Anda di halaman 1dari 21

Konsep Dasar

A. Pengertian

Obstruksi usus adalah kerusakan parsial atau komplit aliran isi usus ke arah ke
depan. Yang kebanyakan terjadi di usus halus khususnya di ileum (Ester, M, 2002:49),
atau gangguan yang terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus,
bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan syaraf untuk terjadinya peristaltik atau
karena adanya blokkage pada ileus mekanik/organik (Long B. C, 1996:242). Adapun
pengertian lain obstruksi usus yaitu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, M, 1998:325).

Pada obstruksi usus perlu dilakukan tindakan laparatomi karena kalau tidak
dilakukan pembedahan akan menyebabkan nekrosis, gangren, iskemia sehingga dilakukan
laparatomi obstruksi usus (Sjamsuhidayat, 1997:843). Laparatomi adalah pembedahan
perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ahmad, R.P, 1997:194).

B. Penyebab

Obstruksi usus dapat disebabkan oleh tiga macam faktor yaitu 1) Faktor mekanis, yang
meliputi adhesi, hernia, volvulus, tumor, 2) Faktor neurogenik, yaitu meliputi intususepsi, 3)
Faktor vaskuler yaitu obstruksi aliran darah yang dapat timbul sebagai akibat dari okulasi
komplet (infark mesentrika) atau oklusi proksimal (angina abdominal) (Ester, M, 2002:49).

Indikasi laparatomi pada obstruksi usus yaitu strangulasi, obstruksi lengkap, hernia
inkarserata, tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif. Pada strangulasi terdapat
lilitan usus yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia,
nekrosis atau gangren (Sjamsuhidajat, 1997:843).

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.59 Tidak ada komentar:

Gambaran klinik

A. Gambaran Klinik

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada obstruksi usus yaitu nyeri karena
luka atau akibat penumpukan gas, mual, muntah karena adanya distensi abdomen dan
akumulasi gas dan cairan, konstipasi bisa terjadi karena kurang aktivitas, penurunan
gerakan gastrointestinal, retensia urine karena adanya tekanan pada kandung kencing
(Mansjoer, A, 2000:318), dehidrasi mengakibatkan haus yang berlebihan, rasa
mengantuk, malaise dan sakit, shock karena dehidrasi atau kehilangan volume plasma
(Boughman & Hackley, 2000:382). Pada manifestasi klinis pasca bedah yaitu terjadi
konstipasi, mual, muntah, retensi urin, distensi abdominal, dan nyeri karena gas, nyeri
disertai dingin, nyeri disertai demam (Long, B.C, 1996:79).

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.58 Tidak ada komentar:


Anatomi Dan Fisiologi

A. Anatomi atau Patologi

Banyak kelainan yang dapat menimbulkan obstruksi terhadap aliran bebas dari isi
gastrointestinal. Hernia yaitu adanya penonjolan keluar dari suatu benang yang dibatasi
oleh serosa melalui setiap kelemahan atau kerusakan dari dinding rongga peritoneum.
Tempat-tempat utama yang menunjukkan kelemahan seperti itu adalah inguinal dan
saluran femoral, umbilikus dan jaringan parut yang lama bekas operasi.

Sedangkan perlekatan atau adhesi adalah lengkung usus menjadi melekat pada area
yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen
(Brunner & Suddarth, 2002:1121). Pada perlekatan usus halus adhesi pita-pita jaringan
ikat mungkin terbentuk dari organ ke organ ke dinding peritoneum sebagai hasil
penyembuhan dari peritonitis atau setelah setiap operasi abdominal (Robbins & Kumar,
1995:266).

Intususepsi atau invaginasi adalah bagian dari usus menyusup ke dalam bagian lain
yang ada di bawahnya akibat penyempitan lumen usus. Pada gangguan ini satu segmen
dari usus halus dikerutkan oleh suatu gelombang peristaltik, serta masuk mengalami
invaginasi ke dalam segmen distal dari usus tersebut. Sekali terjebak, segmen yang masuk
tersebut oleh gerakan peristaltik didorong ke dalam segmen bagian distal, ikut menarik
mesenterium dibelakangnya (Robbins dan Kumar, 1995:266).

Volvulus yaitu usus memutar dan kembali kekeadaan, akibatnya lumen usus
menjadi tersumbat, menunjukkan adanya pemelintiran (pemutaran) dari saluran usus,
kira-kira pada dasar pelekatan mesenterik. Hal ini sering terjadi pada usus halus, tapi
saluran sigmoid yang sangat berlebihan munkin dapat terkena. Obstruksi dan infrak sering
terjadi pada kasus ini (Robbins dan Kumar, 1995:266).

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.57 Tidak ada komentar:

Patofisiologi

A. Patofisologi

Ketika peristaltik berhenti daerah usus yang terlibat akan menjadi kembung dengan
gas dan cairan. Dalam satu hari kurang lebih 8 liter cairan dikeluarkan ke dalam lambung
dan usus halus, secara normal sebagian besar cairan ini direabsorbsi di dalam kolon. Jika
peristaltik berhenti, bagaimanapun akan banyak cairan tertahan di dalam lambung dan
usus kecil. Cairan yang tertahan ini meningkatkan tekanan pada dinding mukosa dan jika
tidak dikeluarkan mengakibatkan iskemic nekrosis, invasi bakteri dan akhirnya
peritonitis. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium
dari sel mengakibatkan alkolosis hypokalemik. Ketika obstruksi mekanik terjadi
gelombang peristaltik sebelah proksimal dari daerah obstruksi meningkat sebagai usaha
untuk mendorong isi usus melewati obstruksi. Gerakan peristaltik ini menyebabkan bising
usus yang tinggi.

Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan menyebabkan ventilasi paru-
paru terganggu oleh tekanan pada diafragma. Tekanan pada kandung kemih dapat
menyebabkan retensia urine. Konstipasi terjadi pada obstruksi mekanik karena sebagian
dari feses biasanya lewat daerah obstruksi. Jika peristaltik berhenti sepenuhnya seperti
pada ileus paralitik atau obstruksi organik yang komplit, maka tidak terjadi defekasi sama
sekali (obstruksi) (Long, B.C, 1996:244).

