Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). World Health Organization
(WHO) memperkirakan pada saat ini Indonesia merupakan negara urutan ke-4 dengan
kasus TB paru terbanyak pada tahun 2010 setelah India, Cina, dan Afrika Selatan.
Prevalensi kasus TB paru di Indonesia sebesar 244 per 100.000 dan insidensi untuk
semua tipe TB paru adalah 228 per 100.000. Insidensi kasus TB paru-BTA positif sebesar
102 per 100.000 dan angka kematian mencapai 39 kasus per 100.000 atau sekitar 250
orang per hari. Fakta tersebut didukung oleh kondisi lingkungan perumahan, dan sosial
ekonomi masyarakat (WHO, 2009).
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyebab kematian ke-2 di Indonesia setelah
penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Setiap tahun terdapat 583.000 kasus baru
TB paru di Indonesia. Di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB
dan terdapat 450.000 kasus TB paru. Tiga per empat dari kasus TB ini terdiri dari usia
produktif (15 - 49 tahun), separonya tidak terdiagnosis dan baru sebagian yang tercakup
dalam program penanggulangan TB sesuai dengan rekomendasi WHO (Gklinis, 2004).
Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh kurangnya kontrol
masyarakat terhadap pengobatan TB paru yang disebabkan rendahnya sikap serta
pengetahuan masyarakat terhadap pengobatan TB Paru (Suronto, 2007).
Pengembangan program pengendalian penyakit TB dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment, Shortcourse Chemotherapy) sampai tahun 2008 telah
dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota, pelaksanaan program penyakit TB sampai
tahun 2008 telah dapat menurunkan insiden kasus menular dari 130/100.000 penduduk
menjadi 104/100.000 penduduk (Profil Dinkes Provinsi Aceh Tahun 2009).
Berdasarkan uraian diatas maka kami tertarik membuat makalah tentang
”Tuberkulosis” untuk memberikan pengetahuan yang lebih terhadap pembaca mengenai
penyakit tuberculosis.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tuberkulosis


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002). Tuberkulosis merupakan infeksi
bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang
diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity) (Wahid dan Suprapto, 2014).

2.2. Penyebab Tuberkulosis


Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI,
2008). Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari dan sinar ultraviolet (Nurarif dan Kusuma, 2013), tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur selama beberapa tahun (Depkes RI, 2008). Ada dua macam
mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam
susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di
bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka (Nurarif dan
Kusuma, 2013).

2.3. Cara Penularan


Tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita TBC BTA (+) yang ditularkan
dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Pada waktu berbicara, batuk, bersin,
tertawa atau bernyanyi, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percian dahak) besar (>100 µ) dan kecil (1-5 µ). Droplet yang besar menetap, sementara
droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan (Smeltzer &
Bare, 2002). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam dan orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluran pernapasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya,
melalui saluran peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut (Depkes RI, 2008).
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh tingkat penularan, lamanya
pajanan/kontak dan daya tahan tubuh (Kemenkes RI, 2013).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga
jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi
HIV meningkat, maka jumlah penderita TBC akan meningkat, dengan demikian
penularan TBC di masyarakat akan meningkat pula.

2.4. Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam
(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.
2. Batuk Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif).
Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau
dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat
pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada
dinding bronkus.
3. Sesak nafas Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada
pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul
secara tidak teratur.

2.5. Diagnosis Tuberkulosis


Diagnosis pasti TBC seperti lazimnya penyakit menular yang lain adalah dengan
menemukan kuman penyebab TBC yaitu kuman Mycobacterium Tuberculosis pada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan (Kemenkes RI, 2013). Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan
mengumpulkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgen dada, usap BTA, kultur
sputum, dan tes kulit tuberkulin (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan yang paling sering
dilakukan adalah pemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) yaitu:
a. Sewaktu (S): pengambilan dahak saat penderita pertama kali berkunjung ke
tempat pengobatan dan dicurigai menderita TBC.
b. Pagi (P): pengambilan dahak pada keesokan harinya, yaitu pada pagi hari segera
setelah bangun tidur.
c. Sewaktu (S): pengambilan dahak saat penderita mengantarkan dahak pagi ke
tempat pengobatan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sekurang-kurang 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
Bila hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis menderita TBC BTA
positif, namun bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan
biakan/kultur. Pemeriksaan biakan/kultur memerlukan waktu yang cukup lama serta tidak
semua unit pelaksana memilikinya, sehingga jarang dilakukan (Depkes RI, 2008). Saat
ini di Indonesia, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TBC
pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan
Mycobacterium Tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC. Suatu uji tuberkulin positif
hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium
Tuberculosis. Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TBC milier
dan morbili (Depkes RI, 2008).

2.9. Pengobatan
Pengobatan untuk penderita tuberkulosis bertujuan untuk pemberian pengobatan
menurut Kemenkes RI (2013) adalah: menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup
dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TBC aktif atau efek lanjutan,
mencegah kekambuhan TBC, menurunkan tingkat penularan TBC kepada orang lain,
mencegah perkembangan dan penularan resisten obat anti tuberkulosis (OAT). Jenis
OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan
Streptomisin (S). Pengobatan TBC diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam dua bulan. Pada tahap lanjutan penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini,
disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
c. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), yang terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan penderita. Paduan OAT
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu
penderita dalam satu masa pengobatan. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang
terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
penderita yang mengalami efek samping OAT KDT.

Anda mungkin juga menyukai