discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/315933472
CITATIONS READS
0 86
3 authors, including:
Ayu Prawesti
Universitas Padjadjaran
7 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Pelatihan Manajemen Bencana Bagi Anggota Padjadjaran Nursing Corps (PNC) View project
All content following this page was uploaded by Ayu Prawesti on 09 August 2017.
Abstrak
Serangan jantung merupakan peristiwa terhambatnya aliran darah pada arteri koroner yang menyebabkan otot jantung
kekurangan oksigen sehingga terjadi kerusakan irreversibel miokard, reaksi tidak percaya, penolakan, marah, dan
takut akan kematian. Serangan jantung pada pasien dapat berdampak pada aspek fisik dan psikologis pasien tersbut dan
keluarganya. Staf pelayanan kesehatan termasuk perawat perlu lebih memahami perubahan yang terjadi sepanjang
perjalanan hidup pasien yang mengalami serangan jantung pertama kali agar tercapai asuhan keperawatan holistik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis terhadap empat laki-laki dan tiga perempuan yang
berusia antara 42–68 tahun melalui wawancara mendalam. Analisis hasil wawancara menggunakan metode Colaizzi.
Pengalaman hidup pasien yang mengalami serangan jantung pertama kali dikelompokkan ke dalam tiga tahapan.
Tahap pertama yaitu sebelum serangan; situasi yang mencetuskan dan menyebabkan serangan jantung. Tahap kedua
yaitu saat terjadi serangan jantung; nyeri dada seperti dihimpit beton, takut meninggal dunia, tidak percaya mengalami
serangan jantung, pentingnya kehadiran keluarga saat serangan, dan putus asa mencari pelayanan kesehatan.
Tahap ketiga yaitu selama perawatan; merasa sudah sembuh karena tidak nyeri dada lagi, pasrah dan berdoa serta
menganggap sakit sebagai cobaan dari Tuhan, keinginan tetap beribadah meskipun sakit, kebahagiaan memeroleh
kehidupan ke dua dari Tuhan, gangguan tidur selama perawatan, dan kesulitan pembayaran biaya rumah sakit.
Penelitian menemukan wawasan baru yaitu putus asa mencari pelayanan kesehatan, merasa sudah sembuh karena
tidak nyeri dada lagi, dan kebahagiaan memeroleh kesempatan hidup kedua dari Tuhan. Berdasarkan hasil temuan
maka perlu membuat sistem pertolongan yang cepat pada korban serangan jantung, meningkatkan pemahaman pasien
melalui pendidikan kesehatan mengenai serangan jantung yang dialami sehingga tercapai pelayanan yang paripurna.
Abstract
A heart attack is an inhibition of blood flow in the coronary arteries that causes oxygen deficiency to the heart
muscles, causing irreversible myocardial damage as well as disbelief, denial, anger, and fear of death in patients.
A heart attack affects the physical and psyhological aspects of the patient and their family. This situation requires
doctors and nurses to better understand the changes in the lives of patients who have their first heart attack in
order to reach holistic nursing care. This study uses qualitative method with phenomenological approach.
Data was collected by in-depth interviews with 4 men and 3 women between the age of 42 to 68. Data were
analyzed with Colaizzi method. Life experiences of patients who have their first heart attack are categorised
into 3 phases. The first phase is before heart attack occurs, i.e. circumstances that triggered heart attack. The
second phase is when heart attack occurs, e.g. chest pain as if being squeezed by a piece of concrete, fear of
death, disbelief, the importance of family during the attack, and desperately seeking medical services. The third
phase is during treatment, e.g. feeling better because chest pain has subsided, resignation, praying, considering
pain as a test from God, the intention to keep practicing religion in spite of being sick, feeling relieved and
happy to receive a second chance from God, sleep disorder during treatment, and difficulty to pay hospital costs.
