mikron, ukuran median 14,83
mili-mikron, dan luas permukaan spesifik 78,8 m2/gram. Sifat-sifat tersebut dihasilkan dengan
menggunakan uji Porosimeter.

Hasil-hasil pengujian menunjukkan bahwa abu terbang memiliki porositas rendah dan pertikelnya
halus. Bentuk partikel abu terbang adalah bulat dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat
baik untuk workabilitas, karena akan mengurangi permintaan air atau superplastiscizer. ***

https://www.google.com/amp/s/ronymedia.wordpress.com/2010/05/26/fly-ash-pemanfaatan-
kegunaannya/amp/

Murni Fly Ash (MF)


Melayani penjualan fly ash atau abu terbang sebagai bahan bangunan yang berfungsi untuk
menghasilkan beton lebih kuat dan efisien dalam pengeluaran biaya semen.

Pengertian Fly Ash
Fly Ash
Definisi : Fly Ash adalah Fly "terbang" Ash "abu" fly ash dalam bahasa indonesia berarti abu
terbang.

Jual Fly Ash Abu-abu Fly ash/Abu Terbang adalah limbah padat yang terdiri dari partikel-partikel
halus yang muncul dengan gas buang pembakaran dan diangkut dari ruang batubara pada
pembangkit listrik tenaga uap. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) melakukan proses
pembakaran batubara dengan cara ditumbuk dan ditiup dengan udara ke ruang bakar boiler di
mana ia segera menyatu, menghasilkan panas dan memproduksi residu mineral cair. Tabung boiler
mengekstrak panas dari boiler pendinginan gas buang dan menyebabkan residu mineral cair yang
mengeras dengan membentuk abu. Partikel abu kasar disebut sebagai bottom ash atau slag jatuh
ke bagian bawah ruang pembakaran, sementara ringan partikel abu halus disebut fly ash tetap
tersuspensi dalam gas buang. Sebelum melelahkan gas buang fly ash dihapus oleh perangkat
kontrol emisi partikulat seperti debu elektrostatis atau rumah kantong kain filter. Jadi sisa hasil
pembakaran dengan batubara menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan bottom ash.
Batubara sebagai bahan bakar yang digunakan di PLTU. Dengan akibat naiknya harga
minyak, maka banyak perusahaan yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk
menghasilkan steam (uap). Dengan menggunakan batubara itu sebuah peridustian menciptakan
limbah dari batu baru yang berupa fly ash dan bottom ash. Fly ash ini paling sering digunakan
sebagai pozzolan dalam aplikasi PCC. Pozzolans adalah bahan mengandung silika atau silika dan
alumina, yang dalam bentuk halus yang terpisah dan di hadapan air, bereaksi dengan kalsium
hidroksida pada suhu biasa menghasilkan senyawa semen. oleh karena itu Fly ash dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan beton.
Fly ash mengandung unsur kimia antara lain silica (SiO ₂), alumunia (Al ₂O ₃), fero oksida,
( Fe₂O₃)dan kalsium oksida (CaO) dan juga mengandung unsure tambahan lain yaitu magnesium
oksida ( MgO), titanium oksida (TIO2), alkalin (Na ₂O dan K ₂O), sulfur trioksida ( SO ₃) , pospor
oksida (P2O5)dan carbon.

Komponen (%) BitiminusSubbitumins Lignit


SiO₂20-60 40-60 15-45
Al₂O₃ 55-35 20-30 20-25
Fe₂O₃ 10-40 4-10 4-15
CaO 1-12 5-30 15-40
MgO 0-5 1-6 3-10
SO₃ 0-4 0-2 0-10
Na₂O 0-4 0-2 0-6
K₂O 0-3 0-4 0-4
LOI 0-15 0-3 0-5

