Anda di halaman 1dari 16

Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

PEMBENTUKAN MODAL PETANI GAMBIR DI KABUPATEN LIMA


PULUH KOTA, SUMATERA BARAT

Bedy Sudjarmoko, Yulius Ferry dan Agus Wahyudi

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri

ABSTRAK

Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan modal petani gambir
di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat telah dilakukan pada April - September 2004. Metode yang
digunakan adalah survei, dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Data yang
dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan
hasil tabulasi silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan gambir semakin tidak diminati untuk
dijadikan matapencaharian pokok. Sebagian besar lahan usahatani gambir tidak memiliki sertifikat atau
bukti kepemilikan yang kuat sehingga sulit untuk dijadikan agunan. Dengan status sebagai aset beku, sulit
bagi petani gambir untuk mendapatkan kredit dari perbankan guna mengembangkan usahataninya. Tingkat
pendidikan yang rendah dan usia petani yang rata-rata tua, semakin mempersulit petani dalam melakukan
adopsi teknologi agar usahataninya menjadi modern dan efisien. Sebagian besar pendapatan usahatani
hanya digunakan untuk memenuhi konsumsi pangan. Resultante dari faktor-faktor tersebut mengakibatkan
petani gambir sulit mengakumulasikan modal yang berasal dari usahataninya. Secara eksternal, petani
gambir dihadapkan pada masalah terus menurunnya harga produk, buruknya infrastruktur jalan, kurangnya
penyuluhan teknologi pasca panen, tidak dapat diandalkanya pasar desa untuk memasarkan hasil
kebunnya, tidak berfungsinya lembaga keuangan tradisional, serta tidak berfungsinya organisasi petani
untuk menunjang kegiatan usahatani. Meningkatkan aksesibilitas petani gambir terhadap pasar, input,
diversifikasi horisontal, asuransi pertanian, pembinaan lembaga keuangan tradisional/informal, pendekatan
kelembagaan adat untuk peningkatan status lahan, dukungan pemerintah (pusat dan daerah), perguruan
tinggi dan lembaga penelitian, menjadi strategi untuk mengembangkan usahatani gambir di Sumatera
Barat.

Kata kunci: Uncaria gambir Roxb, modal, pendapatan, usahatani

ABSTRACT

Capital Formation on Gambir Farm in District of Limapuluh Kota West Sumatera


The objective of this experiment was to determine factors which influence capital accumulation on
gambia farmer in West Sumatera. The experiment was conducted in the District of Limapuluh Kota on April
–September 2004, by survey method. Collected data consist of primary and secondary, analyzed by
description based on cross tabulation. The result showed that most of gambia farmers had no interest
developing gambia as main business. Many of land farm of gambia have not been certificated, therefore
because it is difficult to become mortgage. With it status as a death capital, it is difficult to the farmer of
gambia to get credit from bank. Low education level and old age farmer seems to be factors affecting the
difficulty to adopt the modern and efficient technology. Most of the farming income only use to fullfill food
consumption. These factors, caused gambia farmers face a difficulty to accumulate the capital that come
from their business. Externally, gambia farmers faced the problem continuing price decrease of product,
poor road infrastructure, lack of counseling in post harvest technology, unrelied local market for domestic
product, and the un-functioning of traditional financial institutions as well as traditional farmer organizations
for supporting the activities of farming. The effort to increase the gambia farming in Limapuluh Kota, West
Sumatera has to be focused on market accesibility, input accesibility, horizontal diversification, agriculture
insurance, development of traditional/informal capital institutions, traditional approach for land farm
certificate improvement, government, university and research institutions supported.

