Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

1.
2. KATA PENGANTAR
3. Dengan mengucap syukur kehadirat-Nya, akhirnya makalah “Konsep dasarAsuhan
Keperawatan pada Pasien denganLuka Bakar (Combustio)” dapat di susun. Makalah
merupakan kelengkapan bagi mahasiswa agar dapat memahami masalah keperawatan
pada pasien luka bakar. Makalah ini juga di harapkan dapat di gunakan oleh mahasiswa
lain karena materi yang ada di dalam makalah mencakup pokok bahasan yang dapat di
pelajari oleh mahasiswa lain. Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ns. Dyah Restuning
P, M.Kep,CWCS. Selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi
motivasi dalam proses pembelajaran dan kami ucapkan pula kepada teman-teman yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di buat untuk mahasiswa
kesehatan maupun mahasiswa umum yang nantinya bisa memberikan manfaat maupun
pengetahuan tentang masalah Luka Bakar. Kami tahu bahwa makalah ini mungkin tidak
sempurna dan kami membuka diri untuk menerima saran dan kritikan yang membangun
dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
4. ii
5. 3. DAFTAR ISI
MAKALAH..........................................................................................................................i
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
COMBUSTIO (Luka Bakar)......................i
6. KATA
PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................................iii
BABI....................................................................................................................................6
PENDAHULUAN..........................................................................................................61.1
Latar
Belakang........................................................................................................................6 1.2
Tujuan
Penulisan..............................................................................................................................7
BABII..................................................................................................................................3
KONSEP DASAR
TEORI.....................................................................................................................3 2.1
Pengertian......................................................................................................................3 2.2
Etiologi..........................................................................................................................4 2.3
Patofisiologi...................................................................................................................52.4P
athways........................................................................................................................82.5Ma
nifestasi Klinik..............................................................................................102.6
7. PemeriksaaPenunjang................................................................................................162.7
8. Komplikasi...............................................................................................................172.8
9. Penkajian
Fokus..........................................................................................................................182.9
10. DiagnosaKeperawatan..................................................................................................22.10F
okusIntervensi...........................................................................................................242.11P
enatalaksanaan...........................................................................................................37
BABIII.................................................................................................................46
PENUTUP.....................................................................................................................46 iii
11. 3.1Kesimpulan...................................................................................................................46
3.2Saran.............................................................................................................................46
DAFTARPUSTAKA....................................................................................................47 iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di amerika serikat
setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan
dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat luka bakar. Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya karena luka bakar.
Lebih dari separuh kasus-kasus luka bakar yang dirawat di rumah sakit seharusnya dapat
dicegah. Perawat dapat memainkan peran yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan
luka bakaar dengan mengajarkan konsep-konsep pencegahan dan mempromosikan
undang-undang tentang pengamanan kebakaran. Anak-anak kecil dan orang tua
merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja
laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar ketimbang yang
diperkirakan lewat repretasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi di
rumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alat- alat listrik merupakan pekerjaan
yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini. Kecelakan industry juga menyebabkan banyak
kejadian luka bakar. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi di mana
saja baik di rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain. Anak-anak
kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka
bakar. Penyebab luka bakar pun bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas, uap
panas, bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain. Luka bakar yang terjadi, akan
menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain itu juga dapat mempengaruhi berbagai
sistem tubuh. Perawatan luka bakar disesuaikan dengan penyebab luka bakar, luas luka
bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih luas dan dalam memerlukan
perawatan lebih intensif dibandingkan dengan luka bakar yang hanya sedikit dan
superfisial. Luka bakar yang terjadi karena tersiram air panas dengan luka 1

12. 7. 2 bakar karena terkena zat kimia atau radiasi membutuhkan penanganan yang berbeda
meskipun luas luka bakarnya sama. Luka bakar masih merupakan problema yang berat.
Perawatan dan rehabilitasnya masih sukar dan memerlukan ketekunan serta biaya yang
mahal, tenaga terlatih dan terampil. Mengingat banyaknya masalah dan komplikasi yang
dapat dialami pasien, maka pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius.
(Brunner&suddart, 2002) 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Mampu menjelaskan
tentang penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah gangguan sistem
integumen (combustio) 1.2.2 Tujuan Khusus - Menjelaskan konsep dasar medis pada
pasien dengan luka bakar mulai dari definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologis,
manifestasi, pemeriksaan diagostik, kompilikasi dan penatalaksanaan medik. -
Menganalisa data serta merumuskan diagnosa pada klien dengan luka bakar dan membuat
patways luka bakar. - Membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan luka bakar

13. BAB II KONSEP DASAR TEORI

2.1 Pengertian Pengertian luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan
suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang
berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Mansjoer, 2001). Luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau
benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan. Secara
garis besar ada lima mekanisme penyebab timbulnya luka bakar, yaitu terutama adalah
sebagai berikut : 1. Api : kontak dengan kobaran api. 2. Luka bakar cair : kontak dengan air
mendidih, uap panas, dan minyak panas. 3. Luka bakar kimia : asam akan menimbulkan
panas ketika kontak dengan jaringan organik. 4. Luka bakar listrik : Bisa timbul dari
sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab
sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah
justru terjadi di dalam tubuh. 5. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas,
misalnya dengan wajan panas atau knalpot sepeda motor (Brunner&suddart, 2002). The
National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data statistic dari berbagai
pusat luka bakar diseluruh Amerika Serikat mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%)
merupakan korban dari perbuatan dari mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak
yang baru belajar berjalan; bermain dengan korek api pada anak-anak uasia sekolah; cedera
karena arus listrik pada remaja laki-laki; dan penggunaan obat bius, alcohol serta sigaret pada
orang dewasa semuanya ini memberikan kontribusinya terhadap angka statistic tersebut.
Cobb, Maxwell dan silverstein. 1992 mengemukakan bahwa sekitar 13% pasien luka bakar
yang dirawat di rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudaj pernah 3

14. 9. 4 dirawat sebelumnya karena luka bakar. Perawat harus menjadi alat untuk memutskan
rantai luka bakar ini. Ada empat tujuan utama yang berhubungan dengan luka bakar : 1.