This study discovered new forms of life experiences, including desperately seeking medical care, feeling
better because chest pain has subsided, and feeling happy to receive a second chance from God. The
findings of this study suggest the need for timely medical response for people having a heart attack,
increased involvement of family during the treatment of early heart attack, visits from clergy and improved
understanding of patients through health education, in order to develop an excellent medical service.
serangan jantung, saya pikir mah sakit dada sembuh, karena masih harus menjalani
biasa, karena saya kan engga merokok......” terapi pengobatan dan rehabilitasi. Berikut
(P 5) pernyataan partisipan:
“.....ya kaget, sedih juga harus sakit kayak “.....ibu ngerasa udah sembuh.....dah ga
gini, ibu kan rajin kerja dan ga pernah sakit sakit lagi jadi ibu pengen pulang, tapi belum
dada juga sebelumnya.....” (P 6) boleh....” (P 1)
“......bapak tidak merasakan nyeri lagi, sudah
Tema keempat yaitu pentingnya kehadiran sembuh, kalo boleh sih pengen cepet pulang,
keluarga saat serangan jantung, hal tersebut lama-lama disini bosan juga.....” (P 2)
sangat dirasakan partisipan seperti terungkap
pada pernyataan berikut: Tema kedua yaitu pasrah dan berdoa serta
“......kalo ga ada keluarga yang bantu ibu menganggap sakit sebagai cobaan dari Tuhan.
saat serangan jantung, mungkin ibu ga Partisipan memiliki sikap pasrah, tawakal,
sampe disini....” (P 1) tenang, sabar, berusaha berobat dan berdoa
“....untungnya saat kejadian ada keluarga kepada Tuhan atas apa yang dialami. Berikut
yang tau, merekalah yang membantu dan merupakan pernyataan partisipan:
membawa bapak kesini....” (P 2) “......kalau saya menganggap semua ini
sebagai cobaan dari Alloh, ya semoga bapak
Tema kelima yaitu keputusasaan mencari kuat dalam menjalani cobaan ini.....” (P 4)
pelayanan kesehatan. Tempat tinggal “.......kalau sekarang mah cuma bisa berdoa,
partisipan yang jauh dari fasilitas pelayanan pasrah weh, semoga bisa sembuh dan bisa
kesehatan membuat sebagian besar kerja lagi....” (P 7)
partisipan kesulitan mengakses pelayanan
kesehatan dengan cepat dan tepat sehingga Tema ketiga yaitu keinginan tetap beribadah
menimbulkan keputusasaan dalam mencari meskipun sakit. Partisipan memiliki
pelayanan kesehatan. Seperti yang terungkap keinginan melaksanakan ibadah saat sakit
pada pernyataan partisipan berikut ini: untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi
“....ibu sudah pasrah, sudah putus asa tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya.
kenapa teh nasib ibu mengalami serangan Seperti pernyataan partisipan berikut ini:
jantung seperti ini....apa karena ibu orang “....selama disini belum ada sholat, karena
miskin jadi ga ada yang mau nolong ibu atau ga tau caranya, belum bisa wudhu juga....
apa lah sebabnya ini teh... jadi dimobil itu teh ga pernah ditanya atau disuruh buat sholat,
ibu sedih, takut umur ibu ga sampai....”(P 6). paling juga suka diingetin banyak doa ya bu
“.....saya dah ga punya harapan kenapa teh biar cepat sembuh, gitu weh....” (P 7).
harus dipindah gitu, apa pada ga mau nolong
orang miskin atau gimanalah gitu......katanya Tema keempat yaitu kebahagiaan
berobat gratis, tapi ga mau menolong orang memperoleh kehidupan kedua dari Tuhan.
kayak saya ini, mungkin mau biarkan saya Partisipan mengungkapan rasa bahagia dan
mati apa ya.....” (P 7). syukur karena masih diberikan kesempatan
hidup oleh Tuhan setelah melalui peristiwa
3. Tahap selama perawatan di rumah sakit yang mengancam kehidupannya. Seperti
Pengalaman partisipan selama tahap ini terungkap pada pernyataan berikut:
terungkap enam tema yang diuraikan sebagai “.....ibu teh seneng pisan, ga nyangka weh...
