Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

REUMATOID ARTHRITIS

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Artritis Reumatoid adalah peradangan pada persendian, baik yang terjadi secara mendadak (akut) atau menahun
(kronis). Artritis ini dapat menyerang satu sendi atau beberapa sendi
sekaligus. Penyakit ini biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa
nyeri pada sendi yang terkena. Bila penyakitnya kronis, kadang hanya
timbul rasa nyeri saja (Annonimous 2007).
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya
sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada
sendi.Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak
sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan
strukturstruktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.

2. ETIOLOG I
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang dapat dijadikan sebagai petunjuk
terjadinya artritis reumatoid, yaitu:
a. Genetik : Terbukti bahwa seorang individu yang menderita artritis reumatoid, memiliki riwayat keluarga artritis
reumatoid, 2-3 kali lebih banyak dari populasi normal.
b. Kompleks imun (autoimun) : Antibodi yang tidak biasa dg tipe IgM dan atau IgG terbentuk di sinosium dan jaringan
konektif lainnya sehingga berakibat inflamasi lokal dan sistemik
c. Pengaruh hormonal : Lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki
d. Perkembangan virus : Setelah terjangkit virus, misalnya virus Epstein Barr yang menyebabkan terjadi autoimun.

3. KLASIFIKASI
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
a. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
b. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
c. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
d. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan

4. PATOFISIOLOGI
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi
selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada
persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi
nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.
Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya
serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus (Long, 1996).
5. MANIFESTASI KLINIS
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah:
a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur
sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi,
bukan pembesaran tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan dalam observasi
seorang dokter. Terdapat 14 belas persendian yang memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
c. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera
diatas.
d. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara
serentak (symmetrical polyarthritis simultaneously).
e. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular
dalam observasi seorang dokter.
f. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok kontrol.
g. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau
pergelangan tangan, yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau
daerah yang berdekatan dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 sampai 4
harus terdapat minimal selama 6 minggu.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi
50-90% penderita
b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari
tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
c. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
e. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya
warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
f. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh
karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
h. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi
proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan
atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
i. Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul
Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan
laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal
penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP)
dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan
sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan
komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga
sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas
fungsional maksimal penderita dan mencegah atau memperbaiki deformitas. Namun secara umum penatalaksanaan yang
dapat diberikan antara lain :
a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan
baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
b. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri semdi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat
diberikan:
 Aspirin : Pasien dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per
minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl
 Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
c. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Mula
khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektifitasnya dalam menekan proses
reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya tergantung pada pertimbangan resiko manfaat oleh dokter.
Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski
dalam status tersangka. Jenis-jenis yang digunakan adalah:
 Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektifitasnya lebih rendah dibanding
dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare,
dan anemia hemolitik.
 Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1x500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg
perminggu, sampai mencapai dosis 4x500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari
untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat
khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah
dan dispepsia.
 D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian
dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hari.
Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
 Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek
samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar
10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50
mg/perminggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai
3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek
samping berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain
adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering
ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis
 Obat imunosupresif atau imunoregulator
 Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mulai kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain.
 Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa,
seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat
d. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang
terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa pada sendi berkurang atau
minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin diperlukan untuk tindakan operatif. Sering pula diperlukan alat-alat. Karena
itu, pengertian tentang rehabilitasi termasuk:
 Pemakaian alat bidai, tongkat/tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat.
 Alat ortotik protetik lainnya.
 Terapi mekanik.
 Pemanasan: baik hidroterapi maupun elektroterapi.
 Occupational therapy.
e. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat
dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien artritis reumatoid umumnya bersifat ortopedik,
misalnya sinovektomi, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
f. Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter:
 Lamanya morning stiffness
 Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan
 Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeter).
 Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter
 Peningkatan LED
 Jumlah obat-obat yang digunakan