Pencegahan 2. Implementasi tindakan untuk penyelamatan jiwa pada pasien-pasien luka
bakar yang berat 3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penganan dini,
spesialistik serta individual 4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan
rekonstruksi dan program rehabilitasi. Prediksi keberhasilan hidup : orang yang berusia
sangat muda dan tua memiliki risiko mertalitas yang tinggi sesudah mengalami luka bakar.
Peluang untuk bertahan hidup lebih besar pada anak-anak yang berusia di atas 5 tahun dan
pada dewasa muda yang berusia kurang dari 40 tahun. Cedera inhalasi yang menyertai
luka bakar akan memperberat prognosis pasien. Hasil akhirnya tergantung pada dalamnya
dan luasnya luka bakar di samping pada status kesehatan sebelum luka bakar serta usia
pasien. (Brunner&suddart, 2002) 2.2 Etiologi Berbagai faktor dapat menjadi penyebab
luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan
sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber
panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat
terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup. Luka bakar dikategorikan menurut
mekanisme injurinya meliputi : 1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn) Luka bakar
thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau
objek-objek panas lainnya. ( gas, cairan, bahan padat/solid )
15. 10. 5 2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) Luka bakar chemical (kimia)
disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat
kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri
karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-
zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat
kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia. 3. Luka Bakar Sengatan
Listrik (Electrical Burn) Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang
digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu
sampai mengenai tubuh. 4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi
disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan
dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. (Brunner&suddart, 2002)
(Corwin, 2009) (Mansjoer, 2001) (Hudak, 2008) 2.3 Patofisiologi 1. Respon sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi
sekunder akibat penurunan curah jantung dan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak mencapai 20% dari luas total permukan
tubuh akan memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insideni, intensitas dan
durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnyaluka bakar
dengan respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai 60% atau lebih dari luas
permukaan tubuhnya. Kejadian sistemik awal sesudah luka
16. 11. 6 bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan hemodinamika bukan hanya
melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit,
volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya. 2. Respon
kardiovaskuler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon system saraf
simpatik akan melepaskan ketokolamin yang meningkatkan resistensi perifer
(vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah
perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi cairan yang segera dilakukan
memungkinkan dipertahankannya tekanan darah kisaran normal yang rendah sehingga
curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat,
tekanan pengisian jantung- tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan
baji arteri pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan
tidak adekuat, akan terjadi syok distributif. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang
terbesar terjadi dalam 24 jam hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai
puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler,
syok luka bakar akan menghilang dan caira mengalir kembali kedalam kompertemen
vaskuler setelah cairan diabsorbsi kembali ke jaringan intertisial ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat. Jika fungsi renal dan kardiak masih memadai,
haluaran urin akan meningkat. Diuresis berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu.
17. 12. 7 Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang kurang dari 30% luas
total permukaan tubuh, maka gangguan integritas kapiler dan perpidahan cairan akan
terbatas pada luka bakar itu sendiri sehingga pembentukan sehingga pembentukan lepuh
dan edema hanya terjadi di daerah luka bakar. Pasien dengan luka baakar yang lebih parah
akan mengalami edema sistemik yang massif. 3. Respons pulmoner Sepertiga dari pasien-
pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang berhubungan dengan luka
bakar. Meskupun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia dapatdijumpai. Pada luka bakar
yang berat , konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat 2 kali lipat
sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respons local (white, 1993). Untuk
memastikan tersedianya oksigen bagi jaringan, mungkin diperlukan suplemen oksigen.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori : cedera saluran napas,
cedera saluran napas di bawah glotis yang mencakup keracunan karbon monoksida; dan
defek restriksi. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema.
Keadaan ini bermanifestasi pada sebagai obstruksi mekanis saluran napas atas yang
mencakup faring dan laring (Corwin, 2009) (Brunner&suddart, 2002) (Hudak C. M.,
2008).
18. 13. 8 2.4 Pathways 2 3 4 5 6 7 Thermal Burn Saluran Napas Destruksi Jaringan Kulit
Denaturasi protein/ ionisasi sel Koagulasi sel Penguatan meningkat Electrical burn
Vasodilatasi pembuluh darah kapiler Chemical Burn Radiasi Saluran Napas Keracunan
gas CO Gangguan perfusi jaringan Kerusakan mukosa saluran napas Inflamasi jalan napas
Oedema laring Saluran Napas Obstruksi jalan napas Pengeluaran secret Bersihan jalan
napas tidak efektif Penumpukan secret Hb tidak dapat mengikat O2 Kelemahan fisik
Hipoksia Jaringan Suplai O2 ke jaringan Konsentrasi CO dalam Hb meningkat Intoleransi
Aktivitas Jaringan kulit terbuka Gangguan rasa nyaman nyeri Kehilangan barrier kulit
Jaringan saraf terbuka Pembuluh darah terbuka Peningkatan respon nyeri Kerusakan
Integritas Kulit Resiko Infeksi Proses inflamasi (Respon tubuh) Respon sistemik Respon
pada Hipotala mus Voltase Tinggi > 1000 Watt Masuk jantung Lisis Sel Nekrosis Jantung
Afterload Kerusakanpertukaran gas
19. 14. 9 Ekstravasi/perpindahan natrium, H2O, dan protein dari ruang intravaskuler ke ruang
intersisial Tekanan onkotik turun Hipovolemia Kekurangan Volume Cairan Syok luka
bakar Hormon Kortikoadrenal pelepasan ketokolamin Respon stress massif, aktivitas
system saraf simpatis Penurunan Peristaltik Usus Metabolisme Gastrointestinal menurun
Penurunan Curah Jantung Vasokontriksi perifer Penurunan aliran darah ke
Gastrointestinal Konstipasi Gangguan Termoregulasi Hipotermi
20. 15. 10 2.5 Manifestasi Klinik 1. Kedalaman luka bakar Luka bakar dapat diklasifikasikan
menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sbagai luka bakar superficial partial
thickness, deep partial thickness dan full thickness. Respons lokal terhadap luka bakar
bergantung pada dalamnya kerusakan kulit. • Luka bakar derajat Satu, epidermis
mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa
terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami
lepuh/bulle. Gambar Luka Bakar Derajat I • Luka bakar derajat dua, meliputi destruksi
epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis lebih dalam. Luka
tersebut terasa nyeri, tampak merah
21. 16. 11 dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh
pengisiaan kembali kapiler; folikel rambut masih utuh. Luka Bakar Derajat II Dibedakan
atas 2 (dua) : a. Derajat II Dangkal (Superficial) : - Kerusakan mengenai bagian superfisial
dari dermis. - Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh. (Moenadjat, 2001). - Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah
cedera, dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat dua superfisial setelah 12 sampai 24 jam. - Ketika bula
dihilangkan, luka tampak berwarna pink dan basah. - Jarang menyebabkan hypertrophic
scar. - Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3
minggu (Schwarts et al, 1999). Gambar Luka Bakar Derajat II (superficial)
22. 17. 12 b. Derajat II Dalam (Deep) - Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. -
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh. - Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. -
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna pink dan putih
segera setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah ke dermis (daerah yang berwarna
putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali; daerah yang
berwarna pink mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah). - Jika infeksi dicegah
luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9 minggu. (Schwarts et al, 1999) • Luka bakar
derajat tiga, meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus,
jaringan yang berada dibawahnya. Warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah
yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar
tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur.