Laparatomi merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen yang


merupakan stressor pada tubuh. Respon tersebut terdiri dari respon sistem saraf simpati
dan respon hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stres
terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah maka mekanisme kompensasi
tubuh terlalu berat sehingga shock akan menjadi akibatnya. Respon metabolisme juga
terjadi karbohidrat dan lemak dimetabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh
dipecah untuk menyajikan asam amino yang akan digunakan untuk membangun sel
jaringan yang baru (Rumahorbo, H, 2000:207). Pemulihan fungsi usus, khususnya fungsi
peristaltik setelah laparatomi jarang menimbulkan kesulitan. Illues adinamik atau paralitik
selalu terjadi selama satu sampat empat hari setelah laparatomi, bila keadaan ini menetap
disebabkan karena peradangan di perut berupa peritonitis atau abses dan karena
penggunaan obat-obat sedatif (Sjamsuhidayat, 1997:387).

Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan adanya


kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri sehingga mengeluarkan zat
kimia berupa histamin, bradikimin, prostaglandin akibatnya timbul nyeri.

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.55 Tidak ada komentar:

Fokus Pengkajian

A. Fokus Pengkajian

Observasi Temuan

1. Khusus

a. Usus Halus

Pada usus halus terjadi nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi,
distensi jaringan, mual, muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna dan
kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu hitam dan fekal, dehidrasi
cepat : asidosis.

b. Usus Besar

Pada usus besar terjadi ketidaknyamanan abdominal ringan, distensi berat,


dehidrasi laten : asidosis jarang.

2. Umum

Pada pengkajian umum dapat terjadi anoreksia dan malaise, demam, takikardia,
diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus
secara rectal/perostomi, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising
usus (lanjut), retensi perkemihan, leukositosis (Tucker, 1998:325), menurut
Sjamsuhidayat fokus pengkajian post operasi yaitu nyeri tekan jika meluas,
mengembangnya distensi perut, adanya perdarahan, suhu badan meningkat, takikardia,
perubahan mental (takut, gelisah, somnolen), masa yang nyeri khususnya jika disertai
suhu tinggi (Sjamsuhidayat, 1997:843).

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.53 Tidak ada komentar:

Fokus Intervensi

A. Fokus Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges,


1999:500)

Tujuannya nyeri hilang atau terkontrol. Intervensinya kaji laporan nyeri dari
pasien, monitor vital sign, beri posisi nyaman, dorong pasien untuk melaporkan nyeri,
segera bila nyeri mulai terasa, dorong, penggunaan teknik relaksasi, beri obat
analgetik.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan fungsi usus tidak
efektif (Doenges, 1999:503)

Tujuannya yaitu tidak ada tanda kekurangan nutrisi dan malnutrisi.


Intervensinya tinjau faktor-faktor individu dalam kemampuan mencerna makanan,
dengarkan bunyi usus dan palpasi perut, berikan cairan per parenteral, catat intake dan
output.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan muntah dan distensi (Tucker, 1998:326)

Tujuannya turgor kulit baik, membran mukosa lembab, vital sign normal, berat
badan stabil, haluan urine 30 ml/jam, intervensinya pertahankan puasa, kaji tingkat
hidrasi, pantau tanda vita setiap 2 – 4 jam, ukur masukan dan haluan setiap 8 jam,
timbang badan setiap hari pada jam, pakaian dan timbangan yang sama, pantau
elektrolit, Hb dan Ht serum.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges, 1999:502)

Tujuannya mencapai pemulihan luka tepat waktu. Intervensinya pantau vital


sign, observasi daerah luka, pertahankan perawatan luka aseptik, beri antibiotik.

5. Perubahan eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan tindakan pembedahan (Doenges,


1999:505)

Tujuannya fungsi usus kembali baik. Intervensi dengarkan bising usus, laporkan
bila ada nyeri abdomen, observasi pergerakan usus, beri pelunak feses.

6. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi berhubungan dengan kurang


informasi (Doenges, 1999:506)
Tujuannya mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya. Intervensinya
tinjau prosedur pembedahan dan harapan post operasi, bicarakan pentingnya intake
yang seimbang dan adekuat, demonstrasikan perawatan luka atau ganti balut, jelaskan
kebutuhan untuk menghindari konstipasi.

7. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan


(Doenges, 1999:504)

Tujuannya mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi.


Intervensinya memantau tanda-tanda vital, pertahankan pasien tirah baring total
(posisi lutut tertekuk), gunakan plester kertas untuk balutan, berikan
pengikat/penyokong untuk lansia dan pasien gemuk bila diindikasikan.

8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Carpenito, 1998:5)

Tujuannya menunjukkan kemampuan melakukan peningkatan tleransi aktifitas.


Intervensinya kaji respon individu terhadap aktivitas, tingkatkan aktivitas secara
bertahap, anjurkan pasien metode penghematan energi untuk aktivitas, instruksikan
pasien untuk konsultasi kepada dokter dan ahli terapi fisik untuk program latihan
jangka panjang.

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.48 Tidak ada komentar:

Resume Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 08.00 WIB pada pasien Ny.
S di RSU Purbowangi Gombong Ruang Rahmah (17) oleh Nur Angky Wibisono.

1. Identitas Pasien

Ny. S, 45 tahun, jenis kelamin perempuan, suku Jawa, Indonesia, pendidikan


SD, agama Islam, pekerjaan tani, alamat Candirenggo RT 6/5 Ayah, tanggal masuk 16
Juni 2008 pukul 18.30 WIB.

