Upload Tetanus
Upload Tetanus
4. Riwayat Alergi
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum: Tampak nyeri sedang
- Kesadaran: Compos mentis
- Vital signs
- Tekanan darah: 120/70 mmHg
- Nadi: 64 kali/menit, regular, kuat
- Frekuensi napas: 22 kali/menit
- Suhu tubuh: 37,6° C aksila
- SpO2: 99%
Kepala/leher:
- Bentuk dan ukuran: normocephali
- Rambut dan kulit kepala: rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Mata: palpebra dbn, pupil bulat, isokor, konjungtiva dalam batas normal, sklera putih,
ikterik -/-, mata tidak cekung, CA -/-
- Telinga: normotia, sekret-/-
- Hidung: normosepti, sekret-/-
- Bibir: lembab, tidak kering, sianosis–
- Mulut: trismus-, membuka mulut tidak maksimal,lebar 2 jari tangan, disfagia+, mukosa
kemerahan, oral hygiene baik.
- Lidah: normoglosia, bersih
- Tonsil: T1-T1 tenang
- Faring: tidak hiperemis, uvula di tengah
- Leher: Kaku kuduk (-),Tidak ada perbesaran getah bening
Thoraks:
- Inspeksi: pengembangan simetris, retraksi (-)
- Palpasi: nyeri (-), fremitus normal, ictus cordis palpable pada ICS V MCL Sinistra
- Perkusi: sonor di seluruh lapang thorak, kesan tidak ada pelebaran batas jantung
- Auskultasi: Paru: vesikuler (+/+), Wh(-/-), Rh (-/-). Jantung: S1-2 reguler,
Murmur/Gallop (-/-)
Abdomen:
- Inspeksi : Soefl, tidak tampak massa, tidak tampak pelebaran pembuluh darah.
- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : Supel, Perut papan-, Nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik, hepar dan lien
tidak teraba membesar
- Perkusi: timpani pada ke-4 kuadran abdomen, shifting dullness (-), asites (-)
Ekstremitas
- Tampak bekas luka yang sudah kering pada telapak kaki kanan ± P 4 cam, L 2 cm
- Pergerakan terbatas, kaku
- Epistotonus -
- Akral hangat di keempat ekstremitas
- Edema -/-/-/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb 16,9 g/dL
Leukosit 13.400 /uL
Hitung Jenis -/-/2/77/16/5
PCV 51,7 %
Hitung Eritrosit 4.3990.000
/CMM
Trombosit 338.000 /uL
BBS -
MCV 91,3 fl
MCH 29,8 pg
MCHC 32,7 %
MCHC 32,7 %
Eritrosit 5.660.000
SGOT 20 u/L
SGPT 16 u/L
Albumin 4,32 g/dL
Creatinin 0,5 mg/dL
Ureum 21 mg/dL
BUN 10 mg/dL
DaftarPustaka:
Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001, 49- 51.
Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Tetanus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
2. Penatalaksaan Tetanus di IGD
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
1. Subyektif:
Laki-laki Sdr. D, 19 tahun, berdasarkan alloanamnesis dengan penderita didapatkan :
Nyeri kaki kanan, dirasakan dari ujung kaki hingga paha
Leher susah digerakkan
Membuka mulut tidak maksimal
Susah menelan
Badan kaku, pergerakan tangan dan kaki terasa berat dan terbatas
Demam
Terdapat luka post terkena tong plastik 1 minggu yang lalu.
2. Obyektif:
Pemeriksaan fisik :
Disfagia
Mulut tidak dapat membuka makimal, selebar 2 jari
Pergerakan tangan dan kaki terbatas - kaku
Tampak bekas luka pada telapak kaki kanan dengan ukuran ± P 4 cm, L 2 cm
T : 37,6
Pemeriksaan penunjang
Leukosit 13.400
3. Assesment
Definis
Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari
dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 4 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
4. Neonatal tetanus
Karakteristik dari tetanus
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya. Setelah 2 minggu kejang
mulai hilang.
Didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian
timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot
masetter.
Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas,
sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi
urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).
3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin)
yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding
perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran
nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil
dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.
Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Menurut berat ringannya tetanus
dibagi atas:
1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun
dirangsang.
2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan
yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani,
maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan
menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan
faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Penatalaksanaan
Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian
Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau
parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Obat- obatan
Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan
Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole Diberikan terutama bila penderita alergi
penisilin. Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis. Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari
dalam 4 dosis, selama 10 hari. Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya
7,5 mg/KgBB tiap 6 jam
Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah
bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum
pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan
mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum
kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman
(1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan
setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS diberikan
dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis i.m, sekali
pemberian.
Antitoksin lainnya
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000- 6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
terhadap tetanus selesai.
Anti Konvulsan
4. Plan
Pdx :
DL, Lft, Rft, SE, p lipid, SE
Ptx :
IVFD RL 20 tpm
Antrain 1 A
PPC 3x1,5 juta unit
Metronidazole 3x1 flas
Ketorolac 3x30 mg
Ranitidin 3x1 A
Tetagram 2500 iu (10 ampul) (5 ampul bokong kanan – 5 ampul bokong kiri)
Cross incise