Keywords: Uncaria gambir Roxb, capital, benefit, farming system

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 9


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

PENDAHULUAN Berbagai skim bantuan dana


pemerintah melalui perbankan tidak me
Indonesia dikenal sebagai produ- nunjukkan hasil yang meng gembirakan
sen utama tanaman gambir di tingkat dibanding pengembangan yang di
internasional. Hampir 80 persen dari lakukan dengan modal swadaya (Disbun
ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumbar, 2003). Oleh karena itu,
Sumatera Barat (Ermiati dan Rosmelisa, kemampuan petani gambir dalam
2001). menyisihkan pendapatan usahataninya
Luas areal tanaman gambir di untuk tujuan investasi menjadi sangat
Sumatera Barat cenderung menurun. penting dianalisis. Tulisan ini menyajikan
Pada tahun 2001, luasnya mencapai hasil analisis tentang faktor-faktor yang
16.811 ha dengan produksi 10.584 ton, mempengaruhi pem bentukan modal
sedangkan pada tahun 2004, hanya oleh petani serta rekomendasi strategi
tinggal 14.587 ha dengan produksi se- pengembangan usahatani gambir di
besar 8.078 ton. Sentra utama pro- Sumatera Barat.
duksinya tersebar di Kabupaten Lima
Puluh Kota (11.397 ha); Pesisir Selatan METODOLOGI PENELITIAN
(2.469 ha) dan Padang Pariaman (46
ha) (BPS Sumbar, 2004). 1. Pendekatan dan Kerangka
Hampir seluruh tanaman gambir Penelitian
di Sumatera Barat diusahakan dalam Meskipun memiliki peran penting
bentuk perkebunan rakyat, dan pe- dan strategis dalam perekonomian
ngembangannya sangat terkendala oleh daerah dan nasional, perkebunan rakyat
keterbatasan modal petani. umumnya dihadapkan pada masalah
Selama ini pemerintah telah terbatasnya modal. Sebagaimana
memberikan kemudahan akses terhadap negara-negara berkembang pada
modal untuk petani gambir. Salah umumnya, sumberdaya alam Indonesia,
satunya dengan mendorong perbankan khususnya lahan, sulit untuk dikonversi
nasional lebih banyak beroperasi di menjadi modal usaha. Fenomena ini
daerah pedesaan, termasuk daerah oleh de Soto (2001) disebut sebagai
sentra produksi gambir. Akan tetapi tidak death capital. Sebagai salah satu bentuk
banyak perbankan yang melaksanakan aset petani, mayoritas lahan usahatani
kebijakan ini karena rendahnya hasil tidak memiliki sertifikat atau status
usaha dari bunga yang didapat. Sebagai hukum yang kuat dan legal. Oleh karena
ilustrasi, tingkat suku bunga pinjaman di itu, lahan usahatani sulit untuk dijadikan
daerah pedesaan adalah 22 jaminan pinjaman (mortgage) seperti
persen/tahun, dengan buying rate 16 lahan petani-petani di Amerika Serikat,
persen, dan transaction cost 3 persen, Kanada, Australia atau negara-negara
keuntungan yang didapat perbankan maju lainnya. Oleh karena itu harus
hanya 3 persen per tahun. Bila di- dicari alternatif permodalan lain di luar
banding tingkat suku bunga SIMPEDES lembaga perbankan, sebagai sumber
yang besarnya 16 persen/tahun dan modal usaha bagi petani. Pada tahap
transaction cost 3 persen, maka ke- lebih lanjut, alternatif ini dapat dijadikan
untungan yang didapat oleh perbankan sebagai faktor pendorong pe-
mencapai 9 persen (Deptan, 2002). ngembangan perkebunan rakyat.
Akibatnya, sulit sekali menarik minat Potensi terbesar untuk meningkat-
perbankan untuk melanjutkan skim kan pendapatan petani melalui pe-
bantuan dana bagi petani gambir di ningkatan produksi adalah dengan
daerah pedesaan. mengoptimalkan fungsi investasi. Untuk

10 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

mendorong tabungan menjadi investasi, Koto Baru), Kabupaten 50 Kota,


diperlukan upaya pemberdayaan eko- Sumatera Barat.
nomi rakyat melalui tiga tahap kegiatan, Penelitian dilakukan pada tahun
yaitu: 2004 dengan dua tahap kegiatan, yaitu:
1. enabling, yaitu kegiatan penciptaan 1) mengidentifikasi faktor-faktor penentu
suasana yang memungkinkan poten- (pendorong dan penghambat) pem-
si ekonomi masyarakat dapat ber- bentukan modal petani gambir; dan
kembang 2) menganalisisi alternatif strategi untuk
2. empowerment, yaitu kegiatan mem- meningkatkan pendapatan petani
perkuat potensi ekonomi masya- dan pengembangan usahatani
rakat. gambir.
3. protection, yaitu kegiatan melindungi
dan mencegah terjadinya persaingan 2.3. Penentuan Jumlah Contoh
yang tidak seimbang serta eksploitasi Petani yang dipilih sebagai
oleh yang kuat terhadap yang lemah. contoh penelitian berjumlah 39 orang,
Unsur-unsur dari setiap kegiatan ditentukan secara random pada lokasi
pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut terpilih. Metode ini dipilih dengan
selanjutnya diuraikan pada Tabel 1. pemikiran bahwa contoh petani yang
Sedangkan hubungan antara kondisi diambil dari sentra utama gambir, akan
aktual usahatani gambir di lapangan mewakili keragaan petani gambir di
dengan strategi yang akan di- Sumatera Barat.
rekomendasikan serta kondisi yang
diharapkan ditunjukkan pada Gambar 1. 2.4. Analisis data
Data yang sudah dikumpulkan
2. Metode Penelitian selanjutnya dianalisis secara deskriptis
2.1. Jenis dan Sumber Data berdasarkan hasil tabulasi silang.
Data yang digunakan dalam Penyusunan strategi dilakukan ber-
penelitian ini terdiri atas data primer dan dasarkan hasil analisis terhadap matriks
data sekunder. Data primer diperoleh skala prioritas hambatan.
dari survei berdasarkan kuesioner
terstruktur yang telah disiapkan di 2.5. Matriks Skala Prioritas Hambatan
Kabupaten Lima Puluh Kota, sentra Matriks skala prioritas hambatan
utama gambir di Sumatera Barat. dianalisis untuk mengetahui hambatan
Sedangkan data sekunder dikumpulkan yang paling mendesak ditanggulangi
dari Bappeda, Dinas Perkebunan, Dinas serta pendekatan yang akan digunakan
Perindustrian dan Perdagangan serta (enabling, empowerment atau pro-
dari sumber lain yang sesuai dengan tection). Masalah-masalah yang di-
tujuan penelitian. hadapi oleh petani gambir diberi skor (1
sampai 5) sesuai dengan tingkat
2.2. Lokasi dan waktu penelitian
pengaruhnya. Masalah yang paling
Lokasi penelitian ditentukan
signifikan atau paling besar pengaruh-
secara purposive dengan kriteria lokasi
nya diberi skor 5, sedangkan masalah
terpilih merupakan sentra utama gambir
pada kabupaten yang bersangkutan. yang tidak signifikan atau paling kecil
Indikator ini diproksi oleh luas lahan dan pengaruhnya diberi skor 1. Strategi yang
besarnya produksi gambir. Berdasarkan diusulkan sebagai rekomendasi untuk
kriteria tersebut maka terpilih desa Solok mengatasi masalah yang ada juga
Bio-bio (Kecamatan Harau), dan desa dikelompokkan menjadi tiga bagian
Manggilang (Kecamatan Pangkalan sesuai pendekatan yang dipakai.