Fly ash terutama terdiri dari oksida silikon, besi aluminium dan kalsium. Magnesium,
potasium, sodium, titanium, dan sulfur juga hadir untuk tingkat yang lebih rendah. Ketika
digunakan sebagai mineral pencampur dalam beton. fly ash diklasifikasikan sebagai Kelas C atau
Kelas F abu berdasarkan komposisi kimianya. American Association of State Highway
Transportation Pejabat (AASHTO) M 295 [American Society untuk Pengujian dan Material
(ASTM) Spesifikasi C 618] mendefinisikan komposisi kimia dari Kelas C dan Kelas F fly ash.
Kelas C abu umumnya berasal dari batubara sub-bituminous dan terutama terdiri dari kalsium
kaca alumino-sulfat, serta kuarsa, alumina trikalsium, dan bebas kapur (CaO). Kelas C ash juga
disebut sebagai fly ash kalsium tinggi karena biasanya mengandung lebih dari 20 persen CaO.
Kelas F abu biasanya berasal dari bitumen dan antrasit batubara dan terutama terdiri dari kaca
alumino-silikat, dengan kuarsa, mullite, dan magnetit juga hadir. Kelas F, atau fly ash kalsium
yang rendah memiliki kurang dari 10 persen CaO.
Untuk pengendalian pencemaran limbah dalam beberapa dekade terakhir sekarang harusnya
membuat limbah itu untuk menjadi uang. Di Amerika Serikat, fly ash umumnya disimpan pada
pembangkit listrik batu bara atau ditempatkan di tempat pembuangan sampah. Sekitar 43% didaur
ulang, sering digunakan untuk melengkapi semen Portland dalam produksi beton. Beberapa telah
menyatakan keprihatinan kesehatan tentang hal ini. Dalam beberapa kasus, seperti pembakaran
sampah untuk menciptakan listrik ("resource recovery" Fasilitas alias fasilitas limbah ke energi,
fly ash dapat mengandung kadar tinggi dari kontaminan dari bottom ash dan pencampuran fly ash
dan bottom bersama-sama membawa kadar proposional kontaminan dalam jangkauan untuk
memenuhi syarat sebagai limbah tidak berbahaya dalam keadaan tertentu. Tidak hanya Amerika
serikat saja yang menggunakan fly ash sebagai agregat beton seperti Jerman, India, China dan
negara maju lainnya juga menggunakannya. Oleh sebab itu, murni fly ash sebagai penjual fly ash
dengan harga murah dan berkualitas.

http://murniflyash.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-fly-ash.html?m=1

HomeRegistrasi Diklat Onlinee-LibraryWeb MailSurvey IKMSurvey PRA EPD


Masuk

BerandaKerjasamaTambangDAMPAK PEMANFAATAN/PEMBAKARAN BATUBARA


DAMPAK PEMANFAATAN/PEMBAKARAN BATUBARA
11 Maret 2015
font size decrease font size increase font size Print Email
Batubara mengandung bahan anorganik (mineral) dan karbon yang kadarnya lebih tinggi
dibanding bahan bakar cair (BBM) maupun gas. Oleh karena itu, batubara disebut sebagai bahan
bakar yang “tidak bersih” karena mengeluarkan emisi polutan yang lebih besar dibanding BBM
dan gas. Proses pembakaran merupakan salah satu sumber emisi polutan yang tidak dikehendaki
karena dapat mengganggu lingkungan, baik karena jumlahnya (kadarnya) maupun beragamnya
jenis polutan. Dampak-dampak tersebut di atas dapat bersifat lokal, regional maupun global.
Pada pembakaran batubara dihasilkan emisi dan limbah yang dapat mengganggu
lingkungan.Beberapa polutan yang terbentuk pada pembakaran batubara diantaranya adalah abu,
oksida belerang, oksida nitrogen, karbonmoksida, asap dan gas hidrokarbon, dan karbondioksida.

1. Abu

Pengaruh abu terhadap lingkungan umumnya bersifat lokal sampai regional, diantaranya adalah
terhadap pertanian, yakni tertutupnya daun oleh endapan abu sehingga respirasi tanaman
terganggu dan akibatnya produksi (pertanian) menurun. Apabila abu batubara terhisap oleh
manusia maka pernapasan dapat terganggu. Malahan abu yang mengandung kadar silika tinggi
dapat menyebabkan silikosis.

