Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN

USAHATANI VANILI PADA KETINGGIAN LAHAN 350-800 M DPL


DI KABUPATEN TASIKMALAYA
(Studi Kasus: Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah,
Kabupaten Tasikmalaya)

Disusun oleh :

Avenia Nur Aulia

A14304041

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008
RINGKASAN

AVENIA NUR AULIA. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani
Vanili Pada Ketinggian Lahan 350-800 mdpl di Kabupaten Tasikmalaya (Studi Kasus:
Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya). Dibimbing oleh
YAYAH K. WAGIONO.

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan dalam pembangunan


ekonomi nasional. Hal tersebut bisa dilihat dari kontribusinya terhadap PDB (produk
domestik bruto), penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa. PDB sektor pertanian,
termasuk pula kehutanan dan perikanan, adalah sebesar Rp 63,8 triliun, nilai ini terus
meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut
memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional.
Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber utama
untuk penyediaan bahan pangan. Dalam meningkatkan ketahanan pangan, tantangan
besar saat ini adalah konsumsi masih bertumpu pada beras. Segala upaya telah dilakukan
dalam rangka peningkatan produksi pangan terutama beras yang masih terus menjadi
masalah utama. Meskipun revolusi hijau yang diiringi social engineering di bidang
produksi telah berhasil mengejar tingginya pertumbuhan penduduk, namun masih belum
dapat mengubah ketergantungan masyarakat terhadap beras.
Dewasa ini masalah yang timbul terkait dengan peran pertanian sebagai sektor
penghasil bahan pangan utama adalah terancamnya kestabilan pangan yang diakibatkan
oleh adanya krisis pangan dimana produktivitas produk pertanian semakin berkurang.
Ada dua faktor yang menjadi penyebab dari adanya pengurangan produktivitas pertanian,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu adanya pengaruh dari
buruknya sistem ketahanan, sedangkan faktor eksternal yang merupakan fenomena yang
telah melanda sejumlah negara yakni pemanasan global.
Keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim
digambarkan oleh hubungan sebab akibat dimana efek rumah kaca menyebabkan
terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi. Dengan adanya akumulasi yang berlebihan
tersebut, iklim global melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah salah
satunya peningkatan temperatur bumi, kemudian disebut pemanasan global dan
berubahnya iklim regional, seperti perubahan pola curah hujan, penguapan, pembentukan
awan.
Salah satu gejala pemanasan global seperti naiknya permukaan laut menjadi
masalah dasar yang dapat menggangu stabilitas lahan pertanian yang berpengaruh
terhadap ketahanan pangan di negara Indonesia. Mekanisme peningkatan permukaan air
laut menyebabkan terjadinya pergeseran lahan tanam pertanian dari lahan dataran rendah
dialihkan ke dataran tinggi. Akibat adanya pergeseran lahan pertanian dari dataran rendah
ke dataran tinggi menyebabkan persaingan antara tanaman untuk lahan dataran rendah
dan tanaman lahan dataran tinggi. Hal ini tentu saja dapat menjadi masalah bagi para
petani dalam memanfaatkan lahan mereka yang terbatas, sementara lahan pertanian
mereka harus dimanfaatkan agar dapat memberikan keuntungan yang optimal, baik
secara finansial maupun sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani padi dan
kelayakan finansial usahatani vanili di Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari aspek
finansial dan lingkungan serta membandingkan keuntungan usahatani padi dan usahatani
vanili di Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari aspek finansial dan lingkungan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui pencatatan dan wawancara langsung dengan para petani
padi maupun vanili menggunakan kuesioner yaitu kuesioner yang meminta jawaban rinci
dan lengkap dari responden tentang kegiatan usahatani yang mereka lakukan. Data
sekunder berupa literatur yang dibutuhkan yang berkaitan dengan penelitian. Sebagai
data penunjang digunakan data dari media massa, internet, artikel dan data statistik dari
instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Metode yang
digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis kelayakan usaha.
Analisis pendapatan usahatani menunjukan bahwa usahatani padi di Desa
Cibongas menguntungkan secara finansial dengan R/C ratio lebih besar dari satu yaitu
2,86 atas pendapatan tunai dan 1,62 untuk pendapatan total. Analisis kelayakan
usahatani vanili di Desa Cibongas juga bersifat layak dan menguntungkan secara
finansial terlihat dari nilai NPV yang positif yaitu Rp 8.593.840,85 IRR lebih
besar dari tingkat suku bunga (30,56>16), nilai gross B/C lebih besar dari satu (2,1>1)
serta payback period yang lebih kecil dari umur proyek (5,71<10)
Lain halnya apabila dilihat dari aspek lingkungan, komoditi vanili lebih bersifat
ramah lingkungan sehingga dapat dikatakan lebih menguntungkan karena menggunakan
bahan kimia yang lebih sedikit dibandingkan dengan usahatani padi yang boros unsur
hara dan merupakan tanaman yang menghantarkan metana ke atmosfer dengan baik.
Sehingga apabila dilihat dari aspek lingkungan usahatani vanili lebih menguntungkan
dibandingkan dengan usahatani padi. Oleh karena itu, tanaman vanili djadikan sebagai
rekomendasi terhadap para petani dan pihak terkait karena selain masih bersifat
menguntungkan, usahatani vanili juga lebih bersifat ramah lingkungan.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN
USAHATANI VANILI PADA KETINGGIAN LAHAN 350-800 M DPL
DI KABUPATEN TASIKMALAYA
(Studi Kasus: Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten
Tasikmalaya)

Oleh :
Avenia Nur Aulia
A14304041

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani Vanili
Pada Ketinggian Lahan 350-800 m dpl di Kabupaten Tasikmalaya
(Studi Kasus Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, kabupaten
Tasikmalaya)
Nama : Avenia Nur Aulia
NRP : A14304041

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K Wagiono, MEc


NIP. 130 350 044

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


“ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN
USAHATANI VANILI PADA KETINGGIAN LAHAN 350-800 M DPL DI
KABUPATEN TASIKMALAYA (STUDI KASUS DESA CIBONGAS,
KECAMATAN PANCATENGAH, KABUPATEN TASIKMALAYA)” ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Juli 2008

Avenia Nur Aulia


A14304041
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, pada tanggal 2 Maret 1987 sebagai anak

pertama dari pasangan Endang Hermawan dan Yustiraty Rahayu. Penulis menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Mandalahayu pada tahun 1998. Tahun 1998, penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri I Salopa di Kecamatan

Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri I Cikatomas, Kabupaten

Tasikamalaya dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun

2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ekonomi Pertanian

Sumberdaya (EPS), Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama

menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi MISETA

(Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) pada periode

2005/2006.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat

serta Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul

“Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani Vanili Pada Ketinggian

Lahan 350-800 m dpl di Kabupaten Tasikmalaya” (Studi kasus Desa Cibongas,

Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya) ini disusun untuk menyelesaikan studi

dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Adapun topik dan judul penelitian ini berdasarkan pada minat yang tinggi dari

penulis terhadap bidang Studi kelayakan proyek serta usahatani. Pengaruh adanya

pemanasan global terhadap sektor pertanian terlihat dari adanya kecenderungan

pergeseran tempat tanam dari dataran rendah ke dataran yang lebih tinggi, sehingga

diperlukan analisis agar diketahui tanaman yang dapat memberikan keuntungan yang

lebih tinggi baik secara finansial maupun sosial sehingga dapat direkomendasikan kepada

pihak-pihak terkait yang berkepentingan. Penulis menyadari sepenuhnya

bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini. Harapan

penulis, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Juni 2008

Avenia Nur Aulia


A14304041
UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seiring dengan berakhirnya satu
tahap pendidikan di Institut Pertanian Bogor, maka penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terutama dalam penulisan
skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis diantaranya:
1. Kedua orang tua (Papap dan Mamah) Endang Hermawan, BA dan Ny.
Yusty Raty Rahayu serta kedua adik tercinta (Wemphy Primadhyta dan Nizar
Luthfy Pauzy), terimakasih atas cinta dan kasih sayang, suri tauladan, nasihat
serta semangat, kesabaran, serta berbagai dukungan baik moril maupun materi
yang telah diberikan kepada penulis.
2. Ir. Yayah K Wagino, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh
kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu, mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi serta terimakasih atas ilmu, nasihat dan kepercayaan yang
telah diberikan untuk penulis.
3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen penguji utama. Terimakasih atas segala
kebaikan hati, bimbingan masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini.
4. A. Faroby Falatehan SP, M.E selaku dosen penguji wakil departemen.
Terimakasih atas segala masukan, kritik dan saran yang dapat bermanfaat bagi
penulisan skripsi ini.
5. Muhammad Asyhar Agmalaro, terimakasih atas kesabaran, semangat, serta
dukungannya.
6. Teman-teman satu perjuangan Idhoet, Rissa, Irna, Uci, Wulan, Vina, Cita, Teteh
Fitri, Emil, Juventy N, Jimmy, Merika, Mail, Kevin, Yudi, Devi, Lingga, Deli,
Nana, Pipih, serta teman-teman kelas semua yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
7. Ua Gandha, Ua Cayur, Teh Yani, Tante muda Reni, Rizwan, Naufal, de’Rizky,
Riska, Gian, Bayu, Zam-zam, Cu-am, dan keluarga besar papap dan mamah
lainnya.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….… x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................ 10
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................... 14
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………….. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Vanili dan Budidaya Vanili..................................................... 15
2.2 Padi dan Budidaya padi .......................................................... 18
2.3 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu............................................. 19
2.3.1. Penelitian Usahatani...................................................... 19
2.3.2. Penelitian Analisis Kelayakan Usahatani ..................... 21

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 24
3.1.1 Pendapatan Usahatani ............................................. 24
3.1.2 Konsep Usahatani .................................................. .. 24
3.1.3 Studi Kelayakan Proyek ........................................... .. 27
3.2 Kerangka Berpikir Operasional ………………………….. .. 40

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 44
4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 44
4.3 Teknik Pengambilan sampling.............................................. 44
4.4 Metode Analisis Data............................................................ 45
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani .................................. 45
4.4.2 Analisis Kriteria Kelayakan Usaha.............................. 46

BAB V GAMBARAN UMUM


5.1 Kondisi geografis ………………………………………… 51
5.1.1 Letak Geografis dan Wilayah……………………….. 51
5.1.2 Topografi …………………………………………... 51
5.1.3. Hidrologi dan Klimatologi…………………………. 53
5.2 Penggunaan Lahan dan Kawasan Budidaya........................... 54
5.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi............. 54
5.3.1 Pertumbuhan Ekonomi…………………………….. 54
5.3.2 Struktur Ekonomi ………………………………... 56
5.4 Kependudukan……………………………………………... 58
BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN
USAHATANI VANILI
6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah …….….. 64
6.1.1 Penerimaan Usahatani ……………. 65
6.1.2 Biaya Usahatani………………………………. 67
6.1.3 Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi……. 69
6.2 Analisis Kelayakan Usahatani Vanili………………….. 73
6.2.1 Nilai Arus Tunai Usaha………………………… 73
6.2.2 Analisis Kelayakan Finansial …………………….... 74
6.2.3 Analisis Sensitivitas ……..………………………… 75
6.2.4 Analisis Nilai Pengganti……………………….… 77

BAB VII PERBANDINGAN KEUNTUNGAN USAHATANI PADI DAN


VANILI
7.1 Aspek Finansial……………………………………….. 79
7.1.1 Pendapatan Usahatani Padi …………………... 79
7.1.2 Pendapatan Usahatani Vanili…………..………. 79
7.2 Aspek Lingkungan …………………………………… 80
7.2.1 Aspek Lingkungan Usahatani Padi ………….. 80
7.2.2 Aspek Lingkungan Usahatani Vanili………….. 83
7.3 Dampak Isu Pemanasan Global …………………….... 86

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan ………………………………………… 88
8.2 Saran ………………………………………………….. 89

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 90
LAMPIRAN ............................................................................................... 92
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Perkembangan Ekspor Vanili Indonesia Tahun 2002-2006............... 7

2. Luas Lahan Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi


Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002-2006………………………… 9

3. Produksi Vanili Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002 – 2006........... 9

4 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Vanili Rakyat


Kabupaten Tasikmalaya Tahun 200................................................... 10

5. Rekapitulasi Luas Areal, Produksi dan Produktivitas


Perkebunan Rakyat Tanaman Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya
Menurut Keadaan Tanam Tahun 2002-2006………………………. 12

6. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi


Jawa Barat Tahun 2001-2005 (dalam persen)…………..……......... 54

7. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya per sektor


Usaha Tahun 2004-2005 (dalam persen)........................................... 55

8. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan


Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2005 (dalam persen) ........................................................ 57

9. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya Menurut Jenis Kelamin


Tahun 2001-2005………..…………………………………….….... 58

10. Karakteristik Responden Petani Padi dan Petani Vanili di Desa


Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya…….. 60

11. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Per Hektar di Desa Cibongas,


Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya .......... 66

12 Hasil Perbandingan antara Usahatani Permusim dengan


Perubahan Output maupun Input........................................................ 70

13. Emisi Metana dan Hasil Gabah Beberapa


Varietas Padi yang Ditanam……………………………………….. 82
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Cashflow Usahatani Vanili per Hektar…………………................. 93

2. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili


(Kenaikkan Harga Pupuk Sebesar 10 Persen).................................. 94

3. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili


(Kenaikkan Harga Upah Tenaga Kerja sebesar 10 persen)……...... 94

4. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili


(Penurunan Harga Jual sebesar 10 persen)……………………..…. 95

5. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili


(Penurunan Volume Produksi sebesar 5 persen)………………….. 94

6. Nilai Pengganti (switching Value) Usaha Vanili


dengan Kenaikkan Biaya …………………………………………. 96

7. Nilai pengganti (switching Value) Usaha Vanili


dengan Penurunan Penerimaan …………………............................ 97

8. Tabel Rata-rata Produksi Vanili Responden …………………….... 98

9. Tabel Rata-rata Biaya Usahatani Vanili Responden.......................... 99


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan dalam pembangunan

ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB (Produk

Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa. PDB sektor pertanian

termasuk pula kehutanan dan perikanan adalah sebesar Rp 63,8 triliun pada tahun 1996,

nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB

pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional. 1

Sektor pertanian berikut sistem agribisnisnya sangat dominan perannya dalam

penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut mampu menyerap 45 persen dari total

penyerapan tenaga kerja nasional atau menempati urutan pertama dalam penyerapan

tenaga kerja. Pada tahun 2005 struktur kesempatan kerja pedesaan secara agregat

menunjukkan bahwa 59 persen dari total kesempatan kerja pedesaan berasal dari sektor

pertanian, yang secara absolut besarnya 58 juta orang. Peran sektor pertanian di luar Jawa

juga lebih besar yaitu sebesar 67 persen dibandingkan dengan di Jawa yang besarnya 51

persen. Sebaliknya, sektor non-pertanian di Jawa hanya menyumbang 49 persen dan di

luar Jawa menyumbang 33 persen kesempatan kerja, yang pada umumnya berupa jasa

perdagangan, jasa kemasyarakatan, bangunan, dan jasa pengangkutan. Keadaan ini

menunjukkan masih tetap dominannya peran sektor pertanian dalam perekonomian

rumah tangga pedesaan, baik di Jawa maupun di luar Jawa.

1
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional:Sektor Pertanian Sebagai “Prime Mover”Pembangunan
Ekonomi Nasional (kwik kian gie) www.bappenas.go.id, diakses 15 Mei 2008
Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber utama

untuk penyediaan bahan pangan. Dalam meningkatkan ketahanan pangan, tantangan

besar saat ini adalah konsumsi masih bertumpu pada beras. Segala upaya telah dilakukan

dalam rangka peningkatan produksi pangan terutama beras yang masih terus menjadi

masalah utama. Meskipun revolusi hijau di bidang produksi telah berhasil mengejar

tingginya pertumbuhan penduduk, namun masih belum dapat mengubah ketergantungan

masyarakat terhadap beras.

Dewasa ini masalah yang timbul terkait dengan peran pertanian sebagai sektor

penghasil bahan pangan utama adalah terancamnya kestabilan pangan yang diakibatkan

oleh adanya krisis pangan dimana produktivitas produk pertanian semakin berkurang.

Ada dua faktor yang menjadi penyebab dari adanya pengurangan produktivitas pertanian,

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu adanya pengaruh dari

buruknya sistem ketahanan pangan, sedangkan faktor eksternal yang merupakan

fenomena yang telah melanda sejumlah negara yakni pemanasan global.2

Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat

peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pemanasan akan diikuti dengan

perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga

menimbulkan banjir dan erosi sedangkan di belahan bumi lain akan mengalami musim

kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikkan suhu. Pemanasan global dan

perubahan iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan

penggunaan bahan bakar fosil dan pertanian. Kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung

maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu

peningkatan jumlah gas rumah kaca secara global.


2
Pemanasan Global Pertanian padi harus dikaji ulang,www.mediatani.wordpress.com diakses 15 Mei 2008
Keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim

digambarkan oleh hubungan sebab akibat dimana efek rumah kaca menyebabkan

terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi. Adanya akumulasi yang berlebihan

tersebut, iklim global melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah salah

satunya peningkatan temperatur bumi, kemudian disebut pemanasan global dan

berubahnya iklim regional, seperti perubahan pola curah hujan, penguapan, pembentukan

awan.

Dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim terutama bagi sektor

pertanian diantaranya adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana, kenaikkan

permukaan laut, permukaan tanah turun dan kesuburan tanah pertanian berkurang.

Dampak-dampak tersebut berpengaruh terhadap produktivitas produk pertanian termasuk

tanaman pangan dalam hal ini adalah padi. Sebagai gambaran, dalam rentang tahun 1995

sampai 2005 total padi yang terendam banjir seluas 1.926.636 ha, dari jumlah tersebut

sebagian diantaranya puso yaitu sebesar 471.711 ha, sedangkan untuk lahan yang

kekeringan seluas 2.131.579 ha serta sebagian diantaranya mengalami gagal panen yaitu

seluas 328.447 ha. Pada tahun 2005 luas padi yang mengalami gagal panen akibat

kekeringan dan banjir mencapai 189.773 ha dari total luas lahan 577.046 ha. Pada tahun

2006 gabah yang hilang mencapai 872.955 ton dengan rata-rata produksi 4,6 ton per ha.

Adapun tahun 2007, luas lahan yang mengalami gagal panen adalah 189.773 ha, dari luas

total 577.046 ha, dengan rata-rata produksi 5 ton gabah per ha, dan gabah yang terbuang

mencapai 948.865 ton. 3

Penurunan produktivitas yang terjadi akibat pengaruh pemanasan global tidak

hanya terjadi di negara kita, tetapi juga menimpa sejumlah negara termasuk Cina yang
3
Stok Beras Dunia Menipis. www.prakarsa-rakyat.org diakses tanggal 7 Juni 2008.
mengalami banjir dan Filipina yang mengalami perubahan iklim. Hal ini semakin

menyebabkan persediaan beras dunia semakin berkurang, karena harus diperebutkan oleh

negara-negara konsumen lainnya. Berdasarkan data produksi beras Departemen

Pertanian Amerika Serikat, persediaan akhir beras dunia per juli 2007 diproyeksikan

sebesar 71,99 juta ton, lebih rendah dibandingkan dengan pada tahun 2006/2007, serta

tahun 2005/2006 sebesar 77,26 juta ton. Meskipun produksi beras dunia per juli

2007/2008 sebesar 420,81 juta ton lebih tinggi sebesar 4,44 juta ton dari tahun

sebelumnya, akan tetapi kebutuhan dunia pun ikut meningkat 6,36 juta ton dibandingkan

periode sebelumnya. 4

Penurunan persediaan beras dunia yang terjadi menyebabkan harga beras di pasar

Internasional meningkat, harga beras di pasar Internasional kini berada diatas 300 dollar

AS per ton, sebelumnya harga rata-rata beras dunia tersebut hanya 220 dollar AS per ton.

Peningkatan harga beras ini mempunyai dampak positif maupun negatif yang akan

ditimbulkan, dampak positif peningkatan harga akibat pengurangan persediaan beras

tersebut akan memacu para petani untuk meningkatkan produksinya demi memenuhi

kebutuhan mereka sendiri maupun untuk kebutuhan komersil yang pada akhirnya akan

dapat memenuhi persediaan beras nasional, sehingga negara kita tidak terlalu terpengaruh

dengan adanya pembatasan kuota ekspor oleh negara-negara produsen beras. Selain itu,

dengan adanya pengadaan persediaan beras dalam negeri yang terus meningkat akan

mampu mengurangi angka ketergantungan beras dari luar negeri sehingga dapat

mendukung kebijakan pengurangan kuota impor. Kuota impor yang diizinkan pada tahun

2007 yang sesuai dengan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan adalah sebesar 1,5

juta ton dan baru terealisasi 700 ribu ton.


