BAB I
PENDAHULUAN
1
2
sejak dalam kandungan sampai usia balita dan untuk membina tumbuh
kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental (Departemen Dalam
Negeri, 2001). Posyandu memiliki peran penting sebagai salah satu kegiatan
sosial bagi ibu-ibu untuk memantau tumbuh kembang balita, termasuk proses
tumbuh kembang gigi-geligi anak. Pemerintah, melalui posyandu, berusaha
memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan gigi primer dengan
menyelenggarakan Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD). Akan
tetapi pelaksanaan UKGMD tersebut sering terkendala keterbatasan fasilitas
dan kurangnya kemampuan kader. Untuk wilayah Kota Yogyakarta,
pelaksanaan UKGMD juga belum dapat berjalan optimal. Sebagai contoh, di
Kecamatan Mantrijeron, baru sekitar 50% posyandu di wilayah tersebut yang
melakukan kegiatan UKGMD. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh
Puskesmas Mantrijeron, didapatkan hasil bahwa pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan kader mengenai kesehatan gigi dan mulut masih
kurang sehingga kegiatan UKGMD belum dapat menyeluruh (Permanasari,
2010). Adapun di Puskesmas Tegalrejo, kegiatan UKGMD belum dapat
dijalankan karena adanya beberapa hambatan, antara lain kesulitan pengadaan
alat dan pelatihan kader. Pelaksanaan UKGMD membutuhkan alat dan sarana
seperti dental diagnostic set serta bahan habis pakai (alkohol, kapas, sarung
tangan) yang masih terkendala alokasi dana untuk penyediaannya. Selain itu
pula, letak wilayah yang berada di pusat kota, membuat masyarakat lebih
memilih langsung pergi ke tempat layanan kesehatan atau dokter gigi apabila
merasa mengalami keluhan masalah kesehatan gigi daripada berkonsultasi
terlebih dahulu dengan kader di posyandu. Sementara itu, kader posyandu di
wilayah juga merasa belum memiliki pengetahuan yang cukup terkait dengan
permasalahan gigi dan mulut pada anak, sehingga kader merasa tidak percaya
diri untuk melaksanakan UKGMD di posyandu (Wulansari, 2006).
Selain sebagai pelaksana rutin, kader juga bertugas memberikan
penyuluhan terkait dengan kesehatan ibu dan anak. Oleh karena itu, kader harus
menguasai berbagai teknik keterampilan dan pengetahuan (Sulistyorini et al.,
2010). Pengetahuan yang harus dimiliki kader tersebut termasuk juga
3
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut balita sebagai bagian dari
kesehatan anak secara umum. Pelatihan atau penyegaran mengenai pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut pada anak, tidak hanya khusus bagi kader UKGMD
saja. Kader posyandu secara umum juga dapat diberi pelatihan tersebut untuk
menambah pengetahuan dan kemampuan kader, sehingga walaupun posyandu
tidak memiliki program UKGMD, kader tetap mampu melayani masyarakat
yang membutuhkan bantuan seputar permasalahan tumbuh kembang gigi dan
mulut anak.
Metode pelatihan dan penyegaran kader posyandu yang selama ini
banyak digunakan adalah pendekatan konvensional, yaitu pelatihan yang
diberikan secara ceramah dan tanya jawab. Pada metode ini sering terjadi
komunikasi satu arah saja, sehingga hasil yang diperoleh kurang optimal
(Pandiangan, 2005). Penggunaan media audiovisual merupakan salah satu
bentuk intervensi lain yang dapat diberikan sebagai tambahan pada metode
konvensional. Penelitian Snowdon et al. (2009) yang dilakukan di Ontario,
Kanada menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan pada
orangtua mengenai keselamatan saat berkendara bagi anak-anak. Adapun untuk
penggunaan media audiovisual di Indonesia masih banyak terkendala, antara
lain dengan biaya pembuatan yang cukup tinggi dan penguasaan teknologi yang
masih kurang. Upaya lain guna mengoptimalkan hasil pelatihan dilakukan oleh
Gunanti et al. (2005) dengan menambahkan adanya contoh studi kasus yang
terjadi, selain pemberian ceramah dan tanya jawab dalam pelatihan kepada
kader.
Strategi yang saat ini banyak dilakukan guna mengoptimalkan hasil
pelatihan adalah dengan meningkatkan peran aktif peserta selama pelatihan
berlangsung. Peserta diharapkan tidak hanya duduk, diam dan mendenga rkan,
tetapi juga mampu terlibat secara aktif dalam proses pembelajarannya. Salah
satu metode pelatihan dengan strategi active learning ini adalah metode belajar
berdasarkan masalah (problem based learning). Sukiarko (2007) menggunakan
metode belajar berdasarkan masalah ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan
terhadap pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam kegiatan posyandu.
4
5
(Marlow et al., 2008). Sementara itu, Yang et al. (2011) menyatakan bahwa
collaborative learning merupakan pendekatan strategis untuk mempersiapkan
tenaga kesehatan yang akan bekerja sebagai kelompok kerja (teamwork) di
masyarakat. Tenaga kesehatan yang dilatih melalui collaborative learning akan
mempunyai kemampuan untuk bekerjasama dan memberikan peran terbaiknya
bagi keberhasilan tim.
Adanya metode collaborative learning tersebut dapat menjadi alternatif
cara baru dalam pembelajaran yang dapat memberikan hasil optimal. Terkait
dengan upaya peningkatan pengetahuan kader mengenai kesehatan gigi dan
mulut balita, perlu dikaji lebih lanjut pengaruh pelatihan dengan metode
collaborative learning tersebut terhadap pengetahuan dan keterampilan kader
mengenai kesehatan gigi dan mulut pada balita.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode collaborative
learning dalam pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader posyandu mengenai kesehatan gigi dan mulut pada
balita.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh pelatihan dengan metode collaborative learning
terhadap peningkatan pengetahuan kader posyandu mengenai
kesehatan gigi dan mulut pada balita.
6
D. Manfaat Penelitian
E. Keaslian Penelitian
7
8