Kebanyakan unsur-unsur yang ada dalam kerak bumi dapat dideteksi dalam batubara. Banyak dari
unsur-unsur tersebut terdapat dalam kadar yang runut tetapi bersifat toksik terhadap tanaman,
binatang dan juga manusia apabila dalam dosis yang tinggi. Unsur-unsur tersebut dikenal sebagai
unsur-runutan (trace element) yang umumnya logam berat. Beberapa unsur-runutan yang sering
terdapat dalam batubara diantaranya adalah As, B, Cd, Pb, Hg, Mo, Se dll. Unsur-unsur runutan
tersebut dapat terbawa gas buang dan menempel ke abu terbang. Sebagian unsur runutan dalam
abu terbang akan tertangkap oleh penangkap debu kemudian dibuang ke tempat penimbunan abu
(ash disposal). Dalam penimbunan ini perlu diwaspadai adanya pelindihan (leaching) unsur
runutan oleh air hujan kemudian masuk ke air tanah sehingga menyebabkan pencemaran.
Sebagian unsur runutan terbawa oleh gas buang ke udara bersama abu terbang yang tidak
tertangkap.

Emisi abu batubara berupa fly ash melalui cerobong ketel uap (boiler) dikenal dengan emisi
partikulat. Berdasarkan Kepmen 13/MENLH/3/1995 yang berlaku efektif sejak tahun 2000 baku
mutu emisi partikulat untuk boiler pembangkit listrik tenaga uap adalah sebesar 150 mg/Nm3.
Baku mutu emisi tersebut umumnya dapat dipenuhi oleh boiler-boiler pembangkit listrik karena
dilengkapi electrostatic precipitator untuk menangkap fly ash.

2. Oksida Belerang

Sebagian SO2 yang diemisikan ke udara dapat teroksidasi menjadi SO3 yang apabila berreaksi
dengan uap air menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) yang selanjutnya menjadi sumber hujan asam.
Pengaruh oksida belerang yang diemisikan ke udara dapat bersifat regional maupun lokal. Salah
satu pengaruh secara regional adalah terbentuknya hujan asam yang mengganggu pertanian, yakni
menurunkan produktivitas karena rusaknya daun dan hilangnya zat hara dalam tanah. Secara lokal
oksida belerang dapat mengganggu pernapasan pekerja atau penduduk di sekitar titik emisi dan
juga menyebabkan terjadinya korosi terhadap peralatan yang terbuat dari logam, terutama besi.
Baku mutu emisi SO2 untuk boiler pembangkit listrik berdasarkan Kepmen 13/MENLH/3/1995
yang berlaku efektif sejak tahun 2000 adalah sebesar 750 mg/Nm3. Baku mutu ini jauh lebih ketat
dibanding dengan yang berlaku sebelum tahun 2000 yakni sebesar dua kalinya, 1500 mg/Nm3.
Dampak dari pemberlakuan baku mutu yang lebih ketat tersebut adalah terhadap batubara yang
digunakan yakni harus mempunyai kadar belerang lebih rendah.

Emisi oksida belerang dapat dikurangi memilih batubara dengan kadar belerang yang rendah yang
emisi SO2 pada pembakaran tidak melampaui baku mutu. Blending antara batubara kadar
belerang tinggi dan kadar belerang rendah juga dapat menghasilkan batubara dengan kadar
belerang lebih rendah. Alternatif lain adalah dengan menggunakan sistem pembakaran yang tepat,
misalnya dengan sistem fluidized bed.

3. Oksida Nitrogen

Pengaruh oksida nitrogen (NO2) terhadap lingkungan mirip dengan oksida belerang, yakni
bersifat lokal sampai regional dan dapat bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam nitrat
(HNO3) yang menyebabkan hujan asam. Gangguan pernapasan pekerja atau penduduk di sekitar
titik emisi, dan terjadinya korosi peralatan juga dapat diakibatkan oleh emisi oksida nitrogen.

Baku mutu emisi NO2 untuk boiler pembangkit listrik berdasarkan Kepmen 13/MENLH/3/1995
yang berlaku efektif sejak tahun 2000 adalah sebesar 850 mg/Nm3. Baku mutu ini juga jauh lebih
ketat dibanding dengan yang berlaku sebelum tahun 2000 yakni sebesar dua kalinya, 2000
mg/Nm3. Dampak dari pemberlakuan baku mutu yang lebih ketat tersebut adalah terhadap sistem
pembakaran batubaranya, yakni harus dipilih sistem atau cara pembakaran yang menghasilkan
emisi NO2 rendah.

4. Karbon monoksida

Pengaruh karbonmonoksida (CO) umumnya bersifat lokal, yakni terhadap pekerja di sekitar
tungku pembakaran. Dampaknya adalah adalah karena kemampuan CO berreaksi dengan
hemoglobin darah sehingga terbentuk carboxyhaemoglobin. Akibatnya kemampuan darah untuk
membawa oksigen menjadi menurun.