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 11


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Tabel 1. Faktor-faktor penentu Sumber Pendanaan Perkebunan Gambir


Table 1. Determinant factors of Gambir Smallholder Financing Source

Faktor Variabel Status


Internal :
• SDM • Umur Mendukung/Menghambat
• Pendidikan Mendukung/Menghambat
• Sumber Daya • Status Lahan Mendukung/Menghambat
Lahan • Luas Lahan Mendukung/Menghambat

• Kapital • Aset Mendukung/Menghambat


• Sistem • Pola Tanam Mendukung/Menghambat
Usahatani • Pengeluaran Mendukung/Menghambat
Mendukung/Menghambat
• Pendapatan
Eksternal
• Pasar • Harga Mendukung/Menghambat
• Aksesibilitas • Modal Mendukung/Menghambat
Input • Teknologi Mendukung/Menghambat
• Bahan Tanaman Mendukung/Menghambat
• Kebijakan Pemerintah Mendukung/Menghambat

Kondisi Aktual Strategi Kondisi yang


diharapkan

Infrastruk & Infrastruk & Aplikassi


Aplikassi Tek Tek
• Kondisi jalan lancar
• Kondisi jalan buruk • Sosialisasi info ttg
• Kurang info tekno. tekno pra/ pasca
Pra/ Pasca Panen panen
yang tepat
Kelembagaan Kelembagaan
• Optimalisasi organisasi
• Organisasi petani yang sudah/belum ada
belum optimal • Pengusaha setempat
• Kurang pembinaan membina lembaga tani
kelembagaan
petani SDM
Enabling • Pelatihan untuk petani
SDM dan penyuluh
• Kualitas petani dan • Pendekatan sosbud
penyuluh rendah Empowerment oleh penguasa
• Kurang setempat
pendekatan social Protection
SDA
budaya • Optimalisasi lahan
SDA • Peningkatan status
• Penamfaatan lahan
kurang intensif Kebijakan
• Status lahan lemah • Kebijakan agribisnis
terpadu dari
• Hambatan budaya pendanaan, produksi
dalam peningkatan s/d pemasaran
status
Kebijakan
• Sulitnya
pemasaran dan
pendanaan
• Kebijakan
agribisnis belum
mendukung

Gambar 1. Strategi Pemberdayaan Perkebunan Gambir di Kabupaten


Limapuluh Kota, Sumatera Barat
Figure 1. Strategy of Gambia Smallholder Empowerment in Limapuluh kota,
West Sumatera

12 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

HASIL DAN PEMBAHASAN ha, 2–4 ha, dan > 4 ha), tetapi hampir
seluruhnya tidak memililki sertifikat,
1. Kondisi Internal Perkebunan Gambir sebagian besar hanya berupa tanah
1.1. Umur, pendidikan, dan lahan adat/warisan. Oleh karena itu, aset
Secara umum kondisi internal petani yang besar ini sulit dikonversi
perkebunan gambir di Sumatera Barat menjadi sumber modal karena tidak
dikelola oleh petani berusia lanjut (diatas memiliki kekuatan hukum (Tabel 2, 3,4
40 tahun) dengan tingkat pendidikan dan 5).
rendah (mayoritas SD). Lahan usaha-
tani relatif luas (berimbang antara 1–2

Tabel 2. Proporsi Petani Contoh Gambir Berdasarkan Usia


Table 2. Proportion of Gambia Farmers Respondence by Age
Umur Jumlah Proporsi
(tahun) (org) (%)
< 40 7 17,95
40 - 60 25 64,10
≥ 60 7 17,95
Jumlah 39 100,00

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani Contoh Gambir di Kabupaten Limapuluh


Kota, Sumbar
Table 3. Education Level of Gambia Farmers Respondence in Lima puluh Kota,
West Sumatera
Umur Jumlah Proporsi
(tahun) (org) (%)
≤ SD 21 53,85
SMP 12 30,77
≥ SMA 6 15,38
Jumlah 39 100,00

Tabel 4. Proporsi Petani Contoh Gambir Berdasarkan Luas Lahan


Table 4. Proportion of Gambia Farmers Respondence by Land farm Scale
Umur Jumlah Proporsi
(tahun) (org) (%)
≤1 6 15,38
1-2 10 25,64
2-4 11 28,21
≥4 12 30,77
Jumlah 39 100,00

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 13


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Tabel 5. Luas Lahan Petani Contoh Gambir Berdasarkan Bukti Penguasaan


Table 5. Land farm Scale of Gambia Farmers Respondence by Legal Aspect

Jenis Bukti Persil Luas Proporsi


Penguasaan (bh) (ha) (%)
Sertifikat 0 0,00 0,00
Girik 1 2,50 1,59
Akte Jual Beli 16 72,75 46,26
Hak Adat 22 48,50 30,84
Hak Garap 4 14,50 9,22
Tidak Ada 11 19,00 12,08
Jumlah 54 157,25 100,00

1.2. Kapital dan Sistem Usahatani karet). Pendapatan rumah tangga petani
Dalam struktur aset petani gambir dominan berasal dari usahatani,
gambir, lahan menjadi aset utama dalam tetapi sebagian besar pendapatannya
produksi pertanian (Tabel 6), sehingga digunakan untuk konsumsi pangan
bila aset ini kekuatan hukumnya lemah (Tabel 7 dan 8). Akibatnya, hampir tidak
maka rasa aman petani dalam ber- ada (hanya 9,44 %) bagian pendapatan
produksi dapat terancam. usahataninya yang dapat ditabung untuk
Tanaman gambir diusahakan tujuan investasi.
petani secara polikultur dengan tanaman
perkebunan lainnya (dominan dengan