berikut: masih bisa hidup sampai hari ini, waktu itu
Tema pertama yaitu merasa sudah sembuh kan jauh dikebun, sempat pingsan trus juga
karena tidak nyeri dada lagi. Persepsi susah dapat rumah sakitnya....” (P 6)
partisipan bahwa dirinya telah sembuh dari
rasa sakit dan menganggap sudah tidak Tema kelima yaitu gangguan tidur selama
ada keluhan berarti sudah sehat membuat perawatan. Partisipan sering terbangun ketika
partisipan merasakan kesepian, bosan, dan tidur malam hari maupun siang hari. Hal
ingin cepat pulang. Padahal nyeri dada yang tersebut disebabkan tempat tidur sempit dan
sudah berkurang bukan berarti penyakit keras, suhu ruangan yang dingin, terkadang
jantung yang diderita partisipan sudah masih merasa nyeri dada, kekhawatiran tidak
bisa sembuh dari sakit, dan takut meninggal puluhan tahun yang telah menjadi kebiasaan
dunia. Berikut pernyataan partisipan: sehari-hari partisipan. Menurut partisipan
“....kalau yang tadi malam tiba-tiba aja awalnya merokok karena stres dan terbawa
terbangun, mungkin karena kedinginan, lingkungan tempat berkumpul yang sebagian
ruang ini kan kalau malam dingin kali besar perokok sehingga partisipan ikut-ikutan
nih.”(P 5) merokok. Partisipan merupakan perokok aktif
“....tidur malam ibu kadang kebangun yang menghabiskan lebih dari satu bungkus
sampe dua atau tiga kali, trus debar-debar rokok sehari, sehingga memiliki faktor risiko
dadanya...ngerasa khawatir ibu ga bisa primer terjadinya serangan jantung.
sembuh lagi....” (P 6) Dickens, Cherrington, dan McGowan
(2012) mengungkap bahwa masalah stres
Tema keenam yaitu kesulitan pembayaran pada pasien miokard infark biasanya berkaitan
biaya rumah sakit. Partisipan merasa kesulitan dengan tekanan sosial dan perilaku kesehatan
dalam mencukupi kebutuhan pembiayaan negatif seperti merokok. Hal tersebut dapat
selama perawatan karena melakukan meningkatkan risiko terjadinya serangan
pembayaran sendiri dan tidak ditanggung jantung atau memperburuk prognosisnya.
asuransi. Berikut beberapa pernyataan Asap rokok banyak mengandung nikotin
partisipan terkait hal tersebut. yang memacu pengeluaran zat adrenalin
“.....masih bayar pribadi, dikumpulkan dari sehingga meningkatkan tekanan darah. Asap
anak-anak dan saudara juga... ibu stres juga rokok juga mengandung karbon monoksida
ya mendengar obat yang disuntik itu kan yang lebih kuat dalam mengikat oksigen
mahal, katanya lima juta lebih, belum lagi dari pada hemoglobin sehingga menurunkan
yang disuntik tiap hari disini...” (P 1). kapasitas penyerapan oksigen yang akan
“....biaya ditanggung bersama-sama karena didistrubusikan keseluruh jaringan tubung
bapak kan ga ikut asuransi, ya bagaimanalah termasuk jantung. Oleh karena itu perokok
lagi orang bapak sudah tua..” (P 2) aktif yang mengkonsumsi lebih dari 20
batang perhari memiliki risiko enam kali
lipat serangan jantung atau infark miokard
Pembahasan dibandingkan perokok pasif (Rodriguez,
2009; Avanzas, Espliguero, Sales, et al.,
Pembahasan tema disajikan berdasarkan tiga 2004).
tahap kejadian yang dialami partisipan.
1. Tahap sebelum terjadi serangan 2. Tahap ketika terjadi serangan
Tahap ini membahas tema tentang situasi yang Pengalaman partisipan pada tahap ini
mencetuskan dan menyebabkan serangan terungkap lima tema yang peneliti bahas
jantung. Penelitian ini mengungkap bahwa sebagai berikut:
sebagian besar partisipan rutin melakukan a. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat
aktifitas fisik berupa pekerjaan sehari-hari Nyeri yang dirasakan memiliki ciri khas
baik aktifitas berat maupun ringan. Serangan tersendiri dan berbeda dengan nyeri pada
jantung yang terjadi pada sebagian besar umumnya yaitu nyeri dada luar biasa seperti
partisipan yaitu ketika sedang melakukan ditimpa atau dihimpit benda berat, seperti
kegiatan sehari-hari. Selain itu terdapat kulit yang disayat-sayat pisau, nyeri menjalar
beberapa partisipan mengalami serangan sampai ke leher, bahu kiri dan punggung
jantung dalam kondisi istirahat dan terjadi yang berlangsung selama lebih dari 30 menit.