2. Riwayat Keperawatan

11

Keluhan utama pasien nyeri pada perutnya, perut kembung, tidak bisa bab. Pasien
mengatakan sudah menderita penyakit ini sejak satu minggu yang lalu dan sudah diobati ke
Puskesmas dan mantri tetapi tidak juga sembuh. Sebelum masuk ke rumah sakit, pasien
mengeluh perut terasa kencang, kembung, badan panas, mual, muntah, badan lemas, pasien
tidak bisa BAB, tidak bisa kentut. Kemudian oleh keluarga dibawa ke RSU Purbowangi
Gombong tanggal 16 Juni 2008 jam 18.30 WIB. Sampai di IGD keadaan umum lemah,
kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi 84 x/menit, suhu badan 38,50C,
pernafasan 20 x/menit. Pasien dianjurkan rawat inap dan mendapat terapi infus RL 20
tetes/menit. Dan dari hasil pemeriksaan dan pengkajian diperoleh data adanya obstruksi usus
dan harus dilakukan operasi laparatomi. Operasi laparatomi dilakukan pada tanggal 17 Juni
2008 pukul 21.00 WIB. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008
diperoleh data pasien mengatakan nyeri apda bekas luka operasi, dengan skala nyeri 4, wajah
terlihat meringis kesakitan, pasien berbaring di tempat tidur tidak bisa beraktifitas, pasien
mengatakan nafsu makan menurun hanya menghabiskan 4 sendok dari yang disediakan
rumah sakit. Pasien BAB lebih dari 3 kali perhari, dengan konsistensi lembek. Gerak dan
keseimbangan pasien belum bisa melakukan aktivitas karena pasien masih merasa lemas,
nyeri pada perutnya apabila digerakkan, aktivitas selalu dibantu oleh keluarganya, pasien
menanyakan tentang penyakit dan perawatannya.

Pemeriksaan fisik pada saat pengkajian keadaan umum pasien lemah, kesadaran
komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, suhu 37,20C,
mata bentuk simetris, konjungtiva anemis, kebersihan rambut kurang, rambut terlihat
kotor dan kusam, perut terasa nyeri pada bekas operasinya dan ada nyeri tekan,
peristaltik terdengar cepat. Pasien mengatakan lukanya tidak sembuh-sembuh dan
terasa sakit, terdapat luka operasi sepanjang kurang lebih 10 cm dengan jahitan luka
sebanyak 12 pada daerah abdomen bawah pusat, luka operasi kering tidak ada pus,
balutan luka bersih, pada ekstremitas atas kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit


7.400/m3, gula sewaktu 110mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada 21 Juni 2008 ureum 89,0
mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi
obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml,
Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat
oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg. Diit pasien bubur halus.

3. Pengkajian Fokus

Pada tanggal 23 Juli 2008 pukul 08.00 WIB didapatkan data-data antara lain
pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi dan perutnya terasa sakit bila
ditekan, nafsu makan pasien menurun dan hanya menghabiskan 5 sendok makan,
pasien merasa lemas, berat badan menurun, adanya luka bekas operasi sepanjang 10
cm, terpasang infus RL dan terpasan kateter, perutnya terasa nyeri bila digerakkan,
keadaan pasien lemas, pasien belum bisa melakukan aktivitas, semua keperluan masih
dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien hanya tiduran di tempat tidur, personal
hygiene masih kurang dengan terlihat rambut pasien yang kusam dan kotor, tanda-
tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, nadi 84 xmenit, suhu
37,20C, pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3,
gula sewaktu 110 mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada tanggal 21 Juni 2008 ureum 89,0
mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi
obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml,
Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat
oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg.

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.46 Tidak ada komentar:

Analisa Data

1. data subjektif : pasien mengatakan nyei pada perutnya pd lka operasi


data objektifnya : wajah pasien terlihat cemas,meringis,menahan kesakitan,skala nyeri
4,terdapat jahitan luka operasi sebanyak 12 jahitan

Masalah yg muncul : Nyeri berhubungan dngan insisi luka post operasi laparatomi.

2. Data subjektif : pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Data objektifnya : pasien terlihat hanya menghabiskan 5 sendok makan yg disediakan


dari pumah sakit,pasien terlihat lmas,berat badan menurun,konjugtiva anemis.

Masalah yang muncul : Gangguan nutrisi kurang dari kebutauhan brhubungan dengan
intake in adekuat.

3. data subjekif : -

Data objekif : terdapat luka operasi sepanjang 10cm, balutan luka kotor. Terpasang
infus RL 20 tts / mnt, terpasang kateter, luka operasi sudah mengering.

Masalah yg muncul : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya


mikoorganisme sekunder dari infus luka.

4. Data subjektif : pasien mengatakan tubuhnya lemas

Daya objektif : pasien hanya terlihat tiduran dan aktifitas dibatasi,personal hygien
kurang, rambut kusam dan kotor,aktifitas masih dibantu keluarga.

Masalah yg muncul : defisit keperawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Data subjektif : Psien tidak mengerti tentang penyakitnya dan perawatannya

Data objektif : Pasien terlihat cemas dan bertanya kepada perawat

Masakah yg muncul : Kurangnya informasi berhubungan dengan kurangan


pengetahuan.

6. Data subjektif : pasien mengatakan perutnya sakit

Data objektifnya : pasien terlihat memegangi perutnya,Dan pasien terlihat lemas,


pasien Belum BAB

Masalah yg muncul : Gangguan pola eliminasi BAB berhunga dengan penurunan


peristaltik usus.

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.45 Tidak ada komentar:

Diagnosa Yg Muncul

Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas :

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luka post operasi laparatomi.


2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake in adekuat.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan media sekunder adanya jalan masuk


mikroorganisme.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.13 Tidak ada komentar:

Intervensi,implementasi,evaluasi

A. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

Dari masalah-masalah yang muncul pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB
dapat disusun rencana asuhan pada Ny. S dengan obstruksi usus sebagai berikut :

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luka post operasi laparatomi.

Tujuannya setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 hari diharapkan


masalah nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil nyeri berkurang, skala nyeri 2 dan
wajah terlihat rileks.

Adapun rencana tindakannya adalah kaji skala, frekuensi, lokasi nyeri, ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam, berikan posisi yang nyaman, kolaborasi pemberian
analgetik.

Tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB mengkaji karakteristik, skala nyeri
respon skala nyeri 4, wajah meringis kesakitan. Pukul 09.00 WIB mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam respon pasien kooperatif, mau melakukan anjuran dari petugas,
pukul 09.15 WIB memberikan posisi yang nyaman bagi pasien, respon pasien merasa
nyaman. Pukul 11.30 WIB memberikan obat analgetik respon pasien obat dapat
masuk. Tanggal 24 Juni 2008 pukul 07.15 WIB mengkaji skala nyeri respon pasien
skala nyeri 4, pukul 07.45 WIB mengajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas
dalam dan mengeluarkan perlahan-lahan respon pasien mengatakan bisa
melakukannya bila nyeri datang. Pukul 12.00 WIB memberikn obat therapi injeksi
respon obat dapat masuk. Pukul 07.30 WIB memonitor TTV (Tanda-tanda Vital),
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, Suhu 37,20C, R: 24 x/menit.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB adalah data subyektif
pasien mengatakan perutnya masih sakit bila ditekan, skala nyeri 3, data obyektif
wajah pasien terlihat rileks, terdapat luka jahitan sebanyak 12, luka sudah kering.
Masalah teratasi sebagian karena skala nyeri masih 3. lanjutkan intervansi, monitor
skal nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan obat analgetik sesuai advis
dokter. Didelegasikan pada perawat ruang tentang kondisi pasien.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake in adekuat


Tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan
gangguan nutrisi dapat teratasi, dengan kriteria hasil berat badan seimbang, albumin
dan hemoglobin naik mendekati normal, menghabiskan ½ porsi makan.

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan penulis antara lain


mengkaji pola makan pasien, menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik dalam porsi kecil tapi sering, memberikan informasi tentang pentingnya
nutrisi sesuai diit, menjaga kebersihan oral hygiene.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 23 Juni 2008 pukul
09.00 WIB. Mengkaji pola makan pasien, respon pasien makan hanya 4 sendok
makan, pukul 10.00 WIB menjelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, respon pasien
mau mendengarkan dan tahu nutrisi yang adekuat penting untuk proses penyembuhan.
Pukul 10.15 WIB memberikan penjelasan kepada pasien untuk menjaga oral hygiene,
respon pasien kooperatif. Tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.00 WIB mengkaji pola
makan pasien respon pasien hanya menghabiskan ½ porsi makan dari yang disediakan.
Pukul 09.00 WIB memotivasi pasien untuk menghabiskan makanannya, respon pasien
akan berusaha melakukannya.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 07.00 WIB didapatkan data subyektif
pasien mengatakan nafsu makan meningkat, daya obyektif pasien terlihat sudah tidak
lemas, menghabiskan ½ porsi makan, BB : 42 kg, masalah dapat teratasi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan media sekunder jalan masuk


mikroorganisme terhadap luka post operasi dan tindakan invasive.

Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari resiko


tinggi infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor,
kolor, dolor, fungsiolesa), balutan luka bersih tidak ada pus pada daerah luka, tidak
terjadi peningkatan suhu tubuh.

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan penulis antara lain


memonitor tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka dengan memperhatikan
prinsip steril, observasi dan peningkatan suhu tubuh, melakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan memberikan obat antibiotik.

Tindakan yang telah dilakukan oleh penulis antara lain pada tanggal 23 Juni
2008 pukul 08.15 WIB mengkaji tanda-tanda infeksi respon yang didapat adalah
daerah di sekitar luka sudah kering, terdapat jahitan luka sebanyak 12 jahitan, pukul
08.30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital, hasil yang diperoleh adalah tekanan
darah 120/70 mmHg, Nadi 84 x / menit, S : 37,20 C. Pada pukul 10.30 WIB
melakukan perawatan luka, hasil yang diperoleh luka sudah kering. Pukul 12.30 WIB
memberikan terapi injeksi respon pasien obat telah masuk. Pada tanggal 24 Juni 2008
pukul 07.00 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi respon yang didapat daerah
sekitar luka sudah kering, pukul 07.30 WIB memonitor tanda-tanda vital, respon yang
didapat Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, S : 37,20 C, R : 24 x/menit.
Pada pukul 10.00 WIB mengganti balutan luka dengan teknik septic dan aseptic,
respon balutan luka bersih. Pada pukul 10.15 WIB mengobservasi adanya peningkatan
suhu tubuh, respon pasien suhu 37,20 C. Pada pukul 11.30 WIB memberikan terapi
injeksi, respon obat masuk dan tidak ada alergi.
Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB adalah data obyektif
kateter masih terpasang, luka masih ada balutan sudah kering, tidak ada tanda-tanda
infeksi, luka bersih, terpasang infus RL 20 tetes/menit. Masalah teratasi, tindakan
yang perlu didelegasikan pada perawat ruangan adalah memonitor tanda-tanda infeksi,
monitor tanda-tanda vital, melakukan perawatan luka dengan memperhatikan prinsip
steril, berikan obat antibiotik sesuai advis.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari


diharapkan defisit perawatan diri dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien dapat
melakukan perawatan diri sendiri ada peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah kaji tingkat


kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap, libatkan keluarga
dalam menjaga kebersihan, membantu aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh
pasien serta memotivasi untuk melakukan tindakan mandiri.

Pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 09.00 WIB tindakan keperawatan yang
dilakukan penulis adalah memberikan posisi yang nyaman untuk istirahat respon
pasien merasa nyaman, pukul 10.15 WIB memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menjaga oral hygiene, respon pasien mau melaksanakan yang dianjurkan petugas,
pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.30 WIB membantu aktivitas pasien mencuci
rambut bersih, pukul 09.00 WIB melibatkan keluarga dalam menjaga kebersihan diri,
respon pasien dan keluarga mau mendengarkan penjelasan yang diberikan.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB didapatkan data subyektif
pasien mengatakan tubuhnya masih lemas, data obyektif pasien bedrest, aktivitas
terbatas, pasien masih lemas, masalah belum teratasi. Rencana tindakan yang perlu
didelegasikan pada perawat ruangan adalah motivasi pasien untuk melakukan aktivitas
secara bertahap.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan kurang


pengetahuan dapat diatasi dengan kriteria hasil pasien tidak banyak bertanya, pasien
mengetahui tentang proses penyakit dan pengobatannya.