Tabel 6. Nilai Aset Petani Gambir di Kabupaten Limapuluh kota, Sumatera Barat
Table 6. Value of Gambia Farmer Assets in Limapuluh Kota, West Sumatera

Struktur Aset Nilai Proporsi


(Rp/RT/th) (%)
Pertanian 28.000.661 40,34
Lahan 20.294.872 29,24
Saprotan 4.723.974 6,81
Ternak 2.699.764 3,89
Kandang 0 -
Kolam 282.051 0,41
Rumah Tangga 38.515.384 55,49
Rumah 28.082.051 40,46
Alat Transport 8.825.641 12,72
Aset Rumah Tangga 1.607.692 2,32
Tabungan dan Perhiasan 2.889.743 4,16
Simpanan Bank 1.282.051 1,85
Perhiasan 1.607.692 2,32
Jumlah 69.405.788 100,00

14 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Tabel 7. Struktur Pendapatan Petani Gambir Berdasarkan Sumbernya


Table 7. Structure of Gambia Farmers Income by Sources

Uraian Sumber Pendapatan Total


Perkebunan T. Pangan Luar Usahatani (Rp/RT/th)
Penerimaan (Rp/RT/th) 8.763.660 - 6.944.103 15.707.763
Proporsi (%) 55,79 - 44,21 100,00

Tabel 8. Struktur Pengeluaran Petani Gambir Berdasarkan Penggunaannya


Table 8. Structure of Gambia Farmers Expenditure by Allocation

Struktur Nilai Proporsi


Pengeluaran (Rp/KK/th) (%)
Pokok 13.694.036 90,56
Pangan 8.989.487 59,45
Sandang 797.436 5,27
Rumah Tangga 120.513 0,80
Pendidikan 1.841.410 12,18
Kesehatan 692.564 4,58
Bahan Bakar 878.672 5,81
Agama & Sosial 139.159 0,92
Transport 234.795 1,55
Tabungan & Investasi 1.427.282 9,44
Arisan 45.026 0,30
Tabungan 1.225.641 8,11
Cicilan 156.615 1,04
Jumlah 15.121.318 100,00

Kondisi ini semakin mempertegas memerlukan bantuan dari luar untuk me-
bahwa pembentukan modal petani ngatasinya. Hanya 9,44 persen dari
gambir sangat sulit dilakukan secara pendapatan yang digunakan untuk
internal. Sebagai faktor produksi yang tabungan dan investasi. Hal ini tentu
paling langka, modal menjadi semakin akan menyulitkan petani meng-
langka bagi petani gambir. Implikasinya, akumulasikan pendapatannya untuk
basis inovasi harus berasal dari lahan menambah modal pada usahataninya,
bukan dari modal. sehingga usahatani tersebut sulit
Selain konsumsi pangan yang berkembang.
masih dominan (hampir 60 %), petani
gambir juga memprioritaskan pe- 1.3. Kesejahteraan Petani Gambir
ngeluaran untuk pendidikan. Artinya, Untuk mengetahui tingkat
harapan untuk perbaikan generasi yang kesejahteraan petani gambir di
akan datang masih ada, walaupun Sumatera Barat, berikut ini
secara absolut pengeluaran tersebut dikemukakan tingkat kemiskinan yang
hanya mampu menjangkau pendidikan terjadi (poverty incidence). Dengan
dasar. Struktur pengeluaran seperti ini menggunakan data pengeluaran
merupakan ciri khas pengeluaran keluarga petani, dan penyesuaian harga
masyarakat miskin, sehingga hingga tahun 2003, maka dapat dilihat
tingkat kemiskinan untuk petani gambir.

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 15


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Tabel 9 menunjukan bahwa proporsi tergolong miskin mencapai 33,33 %.


petani gambir di Sumatera Barat yang

Tabel 9. Proporsi Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera -


Barat
Table 9. Proportion of Poor Farmers in Limapuluh Kota, West Sumatera

Kategori Proporsi (%)


Sangat Miskin (<80%*GK) 25,64
Miskin (80-100%*GK) 2,56
Hampir Miskin (100-125%*GK) 5,13
Total 33,33
Keterangan : GK= Garis Kemiskinan Notes: GK = Poverty Line

2.2. Pendapatan dengan Luas Lahan


Hal yang perlu diperhatikan adalah Tabel 11 menunjukan proporsi
kelompok masyarakat yang hampir petani berdasarkan luas lahan dan
miskin proporsinya mencapai 5,13 %. pendapatannya terhadap kemiskinan.
Kelompok ini dapat dengan mudah akan Makin kecil luas lahan yang dimiliki
jatuh miskin bila kondisi eksternal petani, maka petani tersebut makin
memburuk. Dengan kata lain, kelompok rawan masuk ke dalam garis
ini termasuk dalam kelompok rentan kemiskinan.
terhadap perubahan eksternal.
2.3. Pendapatan dengan Pendidikan
2. Hubungan Antar Masalah Internal dan Usia
2.1. Usia Dengan Tingkat Pendidikan Hubungan antara pendapat-an
Petani dengan pendidikan dan usia petani
Tabel 10 menunjukan bahwa ditunjukkan pada Tabel 12. Petani
perkebunan gambir saat ini sebagian berusia 40 tahun ke bawah dengan
besar dikelola oleh generasi tua (>50) tingkat pendidikan setara SMU relatif
lebih sedikit yang berada dibawah garis
Tabel 10. Hubungan antara Usia dan kemiskinan. Artinya, makin rendah
Pendidikan Petani Gambir tingkat pendidikan dan makin tua usia
Table 10. Relation of Age and Education petani, maka semakin rawan masuk ke
Level Gambia Farmers dalam kategori petani miskin.