23. 18. 13 Gambar Luka Bakar Derajat III (Brunner&suddart, 2002) 2. Berdasarkan Luasnya
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atau rule of wallace yaitu: Bagian tubuh 1 th 5 th Dewasa Kepala leher 18% 14%
9% Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 % Badan depan 18% 18% 18%
24. 19. 14 Badan belakang 18% 18% 18% Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 32% 32% 36%
Genetalia 1% 1% 1% (Hudak C. M., 2008) 3. Berdasarkan Berat-Ringannya luka bakar
Dalam menentukan berat luka bakar adalah berdasarkan pada luas ukuran dan kedalaman.
Ada terdapat tiga kategori dalam menentukan berat luka bakar; mayor, modrat, minor. a.
Luka bakar mayor Terdapat satu atau lebih kriteria :  Luka bakar derajat III lebih dari
10% luas permukaan tubuh  Luka bakar derajat dua lebih dari 25% luas permukaan
tubuh pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak anak.  Luka bakar terdapat pada
tangan, muka, kaki, atau genetalia.  Luka bakar dengan komplikasi fraktur, atau
gangguan pernapasan.  Luka bakar elektrik. b. Luka bakar Moderat  Luka bakar 2%
sampai 10% luas permukaan tubuh.  Luka bakar derajat II 15% sampai 25% luas
permukaan tubuh pada orang dewasa dan lebih dari 10% samapi 20% pada anak. c. Luka
bakar minor  Luka bakar derajat III kurang dari 2% luas permukaan tubuh.  Luka
bakar derajat II kurang dari 15% luas permukaan tubuh pada orang dewasa dan lebih dari
10% pada anak.
25. 20. 15 Dalam melakukan pengkajian yang harus menjadi pertimbangan secara khusus
adalah lokasi luka bakar : muka, tangan, kaki, dan genetalia karena kemungkinan
hilangnya fungsi. 4. Fase Luka Bakar - Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase
syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang
bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan
kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan
respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi. - Fase sub
akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi. b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada
luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional. c. Keadaan hipermetabolisme. - Fase lanjut.
26. 21. 16 Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur (Corwin, 2009). 2.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk menunjang diagnosaadalah : 1. Hitung darah lengkap Peningkatan MHT awal
menunjukan hemokonsentrasi sehubung dengan perpindahan atau kehilngan cairan.
Selanjutnya menurunnya Hb dan Ht dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap endothelium pembuluh darah. 2. Sel darah putih Leukosit dapat terjadi
sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap cidera. 3.
GDA Dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi. 4. CO Hbg Peningkatan lebih dari
15 % mengindikasikan keracunan CO cidera inhalasi. 5. Elektrolit serum: Kalium dapat
meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan/ kerusakan SDm dan penurunan
fungsi ginjal. 6. Natrium urine random Lebih besar dari 20 MEqL mengindikasikan
kelebihan resusitasi cairan, kurang dari 10 MEq / L menduga ketidak adekuatan resusitasi
cairan. 7. Glukosa serum Rasio albumin / globulin mungkin terbalik sehubungan dengan
kehilangan protein pada edema cairan. 8. Albumin serum Peningkatan glukosa serum
menunjukan respon stress. 9. BUN kreatinin
27. 22. 17 Peningkatan BUN menujukan penuruna fungsi- fungai ginjal. 10. Urine Adanya
albumin, Hb dan mioglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan
protein. 11. Foto roentgen dada Dapat tampak normal pada pansca luka bakar dini
meskipun dengan cidera inhalasi, namun cidera inhalasi yang sesungguhnya akan ada
pada saat progresif tanpa foto dada. 12. Bronkopi serat optic Berguna dalam diagnosa luas
cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, perdarahan dan/ tukak pada saluran pernafasan
atas 13. Loop aliran volume Memberikan pengkajian non invasive terhadap efek / luasnya
cidera inhalasi 14. Scan paru Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya xidera
inhalasi 15. EKG Tanda iskemia miokardiak disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik
16. Foto grafi luka bakar Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
(Hudak C. M., 2008) 2.7 Komplikasi 1. Infeksi Infeksi merupakan masalah utama. Bila
infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum
luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif (menekan daya tahan),
28. 23. 18 kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan
penyelamatan jiwa penderita. 2. Curling’s ulcer (ulkus Curling) Ini merupakan komplikasi
serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung,
kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada
penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar
menunjukkan ulkus di duodenum. 3. Gangguan Jalan nafas Paling dini muncul
dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi,
aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas,
memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
4. Konvulsi Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin,
aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui. 5. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan. 6. Ganguan Kosmetik akibat jaringan parut 2.8
Penkajian Fokus a. Pengkajian • Anamnesa 1. Identitas 2. Identitas klien
29. 24. 19 • Nama : • Umur : Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar
akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian
tinggi terhadap jumlah kematian. • Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh
klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi terhadap
saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka
bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan
saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi
paru. • Riwayat Kesehatan - Riwayat penyakit sekarang Gambaran keadaan klien mulai
tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn
serta keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila
dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola
bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien
pulang). - Riwayat penyakit masa lalu Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah
diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika
klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol. - Riwayat penyakit keluarga