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah kaji tingkat


pengetahuan pasien, beri kesempatan pasien untuk bertanya, berikan dukungan positif,
berikan informasi tentang penyakit dan pengobatannya.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 10.00
WIB memberikan informasi kepada pasien tentang pentingnya nutrisi terhadap proses
penyembuhan penyakit, respon pasien mau mendengarkan anjuran yang diberikan,
pukul 12.00 WIB mengkaji tingkat pengetahuan pasien, respon pasien belum tahu
tentang penyakitnya. Pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 10.20 WIB memberikan
penjelasan atau informasi tentang perawatan luka di rumah, respon pasien dan
keluarga terlihat mengerti dan memahami penjelasan yang diberikan.
Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB didapatkan data-data
subyektif pasien mengatakan sudah mengetahui tentang perawatan luka, data obyektif
pasien paham dan mengerti tentang perawatan luka, masalah dapat teratasi. Tindakan
perawatan yang perlu didelegasikan pada perawat ruangan adalah memberikan
kesempatan kepada pasien untuk bertanya.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus

Tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan


gangguan eliminasi BAB dapat teratasi dengan kriteria hasil BAB 1 kali dalam sehari,
lemas berkurang.

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis adalah kaji frekuensi


BAB, kaji warna intensitas feses, auskultasi peristaltik usus, kaji pola makan pasien,
kolaborasi dengan ahli gizi.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 09.30
WIB mengkaji pola makan pasien, respon pasien makan hanya 5 sendok makan, pukul
10.00 WIB memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi, respon pasien terlihat
mendengarkan penjelasan yang disampaikan, pukul 11.40 WIB mengkaji frekuensi
BAB, auskultasi bunyi usus, respon pasien belum BAB, tanggal 24 Juni 2008 pukul
08.10 WIB mengkaji auskultasi bunyi usus respon pasien peristaltik terdengar cepat,
pukul 08.15 WIB mengkaji pola makan pasien respon pasien menghabiskan ½ porsi
makan.

Evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukul 11.15 WIB didapatkan data-data
subyektif pasien mengatakan perutnya masih mules, data obyektif pasien terlihat
memegangi perutnya, pasien sering BAB, pasien terlihat lemas, masalah belum
teratasi, tindakan yang perlu didelegasikan kepada perawat adalah mengkaji frekuensi
BAB, mengkaji warna intensitas feses, mengkaji auskultasi peristaltik usus.

Diposkan oleh obstruksi usus di 01.11 Tidak ada komentar:

Pembahasan

PEMBAHASAN

Pada BAB III akan dibahas Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis
Post Operasi Laparatomi Hari ke-6 dengan indikasi obstruksi usus dan menggunakan
pemecahan masalah secara ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan.

1. Nyeri berhubungan dengan insisi luk post operasi laparatomi

Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa
ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan
atau kurang (Carpenito, 2000:45).

Masalah keperawatan ini muncul karena adanya luka post operasi sehingga ada
diskontinuitas jaringan yang terputus dan merangsang aseptor nyeri.
Diagnosa tersebut dirumuskan karena didukung dengan adanya data-data yang
subyektif yaitu pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Data obyektif pasien
tampak menahan sakit dengan wajah terlihat meringis, skala nyeri 4, terdapat jahitan luka
sebanyak 12, TD : 120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, S : 37,20 C, R : 24 x/menit. Diagnosa
ini penulis prioritaskan pada nomor pertama karena berdasarkan pada kebutuhan menurut
Maslow. Pada gangguan nyeri bila tidak segera diatasi akan menganggu aktivitas dan rasa
nyaman pasien. Tindakan dan rasionalisasi yang dilakukan penulis antara lain :

a. Mengkaji skala, frekuensi, lokasi


nyeri
24
Dengan mengkaji skala nyeri bisa
mengetahui tingkat gangguan rasa nyeri
pasien. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:511) yaitu dengan mengetahui kualitas
nyeri dapat mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi. Hasil
evaluasi dari tindakan ini skala nyeri pasien 3, lokasi nyeri pada abdomen bawah
pusat, wajah terlihat rileks.

b. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Hal ini dilakukan agar dengan melakukan teknik relaksasi pasien dapat
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping
terhadap nyeri tindakan ini didukun oleh (Doenges, 2000:501). Hasil evaluasi dari
tindakan ini adalah nyeri pasien dapat berkurang dengan menarik nafas dalam dan
membuangnya secara perlahan-lahan.

c. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien

Tindakan tersebut ini dilakukan karena posisi yang nyaman dapat mengurangi
rasa nyeri. Hal ini didukung dari buku (Doenges, 2000:501) yaitu memudahkan
pemulihan otot atau jaringan dengan menurunkan tegangan abdomen dan
memperbaiki sirkulasi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah dapat mengurangi rasa nyeri apabila posisi
telah nyaman.

d. Memberikan obat analgetik toradol 1 ml

Hal ini dilakukan agar nyeri pasien berkurang. Tindakan ini didukung oleh
(Doenges, 2000:501) yaitu menurunkan nyeri dan menurunkan ketegangan otot. Hasil
evaluasi dari tindakan ini setelah beberapa jam minum obat, nyeri pasien berkurang.

Menurut data masalah keperawatan nyeri teratasi sebagian karena faktor penyebab
utamanya luka karena tindakan operasi/pembedahan belum sembuh sehinggan timbul rasa
nyeri. Rencana selanjutnya mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi
yang nyaman, memberikan obat analgetik, mengkaji skala nyeri.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimana
individu yang tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami berat badan yang
berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak
adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2000:259).

Masalah keperawatan ini muncul karena ada proses pembedahan akan


mempengaruhi efek saluran cerna dan akan mengakibatkan peristaltik usus tidak aktif
sehingga terjadi pembatasan peroral dan mengakibatkan intake in adekuat, penurunan
berat badan dan penurunan HB menunjukkan adanya gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.