3. Masalah Internal
Umur Pendidikan Total Kondisi aktual yang dihadapi oleh
Tinggi Rendah
(%) (%)
petani gambir di Sumatera Barat dapat
dilihat pada Gambar 2. Masalah yang
Muda (≤ 50 th) 5,32 26,60 31,92 dihadapi secara internal oleh petani
gambir di Sumatera Barat seperti
Tua (> 50 th) 9,57 58,51 68,08
sebuah lingkaran setan. Pendapatan
Total 14,89 85,11 100,00 yang rendah mengakibatkan sebagian
besar pendapatan digunakan untuk
konsumsi. Dominannya pengeluaran
untuk pangan ini mengakibatkan

16 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

kesempatan untuk menabung dan Gambar 2 menunjukan hubungan antar


investasi juga rendah. Pada tahap lebih masalah internal yang dihadapi oleh
lanjut, hal ini menyebabkan pendapatan petani gambir.
dan aset petani semakin rendah.

Tabel 11. Hubungan antara Pendapatan Petani Gambir dengan Luas Lahan
Table 11. Relation of Income and Land farm Scale of Gambia Farmers

Luas Lahan <0.8*GK 0.8-GK 1.25*GK Jumlah

(ha)

<1 8,52 6,38 3,19 18,09

1-2 6,38 3,19 4,26 13,83

2-4 5,32 0,00 1,06 6,38

>4 6,38 0,00 1,06 7,44

Jumlah 26,60 9,57 2,39 45,74

Tabel 12. Hubungan antara Pendapatan Petani Gambir dengan Tingkat


Pendidikan dan Usia
Table 12. Relation of Income,Education Level and Gambia Farmers Age

Proporsi petani dibawah garis kemiskinan (%)

Umur <40 th >40 th <40 th >40 th Jumlah

Pendidikan <SMP <SMP >SMU >SMU


Proporsi petani di
bawah GK (%) 10,26 15,38 0,00 2,56 28,20

Pendapatan dan Aset


sedikit

Sebagian besar
pendapatan untuk
pengeluaran

Tabungan dan
Investasi rendah

Gambar 2. Lingkaran Masalah Internal


Figure 2. Internal Problem Cycle

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 17


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

4. Kondisi Eksternal Perkebunan dan tidak berfungsinya beberapa


Gambir lembaga keuangan yang ada.
Secara umum kondisi eksternal
perkebunan gambir di Sumatera Barat 4.1. Harga
ditandai oleh trend harga produk yang Harga gambir di awal masa krisis
terus menurun, infrastruktur jalan kurang mencapai puluhan ribu rupiah, kini turun
mendukung, kurangnya sosialisasi drastis hanya berkisar pada Rp. 10.000,-
teknologi pasca panen yang baru, pasar sampai 11.000,-/kg, bahkan di tingkat
di tingkat desa tidak dapat diandalkan, petani hanya Rp. 8.000,-/kg (Tabel 13).

Tabel 13. Perkembangan Harga Bulanan Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
Table 13. Improvement of Gambia Mountly Price in Limapuluh Kota

Bulan Harga
(Rp/Kg)
Januari 11000
Februari 11000
Maret 11000
April 11400
Mei 11400
Juni 11400
Juli 11400
Agustus 11400
September 11400
Oktober 11400
Nopember 11400
Desember 11400
Rata-Rata 11300
Sumber/Source: Disbun Sumatera Barat, 2004

4.2. Infrastruktur
Kecamatan Pangkalan, Kabu- kecamatan. Sebagai contoh, di desa
paten Lima Puluh Kota memiliki luas Mangilang hanya ada 1 buah KUD yang
total 712.06 kilometer persegi dengan belum dapat dimanfaatkan secara
ketinggian di bawah 500 m dari optimal oleh penduduknya. Sedangkan
permukaan laut. Ada lebih dari 1.500 fasilitas Bank Umum, Bank Perkreditan
orang penduduk yang mengusahakan Rakyat (BPR), dan Koperasi, belum ada
tanaman gambir di daerah ini. Namun (Tabel 15).
sarana jalan yang ada di kecamatan
tersebut, masih belum dapat menunjang 4.4. Pemasaran hasil
kegiatan perekonomian setempat (Tabel Pada umumnya petani gambir
14). masih mengandalkan pedagang desa
dan pasar setempat untuk memasarkan
4.3. Lembaga Keuangan hasil usahataniya. Untuk Kecamatan
Ada beberapa lembaga ke- Pangkalan hanya terdapat 5 buah pasar
uangan yang terdapat di kecamatan permanen atau semi permanen di enam
Pangkalan, namun jumlahnya belum nagari yang ada (Tabel 16).
sesuai dengan jumlah penduduk

18 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Tabel 14. Panjang Jalan di Kecamatan Pangkalan


Table 14. Long of Road in Pangkalan Regency

Nagari Jalan Negara/ Jalan Kabupaten Jalan desa


Propinsi (km) (km) (km)
Pangkalan 14 46
Manggilang 12 8 5
Koto Alam
Tanjung Balik 10 15
Tanjung Pauh 35 15 8
Gunung Malintang 33 47,5
Jumlah 71 56 121,5
Sumber/Source: BPS Sumatera Barat, 2004
Tabel 15. Lembaga Keuangan di Kecamatan Pangkalan
Table 15. Financial Institutions in Pangkalan Regency

Nagari Bank Umum BPR KUD Koperasi


(unit) (unit) (unit) Lainnya (unit)
Pangkalan 2 1 1 3
Mangilang 1
Koto Alam
Tanjung Balik 1 1
Tanjung Pauh 1
Gunung Malintang 1 1 5
Jumlah 2 2 5 9
Sumber/Source: BPS Sumatera Barat, 2004
Tabel 16. Sarana Pasar Menurut Jenis Bangunan di Kecamatan Pangkalan
Table 16. Market Infrastructure by Kind of Building in Pangkalan

Nagari Permanen/Semi Toko/Kios


(unit) (unit)
Pangkalan 1 1
Mangilang 1 10
Koto Alam
Tanjung Balik 1
Tanjung Pauh 1
Gunung Malintang 1 2
Jumlah 5 13
Sumber: BPS Sumatera Barat, 2004

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 19


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

4.5. Aksesibilitas Input kinerja teknis usaha perkebunan. Pada


Aksesibilitas terhadap input saat ini sebagian besar perkebunan
merupakan kendala kritis dalam rakyat di Indonesia, termasuk
usahatani, karena masalah ini mengikat perkebunan gambir di Sumatera Barat,
petani dalam mengembangkan menggunakan bahan tanam yang tidak
usahataninya. Masalah paling mendasar terseleksi dengan baik. Padahal metode
adalah aksesibilitas terhadap modal. seleksi sebagian besar tanaman
Pembentukan modal secara internal perkebunan telah diteliti. Metode
dapat dipastikan peluangnya kecil sekali, tersebut tidak sulit untuk diperkenalkan
sehingga perlu alternatif sumber modal kepada petani, dengan pengawalan dari
eksternal. Telah dikemukakan bahwa peneliti dan penyuluh. Aksesibilitas
ada sedikit kelebihan pendapatan atas terhadap bahan tanam bermutu selama
pengeluaran walaupun jumlahnya ini selalu diartikan sebagai sesuatu yang
sangat kecil. Bila terdapat lembaga sulit dan mahal (seperti pengadaan
simpan pinjam tradisional seperti arisan, benih pada tanaman pangan). Hal ini
sebenarnya dapat dijadikan cikal bakal tidak sepenuhnya benar, terutama untuk
sebagai lembaga keuangan informal beberapa tanaman perkebunan.
atau semi formal. Dengan anggota Kebijakan pemerintah.
kelompok dekat, sebenarnya sistem Kebijakan pemerintah (daerah
kontrol dapat berjalan dengan efektif. atau pusat) pada saat ini harus berpihak
Pemerintah dapat membantu melalui kepada kelompok miskin terlebih dahulu.
pembinaan kelembagaan tradisional Dengan meningkatkan aksesibilitas
tersebut, terutama dalam pe- terhadap input, maka kendala yang
ngembangan sistem manajemen. dihadapi petani, sedikit demi sedikit
Aksesibilitas terhadap Informasi dapat dikurangi. Filosofi pendekatannya
teknologi sangat rendah, terlihat dari tentu tidak dengan “sistem sinterklas”
aksesibilitas petani terhadap penyuluh lagi, tetapi dengan dinamisasi
dapat dikatakan hampir tidak ada. Akses sumberdaya yang ada di lingkungan
informasi melalui penyuluh merupakan setempat.
akses minimal yang harus ada, paling
tidak pada saat tanam serta terjadinya 4.6. Prioritas Hambatan
eksplosi hama dan penyakit. Akses a. Matriks Skala Prioritas Hambatan
informasi ini sebaiknya dilaksanakan Ada beberapa hambatan yang
secara terorganisir sehingga dapat dihadapi petani dalam meningkatkan
efisien, efektif, dan berkelanjutan. Kerja perkebunan gambirnya, yaitu antara lain
keras pemerintah untuk memfasilitasi sumber daya manusia (pendidikan
dan mengembangkan kerjasama rendah, usia lanjut, persepsi kurang baik
dengan lembaga dan sumber informasi terhadap inovasi, belum optimalnya
lain (perguruan tinggi dan lembaga kerja penyuluh pertanian), sumberdaya
penelitian) merupakan aksi yang sangat lahan (lemahnya status lahan, lokasi
strategis. Adaptasi dan adopsi lembaga usahatani yang jauh dari akses pasar,
pendidikan informal seperti sekolah konversi menjadi permukiman),
lapang yang merupakan aplikasi dari kelembagaan (tidak diberdayakan
pengelolaan hama terpadu, sistem koperasi atau lembaga keuangan mikro,
pertanian organik, dan sistem pertanian organisasi petani tidak dimanfaatkan),
berkelanjutan dapat dilaksanakan. infrastuktur (kondisi jalan kurang
Bahan tanaman mendukung, pasar setempat yang tidak
Bahan tanaman bermutu dapat menampung seluruh hasil
merupakan prasyarat bagi tercapainya pertanian, jauhnya lokasi desa dengan

20 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

pasar kecamatan), pola hidup petani terhadap pemerintah), kebijakan


(tingginya pengeluaran untuk konsumsi pemerintah (kurangnya dukungan BPN
pangan, kurangnya keinginan menabung terhadap solusi mengenai status lahan,
untuk investasi ataupun pendidikan, lebih banyak kebijakan untuk tanaman
budaya bahwa kaum pria usia produktif pangan dibanding tanaman perkebunan,
umumnya merantau sehingga kampung bank - bank pemerintah belum banyak
sendiri kurang maju, ketergantungan menjangkau lokasi).

Tabel 17. Matriks Skala Prioritas Hambatan Petani Gambir di Kabupaten Lima puluh
Kota, Sumatera Barat
Table 17. Matriks of Threat Priority Scale Gambia Farmers in Limapuluh Kota,
West Sumatera

No. Jenis Hambatan Skor


1 Rendahnya harga komoditas 5
2 Tingginya biaya pasca panen/pengolahan 5
3 Petani hanya sebagai price taker 5
4 Tingkat kesejahteraan petani umumnya masih rendah 4
5 Tidak adanya lembaga keuangan mikro 4
6 Status lahan petani umumya hanya sebagai tanah adat 4
7 Infrastruktur yang tidak menunjang 3
8 Minimnya penyuluhan tentang teknologi pra/pasca panen 3
9 Organisasi petani lokal tidak berjalan semestinya 3
10 Budaya lokal yang menghambat kemajuan desa 2
11 Kurangnya dukungan pemerintah melalui bank pemerintah 2
12 Rendahnya tingkat pendidikan 2

b. Stategi Pemecahan Masalah gambir adalah dengan meningkatkan


Matriks skala prioritas hambatan produktivitas tanaman dan mutu produk.
(Tabel 20 ) menunjukan bahwa masalah Lembaga keuangan mikro
terbesar yang dihadapi petani adalah sebagai penyandang modal menjadi
rendahnya harga komoditas dan biaya hambatan karena tidak berfungsinya
pengolahan relatif tinggi. Hal ini koperasi atau lembaga swadaya sejenis.
mengakibatkan petani yang dari awalnya Sebagian besar lahan petani tidak dapat
sudah susah menjadi semakin terpuruk. dijadikan agunan karena lemahnya
Peluang mereka untuk menabung dan status hukum. Untuk mengatasi hal ini
melakukan investasi pada perkebunan diperlukan strategi enabling dan
gambir menjadi sangat kecil. Untuk protection.
menga tasi hal ini, diperlukan strategi Prioritas hambatan mem berikan
em powerment dan protection melalui gambaran bahwa hal ter penting yang
keberpihakan kebijakan pemerintah. harus diperhatikan oleh pemerintah
Sejauh ini dukungan pemerintah belum adalah kedudukan petani sebagai price
signifikan terhadap perbaikan produksi taker. Sehingga meskipun harga komo-
dan pemasaran gambir. ditas di pasar internasional tidak me-
Satu-satunya pilihan untuk ngalami penurunan, tapi petani me-
meningkatkan pendapatan dari kebun nerima harga jauh di bawah harga

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 21


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

ekspor. Lebih jauh lagi faktor-faktor di sentra gambir lainnya (Riau dan
luar kekuatan petani yang dapat Sumatera Selatan).
mempengaruhi harga perlu dicermati. Dua kondisi di atas sekaligus
menjadi langkah konkrit perbaikan dan
4.7. Kondisi usahatani gambir pasca pengembangan usahatani gambir di
penelitian Sumatera Barat, sebagaimana saran
Secara umum kondisi petani yang dikemukakan dari hasil penelitian.
gambir di Kabupaten Limapuluh Kota
pasca penelitian ini dilakukan sudah KESIMPULAN DAN SARAN
mengalami beberapa perubahan walau-
pun belum menyeluruh. Beberapa aspek Tanpa mengabaikan upaya dan
yang dikemukakan dalam pembahasan langkah kongkrit yang telah diambil oleh
ini, terutama jumlah dan nilai aset pe- pemerintah daerah Sumatera Barat,
tani belum berubah. Akan tetapi, ada dapat disimpulkan bahwa:
kebijakan signifikan yang telah diambil 1. Gambir menjadi salah satu andalan
oleh pemerintah daerah Sumatera Barat perekonomian daerah Sumatera
pada umumnya, khususnya dalam hal Barat, hingga kini hampir seluruh-nya
akses petani terhadap lembaga masih diusahakan dalam bentuk
keuangan. Untuk meningkatkan ke- perkebunan rakyat. Hampir 80
mampuan petani dalam mengembang- persen ekspor gambir Indonesia
kan usahatani gambir, bersama dengan berasal dari daerah ini.
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minang 2. Sebagian besar perkebunan gambir
kabau (LKAAM) telah menyusun di Sumatra Barat dikelola oleh
peraturan pemerintah daerah (PERDA) generasi tua (di atas 40 tahun)
untuk melegitimasi tanah adat agar dengan tingkat pendidikan rendah
dapat dijadikan agunan bagi petani (maksimal SLTP). Hal ini mem-
dalam mendapatkan kredit dari Bank berikan gambaran semakin tidak
Nagari. Bahkan PERDA ini telah diminatinya perkebunan gambir
disahkan di salah satu sentra gambir di sebagai pencaharian pokok.
Sumatera Barat, yaitu kecamatan 3. Masalah internal yang dihadapi
Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar petani gambir di Sumatera Barat
(Anonim, 2006). Bila langkah ini se gera antara lain adalah tingginya usia rata-
diikuti oleh daerah-daerah lain yang rata dan rendahnya tingkat
menjadi sentra gambir, termasuk pendidikan akhir petani, lemahnya
Kabupaten Limapuluh Kota, maka status lahan usahatani sehingga
masalah agunan untuk kredit modal tidak dapat dijadikan agunan untuk
kerja atau akses petani gambir terhadap modal, tingginya tingkat konsumsi
lembaga perbankan dapat segera pangan, serta rendahnya tingkat
diatasi. kesejahteraan petani. Kondisi ini
Kondisi lain yang perlu di- memperkecil peluang petani untuk
kemukakan pasca penelitian adalah menabung dan melakukan investasi
telah dilepasnya tiga varietas gambir lebih lanjut pada perkebunan gambir.
oleh Balittri pada tahun 2008, yaitu 4. Masalah eksternal yang dihadapi
varietas Cubadak, Udang dan Riau. petani adalah harga produk yang
Pelepasan tiga varietas ini akan menjadi terus menurun, buruknya infra
terobosan baru bagi peningkatan pro- struktur jalan, baik jalan desa
duksi dan produktivitas tanaman gambir maupun jalan yang menghubungkan
di Sumatera Barat dan dua daerah desa ke kota, kurangnya penyuluhan
pertanian misalnya teknologi pasca