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit,
dan pembengkakan.
 Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
 Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
 Catat bila ada krepitasi
 Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
 Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
 Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
 Ukur kekuatan otot
 Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
 Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
b. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami
deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image
dan harga diri klien.
c. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
 Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
 Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
 Riwayat keluarga dengan RA
 Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
 Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
 Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak mengandung pospor(zat kapur),
vitamin dan protein)
 Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
 Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
 Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
 Jenis aktivitas yang dilakukan
 Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
 Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
 Apakah ada gangguan tidur?
 Kebiasaan tidur sehari
 Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
 Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6. Pola Persepsi Kognitif
 Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
 Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
 Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
 Bagaimana hubungan dengan keluarga?
 Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
 Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
 Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
 Agama yang dianut?
 Adakah gangguan beribadah?
 Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi
sendi.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.
3) Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, depresi.
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA KEPERAWTAN TUJUAN / KRITERIA
INTERVENSI (NIC)
(NANDA) HASIL (NOC)
Nyeri Akut  Pain Level, Pain Management
 Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Definisi :  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Sensori yang tidak menyenangkan dan karakteristik, durasi, frekuensi,
pengalaman emosional yang Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
muncul secara aktual atau  Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari
potensial kerusakan jaringan atau (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
menggambarkan adanya mampu menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri tehnik nonfarmakologi terapeutik untuk mengetahui
Internasional): serangan untuk mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
mendadak atau pelan mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
intensitasnya dari ringan sampai  Melaporkan bahwa nyeri respon nyeri
berat yang dapat diantisipasi berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
dengan akhir yang dapat menggunakan manajemen lampau
diprediksi dan dengan durasi nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
kurang dari 6 bulan.  Mampu mengenali nyeri kesehatan lain tentang
(skala, intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri masa
Batasan karakteristik : dan tanda nyeri) lampau
 Menyatakan rasa nyaman
 Laporan secara verbal atau non 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
setelah nyeri berkurang
verbal mencari dan menemukan dukungan
 Tanda vital dalam rentang
 Fakta dari observasi 8. § Kontrol lingkungan yang dapat
normal
 Posisi antalgic untuk menghindari mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri ruangan, pencahayaan dan
 Gerakan melindungi kebisingan
 Tingkah laku berhati-hati 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Muka topeng 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak
inter personal)
capek, sulit atau gerakan kacau,
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menyeringai)
menentukan intervensi
 Terfokus pada diri sendiri
12. Ajarkan tentang teknik non
 Fokus menyempit (penurunan
farmakologi
persepsi waktu, kerusakan proses
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
berpikir, penurunan interaksi
nyeri
dengan orang dan lingkungan)
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkah laku distraksi, contoh :
15. Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui orang lain
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
dan/atau aktivitas, aktivitas
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berulang-ulang)
berhasil
 Respon autonom (seperti 17. Monitor penerimaan pasien tentang
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan manajemen nyeri
dilatasi pupil)
 Perubahan autonomic dalam tonus Analgesic Administration
otot (mungkin dalam rentang dari 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
lemah ke kaku) kualitas, dan derajat nyeri sebelum
 Tingkah laku ekspresif (contoh : pemberian obat
gelisah, merintih, menangis, 2. Cek instruksi dokter tentang jenis
waspada, iritabel, nafas obat, dosis, dan frekuensi
panjang/berkeluh kesah) 3. Cek riwayat alergi
 Perubahan dalam nafsu makan dan 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
minum kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Faktor yang berhubungan : 5. Tentukan pilihan analgesik
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, tergantung tipe dan beratnya nyeri
psikologis) 6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
Hambatan Mobilitas Fisik  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
 Mobility Level 1. Monitoring vital sign
Definisi :  Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan lihat
Keterbatasan dalam kebebasan untuk  Transfer performance respon pasien saat latihan
pergerakan fisik tertentu pada bagian 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas Kriteria Hasil : tentang rencana ambulasi sesuai
 Klien meningkat dalam dengan kebutuhan
Batasan karakteristik : aktivitas fisik 3. Bantu klien untuk menggunakan
 Postur tubuh yang tidak stabil  Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah
selama melakukan kegiatan rutin peningkatan mobilitas terhadap cedera
harian 4. Ajarkan pasien atau tenaga
 Memverbalisasikan
 Keterbatasan kemampuan untuk kesehatan lain tentang teknik
perasaan dalam
melakukan keterampilan motorik ambulasi
meningkatkan kekuatan dan
kasar 5. Kaji kemampuan pasien dalam
kemampuan berpindah
 Keterbatasan kemampuan untuk mobilisasi
 Memperagakan
melakukan keterampilan motorik 6. Latih pasien dalam pemenuhan
penggunaan alat Bantu
halus kebutuhan ADLs secara mandiri
untuk mobilisasi (walker)
 Tidak ada koordinasi atau sesuai kemampuan
pergerakan yang tersentak-sentak 7. Dampingi dan Bantu pasien saat
 Keterbatasan ROM mobilisasi dan bantu penuhi
 Kesulitan berbalik (belok) kebutuhan ADLs ps.
 Perubahan gaya berjalan (Misal :
8. Berikan alat Bantu jika klien
penurunan kecepatan berjalan,
memerlukan.
kesulitan memulai jalan, langkah
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
sempit, kaki diseret, goyangan yang
posisi dan berikan bantuan jika
berlebihan pada posisi lateral)
diperlukan
 Penurunan waktu reaksi
 Bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek
 Usaha yang kuat untuk perubahan
gerak (peningkatan perhatian untuk
aktivitas lain, mengontrol perilaku,
fokus dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
 Pergerakan yang lambat
 Bergerak menyebabkan tremor