pada pagi hari. Faktor lain yang berpengaruh Keluhan nyeri dada tersebut sesuai dengan
terhadap terjadinya serangan jantung adalah penelitian lain dan beberapa konsep yang
faktor emosional atau stres yang sering dikemukakan oleh Price dan Wilson (2013),
dirasakan oleh partisipan. Morton, Fontaine, Hudak, dan Gallo (2012).
Penelitian ini menemukan bahwa sebagian Jerlock, Johansson, dan Danielson (2005)
besar partisipan merupakan perokok aktif meneliti tentang pengalaman hidup dengan
dan mengkonsumsi minuman kopi sampai nyeri dada menggunakan metode kualitatif
terjadinya serangan jantung. Perilaku dengan wawancara terbuka dan analisis isi.
kesehatan negatif tersebut dilakukan selama Hasilnya mengungkap bahwa nyeri yang
dialami partisipan benar - benar menyakitkan di daerah yang masih kurang memadai terkait
seperti tekanan, meremukkan seperti kram penyakit jantung, kesulitan transportasi
dan para partisipan tidak memiliki penjelasan menuju rumah sakit, kurangnya penjelasan
rasional untuk rasa sakit mereka. yang diterima partisipan terkait penyakit
yang dialami sehingga tidak dapat dirawat di
b. Takut meninggal dunia rumah sakit tersebut. Menurut Laberge (2012)
Penelitian ini menemukan perubahan fasilitas kesehatan yang sulit dijangkau
psikologis yang terjadi pada saat partisipan warga pedesaan sangat memengaruhi tingkat
mengalami serangan jantung pertama kali keberhasilan dari proses rehabilitasi yang
berupa takut meninggal dunia. Menurut dijalani oleh pasien pasca serangan jantung.
Urden, Stacy, dan Lough (2010) kondisi Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang
pasien yang mengalami penyakit akut atau rumah sakit pasal tiga juga menyebutkan
dalam kondisi yang dipersepsikan pasien bahwa rumah sakit harus mempermudah akses
sebagai kondisi yang penuh stres, maka masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
akan menimbulkan kecemasan. Kanel, Hari, kesehatan, oleh karena itu sudah menjadi
Schmid, et al. (2011) juga mengungkap kewajiban pemerintah untuk memberikan
bahwa kecemasan pada pasien SKA timbul kesejahteraan terutama kesehatan bagi warga
karena adanya perasaan takut akan datangnya masyarakatnya.
kematian dan merasa tidak berdaya akibat
dari nyeri hebat yang dialami. 3. Tapah selama perawatan di rumah sakit
Pengalaman partisipan selama perawatan di
c. Tidak percaya mengalami serangan jantung rumah sakit terungkap enam tema sebagai
Sebagian besar partisipan terkejut dan tidak berikut:
percaya telah mengalami serangan jantung, a. Merasa sudah sembuh karena tidak nyeri
selain itu partisipan juga bingung dan merasa dada lagi
sedih kenapa menderita penyakit jantung. Partisipan yang sudah tidak merasakan
Bass & Mayou (2002) dalam penelitiannya nyeri dada lagi merasa bahwa dirinya
juga mengungkapkan bahwa mayoritas sudah sembuh dari sakit. Kondisi tersebut
pasien takut memiliki penyakit jantung dan merupakan persepsi yang keliru karena pada
50% pasien tidak menerima didiagnosis dasarnya pasien memasuki fase kronis dari
mengalami infark miokard akut. Menurut penyakit jantung yang mereka alami.