Diagnosa ini dirumuskan karena ada data-data yang mendukung yaitu data
subyektif pasien mengatakan nafsu makan kurang, mual, pasien hanya habis 5 sendok
makan, data obyektif pasien terlihat lemas, berat badan menurun sebelumnya 45 kg dan
sekarang 42 kg, konjungtiva anemis, HB 9,6 gr %.

Diagnosa ini diangkat karena gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bila
tidak segera ditangani akan terjadi penurunan daya tahan tubuh dan proses penyembuhan
akan terhambat sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut :

a. Mengkaji pola makan pasien

Hal ini dilakukan untuk membantu dalam mengidentifikasi difisiensi dan


kebutuhan diit serta jumlah nutrien yang masuk, tindakan ini didukung oleh (Doenges,
2000:503). Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien hanya mampu menghabiskan
setengah porsi yang disediakan rumah sakit.

b. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik

Hal ini dilakukan agar pasien merasa tertarik dengan makanan yang disajikan
sehingga nafsu makan pasien akan meningkat serta dengan melihat porsi makan yang
sedikit tidak ada keragu-raguan bagi pasien untuk menghabiskan makanannya. Hal ini
didukung dari buku (Doenges, 2000:479), yaitu makanan yang menarik akan
memberikan rasa kontrol pada pasien sehingga dapat meningkatkan masukan dan
keragu-raguan untuk makan mungkin disebabkan oleh takut makanan yang akan
menyebabkan eksaserbasi gejala.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien merasa senang sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan pasien, menghabiskan ½ porsi sesuai diit.

c. Memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit bubur halus

Hal ini dilakukan untuk menambah pengetahuan pasien tentang diit yang sesuai
untuk pasien untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini didukung dari
buku (Doenges, 2000:504) yaitu diit penting untuk mengembalikan fungsi usus normal
dan meningkatkan masukan nutrisi adekuat sehingga menurunkan resiko terhadap
komplikasi pasca operasi.
Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien mengetahui tentang pentingnya nutrisi
sesuai diit dan mengerti pentingnya nutrisi yang masuk untuk ketahanan tubuh pasien
dan proses penyembuhan.

d. Menjaga kebersihan oral hygiene

Melakukan tindakan tersebut karena dengan mulut yang bersih akan


meningkatkan rasa makanan sehingga nafsu makan akan bertambah. Hal ini didukung
dari buku (Doenges, 2000:479) yaitu mulut yang bersih akan meningkatkan cita rasa
makanan.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien terlihat mendengarkan penjelasan yang
diberikan dan memahami tentang pentingnya menjaga kebersihan oral hygiene.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan dapat teratasi karena sudah ada peningkatan nafsu makan, pasien
menghabiskan ½ porsi makan, pasien sudah tidak terlihat pucat, diit dari rumah sakit
bubur halus. Rencana selanjutnya pertahankan intervensi. Dengan motivasi pasien untuk
menghabiskan makanannya, menyajikan dalam keadaan hangat dan menarik dalam porsi
sedikit tapi sering, memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi sesuai diit. Rencana
selanjutnya mengkaji pola makan pasien, menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik, memberikan informasi pentingnya nutrisi.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi

Resiko tinggi terhadap infeksi adalah keadaan di mana seorang individu terserang
oleh agen patogenik atau oportunisik (virus, bakteri, jamur, protozoa atau parasit lain) dari
sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2000-204).

Menurut data masalah keperawatan ini muncul karena ada saluran invasif dan luka
post operasi yang bisa diserang oleh agen patogenik. Diagnosa ini dirumuskan karena
didukung dengan adanya data-data yaitu data obyektif yaitu adanya luka operasi atau
insisi, terpasang infus RL 20 tetes, terpasang kateter, lekosit 7.400/m3.

Diagnosa ini diprioritaskan pada nomor ketiga karena bila masalah tersebut tidak
segera diatasi maka akan menimbulkan masalah baru dan memperlambat proses
penyembuhan.

Tindakan dan rasionalisasi yang dilakukan adalah :

a. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi

Hal ini dilakukan karena dengan mengetahui munculnya tanda-tanda infeksi bisa
menyusun rencana untuk melakukan perawatan daerah sekitar saluran invasif dan luka
yang lebih optimal. Didukung oleh (Doenges, 2000:502) yang menyatakan bahwa
deteksi dini adanya infeksi, memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan
mencegah komplikasi yang lebih serius.

Evaluasi dari tindakan ini adalah tidak ada tanda-tanda infeksi baik di luka post
operasi atau saluran invasifnya.
b. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat adanya media
masuk dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi dan ini didukung oleh (Doenges,
2000:502) yaitu untuk melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian
balutan dan mencapai pemulihan luka tepat waktu. Balutan basah bertindak sebagai
sumbu retograd dan menyerap kontaminan eksternal.

Evaluasi dari tindakan ini adalah luka kering, kasa bersih, infus dan kateter
pasien bersih.

c. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan medikasi luka

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi dan didukung oleh
(Doenges, 2000:502) yang menyatakan bahwa kurangi organisme yang masuk ke
dalam individu dengan cuci tangan dengan cermat berteknik aseptik dan septik.

Evaluasi dari tindakan ini adalah luka pasien bersih dan kering, tidak ada tanda-
tanda infeksi.

d. Observasi adanya peningkatan suhu tubuh

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien dan untuk


mengobservasi tanda-tanda infeksi. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:503) yaitu
suhu malam hari memuncak dan kembali normal pada pagi hari adalah karakteristik
infeksi.

Evaluasi dari tindakan ini adalah suhu pasien normal, S : 37,20 C.

e. Memberikan obat antibiotik cefotaxim 1000 mg

Tindakan ini dilakukan karena dengan memberikan obat antibiotik dapat


membantu membunuh kuman atau bakteri, didukung oleh buku (Doenges, 2000:503)
yang menyatakan bahwa mencegah infeksi dari penyebaran jaringan sekitar atau aliran
darah.