30. 25. 20 Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan
dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari
pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan
penyakit turunan. • Pola ADL (Activity Daily Living) - Aktifitas/istirahat: Tanda:
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus. - Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20%
APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar). - Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. - Makanan/cairan: Tanda:
oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. - Neurosensori: Gejala: area batas;
kesemutan, Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
31. 26. 21 - Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama
secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka
bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga
tidak nyeri. - Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam
sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi). - Keamanan: Tanda:  Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status
syok.  Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung
dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau
lingkar nasal.  Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
32. 27. 22 tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.  Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif),
luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). • Riwayat psiko-sosial Pada
klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan
karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka
bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam
melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut. • Pemeriksaan
kulit Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman
luka). Prinsip pengukuran persentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund
and Browder) sebagai berikut : Bagian 1 th 5 th Dewasa
33. 28. 23 tubuh Kepala leher 18% 14% 9% Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18% Badan belakang 18% 18% 18% Ektrimitas bawah (kanan dan
kiri) 32% 32% 36% Genetalia 1% 1% 1% 2.9 Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon monogsida, inhalasi asap dan
obstruksi saluran nafas atas. 2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan edema dan efek inhalasi asap . 3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan
dengan penurunan suplai O2 ke jaringan dan interupsi aliran darah arteri / vena. 4. Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan
kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar. 5. Diangnosa keperawatan:
hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikro sirkulasi kulit dan luka yang
terbuka.
34. 29. 24 6. Diangnos keperawatan: nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan dan
syaraf serta dampak emosional cedera. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan kehilangan
barrier kulit dan terganggunya respon imun. 8. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan
permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit. 9. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot. 10. Konstipasi berhubungan dengan
Penurunan peristaltic usus akibat penurunan aliran darah ke gastrointestinal. 11.
Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan hipovelemia dan peningkatan afterload
akibat disfungsi konduksi listrik 2.10 Fokus Intervensi 1. Kerusakan pertukaran gas yang
berhubungan dengan keracunan karbon monogsida, inhalasi asap dan obstruksi saluran
nafas atas. Tujuan : pemeriharaan oksigenasi jaringan yang adekuat. Kriteria Hasil : •
Tidak ada dipnea. • Frekuensi respirasi antara 18-24x permenit. • Paru bersih pada
auskultasi selanjutnya.
35. 30. 25 • saturasi oksigen arteri lebih dari 96% denagn oksimetri nadi kadar gas darah arteri
dalam batas normal. Intervensi Rasional 1. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan 2.
Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, irama dan simetrisnyapernafasan. Pantau pasien
untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia. 3. Amati hal-hal berikut: a. Eritma pada mukosa
bibir dan pipi. b. Lubang hidung yang gosong. c. Luka bakar pada muka d. Bertambahnya
keparauan suara. e. Adanya hangus dan sputum atau jaringan trakea dalam secret respirasi.
4. Pantau hasil gas darah arteri, hasil pemeriksaan oksimetri denyut nadi dan kadar
karboksi-hemoglobin. 5. Laporkan pernafasan yang berat, penurunan dalamnya
pernafasan, atau tanda-tanda hipoksia dan segera kepada dokter. 1. Oksigen yang
dilembabkan akan memberikan kelembapan pada jaringan yang cedera; suplementasi
oksigen meningkatkan oksigenasi alveoli. 2. Hasil pengkajian ini memberikan data dasar
untuk pengkajian selanjutnya dan bukti peningkatan penurinan pernafasan. 3. Tanda ini
menunjukkan kemungkinan cedera inhalasi dan resiko disfungsi pernafasan. 4.
Peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 serta saturasi O2 dapat menun jukkan perlunya
fentilasi mekanis. 5. Intervensi yang segera diperlukan untuk mengatasi kesulitan
pernafasan.
36. 31. 26 6. Bersiap untuk membantu dokter dalam intubasi dan eskarotomi. 7. Pantau
dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator mekanis. 6. Intubasi
memungkinkan ventilasi mekanis. Eskarotomi memudahkan ekskursi dada pada luka
bakar yang melingkar. 7. Pemantauan memungkinkan deteksi dini penurunan status
respirasi atau komplikasi pada ventilasi mekanis. 2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
yang berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap . Tujuan : pemeliharaan saluran
nafas yang peten dan bersihan saluran nafas adekuat. Kriteria Hasil : • Jalan nafas paten. •
Sekresi respirasi minimal, tidak berwarna dan encer. • Frekuensi respirasi,pola dan bunyi
nafas normal. Intervensi Rasional 1. pertahanan kepatenan jalan nafas melalui pemberian
posisi pasien yang tepat, pembuangan sekresi, dan jalan nafas artificial bila diperlukan. 2.
Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
3. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan. 1. Jalan nafas yang paten sangat krusial
untuk fungsi respirasi. 2. Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat
cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar. 3. Kelembapan akan
mengecerkan secret dan mempermudah ekspektorasi.