Smith dan Segal (2014) sikap tidak percaya Anggapan bahwa telah sembuh dari sakit
dan kesedihan merupakan respon awal yang menimbulkan perasaan kesepian dan
emosional yang alami terhadap kerugian, bosan, sangat berkaitan dengan rata-rata
seperti kehilangan status kesehatan. tingkat pendidikan dan usia partisipan, hal
tersebut sesuai dengan penelitian Indrawati
d. Pentingnya kehadiran keluarga saat (2014) yang mengungkap bahwa terdapat
serangan jantung hubungan antara pengetahuan dengan tingkat
Peristiwa serangan jantung merupakan suatu pendidikan pada pasien yang mengalamai
kejadian yang tiba-tiba dan sangat dirasakan sindrom koroner akut dalam memahami
partisipan sebagai suatu ancaman kehidupan, penyakit yang dialaminya. Ikram, dkk (2012)
sehingga pada saat serangan jantung partisipan juga mengungkap perlunya pendidikan
sangat mengharapkan adanya keluarga yang kesehatan pada pasien yang mengalami
mendampingi dan memberikan pertolongan penyakit jantung tentang kondisi penyakitnya
dengan cepat. Dukungan keluarga merupakan yang disampaikan secara benar.
suatu hal yang sangat penting bagi partisipan
dalam menghadapi situasi kritis (Miller, b. Pasrah dan berdoa serta menganggap sakit
1999). sebagai cobaan dari Tuhan
Penelitian ini mengungkap partisipan memiliki
e. Putus asa mencari pelayanan kesehatan keyakinan kepada Tuhan atas apa yang telah
Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya mereka alami sehingga dapat bersikap pasrah
adalah lokasi rumah sakit yang jauh dari atau berserah diri dan menganggap serangan
tempat tinggal partisipan, fasilitas rumah sakit jantung yang dialaminya sebagai cobaan dari
Tuhan agar mereka hidup lebih baik lagi. dalam pelaksanaan ibadah.
Selain itu dengan berserah diri kepada Tuhan d. Kebahagiaan memperoleh kesempatan
partisipan merasa lebih tenang dan lebih hidup kedua dari Tuhan
cepat bisa menerima keadaannya saat ini. Pesan luar biasa disampaikan oleh partisipan
Menurut Nur’aeni, Ibrahim, dan Agustina bahwa betapa bahagianya mereka masih
(2013) makna spiritualitas pada penderita hidup setelah mengalami suatu peristiwa
SKA adalah menerima penyakit sebagai kritis mengancam kehidupannya. Partisipan
suatu teguran atau cobaan demi hidup yang bersyukur atas kesempatan umur yang
lebih baik, pasrah kepada Tuhan dengan diperolehnya. Perasaan tersebut berkaitan
meningkatkan ibadah dan memohon dengan spiritualitas beragama islam
ampunanNya, serta tetap bersyukur dan sehingga selalu mensyukuri atas apa yang
memelihara harapan untuk sembuh. Selain mereka terima. Menurut Rahmawati (2012)
itu spiritualitas merupakan salah satu dan Ehrlich (2011) perasaan tersebut
sumber koping yang dapat digunakan dalam dipengaruhi salah satunya oleh faktor
beradaptasi terhadap stresor dan merupakan spiritualitas partisipan, dimana spritualitas
sumber koping yang sangat baik bagi pasien juga dipengaruhi oleh faktor usia, agama,
dengan penyakit terminal (Kociszewski, kebudayaan dan kepercayaan.
2004; Quigley, 2002). Mayoritas partisipan yang beragama Islam
juga selalu diajarkan untuk bersyukur dengan
c. Keinginan tetap beribadah meskipun sakit apapun yang dialaminya, karena rencana
Kociszewski (2004) menjelaskan bahwa Tuhan pasti lebih baik daripada rencana
spiritualitas adalah segala sesuatu yang hambaNya. Hal tersebut juga sering menjadi
berkaitan tentang hubungan manusia dengan ungkapan sehari-hari yang sering kita dengar
Tuhannya. Hawari (2004) menjelaskan pada masyarakat Indonesia pada umumnya
bahwa media berhubungan dengan Tuhan yaitu selalu merasa beruntung, yang artinya
salah satunya adalah dengan melaksanakan bahwa melihat sisi positif dari suatu kejadian
ibadah Sholat. Seluruh partisipan beragama akan menjadikan kita merasa lebih baik dan
islam yang memiliki salah satu kegiatan merupakan koping yang positif (Smith &
ibadah berupa sholat. Selama perawatan Segal, 2014).