22 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

panen, tidak dapat diandalkanya bermutu, serta kebijakan pe-


pasar desa untuk memasarkan hasil merintah; perbaikan proses dan sis-
kebunnya, tidak berfungsinya tem pengelolaan usaha perkebunan
koperasi maupun lembaga keuangan gambir dengan meningkatkan status
tradisional /mikro yang ada, serta lahan; serta meningkatkan peran
tidak berfungsi organisasi petani organisasi petani.
untuk menunjang kegiatan petani 2. Sulitnya mempengaruhi harga pasar
5. Matriks skala prioritas hambatan mendorong perlunya melakukan
mengindikasikan bahwa hambatan minimisasi resiko usaha. Untuk itu
yang paling mendesak untuk diatasi sudah saatnya memperkenalkan dan
adalah harga pasar dan tingginya mensosialisasikan asuransi per-
biaya pasca panen, posisi petani tanian. Disamping itu, terus
hanya sebagai price taker, se- mendorong petani gambir untuk
mentara pasar hanya dikuasai oleh melakukan diversifikasi horizontal
beberapa eksportir. sebagai bagian dari minimisasi resiko
6. Lemahnya kekuatan hukum lahan usaha.
petani menjadi salah satu penyebab 3. Mendorong pemerintah daerah untuk
ketidaknyamanan petani dalam membina dan meningkatkan peran
berproduksi, di sisi lain tingkat lembaga keuangan tradi-sional
kesejahteraan petani yang relatif (informal) menjadi lembaga
rendah hanya dapat mengandalkan keuangan formal untuk meng-
lahannya sebagai aset. alokasikan dana dengan sistem
7. Rendahnya mutu bahan tanaman syariah (bagi hasil).
akibat kurangnya seleksi menye- 4. Perlunya kerjasama pemerintah
babkan rendahnya kinerja teknis (pusat dan daerah) dengan pihak
usaha perkebunan. Hal ini akibat perguruan tinggi dan lembaga
kurangnya akses informasi yang penelitian untuk mengadopsi konsep-
memperkenalkan petani mengenai konsep mutakhir seperti PHT,
metode seleksi. Ke-mungkinan besar pertanian organik dan sistem
dilatarbelakangi kurang responnya pertanian berkelanjutan, serta me-
pasar terhadap mutu output, mutu ningkatkan keterampilan petani
yang lebih bagus tidak di hargai. gambir dalam pengadaan bahan
8. Rendahnya harga produk mem- tanam bermutu.
pengaruhi pendapatan usahatani 5. Pendekatan kelembagaan adat untuk
petani, sehingga menurunkan melakukan reformasi agraria secara
ketertarikan investor ataupun petani bertahap. Hal ini sangat dibutuhkan
itu sendiri untuk memberikan untuk meningkatkan status lahan
suntikan modal yang lebih besar. petani gambir agar lahan dapat di
konversi menjadi sumber modal bagi
Saran petani gambir.
1. Untuk mengatasi masalah yang
dihadapi petani gambir, maka usaha
yang perlu dilakukan adalah:
meningkatkan aksebilitas terhadap
pasar melalui peningkatan nilai
output, peningkatan respon terhadap
mutu produk; peningkatan
aksesibilitas tehadap input modal,
informasi, teknologi, bahan tanam

Buletin RISTRI Vol. 1 (1) 2008 23


Pembentukan Modal Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian. 2002. Upaya


Antisipasi Kekeringan Tahun 2002
Anonim. 2006. Pola Pengembangan dan Peningkatan Aksebilitas
Komoditi Usaha Ekonomi Rakyat Permodalan Petani. Direktorat
Sumatera Barat. Laporan Akhir Jenderal Bina Sarana Pertanian
Kerjasama Badan Perencanaan Departemen Pertanian. Jakarta.
Pem bangunan Daerah dengan
Program Studi Pembangunan Disbun Sumbar. 2003. Kebijakan
Wilayah dan Pedesaan Program Pengembangan Gambir dan
Pascasarjana Universitas Nilam di Sumatera Barat. Dinas
Andalas. Padang. Perkebunan Tingkat I Sumatera
Barat. Padang.
BPS Sumbar. 2004. Sumatera Barat
Dalam Angka 2003. Badan Pusat Disbun Sumbar. 2004. Statistik
Statistik Sumatera Barat. Perkebunan Propinsi Sumatera
Padang. Barat Tahun 2003. Dinas
Perkebunan Propinsi Sumatera
BPS Sumbar. 2004. Kecamatan Barat. Padang.
Pangkalan Koto Baru Dalam
Angka 2003. Badan Pusat Ermiati dan Puti R. 2001. Analisis
Statistik Kabupaten Lima Puluh Usahatani Gambir di Sumatera
Kota. Lima Puluh Kota. Barat. Studi Kasus Kecamatan
Harau. Jurnal Penelitian Tanaman
de Soto, H. 2001. The Mysteri of Capital: Industri. 7(3):67-73. Pusat
Why Capitalism Triumphs in The Penelitian dan Pengembangan
West and Fails Eveerywhere Else. Perkebunan. Bogor.
Daily Telegrap. London.

24 Buletin RISTRI Vol. 1(1) 2008

Anda mungkin juga menyukai