Faktor yang berhubungan :


 Pengobatan
 Terapi pembatasan gerak
 Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
 Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
percentil sesuai dengan usia
 Kerusakan persepsi sensori
 Tidak nyaman, nyeri
 Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
 Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
 Depresi mood atau cemas
 Kerusakan kognitif
 Penurunan kekuatan otot, kontrol
dan atau masa
 Keengganan untuk memulai gerak
 Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
 Malnutrisi selektif atau umum
Defisit Perawatan Diri  Self care : Activity of Daily Self Care assistane : ADLs
Living (ADLs) 1. Monitor kemempuan klien untuk
Definisi : perawatan diri yang mandiri.
Gangguan kemampuan untuk melakukan Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
ADL pada diri  Klien terbebas dari bau alat bantu untuk kebersihan diri,
badan berpakaian, berhias, toileting dan
Batasan karakteristik :  Menyatakan kenyamanan makan.
 Ketidakmampuan untuk mandi, terhadap kemampuan untuk 3. Sediakan bantuan sampai klien
 Ketidakmampuan untuk berpakaian, melakukan ADLs mampu secara utuh untuk
 Ketidakmampuan untuk makan,  Dapat melakukan ADLS melakukan self-care.
 Ketidakmampuan untuk toileting dengan bantuan 4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
Faktor yang berhubungan : kelemahan, sesuai kemampuan yang dimiliki.
kerusakan kognitif atau 5. Dorong untuk melakukan secara
perceptual, kerusakan mandiri, tapi beri bantuan ketika
neuromuskular / otot-otot sara klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
Defisit Pengetahuan  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
process 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Definisi :  Kowledge : health Behavior pengetahuan pasien tentang proses
Tidak adanya atau kurangnya informasi penyakit yang spesifik
kognitif sehubungan dengan topic Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
spesifik.  Pasien dan keluarga dan bagaimana hal ini berhubungan
menyatakan pemahaman dengan anatomi dan fisiologi,
Batasan karakteristik : tentang penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat.
 memverbalisasikan adanya masalah, prognosis dan program 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
 ketidakakuratan mengikuti instruksi, pengobatan biasa muncul pada penyakit, dengan
 perilaku tidak sesuai.  Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
melaksanakan prosedur 4. Gambarkan proses penyakit, dengan
Faktor yang berhubungan : keterbatasan yang dijelaskan secara cara yang tepat
kognitif, interpretasi terhadap informasi benar 5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
yang salah, kurangnya keinginan untuk  Pasien dan keluarga mampu dengna cara yang tepat
mencari informasi, tidak mengetahui menjelaskan kembali apa 6. Sediakan informasi pada pasien
sumber-sumber informasi. yang dijelaskan perawat/tim tentang kondisi, dengan cara yang
kesehatan lainnya tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai