Anda di halaman 1dari 11

Data Utama untuk Bahan Diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran klinis


Pasien Sdr. D, 19 tahun, datang ke IGD RS karena nyeri pada kaki kanan, nyeri
dirasakan dari ujung kaki hingga paha, mulut kaku, tidak bisa membuka maksimal, susah
menelan, badan kaku, pergerakan tangan dan kaki terasa berat dan terbatas, leher susah
digerakkan ± sejak 1 hari yll, Demam dirasakan ± sejak 2 hari yang lalu, namun tidak
terlalu tinggi, makan minum tidak terganggu. sesak nafas-, kejang-.
Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu post kejatuhan tong plastik pada punggung kaki
kanan, terdapat luka kotor pada telapak kaki kanan, luka dibersihkan di Puskesmas, obat
yang diminum amoxcilin dan asam mefenamat, saat ini obat sudah habis, tidak diberikan
suntikan anti tetanus
2. Riwayat Penyakit Dahulu
 Tidak pernah mengeluh demikian sebelumnya
3. Riwayat Imunisasi
 Pasien dan orang tua tidak mengetahui riwayat imunisasi penderita

4. Riwayat Alergi
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum: Tampak nyeri sedang
- Kesadaran: Compos mentis
- Vital signs
- Tekanan darah: 120/70 mmHg
- Nadi: 64 kali/menit, regular, kuat
- Frekuensi napas: 22 kali/menit
- Suhu tubuh: 37,6° C aksila
- SpO2: 99%
Kepala/leher:
- Bentuk dan ukuran: normocephali
- Rambut dan kulit kepala: rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Mata: palpebra dbn, pupil bulat, isokor, konjungtiva dalam batas normal, sklera putih,
ikterik -/-, mata tidak cekung, CA -/-
- Telinga: normotia, sekret-/-
- Hidung: normosepti, sekret-/-
- Bibir: lembab, tidak kering, sianosis–
- Mulut: trismus-, membuka mulut tidak maksimal,lebar 2 jari tangan, disfagia+, mukosa
kemerahan, oral hygiene baik.
- Lidah: normoglosia, bersih
- Tonsil: T1-T1 tenang
- Faring: tidak hiperemis, uvula di tengah
- Leher: Kaku kuduk (-),Tidak ada perbesaran getah bening

Thoraks:
- Inspeksi: pengembangan simetris, retraksi (-)
- Palpasi: nyeri (-), fremitus normal, ictus cordis palpable pada ICS V MCL Sinistra
- Perkusi: sonor di seluruh lapang thorak, kesan tidak ada pelebaran batas jantung
- Auskultasi: Paru: vesikuler (+/+), Wh(-/-), Rh (-/-). Jantung: S1-2 reguler,
Murmur/Gallop (-/-)
Abdomen:
- Inspeksi : Soefl, tidak tampak massa, tidak tampak pelebaran pembuluh darah.
- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : Supel, Perut papan-, Nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik, hepar dan lien
tidak teraba membesar
- Perkusi: timpani pada ke-4 kuadran abdomen, shifting dullness (-), asites (-)

Ekstremitas
- Tampak bekas luka yang sudah kering pada telapak kaki kanan ± P 4 cam, L 2 cm
- Pergerakan terbatas, kaku
- Epistotonus -
- Akral hangat di keempat ekstremitas
- Edema -/-/-/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb 16,9 g/dL
Leukosit 13.400 /uL
Hitung Jenis -/-/2/77/16/5
PCV 51,7 %
Hitung Eritrosit 4.3990.000
/CMM
Trombosit 338.000 /uL
BBS -
MCV 91,3 fl
MCH 29,8 pg
MCHC 32,7 %
MCHC 32,7 %
Eritrosit 5.660.000
SGOT 20 u/L
SGPT 16 u/L
Albumin 4,32 g/dL
Creatinin 0,5 mg/dL
Ureum 21 mg/dL
BUN 10 mg/dL

DaftarPustaka:
Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001, 49- 51.
Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.

Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Tetanus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
2. Penatalaksaan Tetanus di IGD
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:

1. Subyektif:
Laki-laki Sdr. D, 19 tahun, berdasarkan alloanamnesis dengan penderita didapatkan :
 Nyeri kaki kanan, dirasakan dari ujung kaki hingga paha
 Leher susah digerakkan
 Membuka mulut tidak maksimal
 Susah menelan
 Badan kaku, pergerakan tangan dan kaki terasa berat dan terbatas
 Demam
 Terdapat luka post terkena tong plastik 1 minggu yang lalu.
2. Obyektif:
Pemeriksaan fisik :
 Disfagia
 Mulut tidak dapat membuka makimal, selebar 2 jari
 Pergerakan tangan dan kaki terbatas - kaku
 Tampak bekas luka pada telapak kaki kanan dengan ukuran ± P 4 cm, L 2 cm
 T : 37,6

Pemeriksaan penunjang
 Leukosit 13.400

3. Assesment
Definis
Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani.

Manifestasi Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari
dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 4 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
4. Neonatal tetanus
Karakteristik dari tetanus
 Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya. Setelah 2 minggu kejang
mulai hilang.
 Didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian
timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot
masetter.
 Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )
 Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas,
sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
 Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
 Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi
urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat
dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari
tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan
tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang
ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai
prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai
sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Chepalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2
hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah
muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus cephalic
dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic
ialah tetanus yang berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan
kelumpuhan dari safar cranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari
N. IV, IX, X, XI, dapat sendirisendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa
hari bahkan berbulan-bulan.
Tetanus chepalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya
prognosanya jelek.

3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin)
yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding
perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran
nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil
dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.
Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Menurut berat ringannya tetanus
dibagi atas:
1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun
dirangsang.
2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan
yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani,
maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan
menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan
faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Penatalaksanaan
Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian
Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau
parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Obat- obatan
Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan
Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole Diberikan terutama bila penderita alergi
penisilin. Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis. Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari
dalam 4 dosis, selama 10 hari. Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya
7,5 mg/KgBB tiap 6 jam

Anti tetanus toksin


Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
- Toksin bebas dalam darah
- Toksin bergabung dengan jaringan saraf

Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah
bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum
pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan
mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum
kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman
(1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan
setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS diberikan
dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis i.m, sekali
pemberian.

Antitoksin lainnya
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000- 6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
terhadap tetanus selesai.
Anti Konvulsan

Obat yang lazim digunakan ialah :


 Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap
kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung)
dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.
 Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat
berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat
di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau
tanpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila
ada gangguan saraf otonom.
 Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan
dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.
 Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

4. Plan
Pdx :
DL, Lft, Rft, SE, p lipid, SE

Ptx :
IVFD RL 20 tpm
Antrain 1 A
PPC 3x1,5 juta unit
Metronidazole 3x1 flas
Ketorolac 3x30 mg
Ranitidin 3x1 A
Tetagram 2500 iu (10 ampul) (5 ampul bokong kanan – 5 ampul bokong kiri)
Cross incise

Anda mungkin juga menyukai