partisipan terkadang tidak melaksanakan
ibadah sholat karena tidak tahu cara e. Gangguan tidur selama perawatan
melaksanakannya ketika sakit. Selain itu Faktor yang memengaruhi gangguan tidur
partisipan hanya diingatkan untuk tetap berasal dari faktor internal dan eksternal.
semangat, sabar dan banyak berdoa dalam Faktor internal yang dirasakan partisipan
menerima kondisi penyakit yang diderita, antara lain masih merasa takut kalau harus
dan tidak diingatkan atau dibimbing untuk meninggal dan terkadang nyeri masih ada.
melaksanakan sholat. Kondisi tersebut dapat Partisipan mengungkapkan faktor eksternal
menimbulkan spiritual distres bagi partisipan yang berasal dari lingkungan perawatan
yang mengalami serangan jantung sehingga berupa suhu ruangan yang terlalu dingin dan
dapat memperburuk kondisi kesehatannya. tempat tidur kurang nyaman.
Carpenito (2009) mengungkap bahwa Menurut El-Mokadem (2003) partisipan
hospitalisasi pada pasien dengan serangan yang mengalami serangan jantung pertama
jantung dapat menyebabkan spiritual distres kali mereka sering mengeluhkan gangguan
karena diagnosis penyakit, adanya kelemahan tidur. Perubahan pola tidur tersebut termasuk
pada fisik, adanya rasa nyeri, prosedur insomnia, bangun merasa lelah, dan lelah
pengobatan yang harus diisolasi dari dunia di pagi hari sehingga partisipan sering tidur
luar, serta ketidakmampuan dalam melakukan siang karena merasa tidur dimalam hari
ritual keagamaan yang biasanya dilakukan kurang terpenuhi. Jeff, Christopher, James
secara mandiri. Penelitian ini mengungkap (2010) dan James, Theodore, Richard, et
bahwa partisipan memiliki harapan pada al. (2000) mengungkap bahwa terbangun
perawat agar senantiasa mengingatkan dimalam hari, kelelahan, konsentrasi
untuk beribadah khususnya sholat, bila perlu berkurang, dan gangguan suasana hati mulai
membantu dan membimbing partisipan dari ringan sampai berat yang dialami oleh
penderita serangan jantung merupakan gelaja invasive cardiac procedures and on mortality
adanya depresi. after acute myocardial infarction. N Engl J
Med. 341(18),1359-67.
f. Kesulitan pembayaran biaya rumah sakit
Permasalah ekonomi yang dirasakan Anderson, J.L., Adams, C.D., Antman, E.M.,
partisipan adalah kesulitan memperoleh Bridges, C.R., & Califf, R.M. (2007). ACC/
uang untuk pembayaran biaya perawatan dan AHA 2007 guidelines for the management
biaya-biaya lain selama dirawat di rumah of patients with unstable angina/non–st-
sakit. Penelitian ini menemukan beberapa elevation myocardial infarction. J am Coll
partisipan melakukan pembayaran biaya Cardiol. 50, e1-e157.
rumah sakit sendiri dan bukan ditanggung
oleh asuransi maupun jaminan kesehatan Avanzas, P., Espliguero, A., Sales, J.C.,
lainnya. Partisipan merasa stres dan bingung Aldama, G., Pizzi, C. et al. (2004). Markers
harus mencari uang dari mana untuk of inflammation and multiple complex
mencukupi pembiayaan selama dirawat. stenoses (pancoronary plaque vulnerability)
Menurut Alter, Naylor, dan Austin (1999) in patients with non-ST segment elevation
mengungkapkan bahwa angka mortalitas acute coronary syndromes. Heart & Lung .
penderita penyakit jantung iskemik lebih 90, 847–52.
tinggi terjadi pada golongan ekonomi rendah
jika dibandingkan dengan golongan ekonomi Bass & Mayou (2002). Depression and
tinggi. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil anxiety as predictors of outcome after
penelitian Dickens, Percival, Mcgowan, et al. myocardial infarction. Psychosomatic
(2004) yang mengungkap bahwa faktor risiko Medicine 62, 212–219.
depresi pada pasien dengan serangan jantung
antara lain usia masih muda, jenis kelamin Boersma, S., Maes, S., & Joekes, K. (2005).
perempuan, riwayat psikiatri masa lalu, Goal disturbance in relation to anxiety,
kurangnya dukungan sosial, dan kesulitan depression, and health-related quality of life
ekonomi. after myocardial infarction. Qual Life Res.14,
2265–2275.