37. 32. 27 4. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya
pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda. 5. Dorong pasien agar
mau membalikkan tubuh,batuk dan nafas dalam. Anjurkan agar pasien menggunakan
spirometriinsentif. Tindakan pengisapan jika diperlukan 4. Takipnea, penggunaan otot
bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema
paru dan kebutuhan intervensi medik. 5. Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan
pembuanggan sekresi 3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke jaringan dan interupsi aliran darah arteri / vena. Tujuan : aliran darah pasien
ke jaringan perifer adekuat Kriteria Hasil : • nadi perifer teraba dengan kualitas dan
kekuatan yang sama • pengisian kapiler baik • warna kulit normal tidak sianosis Intervensi
Rasional Mandiri 1. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer. 2. Tinggikan
ekstremitas yang sakit. 3. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar. 1
Pembentukan edema dapat terjadi secara cepat menekan PD sehingga mempengaruhi
sirkulasi PD ke jaringan perifer. 2 Untuk meningkatkan aliran balik vena dan dapat
menurunkan edema. 3 Untuk mengetahui kekuatan aliran darah ke daerah yang mengalami
luka
38. 33. 28 4. Dorong latihan gerak aktif. 5. Lakukan kolaborasi dalam mempertahankan
penggantian cairan. 6. Kolaborasi dalam mengawasi elektrolit terutama natrium, kalium,
dan kalsium. 7. Lakukan kolaborasi untuk menghindari injeksi IM atau SC. bakar. 4 Untuk
meningkatkan sirkulasi darah lokal dan sistemik. 5 Untuk meningkatkan volume sirkulasi
dan perfusi jaringan. 6 Mengawasi terjadinya penurunan curah jantung. 7 Perubahan
perfusi jaringan dan pembentukan edema mengganggu absorpsi obat. 4. Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan
kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar. Tujuan : Pemeliharaan saluran
nafas yang paten dan bersihan jalan nafas adekuat. Kriteria hasil : • Kadar elekrolit serum
berada dalam batas normal. • Haluaran urin berkisar antara 0,5 dan 1,0 ml/kg/jam. •
Frekuensi nadi normal 80x/menit Intervensi Rasional 1. Amati tanda-tanda vital, haluaran
urine, dan waspada terhadap tanda- tanda hipovelemia atau kelebihan beban cairan. 2.
Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali dan menimbang berat badan pasien
setiap hari. 1. Hipovelemia merupakan risiko utama yang segera terdapat sesudah luka
bakar. Resusitasi berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban cairan. 2. Haluaran
urine dan berat badan memberikan informasi tentang perfusi renal, kecukupan
penggantian cairan,
39. 34. 29 3. Pertahankan pemberian infus dan mengatur tetesannya pada kecepatan yang tepat
sesuai dengan program medik. 4. Amati gejala disifisiensi atau kelebihan kadar natrium,
kalsium, fosfor dan bikarbonat. 5. Naikkan bagian kepala tempat tidur pasien dan
tinggikan ekstremitas yang terbakar. dan kebutuhan serta status cairan . 3. Pemberian
cairan yang ade kuat di perlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit mungkin terjadi. 4. Perubahan yang cepat pada status cairan dan elektrolit
mungkin terjadi dalam periode pasca luka bakar. 5. Peninggian akan meningkatkan aliran
balik darah vena. 5. Diangnosa keperawatan: hipotermia yang berhubungan dengan
gangguan mikro sirkulasi kulit dan luka yang terbuka. Tujuan : pemeliharaan suhu tubuh
yang adekuat. Kritera Hasil : • Suhu tubuh tetap pada rentang 36.1◦c-38,3◦c • Tidak ada
menggigil atau gemetar.
40. 35. 30 Intervensi Rasional. 1. Berikan lingkunggan yang hangat dengan penggunaan
perusal pemanas, selimut beronga, lampu atau selimut pemanas. 2. Bekerja dengan cepat
kalo lukanya terpajan udara dingin. 3. Kaji suhu inti tubuh dengan sering. 1. Lingkungan
yang stabil mengurangi kehilanggan panas lewat evaporasi. 2. Pajanan yang minimal
menggurangi kehilanggan panas dari luka. 3. Kaji suhu tubuh yang frekuen membantu
mendeteksi terjadinya hipotermia. 6 Diangnos keperawatan: nyeri yang berhubungan
dengan cedera jaringan dan syaraf serta dampak emosional cedera. Tujuan: pengendalian
rasa nyeri. Kriteria Hasil : • Menyatakan tingkat nyeri menurun • Tidak ada petunjuk non
verbal tentang nyeri. Intervensi Rasional 1. Gunakan skalanyeri untuk menilai tingkat rasa
nyeri (yaitu, 1-10) bedakan dngan keadaan hipoksia. 2. Kaji tanda nonverbal nyeri 1.
Tingkat nyeri memberikan data dasar untuk mengevaluasi efektifitas tindakan mengurangi
nyeri. Hipoksia dapat menimbulkan tanda-tanda serupa dan harus disingkirkan terlebih
dahulu sebelu pengobtan nyeri dilaksanakan. 2. Data-data hasil pengkajian nyeri akan
41. 36. 31 ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD). 3. Berikan
instruksi dan membantu pasien dalam melaksanakan tekhnik distraksi, relaksasi. 4.
Berikan preparat analgetik opioit menurut program medic. Amati kemungkinan supresi
pernafasan pada pasien yang tidak memakai ventilasi mekanis. Lakukan penilaian respon
pasien terhadap pemberian analgetik. 5. Berikan dukungan emosional dan menentramkan
kekhawatiran pasien. memberikan informasi dasar untuk mengkaji respon nyeri. 3.
Tindakan non farmakologik untuk mengatasi nyeri akan memberikan berbagai cara
intervensi yang dapat mengurangi sensasi rasa nyeri. 4. Penyuntikan preparat analgetik
intra vena diperlukan karena terjadinya perubahan perfusi jaringan akibat luka bakar. 5.
Dukungan emosional sangat penting untuk mengurangi ketakutan dan ansietas akibat luka
bakar. Ketakuatn dan ansietas akan meningkatkan persepsi nyeri. 7 Resiko infeksi
berhubungan dengan kehilangan barrier kulit dan terganggunya respon imun. Tujuan:
Tidak adanya infeksi yang lokal dan sistemik Kriteria Hasil : • Tidak adanya tanda dan
gejala infeksi dan sepsis • Nilai leukosit dalam batas normal
42. 37. 32 Intervensi Rasional 1. Kaji tanda- tanda infeksi. 2. Batasi jumlah pengunjung. 3.