4
Ibid
Selain dampak positif kenaikkan harga beras dunia juga menimbulkan dampak

negatif terkait dengan upaya pengadaan persediaan beras dalam negeri dengan

meningkatkan produktivitas padi tentu memerlukan adanya perluasan lahan sawah, oleh

karena itu dilakukan pembukaan lahan sawah yang baru. Lahan dataran rendah yang

biasanya digunakan sebagai lahan sawah sudah berkurang akibat naiknya permukaan laut

yang dapat menenggelamkan lahan pertanian produktif serta berkurangnya tingkat

kesuburan lahan dataran rendah, oleh karena itu para petani akan memutuskan untuk

mengalihkan tempat olahannya ke dataran yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan

terancamnya mutu serta jumlah suplai air. 5 Selain itu lahan perkebunan yang biasanya

terdapat di dataran tinggi akan terdesak, sehingga menyebabkan adanya persaingan

tempat tanam antara tanaman dataran rendah dan tanaman dataran tinggi.

Adanya persaingan lahan antara tanaman dataran rendah dan dataran tinggi

tersebut dapat menjadi masalah baru bagi para petani dalam menentukan keputusan

penggunaan lahannya. Para petani cenderung lebih mengutamakan keuntungan finansial

dalam menggunakan lahan pertaniannya dengan melihat komoditi yang lebih besar

memberikan keuntungan tunai. Disamping pertimbangan melalui aspek finansial, aspek

lain yang lebih penting untuk diperhatikan adalah aspek lingkungan yang merupakan

faktor penting dalam mewujudkan pertanian yang berkelanjutan yang mampu menjaga

kesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Komoditi yang akan ditinjau dalam hal ini adalah komoditi padi dan komoditi

vanili. Komoditi padi dipilih karena komoditi ini merupakan sumber makanan pokok

paling utama bagi penduduk negara kita sehingga terkait dengan kepentingan sebagian

besar penduduk Indonesia, terlihat dari banyaknya petani Indonesia yang sebagian besar
5
Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.www.ecoton.or.id diakses tanggal 23 Mei 2008.
merupakan petani padi. Selain itu, sifatnya yang rentan terhadap adanya pengaruh

pemanasan global sehingga menyebabkan adanya kecenderungan perubahan tempat

tanam dari dataran rendah ke dataran tinggi yang sengaja dilakukan oleh para petani

untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi akibat adanya

pengaruh pemanasan global tersebut, seperti banjir, kekeringan ataupun lahan yang

kurang subur.

Vanili dipilih sebagai pembanding karena merupakan tanaman perkebunan yang

masih mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan, melihat kebutuhan vanili dunia

diperkirakan mencapai 2.000-2.500 ton per tahun, sementara produksi nasional baru

mencapai 1.300 ton per tahun, dengan demikian masih kurang 700-1.200 ton per tahun.

Vanili juga merupakan komoditi ekspor andalan Indonesia terutama pada tahun 2002-

2004 dimana harga vanili basah pada tahun 2002 mencapai rata-rata Rp 250.000 per kg,

bahkan pada tahun 2003 mencapai Rp 400.000 per kg kemudian pada tahun 2004 harga

vanili basah mulai mengalami penurunan mencapai rata-rata Rp 50.000 per kg hingga

tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan bahkan mencapai Rp 6.500 per kg hingga

Rp 9.000 per kg. Berikut ini adalah Tabel perkembangan ekspor vanili Indonesia tahun

2002 sampai 2006.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Vanili Indonesia Tahun 2002-2006

Tahun Nilai ($) Kuantitas (kg)


2002 38.320.725 7.196.882
2003 38.529.337 12.724.840
2004 33.003.382 1.481.918
2005 10.693.224 555.300
2006 11.783.396 998.076
Sumber : United Nations Commodity Trade (COMTRADE) Statistic Database, 2007
(diolah) 6

6
http ://unstats.un.org/unsd/comtrade, diakses pada 30 maret 2008
Alasan lain pemilihan vanili sebagai tanaman pembanding karena vanili

merupakan komoditi perkebunan yang secara tidak langsung akan terpengaruh oleh

adanya pemanasan global. Pengaruhnya pemanasan global tersebut dikhawatirkan akan

menyebabkan tanaman-tanaman dataran tinggi dalam hal ini tanaman perkebunan yaitu

tanaman vanili akan terdesak oleh tanaman dataran rendah yang telah beralih tempat

tanam ke dataran yang lebih tinggi sehingga tersaingi oleh adanya tanaman dataran

rendah dalam hal ini adalah padi.

Penelitian ini akan menganalisis perbandingan pendapatan antara komoditi padi

dan komoditi vanili dengan melihat dua aspek yang dipertimbangan, yaitu aspek finansial

yang akan membandingkan jumlah pendapatan yang diterima petani dari kedua komoditi

tersebut, sedangkan aspek lain yang akan dijadikan bahan pertimbangan adalah aspek

lingkungan yang akan membandingkan kemampuan dari kedua komoditi tersebut dalam

mendukung program pertanian yang ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi

pengaruh adanya pemanasan global.

Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah dengan struktur ekonomi

masih didominasi sektor pertanian sebesar 34,91 persen, dengan karakteristik petani pada

umumnya menjadikan usahatani padi sebagai usahatani utama sebagai pemenuhan

kebutuhan pokok, luas lahan yang digunakan untuk sawah mencapai 18,12 persen yaitu

seluas 49.658 ha (BPS Tasikmalaya, 2007). Selain usahatani padi, sebagian petani di

Kabupaten Tasikmalaya juga menanam tanaman investasi yang diharapkan dapat

memberikan keuntungan yang lebih besar untuk penghasilan mereka, tanaman investasi

yang ditanam oleh para petani di Kabupaten Tasikmalaya adalah tanaman perkebunan,

sebagian diantaranya memilih vanili sebagai tanaman investasinya.


Wilayah Kabupaten Tasikmalaya dikatakan cocok untuk budidaya komoditi padi.

Indikator yang dapat dilihat diantaranya adalah produktivitas, luasan lahan tanam, serta

produksi dari komoditi tersebut. Produktivitas padi di Kabupaten Tasikmalaya selalu

mengalami peningkatan, begitu pula dengan produksi dan luas lahan tanam yang sama-

sama meningkat dari tahun ke tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi


Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002-2006
Tahun Tanam (Ha) Panen (Ha) Produktivitas Produksi
(Kw/ha) (Ton)
1. Padi Sawah
2002 106.790 102.981 50,12 516.141
2003 106.881 93.017 52,32 486.666
2004 120.861 113.404 52,22 592.167
2005 125.078 120.201 53,97 648.725
2006 106.453 101.516 56,67 575.291
2. Padi Ladang
2002 9.061 8.274 20,58 17.028
2003 7.529 9.046 24,56 22.217
2004 6.602 7.309 24,60 17.980
2005 6.448 6.912 25,19 17.412
2006 2.578 6.319 25,17 15.905
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, 2007

Lain halnya dengan produktivitas padi yang senderung terus meningkat,

produktivitas komoditi vanili di Kabupaten Tasikmalaya cenderung lebih fluktuatif.

Produksi mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2004, walaupun

mulai mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006, namun meskipun mengalami

penurunan produksi vanili tahun 2005 dan 2006 masih lebih besar dibandingkan dengan

tahun 2002. Produktivitas komoditi vanili Kabupaten Tasikmalaya tahun 2002 sampai

tahun 2006 dapat dilihat dari Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Produksi Vanili Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002 – 2006


Tahun Produksi
(Ton)
2002 66
2003 66
2004 101
2005 281
2006 147
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat 7

Selain produktivitas indikator lain yang dapat dilihat adalah luas lahan yang

ditempati, dan rata-rata produksi. Data yang digunakan untuk melihat keseluruhan

indikator tersebut digunakan data tahun terakhir yaitu data untuk tahun 2007 seperti

ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Vanili Rakyat Kabupaten


Tasikmalaya Tahun 2007
Variabel Jumlah
Luas areal tanam (ha) 204,58
Produksi (ton) 142,39
Produktivitas (Kw/ha) 6,96
Jumlah petani pemilik 981
Jumlah kelompok tani 14
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya, 2007

Desa Cibongas yang terletak di Kecamatan Pancatengah merupakan salah satu

desa yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi topografi di daerah penelitian

cocok untuk masing-masing komoditi, selain itu desa ini merupakan desa yang

mempunyai tren pertanian komoditi padi dan vanili dengan ketinggian lahan rata-rata 370

m dpl, serta karakteristik pertanian yang masih menjadikan padi sebagai tanaman utama

dengan vanili sebagai tanaman investasinya.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk

meningkat pesat. Seiring dengan adanya peningkatan penduduk, terjadi pula peningkatan

7
www.disbun.jabar.go.id
aktivitas manusia yang dapat menjadi faktor penyebab timbulnya pemanasan global.

Gejala-gejala adanya pemanasan global dapat dilihat dari perubahan iklim yang tidak

menentu, naiknya permukaan laut dan lain-lain. Salah satu gejala pemanasan global

seperti naiknya permukaan laut menjadi masalah dasar yang dapat menggangu stabilitas

lahan pertanian yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan di negara Indonesia.

Mekanisme peningkatan permukaan air laut menyebabkan terjadinya pergeseran lahan

tanam pertanian dari lahan dataran rendah dialihkan ke dataran tinggi. Akibat adanya

pergeseran lahan pertanian dari dataran rendah ke dataran tinggi menyebabkan

persaingan antara tanaman untuk lahan dataran rendah dan tanaman lahan dataran tinggi.

Hal ini tentu saja dapat menjadi masalah bagi para petani dalam memanfaatkan lahan

mereka yang terbatas, sementara lahan pertanian mereka harus dimanfaatkan agar dapat

memberikan keuntungan yang optimal, baik secara finansial maupun sosial.

Komoditi yang akan ditinjau dalam masalah diatas untuk penelitian ini adalah

komoditi padi sebagai tanaman yang mempunyai kecenderungan di tanam di dataran

rendah dan vanili sebagai tanaman dataran tinggi. Sebagai tanaman yang pada umumnya

ditanam di dataran rendah, komoditi ini akan rentan terhadap adanya kenaikan

permukaan laut yang diakibatkan oleh buruknya tata ruang, daerah resapan air dan juga

buruknya sistem irigasi yang telah memicu banjir termasuk di daerah sawah. Keadaan ini

akan membuat lahan dataran rendah yang potensial semakin berkurang, sehingga

mengakibatkan adanya pengalihan tempat tanam yang dilakukan petani padi yang

biasanya menanam padi di dataran rendah menjadi cenderung menanam di dataran tinggi.

Hal tersebut akan menyebabkan tanaman dataran tinggi dalam hal ini vanili akan terdesak

karena terjadi persaingan dalam penggunaan lahan antara komoditi padi dan vanili.
Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah yang memiliki tren

pertanian dengan dua komoditas padi dan vanili. Komoditi padi merupakan tanaman

pokok bagi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, sehingga tanaman ini tetap

dipertahankan karena selain dijual, dapat juga mereka gunakan untuk pemenuhan

kebutuhan pokok mereka sehari-hari (subsisten). Dilain hal, komoditi vanili tetap

dipertahankan para petani atas dasar spekulasi mereka sendiri yang masih berkeyakinan

bahwa harga vanili yang fluktuatif sewaktu-waktu dapat kembali tinggi.

Adanya pemanasan global tampaknya sudah mulai berpengaruh di wilayah

Kabupaten Tasikmalaya, diperkirakan telah terjadi persaingan lahan antara komoditi padi

dan vanili. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan produktivitas serta penggunaan lahan

dari salah satu komoditi, yaitu padi sementara pada komoditi vanili cenderung menurun,

seperti yang terlihat pada Tabel 5. Oleh karena itu, wilayah ini dipilih sebagai daerah

penelitian karena dengan adanya persaingan penggunaan lahan tersebut semakin lama

akan semakin membuat petani kesulitan dalam menentukan komoditi yang akan ditanam

diantara kedua komoditi tersebut sehingga perlu perlu dianalisis komoditi mana yang

lebih menguntungkan para petani baik secara finansial maupun lingkungan.

Tabel 5. Rekapitulasi Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Padi dan Vanili
Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Menurut Keadaan Tanaman Tahun 2002-
2006
Produktivitas Produksi
Tahun Luas Areal (Ha)
(Kw/ha) (Ton)
Padi Vanili Padi Vanili Padi Vanili
2002 115.851 93 46,02 7,10 533.167 66
2003 114.410 93 44,48 7,10 508.872 66
2004 127.463 65 47,87 15,54 610.178 101
2005 131.526 131 50,65 21,45 666.152 281
2006 109.031 151 54,23 9,74 591.241 147
Sumber : 1. Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, 2007
2. Dinas Perkebunan Jawa Barat 8
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari kedua

komoditi tersebut adalah analisis pendapatan usahatani yang digunakan untuk

menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh para petani padi serta analisis kelayakan

usahatani yang digunakan untuk menghitung tingkat kelayakan dari usahatani tersebut.

Alat analisis yang digunakan berbeda antara komoditi padi dan vanili dikarenakan ada

perbedaan jangka waktu dalam kemampuan produktivitasnya. Padi sebagai tanaman

dengan umur panen lebih pendek dari vanili, sedangkan vanili mempunyai umur panen

yang jauh lebih lama dari padi sehingga vanili dikatakan sebagai tanaman investasi.

Hasil dari analisis diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak

terkait terutama para petani itu sendiri sehingga dapat membantu mereka dalam

menentukan komoditi yang akan mereka tanam agar mereka dapat mengusahakan lahan

pertanian mereka secara efisien karena lahan yang mereka punya cenderung berskala

kecil. Selain itu, pertimbangan lain yang harus diperhatikan terkait dengan lingkungan.

Oleh karena itu, analisis perlu dilakukan untuk mengetahui komoditi yang memberikan

keuntungan yang lebih besar bagi para petani di Kabupaten Tasikmalaya ditinjau dari

aspek finansial maupun lingkungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan finansial

maupun sosial para petani itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana pendapatan usahatani dari komoditi padi dan kelayakan finansial usahatani

vanili di Kabupaten Tasikmalaya?

8
www.disbun.jabar.go.id
2. Bagaimana perbandingan keuntungan usahatani padi dan usahatani vanili dilihat dari

aspek finansial dan lingkungan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan finansial usahatani vanili di

Kabupaten Tasikmalaya.

2. Membandingkan keuntungan usahatani padi dan usahatani vanili di Kabupaten

Tasikmalaya dilihat dari aspek finansial dan lingkungan.

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai :

1. Salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan pada

komoditi vanili dan padi

2. Masukan bagi para petani dalam mengambil keputusan.

3. Wacana bagi masyarakat serta dapat menjadi sumber literatur bagi siapapun yang

akan melakukan penelitian lebih lanjut.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian hanya dilakukan pada satu desa sehingga memiliki batasan hanya

menganalisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan usahatani vanili di satu desa

saja

2. Aspek lingkungan dianalisis tidak secara mendalam, hanya gambaran deskriptif

mengenai dampak lingkungan secara sederhana baik itu aspek lingkungan pada

usahatani padi maupun pada usahatani vanili.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vanili dan Budidaya Vanili

Vanili (Vanila planifolia andreas)

Tanaman vanili termasuk famili orchidaceae (angrek-anggrekan), yang

merupakan famili terbesar dalam tanaman bunga. Vanili mempunyai 700 genus dan

20.000 spesies (Purseglove et al,1981). Dari sekian banyak jenis, jenis yang mempunyai

nilai ekonomi yaitu vanilla planifoka, v. pompana, dan v. tahinensis. diantara ketiga

tersebut, v. planifoka atau dikenal pula dengan v. fragnans salisha. Mempunyai produksi

yang lebih tinggi dan lebih bermutu karena kadar vanili yang lebih tinggi. V. planifola

juga paling banyak dijumpai di Indonesia (Hadisutrisno, 2005). Kedudukan tanaman ini

dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Subkelas : Monocotyledoneae

Famili : Orchydaceae

Genus : Vanilla

Species : Vanili sp

Tanaman vanili berbunga setelah 2 tahun, mulai berbuah setelah 3 tahun dan

mencapai hasil maksimal dalam 10-12 tahun (Health dan Reinecaus, 1986). Buah vanili

berbentuk kapsul (polong), bersudut tiga, bertangkai pendek, panjang 10-25 cm, diameter

5-15 mm, dan permukaan licin. Buah vanili akan cukup masak dalam waktu 8-9 bulan

setelah pembuahan. Buah muda berwarna hijau, sedangkan bila sudah masak warnanya
menjadi kekuning-kuningan, biji buahnya banyak, berwarna hitam dan berukuran rata-

rata 0,2 mm (Rismunandar dan Sukma, 2003).

Budidaya Vanili

Keadaan iklim yang diperlukan oleh tanaman vanili adalah suhu udara 25-38ºC,

kelembaban udara sekitar 80 persen dan intensitas hujan berulang – ulang tetapi tidak

banyak. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki 6 – 7 dengan keadaan drainase yang

baik. Di wilayah Indonesia dengan curah hujan antara 2000 – 3000 mm per tahun pada

ketinggian 350 – 800 mdpl, tanaman vanili akan bisa tumbuh dan berproduksi dengan

baik.

Dalam menanam tanaman vanili yang perlu diperhatikan yaitu keadaan iklim, tipe

tanah dan kesuburan tanah. Lahan datar yang memungkinkan air tergenang di sekitar

perakaran vanili, dan lahan yang terlalu curam kurang baik untuk vanili. Perakaran vanili

relatif dangkal, karena itu sebaiknya vanili ditanam di lahan yang lapisan humusnya

tebal. Di lahan dengan kandungan humus tinggi, perkembangan akarnya 85 persen lebih

baik daripada bila ditanam di daerah biasa dan mengakibatkan pertumbuhan batang

barunya lebih baik.

Tanaman vanili memerlukan tanah yang gembur, ringan, porous, sehingga mudah

ditembus oleh akar. Unsur mineral dalam tanah dengan jumlah yang cukup dan imbangan

yang sesuai sangat diperlukan oleh tanaman vanili. Tanaman vanili sangat memerlukan

unsur Kalium (K) dan kalsium (Ca), karena unsur ini memegang peranan penting

terhadap pertumbuhan tanaman vanili, dengan ditemukannya kedua unsur ini pada bagian

vegetatifnya.
Sebelum vanili ditanam perlu disiapkan tanaman penegak atau pelindung terlebih

dahulu. Penanaman tanaman penegak atau pelindung ini dilakukan 6 – 12 bulan sebelum

stek vanili ditanam karena tanaman penegak berfungsi sebagai penunjang (panjatan) dan

juga sebagai naungan. Tanaman penegak atau pelindung memiliki lingkar batang yang

tidak besar, kuat sebagai penyangga, mudah diperbanyak dengan stek, tidak mengalami

pengguguran daun, daunnya relatif kecil, dan pertumbuhannya cepat. Percabangannya

hendaknya diatur pada ketinggian 1,5 – 2 m, sehingga sulur vanili mudah menggantung,

dan mudah dicapai oleh pekerja pada waktu mengawinkan bunga.

Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman penegak atau pelindung adalah 1,5 ×

1,25 m × 2 × 1 m (jarak 1,5 m dan 2 m adalah jarak antar barisan). Banyaknya naungan

yang diperlukan tergantung pada tinggi tempat/lokasi penanaman dari permukaan laut.

Semakin tinggi tempat maka akan semakin sedikit diperlukan naungan. Jenis tanaman

yang baik untuk digunakan sebagai penegak atau pelindung adalah tanaman leguminosa

(bunga kupu – kupu), karena tanaman tersebut dapat memperbaiki kesuburan tanah

melaui peningkatan N dari udara. Tanaman penegak atau pelindung sebaiknya dijaga agar

pada ketinggian 1,5 × 2 m sudah bercabang.

2.2. Padi dan Budidaya Padi

Padi (Oryza sativa L.)

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian

kuno ini berasal dari dua benua, yaitu asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti

sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zheziang (China) sudah dimulai pada

3000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesa India

sekitar 100-800 SM (Purnamawati & Purwono, 2002).


Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang ini tumbuh anakan dan

daun, bunga atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan . Akar padi adalah

akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan.

Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20 cm.

Budidaya Padi

1. Padi Sawah

Ciri khusus padi sawah adalah adanya penggenangan selama pertumbuhan

tanaman. Budidaya padi sawah dilakukan pada tanah yang berstruktur lumpur. Oleh

sebab itu, tanah yang ideal untuk sawah harus memiliki kandungan liat minimal 20

persen. Waktu pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari 4 minggu sebelum

penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum

diolah lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar 7 hari. Kemudian untuk benih

disarankan menggunakan benih bersertifikat atau berlabel biru dan pada setiap musim

tanam perlu adanya pergiliran varietas benih yang digunakan memperhatikan ketahanan

terhadap serangan wereng dan tungro.