Untuk sistem pembakaran modern seperti dalam pembangkit listrik, pembentukan CO biasanya
kecil sehingga tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah oksigen (udara) yang dipasok biasanya
sudah dihitung dan malahan berlebih. Kadar CO dalam gas buang dapat dianalisis dari dengan
melakukan pengambilan contoh gas buang sebelum ke luar cerobong kemudian dianalisis alat
orsat atau gas khromatografi.
5. Asap dan Gas Hidrokarbon

Disamping merendahkan efisiensi pembakaran, terbentuknya asap dan gas dapat mengganggu
lingkungan. Pengaruh asap dan gas hidrokarbon umumnya bersifat lokal sampai regional. Asap
yang tebal akan menutup cahaya matahari sehingga proses photosintesis daun tanaman dan
pembentukan vitamin D kulit (manusia) terganggu. Disamping itu, partikel-patikel karbon yang
terserap manusia dapat mengganggu pernapasan. Sedangkan gas hidrokarbon seperti poli aromatik
hidrokarbon (PAH) bersifat karsinogen, menyebabkan kanker.

Seperti gas CO, pada sistem pembakaran yang modern pembentukan asap dan gas hidrokarbon
umumnya relatif kecil dan tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah oksigen (udara) yang dipasok
biasanya sudah dihitung dan malahan berlebih. Emisi asap biasanya diukur dengan Ringelman
chart, tetapi sederhana asap yang berwarna coklat kehitaman menunjukkan pembakaran yang tidak
sempurna.

6.A. Karbondioksida

Gas CO2 sendiri sebetulnya bukan merupakan polutan berbahaya yang langsung mengganggu
kesehatan karena gas ini juga terbentuk pada pernapasan manusia. Pengaruh gas CO2 terhadap
lingkungan adalah sebagai unsur utama pembentuk efek rumah kaca (green house effect). CO2
adalah gas yang transparan dan dapat tertembus oleh cahaya matahari, tetapi gas ini juga
menyerap sebagian radiasi sinar infra merah. Sebagian energi sinar infra merah tersebut kemudian
dilepaskan kembali sehingga terjadi pemanasan bumi. Selanjutnya meningkatnya suhu bumi
mengakibatkan pemanasan global dan dapat mencairkan es di kutub sehingga permukaan air laut
naik.

Dibandingkan dengan polutan-polutan lainnya, pengaruh gas CO2 lebih bersifat global atau
mendunia, yakni emisi yang dilakukan di suatu tempat dapat mengakibatkan efek ke seluruh dunia
seperti kejadian efek rumah kaca. Oleh karena itu, kemudian timbul Kyoto Protocol yang
mengharuskan negara-negera maju mengurangi emisi gas CO2. Untuk negera-negara berkembang
didorong mengurangi emisi CO2 dengan diberi fasilitas Clean Mechanism Development (CDM)
yakni mendapat insintif untuk setiap pengurangan emisi CO2.

Namun demikian, yang menjadi masalah adalah terdapat tiga negara besar pengguna batubara
yang tidak termasuk dalam daftar negara-negara yang harus mengurangi emisi CO2 yakni
Amerika Serikat, China (RRC) dan India. Amerika tidak mau bergabung dengan Kyoto Protocol
berdalih bahwa protokol itu keliru karena tidak melibatkan negara-negara berkembang. China dan
India tidak dibatasi emisi CO2-nya karena termasuk negara sedang berkembang. Padahal China
membakar sekitar 1 miliar ton batubara per tahun. Bahkan pada tahun 2009 China diprediksi akan
mengeluarkan emisi CO2 yang melampaui Amerika Serikat mengingat pertumbuhan ekonomi
China yang demikian pesat.
Daftar Pustaka

Elliott, M.A., 1981. Chemistry of Coal Utilization. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Lowry, H.H., 1963. Chemistry of Coal Utilization. John Wiley & Sons, Inc. New York

Ward, C.R., 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific Publications.
Melbourne

Disusun Oleh:

Rachmat Saleh (Widyaiswara Luar Biasa)

http://www.pusdiklat-minerba.esdm.go.id/index.php/kerjasama/item/303-dampak-pemanfaatan-
pembakaran-batubara

Anda mungkin juga menyukai