Jaga asepsis selama pasien berisiko. 4. Sediakan perawatan kulit pada area yang edema. 5.
Inpeksi kulit dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi atau drainase. 6.
Anjurkan intake nutrisi yang cukup. 7. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi dan melaporkan kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala
infeksi. Kolaborasi 8. Berikan antibiotic sesuai indikasi. 1. Mengetahui dini terjadinya
infeksi 2. Mengurangi kontaminasi silang, 3. meminimalkan kesempatan untuk
kontaminasi. 4. Perawatan kulit pada area yang edema dapat membantu mencegah
terjadinya infeksi yang lebih luas. 5. Apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat
drainase purulen menandakan terjadi prosesinflamasi bakteri. 6. Mempertahankan
keseimbangan nutrisi untuk mendukung perpusi jaringan dan memberikan nutrisi yang
perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan. 7. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga 8. Antibiotic dapat menghambat proses infeksi.
43. 38. 33 9. Monitor absolute granulosit, WBC ,dan hasil normal. 9. WBC merupakan salah
satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Sel darah
putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang mnginvasi tubuh.
8 Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit. Tujuan dan Kriteria Hasil : Memumjukkan regenerasi jaringan. Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar. Intervensi Rasional 1.
Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
luka. 2. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi. 3.
Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi. 4. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat.
Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area 1. Memberikan informasi dasar
tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera
graft. 2. Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan
kulit. 3. Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat
pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi. 4.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan
dibawah graft dapat
44. 39. 34 bila diindikasikan. 5. Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor
sesuai indikasi. 6. Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim,
beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai. 7.
Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. mengubah
posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal. 5. Area mungkin ditutupi oleh bahan
dengan permukaan tembus pandang tak reaktif. 6. Kulit graft baru dan sisi donor yang
sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan. 7. Graft kulit
diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar
luas sampai kulit orang itu siap ditanam. 9 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
penurunan ketahanan dan kekuatan otot. Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas secara
mandiri dengan. Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri. Intervensi
Rasional 1. Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi. 2. Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari. 3. Lakukan latihan ROM. 1.
Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobi;litas fisik. 2. Menentukan
kemampuan mobilisasi mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas
fisik. 3. Mencegah terjadinya kontraktur. 4. Penekanan terus-menerus
45. 40. 35 4. Ganti posisi tiap 2 jam sekali. menimbulkan decubitus 10 Konstipasi
berhubungan dengan Penurunan peristaltic usus akibat penurunan aliran darah ke
gastrointestinal. Tujuan : Pasien tidak mengalami konstipasi dan pengeluaran urine lancar.
Kriteria hasil : • Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan 1-2x sehari. • Feses lunak
dan berbentuk. • Mengeluarkan feses tanpa bantuan. Intervensi Rasional 1. Dapatkan data
dasar mengenai program defekasi, aktivitas, pengobatan, dan pola kebiasaan. 2. Pantau
tanda dan gejala rupture usus atau peritonitis. 3. Jelaskan etiologi masalah dan rasional
tindakan kepada pasien. 4. Ajarkan pasien tentang efek diet(misal cairan dan serat) pada
eliminasi. 1. Untuk menyusun intervensi sesuai kebutuhan pasien. 2. Mencegah terjadinya
rupture usus dan peritonitis agar tidak terjadi infeksi dalam. 3. Pemberian informasi yang
tepat akan membuat pasien tenang dan mampu ikut berperan aktif dalam prosedur
keperawatan untuk mengatasi konstipasi. 4. Meningkatkan keseimbangan cairan dan serat
untuk proses pembentukan feses yang baik sehingga mencegah komplikasi akibat cairan
yang tidak normal dan feces yang keras.
46. 41. 36 11 Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan hipovelemia dan peningkatan
afterload akibat disfungsi konduksi listrik Tujuan : setalah dilakukan tindakan
keperawatan, klien menunjukkan adanya peningkatan curah jantung. Kriteria Hasil: •
Frekuensi jantung meningkat • Status Hemodinamik stabil • Haluaran Urin adekuat •
Tidak terjadi dispnu • Akral Hangat Intervensi Rasional - Auskultasi nadi apical, kaji
frekuensi, irama jantung. - Catat bunyi jantung. - Palpasi nadi perifer. - Pantau tekanan
darah. - Pantau keluaran urine, catat - Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas jantung. - S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3
sebagai aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis
katup. - Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisan jantung. - Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi
oleh CO dan pengisisan jantung. - Dengan menurunnya CO
47. 42. 37 penurunan keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine. - Kaji perubahan pada
sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi. - Berikan istirahat semi
recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur. - Kolaborasi dengan dokter untuk terapi,
oksigen, obat jantung, obat diuretic dan cairan. mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang
juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses
pengeluaran urine. - Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung. - Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan oksigen dan penurunan venous return. - Membantu dalam proses kimia dalam
tubuh. 2.11 Penatalaksanaan b. Penatalaksanaan Luka Bakar Berdasarkan Berat
Ringannya Luka Bakar 1. Luka Bakar Ringan Dalam kasus luka bakar, ada 3 (tiga) derajat
luka bakar berdasarkan tingkat keparahannya. Derajat paling awal yaitu luka bakar ringan,
dimana sebagian epidermis (bagian teratas kulit) terbakar dalam kadar yang cukup ringan.
Biasanya luka bakar ringan disebabkan oleh terkena panas matahari berlebihan, tersentuh
benda panas misalnya setrika atau panci/wajan panas, tersiram air panas, atau kena bahan
kimia yang bersifat korosif. Gejala luka bakar ringan adalah kulit memerah, ada
pembengkakan, dan pada beberapa kasus, bisa menyebabkan demam dan sakit kepala.
Walaupun tergolong ringan, luka bakar ringan tetap harus dirawat dengan baik. Berikut
adalah langkah-langkah perawatan luka bakar ringan :
48. 43. 38 - Dinginkan luka bakar dengan air dingin yang mengalir secara terus menerus
selama 15 menit. Hal ini bisa dilakukan dengan meletakkan bagian yang mengalami luka
bakar di bawah kran dengan air yang terus mengalir, atau rendam dalam bak mandi atau
ember yang berisi air dingin. Tindakan ini berguna untuk mencegah atau mengurangi
bengkak yang disebabkan oleh kerusakan jaringan serta mencegah kerusakan merembet ke
lapisan kulit yang lebih dalam. 2. Jangan meletakkan es secara langsung pada luka bakar,
karena dapat menyebabkan frosbite, yaitu cedera atau kematian sel karena membeku. 3.