Alter, D.A., Naylor, C.D., & Austin, P. (1999). El-Mokadem, N.M., (2003). The relationships
Effects of socioeconomic status on access to between fatigue, depression, and sleep
disturbance after myocardial infarction. Laberge, C.G. (2012). The lived experience
ProQuest Dissertations and Theses. of heart attack: individual accounts of
primary percutaneous coronary intervention
Grech, ED., & Ramsdale, DR., (2003). Acute survivors. ProQuest Information and
coronary syndrome: unstable angina and non- Learning Company. Umi number: 3503952.
ST segment elevation myocardial infarction.
BMJ. 326,(7401):1259-61. Miller, R.A (1999). The Experience of
Chest Pain in Adult Post-Cardiac Transplant
Hawari, D., (2004). Penyakit jantung koroner Recipients. UMI Company. ProQuest
dimensi psikoreligi. Jakarta: Balai penerbit Dissertations and Theses.
FKUI.
Morton, P.G., Fontaine, D.K., Hudak, M.C.,
Ikram (2012). Pengaruh health education & Gallo, B.M., (2012). Keperawatan kritis
terhadap tingkat kecemasan pada pasien pendekatan asuhan holistik. Edisi 8 Volume
yang akan menjalani percutaneous coronary 1. Alih bahasa: Subekti BD, et al., Editor:
interventions (PCI) di RSUP Dr. Hasan Ariani, et al. Jakarta: EGC.
Sadikin Bandung. Tesis. Tidak dipublikasikan.
Nur’aeni, A., Ibrahim, K., & Agustina, H.R.
Indrawati, L., (2014). Hubungan antara (2013). Makna Spiritualitas pada Klien
pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, dengan Sindrom Koroner Akut. Jurnal
dukungan keluarga dan sumber informasi Keperawatan Padjadjaran, 1(2), 79-87.
pasien penyakit jantung koroner dengan
tindakan pencegahan sekunder faktor risiko Price, S. A., & Wilson, L.M., (2012).
(studi kasus di RSPAD Gatot Soebroto Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
Jakarta). Jurnal Ilmiah WIDYA, 2 (3), 30–36. penyakit, 6 ed. vol. 1. Alih bahasa : Pendit
BU, et al. Editor : Hartanto, H., et al. Jakarta:
James L, Theodore A, Richard C, & Roman EGC.
W. (2000). The influence of anxiety and
depression on outcomes of patients with Quigley MP., (2002). Female coping with
coronary artery disease. American Medical cardiac rehabilitation after a cardiac event a
Association. 160, 1913–1919. qualitative study. Proquest information and
learning company. Umi number: 3053117.
Jeff, C., Christopher, M., & James, L., (2010).
The relationship between depression, anxiety Rahmawati, SW., (2012). Role of religiousness/
and cardiovascular outcomes in patients with spirituality in resilience of fisheries college
acute coronary syndromes. Neuropsychiatric cadets. Journal of educational, health and
Disease and Treatment. 64, 15–28. community psychology, 3(1), 31–40.
Jerlock, M., Johansson, M.G., & Danielson, Sanders, C., (2003). Application of colaizzi
E. (2005). Living with unexplained chest method: interpretation of an auditable
pain. Journal of Clinical Nursing, 14, 956– decision trail by a novice researcher content
964. management. Contemporary Nurse. 14, 292-
302.
Kanel, R., Hari, R., Schmid, J.P., Saner,
H., & Bergre, S. (2011). Distres related to Setyohadi, B., Arsana, PM., Suryanto,
myocardial infraction and cardiovascular A., Soeroto, AY., & Abdullah, M., (2012).
outcome: a retrospective observational study. EIMED PAPDI kegawatdaruratan penyakit
Biomedicine Central Psychiatry, 11, 98. dalam. Buku 1. Jakarta: Interna Publishing.