Evaluasi dari tindakan ini adalah obat masuk dan tidak ada reaksi alergi.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan resiko infeksi tidak terjadi
karena adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor dan fungsiolesa) pada saluran
invasif dan luka bekas operasi. Rencana selanjutnya mengkaji tanda-tanda infeksi,
melakukan perawatan luka dengan prinsip steril, memberikan obat antibiotik sesuai
advis.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kerusakan fungsi motorik dan fungsi kognitif yang menyebabkan penurunan kemampuan
untuk melakukan tindakan perawatan diri (Carpenito, L.J, 2000:330).
Masalah keperawatan ini muncul karena perawatan diri merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam kondisi apapun kebersihan harus tetap dijaga, jika hal ini dibiarkan
akan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pasien dan mengakibatkan kuman mudah
berkembang.

Diagnosa ini dirumuskan karena didukung oleh data-data subyektif pasien


mengatakan pasien merasa lemas. Data subyektif pasien hanya tiduran terus, personal
hygiene kurang dengan terlihat rambut kusam dan kotor. Diagnosa ini diangkat agar
pasien diistirahatkan dan dapat meningkatkan toleransi aktivitas. Tindakan yang
dilakukan oleh pasien adalah :

a. Mengkaji kemampuan untuk melakukan aktivitas

Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana as dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dan ini didukung oleh (Doenges, 2000:512) yang menyatakan bahwa
membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual. Evaluasi dari tindakan ini adalah aktivitas pasien dibantu perawat dan
keluarga.

b. Melakukan aktivitas secara bertahap

Dilakukannya tindakan tersebut untuk meningkatkan kemandirian pasien dan


meningkatkan kemampuan perawatan diri. Hal ini didukung oleh (Doenges, 2000:512)
yang meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat serta mempermudah kembali ke
aktivitas normal.

Evaluasi dari tindakan tersebut karena keluarga merupakan faktor dominan yang
sangat berperan dalam proses pemenuhan ADL pasien. Hal ini didukung dari buku
(Doenges, 2000:512) yaitu pemahaman dan peran serta keluarga meningkatkan
kerjasama dengan program terapi yang akan meningkatkan penyembuhan dan proses
perbaikan.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien menjadi merasa lebih aman, nyaman
dengan adanya peran serta dari keluarga dalam pemenuhan ADL pasien.

Hasil evaluasi selama melakukan asuhan keperawatan masalah belum teratasi


karena penyebab defisit perawatan diri adalah karena kelemahan fisik pasien akibat
adanya nyeri pada luka post operasi sehingga menyebabkan tirah baring dan terjadi
kelemahan fisi sehingga pasien tidak dapat untuk melakukan perawatan diri dan aktivitas
sehari-hari. Tindakan selanjutnya mengkaji kemampuan melakukan aktivitas, melibatkan
keluarga dalam menjaga kebersihan diri.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau


kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor
berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito L.J, 2000:223).

Menurut data masalah ini muncul karena adanya tindakan operasi, sehingga pasien
merasa khawatir dengan keadaannya tersebut karena kurangnya informasi. Jika diagnosa
ini tidak diangkat dikhawatirkan akan memperberat beban pikir pasien dan keluarga. Hal
ini juga akan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.

Rasionalisasi tindakan yang telah dilakukan :

a. Mengkaji tindakan pengetahuan pasien

Dilakukan tindakan tersebut karena untuk mengetahui sejauh mana dan keluarga
mengetahui tentang penyakit dan perawatannya. Hal ini didukung dari buku (Doenges,
2000:506) yaitu belajar lebih mudah bila mulai dari pengetahuan peserta belajar.

Evaluasi dari tindakan ini adalah pasien selalu menanyakan tentang penyakit dan
perawatannya.

b. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Dilakukan tindakan agar pasien mau bertanya tentang keluhan yang dirasakan,
diharapkan pasien mengerti dan mampu menghindari tindakan yang memicu
kekambuhan serangan. Didukung oleh buku (Doenges, 1999) pengetahuan tentang
faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari kambuhnya serangan. Evaluasi
dari tindakan tersebut pasien dapat mengerti dan memahami apa yang telah dijelaskan.

c. Memberi reinforcement positif

Tindakan ini dilakukan untuk menambah keyakinan dan dorongan dalam


menghadapi kondisi sekarang. Rasionalisasinya dapat membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan tidak membuat ketergantungan pasien. Evaluasi pasien merasa
yakin bahwa penyakitnya akan sembuh dan tidak cemas lagi.

d. Memberikan informasi tentang penyakitnya dan perawatannya

Tindakan ini dilakukan karena setelah pendidikan kesehatan, diharapkan


pengetahuan dan informasi tentang penyakit dan perawatan luka dapat dimengerti
dengan baik. Hal ini didukung oleh (Doenges, 200:506) yang pengetahuan dasar yan
akurat memberikan kesempatan pasien/keluarga untuk membuat keputusan
informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun
kebanyakan pasien/keluarga tahu tentang penyakitnya, mereka dapat mengalami
informasi yang telah tertinggal atau salah konsep. Evaluasinya pasien dapat memahami
dan mengerti penjelasan yang diberikan.

Hasil evaluasi setelah melakukan asuhan keperawatan masalah kurang


pengetahuan dapat teratasi karena pasien dan keluarga pasien dapat mengerti dan
memahami dengan penjelasan yang diberikan. Didukung oleh adanya umpan balik
partisipasi keluarga dalam perawatan pasien. Rencana selanjutnya memberi kesempatan
pasien untuk bertanya, memberikan informasi tentang penyakit dan perawatannya.

6. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus

Yaitu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam kebiasaan buang air
besar yang normal, ditandai dengan seringnya kehilangan cairan, feses yang terbentuk
(Tucker, S.M, 1998:8). Menurut data masalah keperawatan ini muncul karena dengan
berhentinya peristaltik akan menyebabkan obstruksi mekanis pada usus dan menyebabkan
obstipasi atau konstipasi yang mengakibatkan gangguan pola eliminasi BAB.