Jangan mengoleskan apapun ke kulit yang mengalami luka bakar sebelum anda
melakukan tindakan diatas. Mengoleskan pasta gigi atau mentega bukanlah tindakan yang
tepat, bahkan akan memicu munculnya infeksi. 4. Setelah luka bakar dingin, oleskan
lotion yang mengandung aloe vera atau vitamin E. Hal ini bertujuan untuk mencegah kulit
menjadi kering atau rusak. 5. Bila perlu anda dapat menutup kulit yang mengalami luka
bakar dengan kasa steril yang mengandung antibiotik ( Sofratulle atau Daryantulle) dan
plester. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya infeksi dan juga mengurangi nyeri akibat
luka bakar bersentuhan dengan udara atau pakaian. 6. Selain kasa steril yg mengandung
antibiotik anda juga bisa mengoleskan krim antibiotik contohnya Bioplacenton ke luka
bakar untuk mencegah infeksi. 7. Untuk mengurangi rasa nyeri atau demam minumlah
pereda nyeri seperti paracetamol atau aspirin. 8. Setelah luka bakar sembuh untuk
mengurangi bekas luka dapat menggunakan mederma gel yang bisa di beli di apotik-
apotik terdekat. 9. Luka bakar sedang Luka bakar sedang atau luka bakar tingkat II adalah
luka bakar yang menyebabkan kerusakan pada lapisan di bawah kulit. Contohnya adalah
sengatan sinar matahari yang berlebihan, cairan panas dan percikan api dari bensin atau
bahan lain.
49. 44. 39 Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First
Aid,Cara Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', gejala luka bakar tingkat
II ini berupa kulit kemerahan, melepuh, bengkak yang tak hilang selama beberapa hari dan
kulit terlihat lembab. Apabila terjadi luka bakar seperti ini, segera lakukan hal berikut: 10.
Siram air dingin atau air es pada daerah luka atau beri kompres dengan menggunakan
handuk kecil. Bisa juga menggunakan saputangan yang sebelumnya dicelupkan ke dalam
air. 11. Keringkan luka menggunakan handuk besih atau bahan lain yang lembut. 12.
Tutup dengan perban steril untuk menghindari infeksi. 13. Angkat bagian tangan atau kaki
yang terluka lebih tinggi dari organ juantung. 14. Segera cari pertolongan medis jika
korban mengalami luka bakar di sekitar bibir atau kesulitan bernapas. 15. Jangan coba
mengempiskan luka yang melepuh atau mengoleskan minyak, semprotan atau ramuan lain
tanpa sepengetahuan dokter.
50. PENATALAKSANAAN FASE RESUSITATIF 1. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran dan mencegah mencederai diri
sendiri. Berikut prosedur emergensi tambahan :  Mematikan api  Mendinginkan luka
bakar  Melepaskan benda penghalang  Menutup luka bakar  Mengirigasi luka bakar
kimia. Meskipun efek lokal paling tampak nyata pada luka bakar, namun efek sistemik
merupakan ancaman yang lebih besar. Harus diingat ABC selama periode awal pasca luka
bakar, yaitu : Airway (saluran nafas), Breathing (pernafasan) dan
51. 45. 40 Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra
servikalis jika diperlukan). Breathing harus dinilai dan patensi saluraran nafas diciptakan
pada perawatan emergensi. Terapi yang segera ditujukan (immediate therapy) ditujukan
penciptaan saluran nafas lapang dan pemberian oksigen 100 % yang dilembabkan. Bila
terjadi edema saluran nafas dapat dipasang pipa endotrakeal dan memulai ventilasi
manual. Sistem sirkulasi dinilai pada denyut apikal dan tekanan darah yang harus
dimonitor dengan sering. Takikardi dan hipotensi ringan terjadi segera pasca luka bakar.
Survai sekunder dari kepala sampai kaki untuk menemukan cedera lainnya. Pencegahan
syok dengan pemberian cairan infus dan elektrolit. Selain itu tidak boleh ada makanan
atau minuman diberikan lewat mulut dan pasien diposisikan untuk pencegahan aspirasi
muntahan karena mual dan vomitus timbul akibat ileus paralitik (Brunner&suddart, 2002).
2. Perawatan di Unit Gawat Darurat Prioritas pertama di UGD tetap ABC. Untuk cedera
paru ringan, udara pernafasan dilembabkan dan pasien didorong batuk sehingga sekret
bisa dikeluarkan dengan penghisapan. Untuk situasi parah pengeluaran sekret dengan
penghisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika edema
jalan nafas, intubasi endotrakeal mungkin indikasi. Continuous positive airway pressure
dan ventilasi mekanis mungkin perlu untuk oksigenasi adekuat. Kanula Intra Vena
dipasang pada vena perifer atau dimulai aliran sentral. Untuk LPTT di atas 20%-30%
harus dipasang kateter pengukuran haluaran urine. NGT untuk resiko ileus paralitik
dengan LPTT lebih 25%. Untuk cedera inhalasi atau keracunan monoksida diberikan
oksigen 100% dilembabkan. Booster toksoid tetanus diberikan bila sudah diimunisasi
sebelumnya tapi belum menerima lagi 5 tahun terakhir. Jika riwayat imunisasi tidak
diketahui, diberikan 250 unit
52. 46. 41 globulin human imun-tetanus manusia dan pemberian pertama dari serangkaian
imunisasi aktif dengan toksoid tetanus. Selimut tidak melekat dan tidak berbulu diberikan
untuk kehangatan dan pencegahan hipotermi serta pencegahan kontaminasi dan
mengurangi nyeri (atau dengan air normal salin dingin bukan air es karena dapat merusak
jaringan) Tanggung jawab keperawatan termasuk pemantauan terhadap cedera inhalasi,
pemantauan resusitasi cairan, pengkajian luka bakar, pemantauan tanda-tanda vital,
pengumpulan riwayat kesehatan yang akurat dan tindakan kedaruratan (Hudak C. M.,
2008). 3. Perawatan di Unit Perawatan Kritis Resusitasi cairan adalah intervensi primer
pada fase ini. Tujuan dari fase perawatan ini adalah untuk : a). Memperbaiki defisit cairan,
elektrolit dan protein. b). Menggantikan kehilangan cairan berlanjut dan mempertahankan
keseimbangan cairan. c). Mencegah pembentukan edema berlebihan d). Mempertahankan
haluaran urine pada dewasa 30 sampai 70 ml/jam. Formula untuk penggantian cairan
secara umum dilakukan penggantian kehilangan kristaloid ( RL: mendekati komposisi
cairan ekstravaskuler, molekulnya besar dapat mengembangkan volume plasma yang
bersirkulasi ) dan koloid. Setelah 24 jam pertama penggantian kehilangan air evaporatif
dengan dekstrosa/air (5DW) 5% untuk pertahankan natrium 140mEq/L. Berikut pedoman
dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar : a). Rumus Konsensus Larutan Ringer
Laktat (atau saline lainnya) : 2-4 ml x kg BB x % luas luka bakar. Separuh diberikan
dalam 8 jam pertama; sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
53. 47. 42 b). Rumus Evans • Koloid : 1 ml x kg BB x % luas luka bakar • Elektrolit (salin) : 1
ml x kg BBx % luas luka bakar • Glukosa (5 % dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan
insensibel Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya. Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumya; seluruh penggantian cairan insensibel. Maksimum 10.000 ml selama 24 jam.
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung
berdasarkan 50% luas permukaan tubuh. c). Rumus Brooke Army Koloid : 0,5 ml x kg
berat badan x % luka bakar • Elektrolit ( larutan ringer laktat ): 1,5 ml x kg berat badan x
% luas luka bakar • Gukosa 5 % dalam air : 2000ml untuk kehilangan insensibel. Hari 1 :
separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya. Hari 2
: separuh dari cairan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya; seluruh pengantian
cairan insensibel. Luka bakar derajad dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan
tubuh dihitung berdasarkan 50 % luas permukaan tubuh. d. Rumus Parkland/Baxter Pada
Dewasa Larutan Ringer Laktat : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar
54. 48. 43 Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : bervariasi. Ditambahkan koloid. Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam
waktu 8 jam pertama, dan sisanya 16 jam berikutnya. Contoh : korban gawat darurat
tersiram air panas pada tangan kanan dan kaki kanan, umur 42 tahun dengan BB 50 kg,
luas luka bakar 20%. Maka korban gawat darurat akan mendapat 50 x 20 x 4 cc / 24 jam =
4000 cc / 24 jam. Separuh 2000cc (4 kolf) dalam 8 jam pertama. kemudian 8 jam
berikutnya diberikan dari ¼ x 4000 cc = 1000cc, pada 8 jam terakhir diberikan sisanyanya
yaitu 1000cc. catatan: 2000 cc x 20 (tetes infus set) = 80 tetes/ menit Pada Anak-anak
Resusuitasi : 2 cc x BB(kg) x LB = a cc Kebutuhan faal : < 1 th : BB x 100 cc 1-3 th : BB
x 75 cc = b cc
55. 49. 44 3-5 th : BB x 50 cc Kebutuhan Total = ∑ resusitasi + ∑ faal = a + b Diberikan
dalam keadaan tercampur - RL : Dextran = 17 : 3 - 8 jam I = ½ (a + b) cc - 16 jam II = ½
(a + b) cc Contoh: 1. Untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar 25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama = (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25%
luka bakar = 1440 ml + 2000 ml = 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama) 24 jam
kedua: berikan ½ hingga ¾ cairan yang diperlukan selama hari pertama. Awasi pasien
dengan ketat selama resusitasi (denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah dan jumlah air
seni). Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada luka-bakar
yang dalam untuk mengganti kehilangan darah. d). Larutan salin hipertonik Larutan pekat
natrium klorida ( NaCl ) dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrim per liter yang
diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume keluaran urin yang
diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam pertama pasca luka bakar.
Kadar natrium serum harua dipantau dengan ketat, tujuan : meningkatkan kadar natrium
serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
56. 50. 45
57. 51.
58. BAB III PENUTUP
59. 3.1 Kesimpulan Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama
terhadapkemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap
infeksi, mencegahkehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi
sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan
mempengaruhi citra tubuh. Lukabakar adalah hal yang umum, namun merupakan
bentukcederakulityangsebagianbesardapatdicegah Luka bakar merupakan cedera yang
cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang beratmemperlihatkan morbiditas dan derajat
cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cederaoleh sebab lain.Biaya
yangdibutuhkanjugacukupmahaluntukpenanganannnya.
Penyebablukabakarselainkarenaapi ( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga
karena pajanan suhutinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak
terjadipadakecelakaanrumahtangga. Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api
ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan- bahan kimia, serta sengatan matahari. 3.2 Saran a. Untuk
mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawat
daruratan luka bakar diharapkan mampu memahami konsep dasar luka bakar serta konsep
asuhan keperawatan. b. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur
yang berkaitan dengan penyakit ini. c. Diharapkan seorang Perawat agar dapat lebih
profesional dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sehingga dapat melakuan
penanganan luka bakar dengan cepat dan tepat. 44
60.
61. 52. DAFTAR PUSTAKA
62.
63. Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi edisi 3 . Jakarta: EGC. Doenges, M. G.
(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Gruendemann, Barbara J.
(2005). Buku Ajar Keperawatan Periopratif, vol. 2. Jakarta: EGC. Hudak, C. M. (2008).
Keperawatan kritis pendekatan 1 edisi 8. Jakarta : EGC. Mansjoer, A. (2001). Kapita
Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. Suddarth, B. &. (2001). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. (2011).
Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC. 45

Anda mungkin juga menyukai