2. Padi Gogo

Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering, sumber air seluruhnya tergantung

pada curah hujan. Oleh karena itu, untuk pertumbuhan yang baik, tanaman padi gogo

membutuhkan curah hujan lebih dari 200 mm per bulan selama tidak kurang dari 3 bulan.

Lahan kering yang digunakan untuk padi gogo di Indonesia umumnya adalah lahan

marjinal yang sebenarnya kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.

Pemberian bahan organik pada lahan kering sebanyak 2-20 ton per ha sangat disarankan

karena dapat memperbaiki struktur fisik, kimia, dan biologi tanah. Pada lahan masam
sebaiknya dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian atau dolomit untuk menaikkan

pH dan memperbaiki kesuburan tanah

Kebutuhan benih untuk padi gogo lebih banyak daripada padi sawah, yaitu sekitar

50 kg per ha. Hal ini disebabkan karena persentase pertumbuhan padi gogo lebih kecil.

Meskipun demikian, padi gogo memiliki kalebihan yaitu tidak perlu disemai terlebih

dahulu, benih dapat langsung ditanam dalam lubang atau diperlakukan seperti pada padi

sawah.

2.3. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

2.3.1 Penelitian Usahatani

Penelitian mengenai pendapatan usahatani padi hibrida telah dilakukan oleh

Basuki (2008). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari analisis diatas yaitu usahatani padi

hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat pada musim rendeng 2006/2007 memberikan pendapatan yang lebih kecil

dari usahatani padi hibrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya

yang dibayarkan usahatani padi inbrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp

4.384.536,55. R/C usahatani padi inbrida lebih besar dari R/C usahatani padi hibrida

menandakan bahwa usahatani padi inbrida lebih efisien daripada usahatani padi hibrida.

R/C atas biaya tunai pada usahatani inbrida adalah 2,10 dan R/C atas biaya tunai pada

usahatani padi hibrida adalah 1,62.

Selain menganalisis efisiensi usahatani padi hibrida, Basuki juga menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida. Hasil analisis menunjukkan

bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan
benih padi hibrida di tempat penelitian, yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan

usahatani terhadap pendapatan total, dan umur.

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani padi sawah juga dilakukan

oleh Tiku (2008) dengan membedakan sistem usahatani padi menjadi dua yaitu sistem

mina padi dan non mina padi. Pendapatan usahatani padi sawah dengan metode

minapadi di Desa Tapos I dan Tapos II secara umum hampir sama dengan sistem mina

Padi di daerah lain, terutama di Jawa Barat, namun usahatani mina padi didaerah lain ini

masih tergolong ke mina padi pembibitan karena usahatani mina padi ini cenderung

dijadikan bibit bagi usaha perikanan lain di daerah penelitian. Jika irigasi tersedia

melimpah, maka petani mengusahakan padi sawah minimal satu kali penanaman dalam

setahun, selain menurut petani untuk kebutuhan konsumsi dan dinilai menguntungkan.

Hal tersebut dapat menjaga keseimbangan dan kesuburan tanah dan jika air bukan hanya

melimpah, namun stabil ketersediaannya. Maka petani akan berusaha memelihara ikan di

sawah.

Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa pada sistem mina padi

pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non

mina padi jika tidak terserang penyakit, sedangkan jika terserang penyakit yang terjadi

justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama, sistem mina padi

menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Pada saat tidak

terserang penyakit, nilai R/C petani sistem mina padi atas biaya tunai dan biaya tidak

tunai 3,64 dan 2,12 lebih besar dari nilai R/C sistem non mina padi atas biaya tunai dan

tidak tunai yakni 3,19 dan 1,98. Namun, pada saat terserang penyakit nilai R/C atas

biaya tunai dan tidak tunai sistem mina padi 1,94 dan 1,24. Nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan non mina padi yaitu 2,18 dan 1,65. Dari penelitian ini dapat dikaji

bahwa bertambahnya faktor resiko yang muncul harus ditanggung petani yang

mengusahakan sistem mina padi, khususnya jika penyakit yang muncul tidak dapat

diatasi oleh ikan. Jika ikan tidak dapat mengatasi hama dan penyakit di sawah, ikan-ikan

menjadi penghalang petani untuk melakukan penyemprotan. Dalam kondisi tersebut,

petani harus memilih lahan sawah alternatif usaha antara ikan atau padi.

Penelitian mengenai usahatani vanili telah dilakukan oleh Salim (1993) dan

menyatakan bahwa pendapatan dari usahatani vanili memang besar tetapi biaya yang

diperlukan sebelum tanaman vanili berproduksi juga cukup besar. karena itu petani

vanili pemula, diperlukan bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan seperti Bank

berupa kredit, untuk mengatasi permodalan awal

2.3.2. Penelitian Analisis Kelayakan Usahatani

Studi kelayakan finansial dan pemasaran komoditi lada telah dilakukan oleh

Wuriyanto (2002) dengan menggunakan metode studi kasus dengan melakukan metode

survei dan observasi langsung. Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dan

kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani lada dan

aspek pemasaran lada. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan

usahatani lada dengan menggunakan kriteria NPV, Payback Period, Net B/C dan IRR,

serta mengetahui keragaan pasar lada dengan menghitung marjin pemasaran dengan

tingkat keterpaduan pasar menggunakan metode autoregresi. Hasil analisis kelayakan

finansial menggunakan menunjukkan usahatani lada layak diusahakan pada tingkat

diskonto 16 dan 18 persen. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan

skenario kenaikkan biaya operasional sebesar 16 persen, penurunan produksi


sebesar 22 persen, penurunan harga jual sebesar 26 persen menyebabkan usahatani

tidak layak. Analisis switching value yang dilakukan didapat nilai toleransi penurunan

harga dan produksi lada sebesar 15,22 persen dan 6,83 persen. Kenaikan biaya

operasional yang dapat ditolerir adalah sebesar 19,93 persen dan dan 6,83 persen untuk

tingkat diskonto 16 dan 18 persen.

Aisyah (2002) menganalisis kelayakan usaha florist di pusat promosi dan

pemasaran bunga/tanaman hias. Analisis switching value dilakukan untuk melihat sejauh

mana perubahan yang terjadi dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek

untuk usaha florist skala besar (lima unit florist), pada penurunan harga output 25 persen,

dan kenaikan harga input 35 persen. Aspek finansial untuk usaha florist skala besar layak

dan menguntungkan untuk dijalankan, sedangkan usaha florist kecil tidak. Analisis

sensitivitas menunjukkan usaha florist skala besar sangat sensitif terhadap perubahan

harga output dan input.

Pada tahun 2003, Apriyadi melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha

dan nilai tambah pengolahan ikan pada industri kerupuk udang/ikan di Indramayu.

Sistem produksi yang digunakan bukan berdasarkan skala ekonomi namun berdasarkan

focused facilities, yang membuat kapasitas pabrik tidak digunakan seluruhnya. Total

penerimaan produsen yang berproduksi dalam skala kecil pada industri ini adalah Rp

871.983.150 dengan total output yang dijual sebesar 113.900 Kg sehingga

keuntungannya sebesar Rp108.623.250. Penerimaan produsen yang berproduksi pada

skala besar adalah Rp 2.982.292.300 dengan total output sebesar 382.600 Kg. Nilai

tambah pada produsen yang berproduksi pada skala kecil adalah Rp 5.055 dicapai pada

tingkat 18,40 persen dari total inputnya dan keuntungan perusahaan sebesar 65,21 persen.
Produsen yang berproduksi dengan skala besar, nilai tambah ini diperoleh pada tingkat

21,21 persen dari total inputnya dan keuntungan perusahaan sebesar 71,95 persen. Hasil

analisis terhadap nilai tambah ini menyimpulkan bahwa dengan semakin besar nilai

tambah yang diperoleh dan semakin efisien produsen dalam usaha.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini

berusaha menganalisis antara dua komoditi yaitu komoditi vanili dan komoditi padi

dengan melihat besar pendapatan yang diperoleh dari masing-masing komoditi serta

mengidentifikasi kelayakan usaha dari masing-masing komoditi menggunakan analisis

pendapatan usahatani untuk komoditi padi dan analisis kelayakan usaha untuk komoditi

vanili dalam rangka peningkatan kesejateraan petani dengan introduksi aspek lingkungan

sebagai pertimbangan bagi para petani dan pihak terkait. Penelitian ini juga diharapkan

dapat menjadi acuan untuk mengembangkan Kabupaten Tasikmalaya sebagai kabupaten

dengan tingkat kesejahteraan tinggi di Jawa Barat.

BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Pendapatan Usahatani

Soehardjo dan Patong (1973) mengemukakan definisi dari pendapatan adalah

keuntungan yang diperoleh dengan mengurangkan biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi dengan penerimaan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk

menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan

jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-

hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan

ini juga digunakan untuk mencapai keinginan-keinginan dan memenuhi kewajiban-

kewajibannya.

3.1.2. Konsep Usahatani

Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja dalam Hantari (2007), usahatani

adalah suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang

mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur

modal yang beraneka ragam jenisnya dan unsur pengelolaan atau manajemen yang

perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya dan mencari keuntungan atau laba. Ilmu usahatani pada dasarnya

memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, tenaga

kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya

(Soekartawi, 1986).

Adapun tujuan usahatani menurut Soekartawi (1986) adalah memaksimumkan

keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah

bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk

mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya yaitu

bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah : (1) sempitnya lahan yang dimiliki petani,
(2) kurangnya modal, (3) pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis,

dan (4) masih rendahnya tingkat pendapatan petani.

Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu

usahatani subsisten bertujuan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, sedangkan

usahatani komersil adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya. Dari segi petani, pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari

pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri

dari lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat

mencapai tujuan sebaik-baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukaran-

kesukaran lain yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya.

Beberapa faktor kendala yang mempengaruhi produksi usahatani yaitu faktor

intern dan faktor ekstern. Faktor kendala intern terdiri dari kualitas dan kuantitas unsur-

unsur produksi seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Faktor ekstern meliputi adanya

pasar bagi produksi yang dihasilkan, tingkat harga sarana produksi dan hasil, termasuk

tenaga kerja buruh dan sumber kredit, tersedianya informasi dan teknologi yang mutakhir

dan kebijaksanaan yang menunjang (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983 dalam

Dewi, 2007). Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik

budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan

penyiangan. Pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai macam

sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana

produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja.

Brown (1979) mengemukakan bahwa setiap usahatani membutuhkan input untuk

menghasilkan output, sehingga produksi yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi
berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya

merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Pendapatan ini dianggap sebagai balas

jasa untuk faktor-faktor produksi yang digunakan.

Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu

tertentu. Sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai

dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja keluarga. Pengeluaran

tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang, seperti pembelian sarana

produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang

diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani

apabila bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selisih antara penerimaan

dan pengeluaran usahatani disebut pendapatan usahatani (net farm income). Pendapatan

bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan

faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usahatani merupakan ukuran

keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa

usahatani.

3.1.3 Studi Kelayakan Proyek

Proyek mempunyai beberapa pengertian. Proyek menurut Kadariah et.al (1999)

adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk

mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan

harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan datang dapat

direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai suatu unit. Sedangkan menurut

Gittinger (1986) proyek didefinisikan sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah

sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan


keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Pengertian lainnya yang

diungkapkan oleh Husnan & Suwarsono (2004), proyek ialah suatu usaha yang

direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta penggunaan

masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam

waktu yang tertentu pula, atau suatu pendirian usaha baru kedalam suatu bauran produk

yang sudah ada dengan menginvestasikan sumberdaya yang dapat dinilai secara

independen.

Analisis kelayakan usaha atau juga dapat disebut studi kelayakan proyek perlu

dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat atas invetasi

yang telah ditanamkan. Definisi studi kelayakan proyek menurut Husnan dan Suwarsono

(2000) studi kelayakan proyek adalah suatu penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu

proyek dilaksanakan dengan berhasil. Proyek yang dimaksudkan disini biasanya

merupakan proyek investasi.

Analisis kelayakan proyek memiliki tujuan antara lain untuk memperbaiki

pemilihan investasi. Pemilihan antara berbagai proyek perlu dilakukan mengingat

sumber-sumber daya yang tersedia terbatas. Kesalahan pemilihan proyek dapat

mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumberdaya yang langka (Kadariah et. al,

1999). Selain untuk memperbaiki pemilihan investasi, analisis kelayakan proyek juga

bertujuan menghindari ketelanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan

yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan Suwarsano, 2000). Suatu proyek

investasi umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan

dalam jangka panjang, karena itu perlu dilakukan analisis untuk menghindari kesalahan

dan menginvestasikan dana.


Dalam studi kelayakan hal-hal yang perlu diketahui adalah :

a. Ruang lingkup kegiatan proyek, untuk menentukan pada bidang-bidang apa proyek

akan beroperasi.

b. Cara kegiatan proyek dilakukan, untuk menentukan apakah proyek akan ditangani

sendiri atau diserahkan pada pihak lain.

c. Evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan berhasilnya seluruh proyek, untuk

mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan usaha.

d. Sarana yang diperlukan oleh proyek, menyangkut kebutuhan proyek dan fasilitas-

fasilitas pendukung.

e. Hasil kegiatan proyek serta biaya-biaya yang harus ditanggung untuk memperoleh

hasil tersebut.

f. Akibat-akibat yang bermanfaat maupun tidak bermanfaat akibat dari adanya proyek

tersebut (manfaat dan pengorbanan ekonomis dan sosial).

g. Langkah-langkah rencana mendirikan proyek.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), lembaga-lembaga yang memerlukan

studi kelayakan adalah :

1. Investor

Pihak yang akan menanamkan modal dalam suatu usaha akan lebih

memperhatikan proyek tersebut. Prospek disini adalah tingkat keuntungan yang

diharapkan dari investasi tersebut beserta resikonya. Semakin tinggi resiko investasi,

tingkat keuntungan yang diminta oleh investor tersebut juga tinggi.

2. Kreditur (Bank)
Para kreditur (Bank) akan lebih memperhatikan segi keamanan dana yang

dipinjamkan mereka. Dengan demiklian mereka mengharapkan agar bunga plus

angsuran pokok pinjaman bisa dilakukan tepat pada waktunya, dengan memperhatikan

pola aliran kas selama jangka waktu pinjaman tersebut.

3. Pemerintah

Pemerintah berkepentingan dengan manfaat proyek tersebut bagi perekonomian

nasional. Manfaat ini terutama dikaitkan dengan penanggulangan masalah-masalah yang

sering dihadapi oleh negara tersebut.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), tahap-tahap untuk melakukan proyek

investasi adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan

kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.

2. Perumusan merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi kedalam

suatu rencana proyek yang kongkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan

secara garis besar.

3. Penilaian dilakukan dengan cara analisa dan menilai aspek pasar, teknik, keuangan

dan perekonomian.

4. Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan

dicapai.

5. Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada

anggaran.

Aspek-Aspek Studi Kelayakan


Untuk menjalankan suatu proyek terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek

apa yang akan dipelajari. Aspek-aspek studi kelayakan usaha yang biasanya dianalisis

antara lain menyangkut aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi. Menurut

kadariah et al (1978) menyatakan bahwa proyek dapat dievaluasi dari aspek teknis, aspek

manajerial administratif, aspek organisasi, aspek komersil, aspek finansial, dan aspek

ekonomi. Dilain pihak, Gitingger (1986) menyebutkan proyek penelitian memiliki enam

aspek yaitu aspek teknis, aspek institusional manajerial, aspek komersil, aspek sosial,

aspek finansial, dan aspek ekonomi.

Aspek Pasar

Menurut Husnan dan Suwarsuono (2000), aspek pasar dan pemasaran

mempelajari tentang :

1. Permintaan, baik secara total maupun diperinci dan proyeksi permintaan dimasa

mendatang

2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Perkembanganm di

masa lalu dan yang akan datang, jenis barang yang menyaingi, dan sebagainya.

3. Harga, perbandingan dengan barang-barang impor dan produksi dalam negeri lainnya,

serta pola perubahan harganya.

4. Program pemasaran, mencakup stategi pemasaran yang akan dipergunakan, marketing

mix, identifikasi siklus kehidupan produk, dan pada tahap apa produk akan dibuat.

5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai

oleh perusahaan

Pengkajian aspek pasar dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa

adanya permintaan atas barang/jasa. Pemasaran adalah kegiatan perusahaan yang


bertujuan menjual barang/jasa yang diproduksi perusahaan ke pasar. Oleh karena itu,

aspek ini bertanggung jawab dalam menentukan ciri-ciri pasar yang akan dipilih.

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan

oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi

perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-

syarat masuk dan sebagainya. Kohls (1998) mengklasifikasikan pasar menjadi dua

macam berdasar sifat bentuknya, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak

sempurna. Asumsi yang harus dipenuhi pada pasar bersaing sempurna antara lain: (1)

Banyak pembeli dan penjual, (2) pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil

dari barang atau jasa yang dipasarkan (sebagai price taker), (3) barang dan jasa yang

dipasarkan bersifat homogen (tidak ada diferensiasi produk), (4) pembeli maupun penjual

bebas keluar masuk pasar, dan (5) informasi pasar yang sempurna.

Struktur pasar yang kedua adalah pasar bersaing tidak sempurna yang dapat

dilihat dari sisi pembeli dan penjual. Berdasarkan sisi pembeli terdapat pasar persaingan

monopsonistik, oligopsoni ,dan monopsoni. Apabila dilihat dari sisi penjual terdiri dari

pasar persaingan monopolistik, oligopoli, dan monopoli.

Aspek Teknis

Dalam pemilihan teknologi yang akan dipergunakan sebaiknya tidak

dipergunakan teknologi yang telah usang, atau teknologi yang masih tahap coba-coba

(Hasan dan Suwarsono, 2000) teknologi yang sudah usang akan mengakibatkan sebuah

perusahaan sulit untuk bersaing dengan perusahaan yang lain, sedangkan teknologi yang

masih dicoba-coba mengakibatkan kesulitan dalam perawatan fasilitas


Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa aspek teknis menyangkut berbagai hal

berkaitan dengan proses produksi yasng dijalankan, seperti teknologi yang digunakan dan

skala produksi yang dipilih, fasilitas lokasi dan produksi, dan pemilihan proses produksi

mencakup teknologi, perlengkapan dan alat-alat, bahan, tenaga kerja dan pengawasan

kualitas.

Aspek Manajemen

Aspek manajemen menurut Gittinger (1986) berkisar diantara penetapan institusi,

organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih, yang secara jelas

memiliki pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek. Kuntjoro (2002)

menyatakan bahwa aspek manajemen merupakan manajemen dalam pelaksanaan proyek,

penjadwalan penyelesaian proyek, serta struktur organisasi dalam manajemen

operasional, seperti deskripsi jabatan.

Aspek Ekonomi dan Sosial

Kuntjoro (2002) menyatakan adanya keterkaitan aspek ekonomi dan sosial,

sehingga dalam pelaksanaan suatu proyek, harus memperhatikan manfaat proyek tersebut

bagi masyarakat, penambahan atau pengurangan devisa, penambahan kesempatan kerja,

dan pengaruh terhadap perkembangan industri lain. Aspek sosial dapat dilihat

manfaatnya pada lingkungan sekitar, dapat berupa manfaat maupun pengorbanan yang

dirasakan.

Menurut Gittinger (1986) analisis ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan

apakah suatu proyek bisa memberikan sumbangan atau peranan nyata terhadap

perekonomian secara keseluruhan dan apakah sumbangan tersebut cukup besar dalam

menentukan penggunaan sumberdaya yang diperlukan. Analisa sosial harus


mempertimbangkan pola dan kebiasaan dari pihak yang dilayani oleh proyek, karena

pertimbangan ini berhubungan langsung dengan kelangsungan suatu proyek.

Aspek Finansial

Kadariah et, al. (1978) menyatakan bahwa analisis finansial dimulai dengan

analisis biaya dan manfaat suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk

membandingkan pengeluaran uang dengan revenue earning dari suatu proyek, apakah

proyek akan menjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu

membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa

sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri.

Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa biaya yang diperlukan untuk proyek terdiri

dari biaya modal, biaya operasional dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan

suatu proyek. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat

jangka panjang, contohnya tanah, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin,

biaya pendahuluan sebelum operasi seperti biaya penelitian. Biaya operasional disebut

sebagai biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan dana

yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan dan didasarkan pada situasi

produksi, biasanya dibutuhkan sesuai dengan tahap operasi contohnya biaya bahan

mentah, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan penunjang. Biaya lain yang dikeluarkan

proyek diantaranya pajak, bunga pinjaman, dan asuransi.

Gittinger (1986) menyebutkan beberapa biaya yang menyangkut proyek pertanian

antara lain meliputi barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, cadangan-cadangan yang

tidak terduga, pajak, jasa pinjaman dan biaya yang tidak diperhitungkan. Penambahan

nilai suatu proyek bisa diketahui melalui peningkatan produksi, perbaikan kualitas,
perubahan dalam waktu penjualan. Perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya

melalui mekanisasi, pengurangan biaya pengangkutan, penghindaran kerugian dan

manfaat tidak langsung proyek.

Kadariah et al (1978) mengungkapkan bahwa benefit dari proyek terbagi menjadi

direct benefit, indirect benefit dan itangible benefit. Direct benefit disebutkan sebagai

peningkatan output produksi ataupun penurunan biaya. Indirect benefit merupakan

keuntungan sampingan akibat adanya proyek, sedangkan itangible benefit merupakan

keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang seperti perbaikan lingkungan hidup dan

sebagainya

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), dalam menganalisa suatu proyek

investasi lebih relevan terhadap kas bukan terhadap laba, karena dengan kas seseorang

bisa berinvestasi dan dengan kas pula seseorang membayar kewajibannya, sehingga

untuk mengetahui sejauh mana keadaan finansial perusahaan maka perlu dilakukan

analisa aliran kas (cashflow). Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa cashflow adalah

susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan

terhadap arus manfaat. Tambahan ini merupakan perbedaan antara kegiatan dengan

proyek (with project) dan tanpa project (without project), arus tersebut menggambarkan

keadaan dari tahun ketahun selama jangka hidup (life time period). Adapun yang

termasuk kedalam komponen cashflow ini terdiri dari inflow dan outflow. Inflow

biasanya terdiri dari nilai produksi total, penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa dan

nilai sisa (salvage value). Komponen outflow diantaranya biaya barang modal, bahan-

bahan tenaga kerja, tanah, pajak dan debt service (biaya bunga).
Nilai waktu uang adalah adalah suatu konsep dimana sejumlah uang tertentu pada

masa yang akan datang memiliki manfaat yang lebih kecil jika dibandingkan pada waktu

sekarang dengan nilai nominal yang sama, sehingga dalam penilaian kriteria investasi

akan lebih baik jika digunakan konsep nilai waktu uang yang diwujudkan dengan

perhitungan present value dari suatu anggaran tertentu. Kuntjoro (2002) menyebutkan

alasan penggunaan present value yaitu karena adanya ketidakpastian dari hasil, harga dan

biaya yang ditetapkan sepanjang proyek berjalan, serta jika dipikirkan secara logis, nilai

uang yang sama jumlahnya yang diterima atau dikeluarkan sekarang, akan lebih berharga

dari pada nilai uang itu pada masa yang akan datang.

Menurut Kadariah et. al,1999 dalam menentukan umur suatu proyek terdapat

beberapa pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan, antara lain:

1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode yang kira-kira sama dengan umur

proyek secara ekonomis yaitu umur ekonomis suatu aset berupa jumlah tahun selama

pemakaian aset dapat meminimumkan biaya tahunnya.

2. Proyek-proyek dengan investasi modal yang sangat besar, umur proyek yang

digunakan berdasarkan unsur-unsur pokok investasi adalah umur teknis yang lama

dengan umur ekonomis yang dapat lebih pendek akibat obsolescence (ketinggalan

zaman karena penemuan teknologi baru yang efisien menggantikan teknologi lama).

3. Proyek dengan umur diatas 25 tahun dapat diambil 25 tahun, karena nilai-nilai

sesudah itu, jika di-discount dengan discount rate sebesar 10 persen keatas maka

present value-nya sudah sangat kecil.

Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa aspek keuangan mempelajari beberapa faktor

penting yang mempengaruhi kelancaran jalannya proyek, meliputi ketersedian dana, baik
modal tetap dan modal kerja, sumber dana, proyeksi keuangan dan besaran dana yang

diperlukan dalam proyek, dan menghitung biaya dan manfaat finansial melalui analisis

kelayakan investasi seperti Net Present Value, Payback Period, dan Internal Rate Return

Metode penilaian yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian

aliran kas dari suatu investasi dan menganalisis kelayakan finansialnya, yaitu:

™ Net Present Value

Net Present Value yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai

sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang untuk

menghitung nilai sekarang perlu ditentukan dengan tingkat bunga yang relevan.

Sedangkan NPV dari suatu proyek merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan

setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal.

Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV

proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV ≥ 0). Jika nilai NPV sama

dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak rugi (hanya mampu menutupi

biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil dari nol, maka proyek tidak layak

untuk dijalankan karena tidak menghasilkan senilai biaya yang keluarkan. Oleh karena

itu, sumberdaya yang digunakan dalam proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada

kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan.

™ Internal Rate of Return (IRR)

Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai

sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa mendatang atau penerimaan kas dengan

pengeluaran investasi awal.


Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh oleh proyek tersebut

lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari

tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapannya

lebih sulit bila dibandingkan dengan NPV, karena dalam hal tertentu terdapat

kemungkinan dihasilkannya nilai IRR yang lebih dari satu yang dapat membuat NPV

sama dengan nol.

™ Net B/C Ratio

Net B/C Ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini dan arus manfaat

dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Untuk pemilihan ukuran B/C Ratio dari manfaat

proyek adalah memilih semua proyek yang nilai B/C Ratio sebesar satu atau lebih jika

arus biaya dan manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunitas kapital (Gittinger,

1986).

Suatu proyek dinyatakan layak jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan

satu, hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai Net

B/C lebih kecil dari satu, maka proyek menghasilkan manfaat lebih kecil dibandingkan

dengan biaya yang dikeluarkan yang artinya tidak layak untuk dilaksanakan.

™ Payback Period (PP)

Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali

pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Payback period dapat diartikan

juga sebagai rasio antara nilai investasinya dengan kas masuk bersih, yang hasilnya

merupakan satuan waktu. Kelemahan metode ini yaitu tidak memperhatikan aliran kas

masuk setelah payback, sehingga metode ini pada umumnya digunakan sebagai

pendukung metode lain yang lebih baik.


™ Analisis Switching Value

Analisis switching value (nilai pengganti) digunakan dalam rangka menganalisis

sampai pada tingkat mana perubahan-perubahan yang terjadi masih dapat ditolerir

sehingga suatu proyek masih dapat dikatakan layak atau terus diusahakan. Dalam analisis

ini dicoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan

biaya dan manfaat.

Pada analisis switching value dicari berapa nilai pengganti pada komponen biaya

dan penurunan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan

investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi

apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan tingkat diskonto yang digunakan,

dan nilai Net B/C sama dengan satu (cateris paribus).

™ Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis kembali untuk dapat melihat

pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Dalam analisis

sensitivitas perubahan nilai yang dipilih dianalisis terhadap masalah yang dianggap

penting pada analisis proyek dan akan menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap

daya tarik proyek.

Proyek-proyek pertanian umumnya sensitif terhadap terhadap perubahan-

perubahan 4 variabel berkut ini:

1. Harga jual output yang akan berpengaruh terhadap manfaat, manfaat sekarang netto,

dan tingkat pengembalian secara finansial maupun ekonomi

2. Keterlambatan pelaksanaan yang akan mempengaruhi biaya maupun manfaat dan

akhirnya akan mempengaruhi manfaat netto


3. Kenaikan biaya

4. Produk yang dihasilkan

Adapun kelemahan yang dimiliki analisis sensitivitas, antara lain :

1. Analisis ini tidak dipakai dalam pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial

dan hanya mengubah satu parameter masa suatu saat tertentu

2. Analisis ini hanya mengidentifikasi apa yang akan terjadi bila terdapat perubahan

biaya atau manfaat bukan menentukan kelayakan suatu proyek

3.2. Kerangka Berpikir Operasional

Sektor pertanian merupakan sektor sentral yang mempunyai peran sangat penting

bagi perekonomian suatu negara karena merupakan salah satu yang memberikan

kontribusi cukup besar yaitu sekitar 17 persen terhadap PDB (produk domestik bruto)

nasional, begitu pula di Kabupaten Tasikmalaya sektor pertanian memberikan kontribusi

paling besar terhadap PDRB yaitu sekitar 34,91 persen pada akhir tahun 2005 (BPS,

2006). Oleh karena itu sektor pertanian haruslah mendapat perhatian yang lebih besar

dan perlu terus dikembangkan.

Dalam peranannya sebagai sektor sentral bagi pembangunan nasional, masih

terdapat berbagai macam permasalahan yang hingga saat ini masih belum dapat teratasi,

seperti penurunan produktivitas pertanian terutama bahan pangan utama yang dapat

mengakibatnya terancamnya ketahanan pangan yang disebabkan oleh adanya krisis

pangan. Salah satu faktor penyebab adanya penurunan produktivitas pertanian yaitu

adanya ketidakpastian cuaca yang diakibatkan oleh perubahan iklim, sehingga petani sulit

memperkirakan kegiatan dan hasil pertaniannya.


Pemanasan global merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

perubahan iklim. Pemanasan global diakibatkan oleh adanya efek rumah kaca

menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi. Dengan adanya akumulasi

yang berlebihan tersebut, iklim global kemudian melakukan penyesuaian. Penyesuaian

yang dimaksud salah satunya adalah peningkatan temperatur bumi, disebut pemanasan

global dan berubahnya iklim regional, seperti perubahan pola curah hujan, penguapan,

pembentukan awan. Dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim terutama

bagi sektor pertanian diantaranya adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana,

kenaikkan permukaan laut, permukaan tanah turun dan kesuburan tanah pertanian

berkurang. Akibat lain yang akan ditimbulkan dengan adanya pemanasan global tersebut

terkait dengan perubahan tempat tanam dari tanaman dataran rendah ke tempat yang lebih

tinggi sehingga tanaman dataran tinggi terdesak dan terjadi persaingan dalam penggunaan

lahan antara tanaman dataran rendah dan tanaman dataran tinggi.

Komoditi yang akan ditinjau kali ini adalah komoditi padi serta vanili. Padi

sebagai tanaman yang mempunyai kecenderungan ditanam di dataran dataran rendah padi

rentan terhadap adanya pengaruh pemanasan global, terlihat dengan adanya penurunan

produktivitas yang terjadi beberapa tahun ini akibat adanya perubahan iklim tanaman

padi pun akan berpindah tempat tanam ke permukaan yang lebih tinggi karena dari

berkurangnya lahan dataran rendah yang potensial. Sedangkan tanaman vanili

merupakan tanaman perkebunan yang masih mempunyai prospek cerah untuk

dikembangkan dikhawatirkan akan terganggu stabilitas tanamnya akibat adanya

pergeseran tempat tanam yang terjadi dengan tanaman dataran rendah termasuk padi.
Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis keuntungan yang dihasilkan oleh kedua

komoditi tersebut dilihat dari aspek finansial maupun lingkungan.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan yang

akan digunakan untuk menghitung pendapatan yang dihasilkan petani dari komoditi padi,

sedangkan untuk menghitung pendapatan yang dihasilkan vanili digunakan analisis

kelayakan usaha. Analisis yang digunakan untuk kedua komoditi tersebut berbeda karena

adanya perbedaan sistem tanam, tanaman padi lebih pendek masa tanamnya sehingga

dalam setahun tanaman ini sudah mengalami dua kali masa panen, sedangkan untuk

komoditi vanili merupakan tanaman tahunan yang mempunyai umur proyek biasanya

sepuluh tahun dan baru menghasilkan pada tahun tanam ke tiga. Selain itu, dilakukan

juga identifikasi mengenai aspek lingkungan dari masing-masing komoditi untuk

mengetahui komoditi yang lebih ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi pengaruh

pemanasan global.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu di Desa Cibongas,

Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi topografi di daerah penelitian

cocok untuk masing-masing komoditi, selain itu desa ini merupakan desa yang

mempunyai tren pertanian komoditi padi dan vanili. Hasil penelitian dapat dijadikan

bahan pertimbangan bagi petani maupun pemerintahan setempat untuk menanam

komoditi yang tidak hanya menguntungkan tetapi juga bersifat ramah lingkungan

sehingga dapat mendukung terwujudnya sistem pertanian yang berkelanjutan.


Adanya pemanasan global yang dapat
menurunkan produktivitas pertanian

Adanya persaingan antar tanaman dataran


rendah dan tanaman dataran tinggi

Produktivitas padi meningkat dan


vanili di Tasikmalaya cenderung
fluktuatif

Analisis untuk mengidentifikasi


komoditi yang mempunyai tingkat
keuntungan lebih tinggi

Tanaman dataran Tanaman dataran


rendah tinggi
PADI VANILI

Aspek lingkungan Aspek finansial Aspek finansial Aspek lingkungan

Analisis Pendapatan Analisis Kelayakan


Usahatani Usaha

REKOMENDASI
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Operasional
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten

Tasikmalaya pada bulan Maret-April 2008. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan :

1) Kabupaten Tasikmalaya mempunyai letak topografi yang sesuai untuk penanaman

padi dan vanili

2) Vanili merupakan komoditas tren di Desa Cibongas, Kecamatan pancatengah,

Kabupaten Tasikmalaya

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu data hasil wawancara dan panduan kuesioner terhadap petani mengenai

data output dan input, Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait

yaitu Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, Dinas

Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya .

4.3 Teknik Pengambilan Sampling

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan cara simple

random sampling atau pengambilan responden secara acak sederhana. Jumlah responden

yang dipilih adalah 20 petani padi dan 20 petani vanili di Desa Cibongas, Kecamatan

Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya.


4.4 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis

kelayakan usahatani. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk menghitung nilai

kuantitatif suatu usaha berupa pendapatan, nilai R/C rasio. Dalam penggunaan analisis

pendapatan usahatani, data yang dipakai adalah data dari komoditi padi karena

merupakan komoditi pokok yang memiliki syarat kuantitatif untuk penghitungan nilai

pendapatan dan nilai R/C rasio. Analisis kedua yaitu analisis kelayakan investasi untuk

menghitung kriteria investasi seperti NPV, IRR, Net B/C, payback period dan analisis

switching value. Data yang dipakai untuk analisis ini adalah data dari komoditi vanili

yang memiliki kriteria sebagai suatu proyek atau usaha dengan sifat investasi atau

memberi manfaat berjangka dalam suatu periode waktu tertentu.

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan petani padi dalam penelitian ini dibedakan atas pendapatan biaya

tunai, pendapatan biaya total dan pendapatan tunai. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh

dari pengurangan penerimaan total usaha tani dengan biaya tunai yang benar-benar

dikeluarkan dalam bentuk uang tunai atau pendapatan atas biaya yang benar-benar

dikeluarkan oleh petani (explicit cost). Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan

yang diperoleh dengan memperhitungkan biaya input milik keluarga sebagai biaya

(imputed cost). Pendapatan biaya total didapat dari penerimaan total petani setelah

dikurangi oleh biaya tunai ditambah biaya yang diperhitungkan. Sedangkan pendapatan

tunai adalah pendapatan dari hasil penerimaan tunai dalam bentuk uang tunai setelah

dikurangi oleh biaya tunai. Penerimaan tunai didapat dari penerimaan total yang
dikurangi dengan penerimaan diperhitungkan yang merupakan penerimaan atas nilai

produksi dari jumlah fisik produk yang dikonsumsi sendiri. Ketiga pendapatan tersebut

dirumuskan sebagai berikut (Hantari, 2007):

π biaya tunai = Ptotal − B tunai


π biaya total = Ptotal − Btunai − Bdiperhitungkan
π tunai = Ptunai − B tunai − Bdiperhitungkan

Dimana:

π biaya tunai = pendapatan atas biaya tunai


Btunai = biaya tunai
π biaya total = pendapatan atas biaya total
Bdiperhitungkan = biaya diperhitungkan
π tunai = pendapatan dari penerimaan tunai
Ptunai = penerimaan tunai
Ptotal = penerimaan total

4.4.2. Analisis Kriteria Kelayakan Usaha

Kelayakan suatu usaha untuk terus dilakukan atau dikembangkan dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa kriteria investasi antara lain :

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) ialah nilai bersih manfaat yang dihasilkan oleh suatu

proyek selama umur proyek. Dengan kata lain Net Present Value (NPV) merupakan

selisih antara nilai sekarang dari penerimaan yang diperoleh dari penjualan yang

dilakukan dengan nilai sekarang dari pengeluaran yang dilakukan untuk memproduksi

produk yang dihasilkan pada tingkat bunga tertentu. Rumus untuk mendapatkan NPV

ialah (Gittinger, 1986) :

n
Bt-Ct
NPV= ∑
t=1 (1+i) t
Dimana :
Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun
Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun
n = jumlah tahun
i = tingkat bunga (diskonto)

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu :

a) NPV > 0, berarti manfaat yang dihasilkan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan,

sehingga suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan atau

dikembangkan.

b) NPV < 0, berarti manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan,

sehingga dapat dikatakan proyek tidak layak untuk dikembangkan atau

dilanjutkan.

c) NPV = 0, berarti suatu proyek sangat sulit untuk diteruskan atau dikembangkan

karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang

dikeluarkan.

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat pengembalian dari investasi yang dilakukan terhadap

suatu proyek. IRR juga mengandung pengertian bahwa tingkat suku bunga (discount

rate) yang membuat besarnya net present value (NPV) suatu usaha atau proyek sama

dengan nol. Nilai Internal Rate of Return (IRR) diperoleh dengan menggunakan rumus

(Kadariah et.al, 1999) sebagai berikut :

⎛ NPV1 ⎞
IRR=i1 + ⎜ ( i 2 -i1 ) ⎟
⎝ NPV1 -NPV2 ⎠

Dimana :
i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif

Jika ternyata IRR suatu proyek sama dengan nilai i (tingkat suku bunga yang

berlaku), maka NPV proyek itu adalah nol. Namun jika IRR kurang dari tingkat suku

bunga yang berlaku, maka nilai NPV kurang dari nol. Maka suatu proyek akan layak

untuk dilaksanakan apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan manfaat yang akan diperoleh oleh

suatu proyek dari investasi yang ditanamkan pada proyek tersebut. Perhitungan Net B/C

dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk setiap satu

rupiah pengeluaran proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara nilai kini

(present value) dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang

negatif (Kadariah et. al, 1999). Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah

sebagai berikut :

Bt-Ct
∑ (1+i ) t

Net B/C = (Bt - Ct > 0)


Bt-Ct
∑ (1+i ) t
(Bt – Ct < 0)

Dimana :
Bt : penerimaan (benefit) pada tahun ke-t
Ct : biaya (cost) pada tahun ke-t
N : umur proyek
I : tingkat suku bunga

Penilaian nilai net B/C ratio adalah sebagai berikut :

1. Net B/C ratio ≥ 1, maka proyek dapat dikatakan layak

2. Net B/C ratio ≤ 1, maka proyek tidak layak

4. Discounted Payback Period


Discounted Payback Period (periode pengembalian kembali yang didiskontokan)

atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka

waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal investasi.

Dalam hal ini biasanya digunakan pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan

dipilih adalah suatu proyek yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut.

Rumus yang digunakan dalam perhitungan Payback Periode adalah sebagai berikut :

I
Payback period =
Ab

Dimana :
I = besarnya investasi yang diperlukan
Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya

Jika masa pengembalian investasi (payback periode) lebih kecil dari umur proyek

yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Pada dasarnya

semakin cepat discounted payback periode menunjukkan semakin kecil resiko yang

dihadapi oleh investor (pengusaha).

5. Analisis Switching value

Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan

pada tingkat manfaat dan biaya yang terjadi, sehingga masih memenuhi kriteria minimum

kelayakan investasi. Analisis switching value dalam penelitian ini dilakukan

menggunakan parameter perubahan terhadap peningkatan harga input. Biaya tersebut

merupakan biaya yang cukup penting dalam kegiatan produksi. Selain itu penurunan

volume penjualan dengan menggunakan tingkat diskonto sebesar 16 persen sampai

proyek tersebut masih layak untuk dilaksanakan. Parameter-parameter tersebut

diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat kelayakan dari usahatani vanili. Pengolahan


data dilakukan dengan menggunakan bantuan kalkulkator dan komputer dengan

menggunakan program Microsoft Excel.

6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh

yang akan terjadi apabila kedaan berubah-ubah. Dalam melakukan analisis sensitivitas,

pemilihan perubahan nilai yang dipilih dianalisis terhadap nilai-nilai yang dianggap

penting dalam analisis proyek dan akan menentukan pengaruh perubahan tersebut

terhadap daya tarik proyek. Dalam analisis ini dilakukan analisis sensitivitas terhadap

proyek usahatani vanili dengan perubahan nilai diantaranya kenaikkan biaya produksi

seperti peningkatan harga bibit, harga pupuk serta biaya kerja. Selain kenaikkan biaya

produksi dilakukan juga analisis sensitivitas dengan perubahan harga jual produk dan

perubahan volume produksi. Tingkat diskonto yang digunakan yaitu 16 persen hingga

proyek mencapai titik impas dengan nilai Net Present Value sama dengan nol.

BAB V
GAMBARAN UMUM

5.1. Kondisi Geografis

5.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah


Secara geografis Kabupaten Tasikmalaya terletak di sebelah Tenggara Propinsi

Jawa Barat, dan secara astronomis terletak antara 1070 56’ BT - 1080 8’ BT dan 70 10’ LS
- 70 49’ LS dengan jarak membentang Utara Selatan sepanjang 75 Km dan arah Barat

Timur 56,25 Km. Luas keseluruhan sebesar 271.251,71 Km2

Secara administrasi Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari 39 Kecamatan, yang

meliputi 351 desa, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kab. Majalengka/Ciamis/Kota Tasikmalaya

- Sebelah Barat : Kab. Garut

- Sebelah Timur : Kab. Ciamis

- Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Kecamatan yang memiliki luas wilayah relatif besar yaitu: Kecamatan Cipatujah

sebesar 24,465,45 ha, meliputi 15 Desa. Adapun kecamatan yang memiliki luas wilayah

relatif kecil yaitu : Kecamatan Sukaresik sebesar 1.749,88 ha meliputi 8 desa, dan

kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit yaitu: Kecamatan Karangjaya

dengan luas wilayah sebesar 4.785,56 ha meliputi 4 desa.

5.1.2. Topografi

Wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki ketinggian berkisar antara 0 – 2.500

meter di atas permukaan laut (dpl). Secara umum wilayah tersebut dapat dibedakan

menurut ketinggiannya, yaitu : bagian Utara merupakan wilayah dataran tinggi dan

bagian Selatan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian beskisar antara 0 –

100 meter dpl.

Dilihat dari ketinggiannya Kecamatan Leuwisari, Cigalontang, Sukaratu,

Kadipaten, Pagerageung, dan Taraju merupakan kecamatan yang mempunyai ketinggian

wilayah 1.000 meter diatas permukaan air laut (mdpl), dan kecamatan Cipatujah,

Cikalong, dan Karangnunggal merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian


berkisar antara 0 – 100 m di atas permukaan air laut (dpl). Sedangkan kemiringan lereng

di wilayah Kabupaten Tasikmalaya berkisar antara 0% - 8% sampai dengan kemiringan

> 40 %, untuk kemiringan masing-masing kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya.

Kondisi kemiringan lahan di Kabupaten Tasikmalaya berturut-turut yaitu : Sangat

Curam (> 40 %) sebesar 33,39 persen dari luas Kabupaten Tasikmalaya, Agak

Curam (15 % - 25 %) sebesar 24,54 persen, Curam (25 % - 40 %) sebesar 20,54

persen, Landai (8 % - 15 %) sebesar 14,36 persen, dan Datar ( 0 % - 8 %) sebesar 7,17

persen dari luas Kabupaten Tasikmalaya. Dari data kemiringan lahan terlihat bahwa

sebagian besar bentang alam Kabupaten Tasikmalaya didominasi oleh bentuk permukaan

bumi agak curam sampai dengan curam yaitu sebesar 78,47 persen kondisi kemiringan

lahan tersebut kurang menguntungkan untuk pengembangan prasarana dan sarana

wilayah. Sedangkan kemiringan lahan yang sangat menunjang untuk pengembangan

permukiman perkotaan hanya sebesar 21,53 persen dari total luas kabupaten atau sebesar

58.388,89 ha, luasan tersebut umumnya terdistibusi di sekitar kota-kota kecamatan.

5.1.3. Hidrologi dan Klimatologi

Kabupaten Tasikmalaya pada umumnya beriklim tropis, dengan temperatur

normal rata-rata 20º - 34º C. Temperatur di dataran rendah pada umumnya 34º C dan

kelembaban 50 persen, sedangkan pada daerah dataran tinggi mempunyai temperatur 18º

- 22º C dengan kelembaban berkisar antara 61 % - 73 %. Curah hujan rata-rata per tahun

217,195 mm dengan jumlah hari hujan efektif selama satu tahun sebanyak 84 hari. Curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan November, dengan musim hujan terjadi antara bulan

Oktober-Mei dan musim kemarau terjadi antara bulan Juni-September.


Pengelompokkan daerah hujan berdasarkan ketinggian curah hujan pada masing-

masing wilayah di Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut:

1. Wilayah dengan curah hujan antara 2500-3000 mm per tahun meliputi Kecamatan

Sukaraja, Cibalong, Salopa, Pagerageung, Ciawi, dan Jamanis.

2. Wilayah dengan curah hujan antara 3000-3500 mm per thn meliputi: Kecamatan

Cipatujah, Bantarkalong, Karangnunggal, Salopa, Sodonghilir, Cineam, dan

Manonjaya.

3. Wilayah dengan curah hujan antara 3500-4000 mm per thn meliputi Kecamatan

Bojonggambir, Sodonghilir, Singaparna, Cisayong, Rajapolah, Cikalong,

Pancatengah, Cikatomas, sebagian Pagerageung.

4. Wilayah dengan curah hujan di atas 4000 mm per thn meliputi Kecamatan Taraju,

Salawu, Cigalontang, Leuwisari, dan Cisayong.

5.2. Penggunaan Lahan dan Kawasan Budidaya

Secara garis besar penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Tasikmalaya meliputi

: Sawah, Pekarangan (Permukiman), Tegalan (kebun), Ladang(Huma), Padang Rumput,

Hutan, Perkebunan, Kolam (empang). Dari klasifikasi tersebut yang memiliki prosentase

terbesar yaitu : Kawasan Hutan yang meliputi hutan rakyat dan hutan negara yaitu

sebesar : 24,25 persen, Tegalan (kebun), campuran yaitu sebesar 23,53 persen, dan sawah

yang meliputi sawah irigasi teknis, semi teknis, dan tadah hujan yaitu sebesar 18,12

persen, lahan Kolam (empang) memiliki persentase terkecil yaitu sebesar 1,75 persen.

5.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi


5.3.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga

konstan Tahun 2000, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan

perbandingannya dengan propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut

Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat


Tahun 2001-2005 (%)
Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Elastisitas pertumbuan
Kabupaten Propinsi Jawa ekonomi Kab.
Tasikmalaya Barat Tasikmalaya-Jawa Barat
(1) (2) (3) (4)
2001 2,95 3,84 0,77
2002 3,12 4,39 0,71
2003 3,23 4,92 0,66
2004 3,44 5,99 0,57
2005 3,83 5,00 0,77
Rata-rata elastisitas 0,70
Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan, yaitu dari 2,95 persen pada tahun 2001 menjadi 3,44 persen pada tahun

2004. Tingkat elastisitas terhadap pertumbuhan propinsi rata-rata 0,70 persen, berarti

untuk setiap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat 1 persen mengangkat pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Tasikmalaya 0,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih dibawah pertumbuhan Jawa Barat dan belum

berperanan penting dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Kenaikan pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Tasikmalaya terutama disebabkan oleh naiknya produksi yang

menyumbang cukup besar yaitu sektor pertanian terutama sub sektor Tanaman Bahan

Makanan. Gambaran selengkapnya mengenai pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Tasikmalaya per sektor dapat dilihat pada Tabel berikut ini

Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya per sektor Usaha


Tahun 2004-2005 (%)
Atas Dasar Harga Atas Dasar
Konstan Tahun Harga Berlaku
No. Sektor
2000
2004 2005 2004 2005
1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, 2,97 4,01 7,54 20,83
Kehutanan, Perikanan
2. Pertambangan dam penggalian 2,27 2,14 6,78 20,57
3. Industri Pengolahan 4,17 4,00 11,35 26,82
4. Listrik, Gas dan Air Minum 5,18 6,90 12,63 29,61
5. Bangunan 4,18 3,74 12,43 69,35
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,54 2,89 10,81 24,23
7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,55 5,00 13,34 29,78
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 4,52 2,87 11,08 24,54
9. Jasa-jasa 2,32 4,49 7,65 24,56
Pertumbuhan PDRB 3,44 3,83 9,29 26,25
Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

Pertumbuhan sektoral di Kabupaten Tasikmalaya terutama pada sektor pertanian

mengalami peningkatan cukup tajam terutama pada harga berlaku (hingga lebih dari 200

persen) walaupun pada pertumbuhan menurut harga konstan, yang menunjukkan

peningkatan produksi peningkatannya lebih kecil. Hal ini menunjukkan peningkatan

harga yang tajam dari komoditi pertanian melebihi peningatan produksi pertanian itu

sendiri. Hanya masih harus diteliti kembali apakah peningkatan harga tersebut sampai

pada tingkat petani, atau pada tingkat tengkulak yang tidak berdampak pada peningkatan

kesejahteraan petani. Secara umum masing-masing sektor usaha mengalami peningkatan

harga cukup besar pada tahun 2005, hal ini dimungkinkan karena kenaikkan harga BBM

yang mengakibatkan kenaikan harga pada hampir seluruh komoditi.

5.3.2. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi secara kuantitatif digambarkan dengan menghitung besarnya

persentase peranan nilai tambah bruto dari masing-masing sektor terhadap nilai total

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan membandingkan struktur ekonomi

Kabupaten Tasikmalaya dengan propinsi Jawa Barat dapat diperoleh pula indicator LQ
(Location Quetient) yang menggambarkan kemampuan daerah dalam memberikan

kontribusi perekonomian terhadap propinsi Jawa Barat. Jika suatu sektor memiliki LQ >

1 menunjukkan bahwa sektor daerah tersebut mampu menopang perekonomian propinsi,

dan jika suatu sektor memiliki LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut belum mampu

menopang perekonomian propinsi

Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan perbandingannya dengan Jawa Barat

dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8 . Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa


Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 (%)
Distribusi Persentase
Location
(%)
No. Sektor Quetient
Kab. Jawa
(LQ)
Tasikmalaya Barat
1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, 34,91 14,29 >1
Kehutanan, Perikanan
2. Pertambangan dam penggalian 0,16 0,20 <1
3. Industri Pengolahan 7,53 32,99 <1
4. Listrik, Gas dan Air Minum 1,00 3,59 <1
5. Bangunan 8,18 3,26 >1
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 24,87 15,55 >1
7. Pengangkutan dan Komunikasi 3,83 6,19 <1
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 3,62 3,35 <1
9. Jasa-jasa 15,90 13,04 >1
Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi sektor pertanian

sebesar 34,91 persen, sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar 24,87 persen, dan

sektor jasa sebesar 15,90 persen, dan bangunan sebesar 8,18 persen. Keempat sektor

tersebut memiliki nilai LQ > 1, hal ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten

Tasikmalaya memiliki kemampuan untuk menopang perekonomian Jawa Barat. Struktur


ekonomi tradisional masih menjadi ciri perekonomian Kabupaten Tasikmalaya,

perubahan struktur ekonomi sebagaimana diharapkan dari sector pertanian yang memiliki

nilai tambah yang kecil kepada sektor industri pengolahan yang memiliki nilai tambah

yang besar belum terjadi. Kondisi ini berbeda dengan propinsi Jawa Barat yang telah

memiliki struktur ekonomi dengan kontribusi yang besar di sektor industri pengolahan.

5.4. Kependudukan

Jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, distribusi penduduk menurut umur

dan jenis kelamin serta pengelompokan umur berdasarkan usia sekolah merupakan

beberapa statistik penting yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan. Secara

umum hal ini berkaitan dengan kepentingan penyusunan perencanaan dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan rakyat serta rencana intervensi program dalam berbagai

sektor seperti perencanaan tingkat kebutuhan pangan, kebutuhan sarana dan prasarana

pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur wilayah.

Penduduk Kabupaten Tasikmalaya rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,01

persen dari 1.567.059 jiwa pada tahun 2001 menjadi 1.616.102 jiwa pada tahun 2004.

Pertumbuhan penduduk sebesar 1,01 persen tersebut masih lebih kecil dari rata-rata

pertumbuhan penduduk Propinsi Jawa Barat. Sejalan dengan percepatan pembangunan

ibukota diperkirakan pertumbuhan penduduk Kabupaten Tasikmalaya akan lebih

meningkat, sehubungan dengan pertumbuhan kawasan perkotaan yang menjadi daya tarik

terjadinya urbanisasi. Selengkapnya jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut

jenis kelamin disajikan pada Tabel 9 berikut ini :


Tabel 9. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001-
2005
Jumlah Penduduk
Tahun Total Sex Ratio LPP
Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2001 778.918 786.988 1.565.906 98,98 1,30
2002 785.737 797.056 1.582.793 98,58 1,35
2003 796.515 810.196 1.606.711 98,31 1,42
2004 811.848 814.649 1.626.497 99,66 1,23
2005 820.285 829.582 1.649.867 98,88 1,30
Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya
Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu komponen utama yang

mempengaruhi indeks pendidikan suatu daerah yang besarannya tergantung pada tingkat

partisipasi penduduk usia sekolah pada setiap jenjang baik partisipasi kasar maupun

partisipasi murni menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam menyusun

program dan tolok ukur kinerja sektor pendidikan memerlukan basis data penduduk

menurut kelompok umur usia 0-24 tahun menurut jenis kelamin serta penduduk usia 7-24

tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya

menurut kelompok umur, proporsi terbesar berada pada kelompok umur 7-12 tahun yaitu

sebesar 213.848 orang, yang terdiri dari 104.130 laki-laki dan 109.718 perempuan.

Kemudian kelompok umur 19-24 tahun sebesar 213.848 orang, yang terdiri dari 79.791

laki-laki dan 78.644 perempuan.

Kondisi Umum Desa Cibongas

Desa Cibongas terletak di wilayah Pembangunan Tasik Selatan dan merupakan

salah satu desa di Kecamatan Cikatomas. Luas wilayah desa ini sekitar 1.215,4 ha yang

digunakan untuk lahan sawah seluas 169 ha, sawah tadah hujan seluas 108 ha,

pemukiman seluas 145 ha, perkebunan rakyat seluas 402 ha, dan hutan rakyat seluas 70

ha. Jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 4.013 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki
2.164 jiwa dan penduduk perempuan 1.939 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak

1.039 orang.

Karakteristik Responden di Desa Cibongas

Karakteristik petani padi maupun vanili di Desa Cibongas, Kabupaten

Tasikmalaya dapat diungkapkan bahwa para kepala keluarga petani responden masih

dapat digolongkan usia kerja (berusia antara 27 –53 tahun), dengan rata-rata memiliki

anak 4 orang, sementara itu tingkat pendidikan yang dimiliki masih relatif rendah. Rata-

rata setara sekolah menengah pertama (SMP) walau terdapat juga petani yang

berpendidikan perguruan tinggi, dengan pengalaman bertani yang relatip cukup lama

yaitu antara 4 – 15 tahun. Berikut adalah tabel karakteristik penduduk Desa Cibongas

Tabel 10. Karakteristik Responden Petani Padi dan Petani Vanili di Desa Cibongas,
Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya
Jumlah
(Petani Jumlah Persentase
Kriteria Karakteristik Padi) Persentase(%) (Petani Vanili) (%)
Laki-laki 18 90 17 85
Jenis Kelamin Perempuan 2 10 3 15
<30 tahun 1 5
30-40 tahun 12 60 9 45
41-50 tahun 6 30 7 35
Usia > 50 tahun 2 10 3 15
SD 11 55 6 30
SMP 7 35 6 30
Pendidikan SMU 2 10 6 30
Terakhir Perguruan Tinggi 2 10
PNS 5 25 4 20
Pekerjaan Wiraswasta 3 15 7 35
diluar Buruh 3 15 3 15
Usahatani Hanya bertani 9 45 6 30
<Rp 600.000 7 35 2 10
Rp 600.000-Rp
800.000 4 20 3 15
Rp 800.000-Rp
1000.000 3 15 10 50
Rp 1000.000-Rp
Tingkat 2000.000 2 10 3 15
Pendapatan >Rp 2000.000 4 20 2 10
Jumlah 3-4 Orang 5 25 6 30
Tanggungan 5-6 Orang 3 15 8 40
7-8 Orang 7 35 4 20
> 8 Orang 5 25 2 10
Sumber : Data Primer (diolah)

Kepemilikan lahan berkisar antara 0,02 – 0,41 ha yang terdiri atas sawah, tegal,

kebun dan kolam. Sedangkan luas lahan yang digunakan untuk usahatani vanili yaitu

berkisar antara 0,02 – 0,5 ha dan untuk usahatani padi antara 0,02-0,4 ha. Pendapatan

para responden terutama diperoleh dari bertani, disamping itu juga banyak yang bekerja

sebagai pegawai dan melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan lainnya seperti

kelapa dan kakao. Umumnya dari keadaan yang ditemui di daerah penelitian bahwa

tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengusahakan padi maupun vanili tersebut

merupakan tenaga kerja dalam keluarga. Adapun tujuan penggunaan tenaga kerja oleh

para petani padi maupun vanili adalah sebagai upaya agar dapat menekan biaya

usahataninya.

Tingkat pendapatan para petani responden berkisar antara Rp 500.000 sampai Rp

2.500.000 serta pekerjaan yang dilakukan diluar usahatani terdiri dari Pegawai Negeri

Sipil (PNS), wiraswasta, dan buruh. Sementara itu terdapat juga responden yang tidak

melakukan kegiatan diluar usahatani dan hanya bertani saja.

Permodalan biasanya merupakan modal sendiri ataupun sedikit meminjam dari

keluarga. Hal ini adalah disebabkan karena tidak terbiasanya atau kekurang pahaman

mereka tentang arti dan peran usaha perbankan, juga karena adanya kekhawatiran mereka

bahwa nantinya akan mendapat hukuman bila tidak mampu mengembalikan pinjaman

tersebut sesuai perjanjian.

Pada proses pemasaran produksi tanaman vanili maupun padi terlihat adanya

kebiasaan ataupun rasa ketergantungan para petani kepada pedagang pengumpul. Kondisi
ini juga menyebabkan besarnya selisih harga jual yang di peroleh para petani karena tidak

langsung memasarkan padi maupun vanili, sehingga sangat diperlukan peran aktif dan

insentif harga yang menarik dari para pedagang di tingkat ini terutama kepada para petani

vanili agar tetap tertarik untuk mengusahakan dan tidak menelantarkan atau bahkan

mengganti tanaman vanilinya dengan tanaman lainnya.

Penentuan harga biasanya dilakukan oleh para pedagang dan para petani dengan

cara tawar menawar, namun biasanya lebih mendekati ke harga yang ditawarkan oleh

pedagang. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak petani menerima harga yang

seadanya, tanpa memiliki kemampuan untuk sekedar tawar menawar agar memperoleh

tingkat harga yang sedikit lebih baik dari harga seadanya tersebut.

Keadaan ini mengindikasikan bahwa betapa sangat pentingnya para petani

membentuk seperti kelompok pemasaran sehingga kedudukan mereka dalam bargainning

position bisa semakin kuat. Dalam hal ini peran pemerintah bisa saja membantu

memfasilitasi permodalan seperti jasa kredit yang lebih transparan, mudah dimengerti

oleh petani mengenai proses dan manfaatnya bagi para petani yang membutuhkannya.

Sebagian besar petani responden vanili menyatakan bahwa mereka tetap memiliki

rasa optimisme yang besar dimana vanili akan tetap mempunyai pangsa pasar

internasional (dunia) dan peluang ekspor yang meningkat berdasarkan informasi dari

media massa yang bisa mereka ketahui setiap hari. Hal ini dilatar belakangi kepercayaan

mereka bahwa vanili akan tetap dibutuhkan bahkan akan lebih diminati seiring dengan

perkembangan maupun makin beragamnya produk-produk olahan yang mempergunakan

vanili sebagai bahan bakunya. Namun peluang ini lebih sering tidak didukung dengan

tindakan perbaikan pemeliharaan tanaman vanilinya. Para petani lebih sering


membiarkan pertanaman vanili tumbuh dengan apa adanya, disebabkan adanya

ketidakpastian pasar dan harga vanili serta tingginya biaya pemeliharaan yang akan

dikeluarkan bila dilakukan tindakan pemeliharaan seperti yang dianjurkan para pemerhati

vanili. Untuk itu bukanlah hal yang mudah diharapkan dapat terjadinya perbaikan

produksi, mutu dan produktivitas vanili tersebut. Lain halnya dengan para petani vanili

yang mengusahakan vanili sepenuhnya untuk tujuan komersil (dijual) sebagai tanaman

investasi para petani responden padi menyatakan bahwa tujuan utama dari usahatani

mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten) untuk kemudian dijual

apabila kebutuhannya dirasa sudah tercukupi.


BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN
USAHATANI VANILI

6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah per Hektar di Desa Cibongas

Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan,

tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Secara harfiah pendapatan dapat didefinisikan

sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang

dikeluarkan. Untuk mengukur keberhasilan usahatani dapat dilakukan dengan melakukan

analisis pendapatan usahatani, dengan melakukan analisis ini dapat diketahui gambaran

usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan

usahatani pada masa yang akan datang.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu

tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total

padi sawah dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Biaya atau pengeluaran

usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan produksi

usahatani. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang

diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan

oleh petani untuk pembelian barang dan jasa bagi usahataninya. Untuk biaya yang

diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani.

Komponen penerimaan terdiri atas nilai produk yang dijual atau penerimaan yang

diterima secara tunai oleh petani serta produk yang dikonsumsi atau penerimaan yang

sebenarnya tidak diterima tunai oleh petani, sedangkan yang tergolong biaya tunai

adalah yang dikeluarkan untuk biaya benih, pupuk, petisida, sewa alat bajak atau traktor,
pajak lahan atau Pajak Bumi dan Banguna dan biaya untuk membayar tenaga kerja luar

keluarga (TKLK). Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya untuk

sewa lahan, upah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).

Pendapatan atas biaya tunai adalah jumlah pendapatan apabila menggunakan nilai

tunai baik itu biaya maupun manfaatnya diperoleh dengan cara pengurangan penerimaan

tunai oleh biaya tunai. Begitu pula dengan biaya total yaitu jumlah pendapatan yang

diterima apabila menggunakan nilai yang diperhitungkan, diperoleh dengan cara

mengurangi penerimaan yang diperhitungkan dengan biaya yang diperhitungkan,

sedangkan penerimaan total adalah pendapatan yang diperoleh setelah memperhitungkan

biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan, nilainya diperoleh dari hasil pengurangan

antara penerimaan total dengan biaya total.

6.1.1. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani padi dihitung dari jumlah output yang dihasilkan dari

budidaya padi tersebut. Untuk penghitungan penerimaan usahatani padi, komponen yang

dihitung adalah penjualan padi selama satu musim tanam. Jumlah produksi yang

dihasilkan dari usahatani padi, mencapai 4.798,35 kg dalam bentuk gabah kering panen

(GKP) dengan harga jual rata-rata Rp 2.500 perkilogram, penerimaan tunai yang

diperoleh petani dari produksi padi adalah Rp 6.888.900 atau 57,43 persen dari total

penerimaan usahatani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi sawah perhektar

yang dijual yaitu 2.755,56 Kg dengan harga jual yang sama yaitu Rp 2.500 per kg.

Penerimaan diperhitungkan diperoleh dari hasil kali antara produksi padi sawah

perhektar yang tidak dijual oleh keluarga petani sebesar 2.042,79 Kg dengan harga jual

yang sama yaitu Rp 2.500 per kg, maka penerimaan diperhitungkan yang diterima petani
adalah Rp 5.106.975 atau 42,57 persen dari total penerimaan usahatani. Rata-rata

pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 11. Rata-rata Pendapatan Responden Petani Padi Per Musim Tanam per
Hektar di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten
Tasikmalaya Periode Januari-April 2008
Uraian Satuan Harga/satuan Volume Nilai Persentase
(Rp) (Rp) (%)
A. Penerimaan Usahatani
A.1. Penerimaan Tunai Kg 2500 2755,56 6.888.900 57,43
A.2. Penerimaan Diperhitungkan Kg 2500 2042,79 5.106.975 42,57
A 3. Total Penerimaan Usahatani Kg 2500 4798,35 11.995.875 100
B. Biaya Usahatani
B.1. Biaya Tunai
1. Benih Kg 5000 24,83 124.150 1,48
2.Pupuk
a. Urea Kg 2500 197,56 493.900 5,89
b. SP-36 Kg 2000 132,54 265.080 3,16
c. KCL Kg 2500 62,6 156.500 1,87
d. Kandang Kg 200 1860,34 372.068 4,44
3. Pestisida 272.037,69 3,24
4. Tenaga Kerja Luar Keluarga
- Perempuan HOK 15000 60,75 911.250 12,32
- Laki-laki HOK 20000 26,86 537.200 7,27
5. Sewa Traktor Ha 1 830.466,4 11,23
6. Pajak Lahan Ha 1 44.333,29 0,60
7. Irigasi Ha 1 175.000 2,37
Total Biaya Tunai 4.181.985,34 56,52
B.2 Biaya diperhitungkan
1.Sewa Lahan Ha 1 2.399.177 32,43
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
- Perempuan HOK 15000 16,79 251.850 3,40
- Laki-laki HOK 20000 27,21 544.200 7,36
3. Penyusutan Alat 21.262,5 0,27
Total Biaya Diperhitungkan 3.216.489,5 43,48
C Total Biaya Usahatani (B1+B2) 7.398.474,84 100
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai
(A3-B1) 7.813.889,66
E. Pendapatan Atas Biaya Total
(A3-C) 4.597.408,16
F. Pendapatan Tunai
(A1-B1) 2.706.914,66
G. R/C Atas Biaya Tunai (A3/B1) 2,86
H. R/C Atas Biaya Total (A3/C) 1,62
Sumber : Data Primer (diolah)

Penerimaan total usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan

diperhitungkan. Penerimaan tunai yang diperoleh petani dari produksi sawahnya adalah
sebesar Rp 6.888.900 per hektar dan penerimaan diperhitungkan yang diterima petani

permusim tanam adalah Rp 5.106.975 per hektar sehingga total penerimaan yang

diperoleh petani permusim tanam adalah sebesar Rp 11.995.875 per hektar.

6.1.2. Biaya Usahatani

Biaya usahatani untuk usahatani padi terdiri atas dua komponen yaitu biaya tunai

dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri atas pembelian benih, upah Tenaga Kerja

Luar Keluarga (TKLK), biaya obat-obatan, pembelian pupuk, sewa traktor, dan pajak

lahan. Selain itu untuk biaya yang diperhitungkan diantaranya adalah biaya sewa lahan

dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). Total biaya usahatani yang dikeluarkan

selama satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 8.389.624,84. Biaya yang dikeluarkan

sepenuhnya dari petani itu sendiri. Sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani

adalah Rp. 4.181.985,34 atau sebesar 56,54 persen dari besar total biaya usahatani

perhektar dengan biaya yang diperhitungkan Rp 3.216.489,5 atau sebesar 43,47 persen

dari total biaya usahatani.

Pengeluaran terbesar yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani padi sawah

adalah adalah sewa lahan yaitu sebesar Rp 2.399.177 per hektar atau sebesar 32,42 persen

dari total biaya usahatani. Sebagian besar petani responden merupakan petani pemilik

lahan, maka biaya untuk sewa lahan ini merupakan biaya yang diperhitungkan.

Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 1.617.750,-

HOK per hektar atau 19 persen dari total biaya usahatani ditambah dengan biaya tenaga

kerja yang diperhitungkan yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp

796.050,- HOK atau 10,76 persen dari total biaya usahatani. Jumlah pengeluaran total

untuk biaya tenaga kerja yaitu Rp 2.413.800 HOK per hektar atau sebesar 28,37 persen
dari total biaya usahatani. Besarnya biaya untuk faktor produksi tenaga kerja ini

disebabkan karena tanaman padi sawah sangat rentan terhadap hama dan penyakit

sehingga usahatani ini sangat membutuhkan perawatan yang cukup intensif mulai dari

kegiatan pengolahan lahan, pemeliharaan tanaman padi, seperti pemupukan, penyiangan,

pemberantasan hama dan penyakit sampai dengan kegiatan pemanenan.

Pengeluaran terbesar selanjutnya adalah untuk pembelian pupuk yaitu sebesar Rp

1.287.548 per hektar atau sekitar 17,41 persen dari total biaya usahatani. Besarnya biaya

untuk faktor produksi pupuk disebabkan karena padi merupakan tanaman yang boros

unsur hara. Oleh karena itu dibutuhkan pupuk yang banyak untuk memenuhi kebutuhan

hara untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan padi tersebut. Pengeluaran

terbesar keempat adalah biaya untuk sewa traktor karena sebagian besar petani di Desa

Cibongas melakukan kegiatan pengolahan dengan menggunakan traktor. Biaya yang

dikeluarkan untuk sewa traktor yaitu Rp 830.466,4 per hektar atau sekitar 11,23 persen

dari total pengeluaran usahatani. Pengeluaran untuk biaya pestisida adalah sebesar Rp

272.037,65 perhektar atau sekitar 3,68 persen dari total biaya usahatani.

Total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Cibongas untuk

satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 7.398.474,84 per hektar yang terdiri dari total

biaya tunai sebesar Rp 4.181.985,34 atau 56,53 persen dari total biaya usahatani dan

biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3.216.489,5 atau sebesar 43,47 persen dari total

biaya usahatani. Pendapatan atas biaya tunai usahatani diperoleh dengan mengurangi

total penerimaan dengan total biaya tunai, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai

sebesar Rp 7.813.889,66 per hektar. Pendapatan atas biaya total usahatani diperoleh

setelah total penerimaan dikurangi dengan total biaya usahatani, maka diperoleh
pendapatan atas biaya total sebesar 4.597.408,16 per hektar. Sedangkan pendapatan tunai

merupakan pengurangan antara penerimaan tunai dengan total biaya tunai, sehingga

pendapatan tunai yang diperoleh adalah sebesar Rp 2.706.914,66 per hektar.

Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) menunjukkan

bahwa usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya

usahatani. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio

atas biaya tunai adalah 2,87, artinya bahwa setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan

oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,87. dengan memasukkan biaya

yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total, maka nilai R/C rasio atas biaya total

adalah sebesar 1,62, artinya setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan dapat menghasilkan

penerimaan sebesar Rp 1,62. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukkan

bahwa usahatani padi sawah di Desa Cibongas layak untuk diusahakan.

6.1.3 Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi

Analisis perbandingan pendapatan usahatani padi dilakukan untuk

membandingkan antara tingkat keuntungan dari usahatani atas perubahan-perubahan

yang terjadi. Dalam analisis ini dilakukan pengambilan contoh analisis pendapatan yang

dapat mewakili kejadian yang akan terjadi dengan bahan pertimbangan kejadian-kejadian

pada tahun sebelumnya.

Analisis ini membandingkan tingkat keuntungan dari beberapa usahatani ketika

terjadi perubahan biaya input maupun harga jual output. Variabel-variabel input yang

digunakan adalah kenaikan harga pupuk, benih, upah tenaga kerja, sewa traktor

sedangkan untuk variabel output terjadi penurunan harga jual.


Berikut ini Tabel hasil perbandingan antara usahatani permusim dengan perubahan

output maupun input.

Tabel 12. Hasil Perbandingan antara Usahatani Padi Permusim dengan Perubahan
Output maupun Input
Variabel Total Biaya Pendapatan Pendapatan Pendapatan R/C R/C
yang Atas Atas Biaya Atas Biaya Tunai Atas Atas
berubah Usahatani Tunai Total (Rp) Biaya Biaya
(Rp) (Rp) (Rp) Tunai Total
Harga
Benih
(10%) 7.410.889,84 7.891.474,66 4.584.985,16 2.694.499,66 2,86 1,62
Harga
Pupuk
(10%) 7.527.229,64 7.685.134,86 4.468.645,36 2.578.159,86 2,78 1,59
Harga
Pestisida
(10%)
7.125.678,61 7.786.685,90 4.570.196,40 2.679.710,90 2,85 1,62
Harga Upah
(10%)

7.622.924,84 7.669.044,66 4.372.950,16 2.562.069,66 2,77 1,57


Harga sewa
Traktor
(10%)
7.481.521,48 7.730.843,02 4.514.353,52 2.623.868,02 2,81 1,60
Harga Pajak
Lahan
(25%)
7.409.958,16 7.802.806,34 4.586.316,84 2.685.831,34 2,86 1,61
`Penurunan
Harga jual
(10%) 7.398.474,84 6.614.302,16 3.397.812,66 2.018.024,66 2,58 1,46
Sumber : Data Primer (diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel tersebut, usahatani padi dengan adanya

kenaikan harga input ataupun penurunan harga output, tetap memberikan keuntungan dan

usahatani masih bersifat layak untuk diusahakan. Ketika terjadi peningkatan harga benih

sebesar 10 persen, total biaya atas usahatani adalah sebesar Rp 7.410.889,84. Pendapatan

atas biaya tunai sebesar Rp 7.891.474,66 sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu Rp

4.584.985,16. Pendapatan tunai sebesar Rp 2.694.499,34. R/C atas biaya total yaitu

sebesar 2,86 artinya setiap setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan dapat menghasilkan
penerimaan sebesar 2,86 sedangkan R/C atas biaya tunai sebesar 1,62 yang artinya setiap

setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp

1,62. karena B/C lebih dari satu, maka usahatani padi dengan perubahan kenaikan biaya

benih 10 persen masih menguntungkan dan layak untuk di usahakan.

Ketika terjadi peningkatan harga pupuk sebesar 10 persen, total biaya atas

usahatani adalah sebesar Rp 7.527.229,64. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp

7.685.134,86 sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 4.468.645,36. Pendapatan

tunai sebesar Rp 2.578.159,86. R/C atas biaya total yaitu sebesar 2,78 nilai R/C atas

biaya tunai adalah 1,59.

Perubahan harga pestisida yang mengalami kenaikan sebesar 10 persen total biaya

usahatani adalah sebesar Rp 7.125.678,61 dengan nilai pendapatan atas biaya tunai

sebesar Rp 7.786.685,90 dan nilai pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp

4.570.196,40 pendapatan tunai yang diterima petani adalah Rp 2.679.710,90. Hasil

perhitungan menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 2,84 dan R/C rasio

untuk biaya tunai adalah 1,62.

Kenaikan harga upah sebesar 10 persen menghasilkan total biaya atas usahatani

sebesar Rp 7.622.924,84 dan pendapatan atas biaya tunai Rp 7.669.044,56 sedangkan

pendapatan atas biaya total adalah Rp 4.372.950,16 Pendapatan tunai yang diterima

petani sebesar Rp 2.526.206,66 Nilai R/C rasio yang diperoleh adalah 2,77 untuk R/C

atas biaya total dan 1,57 untuk R/C atas biaya tunai.

Ketika terjadi kenaikan harga sewa traktor sebesar 10 persen maka total biaya

usahatani yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 8.472.671,48. Pendapatan atas biaya tunai

adalah Rp 7.561.543,02 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.523.203,52 serta
pendapatan total yaitu Rp 2.454.568,02. Nilai R/C biaya total adalah 2,701dan R/C atas

biaya tunai sebesar 1,41.

Harga pajak lahan yang mengalami kenaikan sebesar 25 persen akan

menyebabkan total biaya usahatani menjadi Rp 8.406.249,82 begitu pula dengan

pendapatan atas biaya tunai yang berubah menjadi Rp 7.627.964,68 Pendapatan atas

biaya total yang diterima petani sebesar Rp 3.589.625,18 dan pendapatan tunai sebesar

Rp 2.520.989,68 nilai R/C rasio yang diperoleh yaitu 2,73 dan 1,43 masing-masing

merupakan R/C rasio atas biaya total dan R/C rasio atas biaya tunai.

Perubahan harga jual yang mengalami penurunan sebesar 10 persen akan

menyebabkan total biaya atas usahatani berubah menjadi Rp 8.400.708,16 dan

pendapatan atas biaya tunai juga menjadi Rp 6.433.918,84 serta pendapatan atas biaya

total menjadi sebesar Rp 2.395.579,34. Sedangkan untuk pendapatan tunai yang

diperoleh petani menjadi Rp 1.837.641,34. Nilai R/C rasio atas biaya total dan biaya

tunai masing-masing adalah 2,47 dan 1,29.

Perubahan-perubahan yang terjadi atas variabel-variabel diatas, baik itu

perubahan kenaikan harga input maupun penurunan harga output tetap memberikan hasil

yang menunjukkan bahwa usahatani padi tersebut bersifat layak, terlihat dari nilai R/C

rasio dari masing-masing perubahan yang masih lebih besar dari satu. Pendapatan yang

diterima dari masing-masing perubahan tersebut juga masih menunjukkan nilai yang

positif.

6.2. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Vanili

6.2.1. Nilai Arus Tunai Usaha


Perhitungan nilai arus tunai sangat diperlukan untuk mengetahui arus biaya dan

penerimaan secara periodik dari usahatani vanili di daerah penelitian. Nilai arus tunai

(cashflow) memuat perhitungan penerimaan, biaya investasi, dan biaya operasional yang

meliputi biaya variabel, dan biaya tetap serta net benefit selama umur proyek berjalan.

Komponen penerimaan yang terdapat dalam perhitungan cashflow adalah nilai penjualan

produk. Penerimaan yang masuk dalam cashflow budidaya vanili adalah sebesar Rp

57.846.187,5 pada tahun kelima sampai tahun kesepuluh, sedangkan untuk tahun kesatu

sampai tahun keempat belum ada komponen penerimaan yang masuk ke cashflow karena

tanaman vanili baru berproduksi pada tahun kelima. Biaya yang yang dikeluarkan dari

tahun kesatu hingga tahun keempat yaitu sebesar Rp. 14.834.565.

Biaya yang masuk ke dalam cashflow terbagi menjadi dua macam yaitu biaya

sarana dan prasarana serta biaya tenaga kerja. Biaya sarana dan prasarana terdiri dari

biaya pembelian bibit vanili, stum lamtoro, pupuk kandang, pestisida, handsprayer dan

biaya perlengkapan lainnya. Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya persiapan lahan,

penanaman lamtoro, penanaman vanili, pemeliharaan, penyerbukan dan pemanenan.

Biaya yang dikeluarkan untuk sarana dan prasarana Rp 18.278.743,4 sementara itu untuk

biaya tenaga kerja sebesar Rp 19.844.432,4, sehingga biaya total selama sepuluh tahun

proyek adalah sebesar Rp 38.123.175,8.

6.2.2. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk menilai secara finansial apakah

suatu proyek layak untuk dilaksanakan. Dalam analisis finansial dilakukan pengukuran

terhadap berbagai kriteria investasi yaitu Net Present value, Gross B/C, Internal Rate of

return, Break Even Point dan Payback Period (Lampiran 1).


A. Net Present Value (NPV)

Perhitungan NPV dilakukan untuk usahatani vanili menggunakan tingkat diskonto

16 persen. Dari perhitungan dihasilkan nilai NPV pada usahatani vanili sebesar Rp

8.593.840,85. Nilai NPV merupakan jumlah total penjumlahan Present Value tiap tahun

dari tahun ke-nol sampai tahun ke-sembilan, menunjukkan selisih antara nilai sekarang

dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang

akan datang. NPV pada usahatani vanili sebesar Rp 8.593.840,5 lebih besar dari nol

artinya usahatani vanili layak untuk dilaksanakan.

B. Gross Benefit/Cost (Gross B/C)

Perhitungan gross B/C pada usahatani vanili menghasilkan nilai gross B/C sebesar

2,1 dimana nilai tersebut lebih besar dari satu (2,1>1) yang artinya setiap pengeluaran

sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,1. Nilai tersebut diperoleh dari

hasil pembagian antara total biaya manfaat sebesar Rp 82.219.925 dengan biaya

total pengeluaran sebesar Rp 39.208.302,9

C. Internal Rate of Return (IRR)

Nilai Internal Rate of Return menggambarkan kemampuan pengembalian

investasi suatu proyek terhadap pengeluaran investasinya. Pemakaian nilai IRR ini

khususnya ditujukan bagi para investor untuk memperkirakan pengembalian investasi

yang akan diterimanya atas proyek yang diinvestasikannya. Nilai IRR selalu

dibandingkan dengan tingkat bunga yang berlaku seperti tabungan ataupun deposito.

Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku menyebabkan proyek

investasi menarik bagi investor. Usahatani vanili ini dibandingkan dengan tingkat bunga

16 persen. Nilai IRR untuk usahatani vanili ini adalah sebesar 30,56 persen, artinya
tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang

penerimaan kas bersih di masa yang akan datang adalah tingkat bunga 30,56 persen.

proyek tersebut layak untuk dilaksanakan karena IRR lebih besar dari tingkat suku bunga

yang berlaku (30,56>16).

D. Payback Period

Payback Period merupakan penetapan jangka waktu maksimum untuk

mengembalikan jumlah nilai investasi yang telah dikeluarkan (A. Kartamihardja, 1983).

Payback period menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh sebuah proyek investasi

untuk melunasi seluruh pengeluaran investasinya. Metode ini tidak memperhitungkan

nilai uang menurut waktu. Payback period proyek ini adalah 5,71 tahun.

6.2.3. Analisis Sensitivitas

Nilai NPV, gross B/C dan IRR yang diperoleh dari perhitungan diatas

menunjukkan bahwa usahatani vanili masih layak untuk diusahakan. Namun seringkali

proyeksi-proyeksi yang telah dilakukan mengandung ketidakpastian dalam beberapa

harga, seperti perubahan pada harga bibit, harga pupuk, harga pestisida, penurunan harga

jual dan naiknya biaya tenaga kerja yang digunakan. Untuk kejadian-kejadian seperti itu

maka diperlukan analisis sensitivitas terhadap perubahan-perubahan yang mungkin

terjadi. Perkiraan perubahan biaya variabel didasarkan pada perubahan-perubahan yang

terjadi di daerah penelitian dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

1. Kenaikan biaya produksi

Biaya produksi yang mengalami fluktuasi dalam usahatani vanili adalah

perubahan harga bibit, perubahan biaya pupuk, dan perubahan biaya tenaga kerja,
• Fluktuasi harga bibit didaerah penelitian mengalami peningkatan harga bibit

sebesar 15 persen menyebabkan perubahan pada nilai NPV menjadi Rp

8.593,684 dan IRR menjadi 27,78, B/C rasio menjadi 2,07 serta payback period

menjadi 5,72 tahun dan usahatani vanili masih layak diusahakan

• Fluktuasi harga pupuk yang terjadi di daerah penelitian mengalami peningkatan

sebesar 10 persen juga menyebabkan perubahan pada nilai NPV menjadi Rp

8.122.132 dan IRR menjadi 25,92, B/C rasio menjadi 2,05 serta payback period

menjadi 5,72 tahun dan usahatani vanili juga masih layak diusahakan

• Biaya kerja di daerah penelitian dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami

kenaikan 10 persen menyebabkan nilai NPV berubah menjadi Rp 7.696.709,597

dan IRR menjadi 25,08, B/C rasio menjadi 1,99 serta payback period menjadi

5,72 tahun dan usahatani vanili juga masih layak diusahakan

2. Perubahan harga jual produk

Terjadi fluktuasi perubahan harga jual usahatani vanili, yaitu harga jual produk

mengalami penurunan sebesar 10 persen. Dengan demikian yang akan digunakan dalam

perhitungan analisis sensitivitas sebesar -10 persen dengan NPV Rp 5.852.977,329, IRR

25,34, dan B/C rasio 1,89 serta payback period 5,74 tahun dan usahatani vanili juga

masih layak diusahakan

3. Perubahan volume produksi

Perubahan yang akan dipakai dalam analisis sensitivitas volume produksi

menggunakan penurunan produktivitas sebesar 5 persen dari volume produksi. Sehingga

NPV berubah menjadi Rp 7.223.408,969, IRR menjadi 28,7 dan B/C rasio menjadi 1,99

serta payback period 7,39 tahun dan usahatani vanili masih layak diusahakan.
Hasil perhitungan analisis usahatani vanili dengan penurunan harga jual,

penurunan volume produksi, kenaikkan harga bibit, harga pupuk dan biaya tenaga kerja

perubahan dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran 5. Berdasarkan hasil

perhitungan analisis sensitivitas terlihat bahwa penurunan harga jual merupakan faktor

yang paling berpengaruh terhadap kelayakan usahatani vanili.

6.2.4. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

perubahan yang dapat ditolerir oleh proyek agar proyek dapat dilaksanakan. Untuk

mendapatkan nilai perubahan yang menyebabkan proyek impas dan tetap layak

dilaksanakan, harus dicoba beberapa tingkat perubahan yang menyebabkan nilai NPV

sama dengan nol. Perubahan dapat dilakukan untuk menurunkan nilai NPV atau

menaikkan nilai NPV sesuai dengan kondisi awal proyek. Jika hasil perhitungan analisis

kelayakan menghasilkan nilai NPV lebih besar daripada nol (positif) maka harus

dilakukan perubahan yang mengarah penurunan nilai NPV.

Dalam analisis usahatani vanili digunakan skenario penurunan nilai NPV sama

dengan nol, hal ini disebabkan karena nilai NPV proyek positif. Angka dari hasil analisis

ini menunjukkan nilai maksimum perubahan yang dapat ditolerir oleh usahatani vanili

agar proyek ini dapat tetap dilaksanakan. Perubahan melebihi nilai maksimum akan

menyebabkan proyek menjadi tidak layak untuk diusahakan.

1. Peningkatan biaya

Hasil analisis switching value menunjukkan peningkatan biaya total maksimum yang

dapat ditolerir oleh proyek usahatani vanili adalah sebesar 45,75 persen (Lampiran 6).

Peningkatan biaya sebesar 45,75 persen menyebabkan Net Present Value bernilai nol
pada Discount factor 16 persen. Peningkatan biaya lebih dari jumlah tersebut proyek

tidak layak untuk dilaksanakan.

2. Penurunan penerimaan

Penurunan penerimaan total yang masih dapat ditolerir oleh proyek adalah 17,8

persen (Lampiran 7). Pada tingkat ini didapat nilai Net present value sebesar nol

pada discount factor 16 persen. Penurunan penerimaan lebih dari itu akan menjadikan

proyek tidak layak untuk diusahakan.

BAB VII
PERBANDINGAN KEUNTUNGAN USAHATANI PADI DAN VANILI

7.1. Aspek Finansial

7.1.1. Pendapatan Usahatani Padi

Rata-rata pendapatan tunai yang dihasilkan dari usahatani padi dalam satu kali

musim tanam adalah Rp 2.706.914,66 untuk menghitung perkiraan rata-rata pendapatan

dalam satu tahun diperoleh dengan cara mengalikan jumlah pendapatan dari rata-rata

pendapatan satu kali musim tanam dengan jumlah musim tanam dalam dua tahun yaitu

lima kali musim tanam. Jadi rata-rata pendapatan tunai yang diperoleh petani dalam dua

tahun adalah Rp 13.534.573,3 dengan asumsi kondisi lingkungan serta faktor-faktor

produksi bersifat tetap.

Karena pendapatan usahatani padi akan dibandingkan dengan pendapatan

usahatani vanili, maka pendapatan usahatani harus disesuaikan dengan umur proyek

vanili selama 10 tahun, oleh karena itu dilakukan konversi nilai pendapatan dua tahun
terhadap nilai pendapatan 10 tahun menjadi Rp 67.672.866,5 juga dengan menggunakan

asumsi seluruh variabel faktor produksi bersifat tetap.

7.1.2. Pendapatan Usahatani Vanili

Pendapatan usahatani vanili belum bisa diterima pada musim tanam pertama

sampai musim tanam keempat, karena komoditas ini baru bisa berproduksi dan

menghasilkan buah pada tahun tanam keempat (tahun kelima), oleh karena itu

pendapatan yang didapat selama sepuluh tahun merupakan pendapatan yang diperoleh

pada tahun tanam keempat sampai umur terakhir proyek pada tahun tanam ke enam.

Tahun pertama hingga tahun kelima belum menghasilkan pendapatan karena

vanili belum menghasilkan, biaya yan diperlukan dari tahun pertama sampai tahun ke

empat adalah Rp 14.834.565,4 dan pendapatan yang dihasilkan pada tahun tanam kelima

hingga tahun tanam ke sembilan yaitu Rp 57.846.187,5 sehingga pendapatan total yang

didapatkan oleh petani selama 10 tahun masa tanam adalah Rp 43.011.622,1. Jumlah

tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan besar pendapatan yang dihasilkan oleh

komoditi padi.

7.2. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan termasuk sebagai aspek sosial. Aspek sosial yaitu aspek yang

bersifat intangible dimana keuntungan ataupun dampaknya sulit dihitung. Pertimbangan

analisis sosial harus dipertimbangkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu

usahatani atau proyek bertanggung jawab terhadap keadaan sosial tidak terkecuali aspek

lingkungan diantaranya memperhatikan kualitas hidup masyarakat. Pihak yang

melaksanakan suatu proyek juga harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungan

(Lee 1982 dalam Gittinger 1986)


7.2.1. Aspek lingkungan Usahatani Padi

Selain aspek finansial yang hanya mengidentifikasi jumlah pendapatan yang

diperoleh juga dilakukan identifikasi mengenai aspek lingkungan terkait dengan adanya

isu pemanasan global yang telah melanda dunia. oleh karena itu dilakukan identifikasi

dampak lingkungan terhadap komoditi padi karena tanaman ini diketahui merupakan

salah satu komoditi pertanian yang berperan besar dalam menyebabkan adanya

pemanasan global.

Tanaman padi berperan aktif sebagai media pengangkut metana dari lahan sawah

ke atmosfer. Lebih dari 90 persen metana diemisikan melalui jaringan aerenkima dan

ruang interseluler tanaman padi, sedangkan kurang dari 10 persen sisanya dari gelembung

air. Kemampuan tanaman padi dalam mengemisi metana beragam, bergantung pada sifat

fisiologis dan morfologis suatu varietas. 9 Selain itu, masing-masing varietas mempunyai

umur dan aktivitas akar yang berbeda yang erat kaitannya dengan volume emisi metana.

Pemilihan varietas padi yang ditanam di suatu daerah ditentukan oleh potensi hasil panen,

kondisi ekosistem, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit endemik serta kondisi

ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap varietas padi menghasilkan emisi

metana yang berbeda-beda, sehingga penggunaan varietas yang tepat diharapkan dapat

menekan emisi metana. Padahal jumlah varietas padi sangat banyak. Oleh karena itu

diperlukan penelitian yang berkelanjutan untuk mengetahui varietas padi yang mampu

menekan emisi metana. Penekanan emisi metana dengan menanam varietas yang tepat

merupakan pilihan yang paling mudah diterapkan petani. Apalagi varietas-varietas padi

yang diintroduksikan ke petani mempunyai daya hasil yang tinggi atau minimal sama

9
Varietas padi Rendah Emisi Gas, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. www.pustaka-deptan.go.id
diakses tanggal 15 juni 2008
dengan varietas yang biasa ditanam petani. Hasil pengujian beberapa varietas padi sawah

irigasi, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut sejak tahun 1995 menunjukkan

bahwa varietas Cisadane mengemisi metana paling tinggi, sedangkan IR36 dan Dodokan

paling rendah. Cisadane diduga mempunyai kemampuan fotosintesis yang lebih baik dari

varietas lain sehingga eksudat akar yang dihasilkan lebih mudah terdegradasi.

Tabel 13. Emisi metana dan hasil gabah beberapa varietas padi yang ditanam 10
Ekosistem/varietas Emisi CH4 (Kg/ha) Hasil (Ton/ha) Indeks produksi padi
per Kg
Dodokan 74 3,3 44,5

Balian 115 5,1 44,3

Maros 117 4,3 36,7


Cisantana 124 5,4 43,5

Muncul 127 4,6 36,2

Way Apoburu 154 7,4 48,1

Memberamo 173 7,4 42,8

Ciherang 175 5,8 33,1

IR64 176 6,7 38,1

Tukad Unda 185 5,3 28,6

Batang Anai 196 4,5 23,2

Cisadane 218 6,4 29,4

IR36 112 4,9 43,8

Martapura 171 5,99 34,9

Sei Lalan 153 6,75 42,2

Indragiri 141 6,03 42,7

10
Setyanto, Prihastyo. Warta Penelitian dan pengembangan Pertanian Vol.28 No.24.2006 diakses tanggal 9
Juni 2008
Punggur 105 5,65 63,4

Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat

Indonesia. Oleh karena itu, ketersediaannya sangat diperlukan dalam rangka mendukung

kestabilan pangan nasional. Sementara pemerintah terus menerus mengadakan program

peningkatan produktivitas pangan termasuk padi, tetapi kurang memperhatikan dampak-

dampak yang terjadi dengan adanya peningkatan produktivitas tersebut, terutama yang

akan dihasilkan oleh tanaman padi.

Padi merupakan tanaman pangan yang mempunyai kemampuan aktif

menyalurkan metana dari lahan sawah ke atmosfer, seperti diketahui metana merupakan

salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi pada peningkatan pemanasan global. Lahan

sawah Indonesia yang luasnya sekitar 10,9 juta hektar diduga memberi kontribusi sekitar

1 persen dari total global metana. 11

Dilihat dari penggunaan pupuk, padi membutuhkan berbagai macam pupuk kimia

seperti urea, SP-36, KCL, dan ZA selain itu diperlukan juga pestisida kimia seperti

pestisida cair maupun pestisida padat. Semakin banyak bahan kimia yang digunakan

tentu saja lebih berbahaya terhadap lingkungan. Dilihat dari perakarannya, padi

merupakan tanaman dengan akar serabut sehingga tidak bisa dijadikan sebagai tanaman

konservasi.

7.2.2. Aspek Lingkungan Usahatani Vanili

Upaya penanggulangan pemanasan global adalah dengan pengurangan jumlah gas

CO2 di atmosfir dengan mereduksi pemanfaatan bahan bakar fosil dan produksi gas

rumah kaca, menekan atau menghentikan penggundulan hutan, serta penghutanan

11
Dampak Pemanasan Global Bagi Indonesia. www.handy.hagemman.com, diakses tanggal 15 juni 2008
kembali tanah-tanah kritis secara besar-besaran untuk menciptakan wilayah serapan gas

CO serta melokalisasi gas CO2 atau dengan menangkap dan menyuntikkannya ke dalam

sumur-sumur minyak bumi. Peran perkebunan menjadi sangat penting terkait dengan hal

tersebut, karena dapat berperan sebagai wilayah serapan CO2. Tanaman perkebunan yang

bersifat tahunan seperti karet, kelapa sawit, kelapa, kakao maupun vanili dapat sekaligus

menjadi tanaman penghijauan untuk lahan-lahan gundul atau kritis yang di sisi lain

memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat. Tanaman perkebunan seperti jambu

mente dan jarak pagar merupakan jenis tanaman yang cocok untuk konservasi lahan

karena dapat tumbuh dengan baik di lahan kritis dan relatif mampu bertahan di wilayah

kering.

Usaha tani perkebunan sebagai kegiatan produksi menghasilkan limbah dari

kegiatannya berupa sampah-sampah organik hasil pembersihan kebun dan sampah ikutan

dari pembelian bahan-bahan sarana produksi berupa bekas kemasan pupuk organik

maupun anorganik, botol-botol dari plastik dan gelas bekas kemasan pupuk daun

(gandasil) dan fungisida. Jumlah limbah bekas kemasan ini tidak begitu banyak dan

dapat dikelola dengan cara dijual kepada lapak pemulung barang bekas, atau dipakai

sendiri untuk keperluan lain. Sedangkan limbah organik berupa rerumputan, sisa-sisa

daun dan batang pohon vanili yang ditebang pada waktu proses pemangkasan dan

pembersihan kebun biasanya dikumpulkan disuatu tempat untuk dijadikan kompos.

Vanili merupakan tanaman perkebunan yang biasanya di tanam di dataran dataran

tinggi, tanaman ini membutuhkan tanaman penegak sebagai tempat merambat, tanaman

untuk merambat tersebut biasanya merupakan tanaman perakaran tunggang yang kuat

seperti lamtoro (digunakan di daerah penelitian) sehingga tanaman tersebut cocok


ditanam sebagai tanaman konservasi karena mampu menyerap dan menyimpan air

sehingga dapat mencegah loncor ketika terjadi hujan.

Dilihat dari penggunaan pupuk tanaman vanili hanya menggunakan pestisida

sebagai pupuk kimianya, karena sebagian besar pupuk yang digunakan adalah pupuk

organik. Sedangkan pestisida kimia yang digunakan adalah insektisida dan fungisida

dalam jumlah terbatas. Usahatani vanili sebagai kegiatan produksi menghasilkan limbah

dari kegiatannya berupa sampah-sampah organik hasil pembersihan kebun dan sampah

ikutan dari pembelian bahan-bahan sarana produksi berupa bekas kemasan pupuk organik

maupun anorganik, botol-botol dari plastik dan gelas bekas kemasan pupuk daun

(gandasil) dan fungisida. Jumlah limbah bekas kemasan ini tidak begitu banyak dan

dapat dikelola dengan cara dijual kepada lapak pemulung barang bekas, atau dipakai

sendiri untuk keperluan lain. Sedangkan limbah organik berupa rerumputan, sisa-sisa

daun dan batang pohon vanili yang ditebang pada waktu proses pemangkasan dan

pembersihan kebun biasanya dikumpulkan disuatu tempat untuk dijadikan kompos.

Dilihat dari penggunaan pupuk maupun kemampuannya sebagai tanaman

konservasi, tanaman vanili lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan dengan

komoditi padi, sehingga dilihat dari aspek lingkungan komoditi vanili lebih disarankan

ditanam oleh para petani karena meskipun keuntungannya tidak sebesar keuntungan yang

diperoleh dari usahatani padi, komoditi vanili tentu saja akan lebih besar peranannya

dalam melestarikan lingkungan dan mengurangi pengaruh pemanasan global.

7.3. Dampak Isu Pemanasan Global Bagi Produktivitas dan Penggunaan Lahan
Pertanian di Desa Cibongas.
Pemanasan global kini tengah menjadi perhatian dunia, dampak pemanasan

adalah terjadinya perubahan iklim yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan di

bumi. Perubahan iklim merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan di bumi karena

akan memberikan dampak seperti naiknya permukaan laut akibat mencairnya es dan

gletser di kutub, naiknya curah hujan di sebagian belahan bumi dan di belahan lain terjadi

kekeringan, serta penyebaran penyakit tropis dan punahnya beberapa spesies karena tidak

mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.


0
Secara global suhu bumi mengalami peningkatan 0,8 C sejak satu abad yang

lalu. Peningkatan suhu tersebut disebabakan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah

kaca seperti metana dan karbondioksida di atmosfer akibat kegiatan manusia yang

berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak, gas, batubara dan adanya

alih fungsi lahan serta aktivitas pertanian.

Isu pemanasan global yang bergulir akhir-akhir ini cukup mendapat perhatian

bagi sebagian besar petani padi dan pengusaha komoditi vanili di Kabupaten

Tasikmalaya. Masing-masing pengusaha tani baik padi maupun vanili, sedikit banyak

merasakan dampak yang terjadi akibat pemanasan global seperti perubahan siklus hujan,

serta kekeringan. Gejala-gejala tersebut tentu mempengaruhi produktivitas dari usahatani

baik petani padi maupun petani vanili.

Walaupun demikian produktivitas dan penggunaan lahan komoditi baik padi

maupun vanili tetap stabil, bahkan cenderung meningkat karena para petani masih

mampu mengatasi kendala yang terjadi. Tren komoditi pangan utama sebagai makanan

pokok yang terus diusahakan serta diupayakan ketersediaanya begitu pula dengan para

petani vanili yang dijalani oleh pengusaha tani di Kabupaten Tasikmalaya telah
berlangsung lama sebelum isu pemanasan global terjadi. Selain itu, para petani di Desa

penelitian juga menyadari bahwa pola usahatani berbagai aspek, baik finansial, maupun

sosial dan lingkungan, yaitu mengharapkan kesejahteraan sosial dengan tetap

memperhatikan lingkungan agar terjaga dari kerusakan- kerusakan sehingga nantinya

dapat diwariskan ke anak cucu mereka, terlihat dengan telah diadakannya program

pertanian padi organik yang diselenggarakan sebagai program dari pemerintahan

setempat walaupun masih terdapat berbagai kendala seperti ketidakyakinan dari para

petani itu sendiri dalam melaksanakannya, sehingga masih sedikit para petani yang

bersedia mengubah sistem pertanian mereka menjadi sistem pertanian organik.

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
1. Analisis pendapatan usahatani padi di Desa Cibongas menunjukkan bahwa komoditi

tersebut menguntungkan terlihat dari nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,62 yang

artinya setiap pengeluaran biaya total usahatani sebesar Rp 1 akan menghasilkan

penerimaan sebesar 1,62, sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,86

yang artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp 1 akan menghasilkan

pendapatan sebesar Rp 2,86

2. Analisis kelayakan usahatani vanili di Desa Cibongas bersifat layak. Hal ini terlihat

dari NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 8.593.840,85, IRR yang lebih besar

dari tingkat suku bunga (30,56>16), nilai gross B/C sebesar 2,1 dan nilai payback

periodnya adalah 5,71 tahun.

3. Dilihat dari aspek finansial, analisis pendapatan usahatani padi menunjukkan bahwa

usahatani tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani yaitu

sebesar Rp 67.672.866,5 selama 10 tahun dibandingkan dengan usahatani vanili yang

menghasilkan keuntungan pendapatan petani sebesar Rp 43.011.622,1 selama 10

tahun umur proyek, tetapi apabila dilihat dari aspek lingkungan, komoditi vanili lebih

ramah lingkungan karena lebih sedikit dalam penggunaan bahan-bahan kimia.

Sehingga apabila mempertimbangkan kedua aspek tersebut, tanaman vanili dipilih

sebagai rekomendasi karena selain ramah lingkungan, usahatani vanili masih

menguntungkan walaupun tingkat keuntungannya lebih rendah dibandingkan dengan

usahatani padi.

8.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berdasarkan hasil analisis, yaitu :
1. Dalam menentukan suatu proyek ataupun usahatani penting dilakukan pertimbangan

dari berbagai aspek, tidak hanya mementingkan aspek finansial yang bersifat profit

oriented, tetapi aspek lain yang lebih penting menyangkut kepentingan orang banyak

seperti aspek lingkungan demi terciptanya sistem pertanian yang berkelanjutan,

dengan demikian komoditi vanili lebih dianjurkan untuk ditanam di dataran tinggi

karena lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan dengan komoditi padi.

2. Diperlukan kebijakan pertanian ke depan tidak saja hanya terkonsentrasi pada

peningkatan produktivitas saja, namun juga mengintroduksi isu pemanasan global.

Walaupun penanggulangan pemanasan global memang tidak secara langsung

berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun pemberantasan

kemiskinan, namun permasalahan ini sangat terkait dengan kelangsungan hidup umat

manusia di masa yang akan datang.

3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada sektor pertanian terutama komoditas-

komoditas didataran tinggi maupun dataran rendah. Hal ini mengingat dampak

pemanasan global yang kian hari mengganggu stabilitas lahan tanam komoditas

pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Aisah, Siti. 2002. Analisis Kelayakan Usaha Florist di Pusat Promosi dan Pemasaran
Bunga/ Tanaman Hias, Rawa Belong Jakarta. Skripsi. Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Apriyadi, Andri.2003. Analisis Usaha dan Nilai Tambah Pengelolaan Ikan Pada Industri
Kerupuk Udang di Indramayu. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya Dalam Angka


2006. BPS. Tasikmalaya.

Basuki, Thohir. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Petani Untuk Menanam Padi Hibrida. Skripsi. Departemen
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.

Brown, Maxwell L. 1979. Farm Budgets, From farm Income Analysis to Agricultural
Project Analysis. The Jhon Hopkins University Press, Baltimore and
London.

Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya. 2005. Budidaya Padi .Tasikmalaya.

Gittinger, J Price.1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas


Indonesia (UI- Press). Jakarta.

Gunawan , Prayitno. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani dan Sistem pemasaran Pisang
Lampung, Kasus Desa Bumi Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi
Lampung. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hantari, Indiarti. 2007. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Sawah Lahan
Sempit. ). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Husnan, Suad dan Suwarsono.1999. Studi Kelayakan Proyek. Penerbit LIPP AMP
YKPN. Yogyakarta.

Kohls, R.L and W.D Downey. 1972. Marketing of Agricultural Products, Fouth Ed.
Macmillan. New York.

Kuntjoro, 2002. Kelayakan Finansial Proyek. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi,


Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Prestiani, I. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah-buahan Unggulan di
Kabupaten Serang. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor.

Purnamawati, Heni dan Purnomo.2007. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan


Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahmiati, Ayi. 2006. Analisis Respon Penawaran Padi di Provinsi Jawa Barat. Skripsi.
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Riyanto, Sudrajat. 2007. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Produksi Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Purwakarta. Skripsi.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.

Soehardjo dan Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.

Soekartawi, dkk.1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Tiku, Gilda . 2008.Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Sistem Minapadi
dan Sistem Non Minapadi di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor..

Wuriyanto, Lilik. 2002. Studi Kelayakan Finansial dan Pemasaran Komoditi Lada (Studi
Kasus Desa giri Mulya, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur,
Provinsi Lampung). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
93

Lampiran 1. Cashflow Usahatani Vanili per Hektar di Desa Cibongas


Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CASH
INFLOW (Rp)
1.Produksi 606,9973 2101,336 3054,07 3219,521 2064,656 699,1235
2.Nilai produk 4248981,1 14709352 21378490 22536647 14452592 4893864,5
Total (Rp) 4248981,1 14709352 21378490 22536647 14452592 4893864,5
CASH
OUTFLOW (Rp)
3. Biaya Sarana
dan Prasarana
Bibit vanili 2034304
Stum lamtoro 1017152
Pupuk kandang 838183 838183 1257274,5 1257274,5 1257274,5 1257274,5 1257274,5 838183 838183 838183
Pestisida 370000 370000 370000 370000 370000 370000 370000 370000 370000
Handsprayer 250000 250000
Perlengkapan
lainnya 460000 460000
Total (Rp) 2565335 3242487 1627274,5 1627274,5 1627274,5 2337274,5 1627274,5 1208183 1208183 1208183
4. Biaya tenaga
kerja 653495,4 1804773 1206000 2107926 2526273 2526273 2526273 2526273 2526273 2526273
Total biaya
sarana&prasarana
dan TK (Rp) 3218830,4 5047260 2833274,5 3735200,5 4153547,5 4863547,5 4153547,5 3734456 3734456 3734456
NET BENEFIT -3218830,4 -5047260 -2833275 -3735200,5 95433,6 9845804,5 17224942,5 18802191 10718136 1159408,5
Discount Factor 16
%® 0,862068966 0,743162901 0,6406577 0,552291098 0,476113015 0,410442255 0,35382953 0,305025457 0,26295298 0,226683603
Present Value DF
16% -2774853,793 -3750936,39 -1815159 -2062917,98 45437,17907 4041134,198 6094693,307 5735146,899 2818365,801 262818,8966
NPV DF 8,04%
(Rp) 8593729,068
IRR (%) 30,56%
Gross B/C 2,03
Payback Period
(tahun) 5,71

93
94

Lampiran 2. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Kenaikkan Harga Pupuk sebesar 10 persen)
Tahun Biaya Manfaat Net Benefit DF 16% PV 16% Df 30% PV 30% DF 25% PV 25%
1 3302647,7 -3302647,7 0,862068966 -2847110,086 0,769230769 -2540498,231 0,8 -2642118,16
2 5131078,3 -5131078,3 0,743162901 -3813227,036 0,591715976 -3036141,006 0,64 -3283890,11
3 2959001,95 -2959001,95 0,640657674 -1895707,305 0,455166136 -1346837,483 0,512 -1515009
4 3860927,95 -3860927,95 0,552291098 -2132356,136 0,350127797 -1351818,196 0,4096 -1581436,09
5 4279274,95 4248981 -30293,95 0,476113015 -14423,34388 0,269329074 -8159,041512 0,32768 -9926,72154
6 4989001,95 14709354 9720352,05 0,410442255 3989643,212 0,207176211 2013825,708 0,262144 2548131,968
7 4179274,95 21378488 17199213,05 0,35382953 6085589,468 0,159366316 2740975,225 0,2097152 3606936,405
8 3818274,3 22536648 18718373,7 0,305025457 5709580,488 0,122589474 2294675,586 0,16777216 3140421,987
9 3818274,3 14452590 10634315,7 0,26295298 2796325,004 0,094299595 1002811,668 0,134217728 1427313,692
10 3818274,3 4893864 1075589,7 0,226683603 243818,549 0,07253815 78021,28731 0,107374182 115490,5646
Total 40156030,65 82219925 42063894,35 8122132,812 -153144,4841 1805914,536
Net B/C = 2,047511262
IRR= 25 % +5{1805914,536/1805914,536-(-153144)}=25%+0,92=25,92%
PBP=5,72

Lampiran 3. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Kenaikkan Harga Upah Tenaga Kerja sebesar 10 persen)
tahun biaya manfaat net benefit df 16% PV 16% Df 30% PV 30% DF 25% PV 25%
1 3284179,94 -3284179,94 0,862068966 -2831189,603 0,769230769 -2526292,262 0,8 -2627343,95
2 5227737,3 -5227737,3 0,743162901 -3885060,419 0,591715976 -3093335,68 0,64 -3345751,87
3 2953874,5 -2953874,5 0,640657674 -1892422,365 0,455166136 -1344503,641 0,512 -1512383,74
4 3945993 -3945993 0,552291098 -2179336,806 0,350127797 -1381601,835 0,4096 -1616278,73
5 4406174,8 4248981 -157193,8 0,476113015 -74842,01412 0,269329074 -42336,86065 0,32768 -51509,2644
6 5113174,8 14709354 9596179,2 0,410442255 3938677,427 0,207176211 1988100,047 0,262144 2515580,8
7 4406174,8 21378488 16972313,2 0,35382953 6005305,601 0,159366316 2704815,032 0,2097152 3559352,057
8 3987083,5 22536648 18549564,5 0,305025457 5658089,385 0,122589474 2273981,355 0,16777216 3112100,503
9 3987083,5 14452590 10465506,5 0,26295298 2751936,121 0,094299595 986893,0283 0,134217728 1404656,505
10 3987083,5 4893864 906780,5 0,226683603 205552,2713 0,07253815 65776,18019 0,107374182 97364,8148
Total 41298559,64 82219925 40921365,36 7696709,597 3,091539499 -368504,6367 1535787,115
Net B/C =1,990866648
IRR= 25 % +5{153578,115/1535787,115-(-368505)}=25%+0,08=25,08%
PBP=5,7

94
95

Lampiran 4. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Penurunan Harga Jual sebesar 10 persen)
Tahun Biaya Manfaat Net Benefit DF 16% PV 16% Df 30% PV 30% DF 25 PV 25%
1 3218830,4 -3218830,4 0,862068966 -2774853,793 0,769230769 -2476023,385 0,8 -2575064,32
2 5047260 -5047260 0,743162901 -3750936,385 0,591715976 -2986544,379 0,64 -3230246,4
3 2833274,5 -2833274,5 0,640657674 -1815159,05 0,455166136 -1289610,605 0,512 -1450636,54
4 3735200,5 -3735200,5 0,552291098 -2062917,985 0,350127797 -1307797,521 0,4096 -1529938,12
5 4153547,5 3824082,99 -329464,51 0,476113015 -156862,3413 0,269329074 -88734,37151 0,32768 -107958,931
6 4863274,5 13238416,8 8375142,3 0,410442255 3437512,289 0,207176211 1735130,249 0,262144 2195493,303
7 4153547,5 19240641 15087093,5 0,35382953 5338259,2 0,159366316 2404374,513 0,2097152 3163992,831
8 3734456 20282982,3 16548526,3 0,305025457 5047721,794 0,122589474 2028675,134 0,16777216 2776382,002
9 3734456 13007332,8 9272876,8 0,26295298 2438330,588 0,094299595 874428,5302 0,134217728 1244584,456
10 3734456 4404478,05 670022,05 0,226683603 151883,0127 0,07253815 48602,16016 0,107374182 71943,06981
Total 39208302,9 73997933,94 34789631,04 5852977,329 -1057499,675 558551,3425
Net B/C =1,887302649
IRR= 25 % +558551,3425/(558551,3425+(-1057500)}=25%+0,34=25,34%
PBP=5,74

Lampiran 5. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Penurunan Volume Produksi sebesar 5 persen)
Tahun Biaya Manfaat Net Benefit DF 16% PV 16% Df 30% PV 30% DF 25% PV 25 %
1 3218830,4 -3218830,4 0,862068966 -2774853,793 0,769230769 -2476023,385 0,8 -2575064,32
2 5047260 -5047260 0,743162901 -3750936,385 0,591715976 -2986544,379 0,64 -3230246,4
3 2833274,5 -2833274,5 0,640657674 -1815159,05 0,455166136 -1289610,605 0,512 -1450636,544
4 3735200,5 -3735200,5 0,552291098 -2062917,985 0,350127797 -1307797,521 0,4096 -1529938,125
5 4153547,5 4036531,95 -117015,55 0,476113015 -55712,62636 0,269329074 -31515,68977 0,32768 -38343,65542
6 4863274,5 13973886,3 9110611,8 0,410442255 3739380,049 0,207176211 1887502,033 0,262144 2388292,22
7 4153547,5 20309563,6 16156016,1 0,35382953 5716475,581 0,159366316 2574724,77 0,2097152 3388162,148
8 3734456 21409815,6 17675359,6 0,305025457 5391434,636 0,122589474 2166813,036 0,16777216 2965433,259
9 3734456 13729960,5 9995504,5 0,26295298 2628347,695 0,094299595 942572,0299 0,134217728 1341573,904
10 3734456 4649170,8 914714,8 0,226683603 207350,847 0,07253815 66351,71963 0,107374182 98216,75378
Total 39208302,9 78108928,75 38900625,85 7223408,969 -453527,9913 1357449,24
Net B/C =1,992152758
IRR = 25%+5(1357449,24/1357449,24+453527,9913)=25+3,75=28,75%
PBP=6,3

95
96

Lampiran 6 . Nilai Pengganti (Switching Value) Usaha Vanili dengan Kenaikkan Biaya
Kenaikkan Kenaikkan
Tahun Biaya Biaya 25% Manfaat Net benefit DF 16% PV 16% Biaya 50% Manfaat Net Benefit PV 16%
1 3218830,4 4023538 -4023538 0,862068966 -3468567,241 4828245,6 -4828245,6 -4162280,69
2 5047260 6309075 -6309075 0,743162901 -4688670,482 7570890 -7570890 -5626404,578
3 2833274,5 3541593,125 -3541593,125 0,640657674 -2268948,812 4249911,75 -4249911,8 -2722738,575
4 3735200,5 4669000,625 -4669000,625 0,552291098 -2578647,481 5602800,75 -5602800,8 -3094376,977
5 4153547,5 5191934,375 4248981 -942953,375 0,476113015 -448952,3748 6230321,25 4248981 -1981340,3 -943341,881
6 4863274,5 6079093,125 14709354 8630260,875 0,410442255 3542223,732 7294911,75 14709354 7414442,25 3043200,394
7 4153547,5 5191934,375 21378488 16186553,63 0,35382953 5727280,66 6230321,25 21378488 15148166,8 5359868,72
8 3734456 4668070 22536648 17868578 0,305025457 5450371,167 5601684 22536648 16934964 5165595,13
9 3734456 4668070 14452590 9784520 0,26295298 2572868,692 5601684 14452590 8850906 2327372,108
10 3734456 4668070 4893864 225794 0,226683603 51183,79756 5601684 4893864 -707820 -160451,1882
Total 39208302,9 49010378,63 82219925 33209546,38 3890141,657 58812454,35 82219925 23407470,7 -813557,5363
kenaikkan secara proporsional yang mengakibatkan manfaat sekarang netto sama dengan nol pada tingkat oportunitas kapital 16 % =
25%+25(3890141,657/3890141,657+813557,5363)=25+20,75=45,75%

96
97

Lampiran 7. Nilai Pengganti (Switching Value) Usaha Vanili dengan Penurunan Penerimaan
Penurunan Penurunan
Manfaat Manfaat
Tahun Biaya Manfaat Net Benefit DF 16% PV 16% 50% Net Benefit PV16% 25% Net Benefit PV 16%
1 3218830,4 -3218830,4 0,862068966 -2774853,793 -3218830,4 -2774853,8 -3218830,4 -2774853,793
2 5047260 -5047260 0,743162901 -3750936,385 -5047260 -3750936,4 -5047260 -3750936,385
3 2833274,5 -2833274,5 0,640657674 -1815159,05 -2833274,5 -1815159 -2833274,5 -1815159,05
4 3735200,5 -3735200,5 0,552291098 -2062917,985 -3735200,5 -2062918 -3735200,5 -2062917,985
5 4153547,5 4248981 95433,5 0,476113015 45437,13146 2124490,5 -2029057 -966060,45 -4153547,5 -1977558,025
6 4863274,5 14709354 9846079,5 0,410442255 4041247,07 7354677 2491402,5 1022576,86 3611633,85 -1251640,65 -513726,2104
7 4153547,5 21378488 17224940,5 0,35382953 6094692,599 10689244 6535696,5 2312522,42 12502950,9 8349403,4 2954265,48
8 3734456 22536648 18802192 0,305025457 5735147,204 11268324 7533868 2298021,53 18171714,8 14437258,8 4403731,46
9 3734456 14452590 10718134 0,26295298 2818365,275 7226295 3491839 918189,471 19156150,8 15421694,8 4055180,604
10 3734456 4893864 1159408 0,226683603 262818,7833 2446932 -1287524 -291860,58 12284701,5 8550245,5 1938200,46
Total 39208302,9 82219925 43011622,1 8593840,85 1901659,6 -5110478 65727151,85 26518848,95 456226,5565
Penurunan secara proporsional yang mengakibatkan manfaat sekarang netto sama dengan nol pada tingkat oportunitas kapital 16 % =
15%+35(456226,5566/456226,5566+5110478)=15+2,8=17,8%

97
Lampiran 8. Tabel Rata-rata Produksi Vanili Responden per Hektar
Luas Produksi Tahun panen ke- Produksi tahun panen ke-(per ha)
Respon (bata)
den Luas (ha) 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
1 50 0,071429 40 150 230 250 150 60 560 2100 3220 3500 2100 840
2 200 0,285714 200 600 850 900 500 200 700 2100 2975 3150 1750 700
3 250 0,357143 250 750 1000 1250 700 500 700 2100 2800 3500 1960 1400
4 100 0,142857 100 300 450 450 300 150 700 2100 3150 3150 2100 1050
5 50 0,071429 45 150 200 250 150 55 630 2100 2800 3500 2100 770
6 80 0,114286 50 250 325 400 225 70 437,5 2187,5 2843,75 3500 1968,75 612,5
7 100 0,142857 75 300 450 450 280 100 525 2100 3150 3150 1960 700
8 150 0,214286 150 450 675 700 450 125 700 2100 3150 3266,667 2100 583,3333
9 20 0,028571 12,5 65 90 100 60 18 437,5 2275 3150 3500 2100 630
10 250 0,357143 250 825 1150 1200 780 225 700 2310 3220 3360 2184 630
11 230 0,328571 200 800 1000 1000 700 175 608,6957 2434,783 3043,478 3043,478 2130,435 532,6087
12 140 0,2 120 350 600 650 350 120 600 1750 3000 3250 1750 600
13 150 0,214286 120 450 650 650 325 100 560 2100 3033,333 3033,333 1516,667 466,6667
14 150 0,214286 100 400 500 700 500 150 466,6667 1866,667 2333,333 3266,667 2333,333 700
15 180 0,257143 135 500 825 650 550 140 525 1944,444 3208,333 2527,778 2138,889 544,4444
16 300 0,428571 250 925 1400 1125 1100 275 583,3333 2158,333 3266,667 2625 2566,667 641,6667
17 200 0,285714 200 600 950 930 625 200 700 2100 3325 3255 2187,5 700
18 160 0,228571 150 400 700 700 425 130 656,25 1750 3062,5 3062,5 1859,375 568,75
19 40 0,057143 40 120 180 200 125 35 700 2100 3150 3500 2187,5 612,5
20 70 0,1 65 235 320 325 230 70 650 2350 3200 3250 2300 700
Total 12139,95 42026,73 61081,39 64390,42 41293,12 13982,47
Rata-rata 606,9973 2101,336 3054,07 3219,521 2064,656 699,1235
99

Lampiran 9. Tabel Rata-rata Biaya Usahatani Vanili Responden per Hektar


Pupuk Kandang (karung) Tenaga Kerja/bata/Tahun Tenaga Kerja/Hektare/Tahun
Bibit
Responden Luas Hektare Bata Hektare 1 2 3 4 5 1 per ha 2 per ha 3 per ha 4 per ha 5 per ha
1 12 168 400 5600 5 9 6 8 13 70 126 84 112 182
2 45 160 1500 5250 10 35 22 35 48 35 122,5 77 122,5 168
3 72 201,6 2000 5600 10 40 28 55 60 28 112 78,4 154 168
4 25 175 750 5250 6 17 12 22 25 42 119 84 154 175
5 10 140 350 4900 3 8 6 10 12 42 112 84 140 168
6 20 175 600 5250 5 15 10 18 20 43,75 131,25 87,5 157,5 175
7 25 175 700 4900 6 15 10 20 25 42 105 70 140 175
8 35 163,3333 1000 4666,667 9 25 15 30 36 42 116,6667 70 140 168
9 5 175 150 5250 2 4 3 6 5 70 140 105 210 175
10 65 182 1750 4900 15 40 25 50 60 42 112 70 140 168
11 50 152,1739 1500 4565,217 12 40 25 45 55 36,52174 121,7391 76,08696 136,9565 167,3913
12 30 150 1000 5000 8 25 16 28 34 40 125 80 140 170
13 40 186,6667 1000 4666,667 8 26 17 30 36 37,33333 121,3333 79,33333 140 168
14 35 163,3333 1000 4666,667 9 25 15 30 35 42 116,6667 70 140 163,3333
15 45 175 1500 5833,333 10 30 20 35 40 38,88889 116,6667 77,77778 136,1111 155,5556
16 75 175 2000 4666,667 16 50 35 60 70 37,33333 116,6667 81,66667 140 163,3333
17 45 157,5 1500 5250 10 35 20 35 45 35 122,5 70 122,5 157,5
18 35 153,125 1200 5250 8 25 18 32 38 35 109,375 78,75 140 166,25
19 10 175 300 5250 3 8 6 6 10 52,5 140 105 105 175
20 15 150 500 5000 6 12 8 14 16 60 120 80 140 160
3352,732 101715,2 871,3273 2406,364 1608,515 2810,568 3368,364
167,6366 5085,761 43,56636 120,3182 80,42574 140,5284 168,4182

99

Anda mungkin juga menyukai