Diagnosa ini dirumuskan karena ada data-data yang mendukung yaitu data
subyektif pasien mengatakan perutnya mules. Data obyektif pasien terlihat memegangi
perutnya, pasien sering terlihat BAB lebih dari 3 kali sehari, terlihat lemas. Diangkat
diagnosa ini karena gangguan pola eliminasi BAB bila diare tidak segera ditangani akan
terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap proses penyembuhan akan terhambat
sehingga penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut :

a. Mengkaji frekuensi BAB

Tindakan ini dilakukan agar mengetahui intensitas frekuensi BAB pasien.

Evaluasi pasien BAB lebih dari 3 kali dengan konsistensi lembek.

b. Mengkaji warna, intensitas feses

Tindakan ini dilakukan agar mengetahui seberapa besar intensitas fesesnya. Hal

ini didukung oleh buku (Doenges, 2000:506), yaitu indicator kembalinya fungsi gastro

intestinal, mengidentifikasi ketepatan intervensi. Evaluasi tindakan ini pasien BAB

lembek warna kuning, intensitas lebih dari 3 kali sehari.

c. Auskultasi bising usus

Rasionalisasinya kembalinya fungsi gastro intestinal mungkin terlambat oleh

efek depresan dari anestesi, obat-obatan, adanya buny abnormal didukung oleh buku

(Doenges, 2000:506). Evaluasi bising usus tinggi lebih dari normal.

d. Mengkaji pola makan pasien

Tindakan ini dilakukan untuk membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan diit

serta jumlah nutrien yang masuk dan mengetahui resiko iritasi diare, didukung oleh
buku (Doenges, 2000:506). Evaluasi tindakan ini pasien menghabiskan ½ porsi

makan.

Hasil evaluasi dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu gangguan pola


eliminasi BAB belum teratasi, hal ini dikarenakan pasien masih merasa mules, keadaan
masih lemas, frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Untuk rencana selanjutnya adalah kaji
frekuensi BAB, kaji intensitas feses, kaji pola makan pasien, auskultasi peristaltic usus.
Rencana selanjutnya mengkaji frekuensi BAB, auskultasi bising usus, mengkaji pola
makan pasien.

Dalam tinjauan teori ada 8 kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul,


tetapi ada 3 diagnosa yang tidak muncul, karena penulis tidak menemukan data-data yang
menunjang kediagnosa tersebut yaitu :

1. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah dan distensi. Tidak

diangkatnya diagnosa ini karena input pasien cukup, pasien minum 6-7 gelas per hari,

pasien tidak mengalami demam, muntah.

2. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan.

Tidak dimunculkannya diagnosa ini karena masalah dan intervensinya telah

diantisipasi dan dilakukan pada diagnosa resiko infeksi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tidak dimunculkannya

diagnosa ini karena masalah yang muncul dan intervensinya yang disusun telah

diantisipasi dan dilakukan pada diagnosa defisit perawatan diri.

Diposkan oleh obstruksi usus di 00.58 Tidak ada komentar:

Rabu, 06 Agustus 2008


implikasi keperawatan

BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN

Selama dua hari penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa medis
post operasi laparatomi hari ke-6 dengan indikasi obstruksi usus. Penulis menemukan
beberapa masalah yang sebaiknya harus diatasi oleh perawat, yaitu :
1. Mengingat pentingnya peran perawat dalam rangka mencapai kesembuhan pasien yang
mana diberikan melalui asuhan keperawatan, maka hendaknya perawat meningkatkan
pengetahuan, meningkatkan kerjasama antar sesama tim kesehatan dan meningkatkan
loyalitas terhadap pasien agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan hubungan terapeutik antara
perawat dengan tim kesehatan lain dan perawat dengan pasien dapat terbina hubungan baik
sehingga asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien dapat terlaksana
dengan baik.
2. Pada masalah infeksi sebaiknya perawat atau tim kesehatan lain memperhatikan lagi
prinsip kesterilan dalam merawat luka sehingga tidak sampai terjadi infeksi berlanjut karena
hal ini dapat membahayakan diri pasien dan kepada keluarga atau pasien hendaknya dapat
menjaga kebersihan luka.
3.
38Pada masalah nyeri, sebaiknya perawat tidak hanya terpancang pada pemberian obat
analgetik tetapi perawat dapat memberikan alternatif untuk mengatasi keluhan nyeri seperti
mengajarkan teknik relaksasi (misalnya teknik tarik nafas dalam) atau teknik distraksi
(misalnya membaca koran atau majalah).
4. Pada masalah nutrisi sebaiknya perawat atau tim kesehatan lain lebih menjaga kebersihan
kamar pasien karena lingkungan yang bersih dapat meningkatkan selera makan pasien, dan
juga dalam pemeriksaan laboratorium yaitu pada hemoglobin dan albumin perlu diperhatikan,
karena sangat mempengaruhi perkembangan pasien.
5. Pada masalah defisit perawatan diri sebaiknya perawat lebih memotivasi pasien untuk
melakukan aktivitas tanpa bantuan dalam pemenuhan ADL sesuai toleransi karena hal ini
dapat merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ serta meningkatkan kemandirian
pasien.
Diposkan oleh obstruksi usus di 23.59 Tidak ada komentar:

daftar pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.P, K. St, 1997, Kamus Kedokteran, Djambatan, Jakarta.

Baughman D.C, & Hackley, J.C, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa : Yasmin
Asih, EGC, Jakarta.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi VIII, Volume II,
EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J, 1998, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Edisi VI, EGC,
Jakarta.

______2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi VI, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

______2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, Media Aeseolapius FKUI, Jakarta.
Ester, M, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Long, B.C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Jilid III, Yayasan IAPKP, Bandung.

Mansjoer, A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.

Robbins & Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi II, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidayat, 1997, Bahan Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.


Tucker, M.S, 1998, Standar Perawatan Pasien, Volume II, Edisi V, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai