BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua terhadap
dan dapat diterima oleh masyarakat) (Sari Afrina, 2010). pola asuh orang
tua yaitu pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative
konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh
didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi:
8
2
2. Kesadaran diri
3. Komunikasi
memecahkan permasalahannya.
kondisinya tabula rasa atau seperti kertas kosong yang bersih. Pikiran anak
individu yang unik. Peran orang tua dalam perkembangan anak sangat
melakukan perubahan pada diri anak atau mendidiknya, orang tua harus
memiliki kualitas. Kualitas itu terbentang dari hal-hal yang bersifat abstrak,
hal-hal yang bersifat konkrit, seperti misalnya tindakan atau perilaku hidup
3
sehari-hari. Hanya orang tua yang berkualitas saja yang pada akhirnya
orang tua lengkap. Anak-anak dengan kedua orang tua yang tinggal
dapat memperoleh perhatian yang lebih dari kedua orang tua, misalnya
orang tua, ayah dan ibu hidup dalam suasana rukun bahagia dan
sejahtera (harmonis).
Aisyah (2010) menjelaskan bahwa ada tiga jenis pola asuh yang
dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya, yaitu: pola asuh otoriter, pola
asuh demokratis, dan pola asuh permisif yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang
serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-
mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut
berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. orang
Pola asuh otoriter ini ciri utamanya adalah orang tua membuat
dan tidak boleh bertanya apalagi membantah. Ciri khas pola asuh
peraturan itu tidak adil. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya
2012).
Pola asuh ini bertolak-belakang dengan pola asuh otoriter. Orang
mereka.
b) Pada pola asuh demokratis ada kerjasama yang harmonis
mereka.
e) Ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku.
(Notosoedirdjo, 2002).
dan apatis. Pola asuh permisif ini merupakan lawan dari pola asuh
otoriter (Wibowo, 2013). Pola asuh ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk
berbuat.
b) Dominasi pada anak.
c) Sikap longgar atau kebebasan dari orang tua.
d) Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua.
e) Kontrol dan perhatian orang tua terhadap anak yang
sangat kurang.
adalah:
7
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam
tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah mempunyai
menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu
(Supartini, 2010).
b. Lingkungan
c. Budaya
potensial umum untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan
Ada dua macam unsur kecerdasan umum, yaitu kecerdasan yang fluid
dan Kristal. Kecerdasan yang fluid sebagian besar berbentuk non verbal
yang Kristal ini sangat tergantung pada budaya dan digunakan untuk
dimensi, yaitu: dimensi operasi, dimensi isi, dan dimensi produk. Dimensi
evaluasi). Dimensi isi menunjukan pada sifat materi atau informasi yang
terdapat 180 sel. Diharapkan setiap sel paling sedikit berisi satu factor.
susunan realitas.
c. Musical intelligence, yaitu sensitivitas terhadap pola music,
2,5 tahun hingga 17 tahun, bahkan sepertujuh dari siswa dapat berubah
yang memengaruhinya.
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang faktor-faktor yang
pembawaan. Hal ini dapat dipahami karena orang yang terlahir dengan
dengan lingkungan dan tehnik pendidikan sebaik apa pun. Akan tetapi,
faktor lingkungan juga berperan penting, karena seorang anak yang lahir
Erlenmeyer Kimling dan Jarvik dan juga Jensen (dalam Elliot, 2000)
untuk kembar identik 0,87, untuk kembar identik 0,53, untuk saudara
kandung 0,53, dan untuk yang tidak memiliki pertalian keluarga 0,23.
pertalian keluarga yang hidup dalam lingkungan yang sama korelasi skor
IQ-nya tinggi (0,87), dan sebaliknya pertalian keluarga yang hidup dalam
pengaruh faktor genetik yang kuat terdapat pada kinerja non-verbal dan
Keberhasilan Belajar
Kecerdasan seseorang diyakini sangat berpengaruh pada
dan mencapai hasil yang optimal. Anak yang memiliki skor IQ di bawah
70 tidak mungkin dapat belajar dan mencapai hasil belajar seperti anak-
diberikan guru, ada anak yang dapat mengerti dengan cepat apa yang
disampaikan oleh guru, dan ada pula anak yang lamban dalam menerima
kecerdasan ini perlu diketahui dan dipahami oleh guru, terutama dalam
membuat guru harus memandang rendah pada siswa yang kurang, akan
yang beragam.
Selain itu, perbedaan tersebut juga tampak dari hasil belajar yang
terpenting dalam hal ini adalah guru harus bijaksana dalam menyikapi
perbedaan tersebut.
IQ Tafsiran
140- Berbakat
120-140 Sangat superior
110-120 Superior
90-110 Normal ; rata-rata
70-90 Normal yang tumpul
50-70 Moron
20-50 Imbesil
0-20 idiot
berbeda dan dikenakan pada saat yang berbeda juga, dapat menyatakan
Bentuk tes lain menggunakan tipe item yang bervariasi, verbal maupun
Tes WPSSI adalah yang digunakan pada usia 3-7 tahun. WPPSI-
digunakan anak yang lebih muda dan mencakup sebagai sebuah subtes
yang baru (Coding & Symbol Serach). Rentang usia yang diizinkan tidak
hanya dari 2 tahun 6 bulan, tetapi juga dibagi menjadi dua macam, yaitu 2
tahun 6 bulan – 3 tahun 11 bulan dan 4-7 tahun 3 bulan, usia tersebut
yaitu: fase persiapan, fase naïf, fase mencari tes yang bebas dari
a. Fase persiapan
Fase dimana para ahli sedang berusaha mendapatkan tes
Fase ini berlangsung dari kira-kira tahun 1915-1935. Pada fase ini
kemampuan manusia.
c. Fase mencari tes yang bebas dari pengaruh kebudayaan
Fase ini berlangsung sejak tahun 1935 hingga tahun 1950. Pada
fase ini para ahli berupaya mencari bentuk tes kecerdasan yang tidak
pengaruh budaya.
d. Fase kritis
Fase dimana orang menggunakan tes kecerdasan dengan sikap
kritis. Artinya para ahli mengakui, bahwa tes kecerdasan adalah alat
keturunan.
5) Kecerdasan seseorang itu tidak konstan.
6) Penggolongan kecerdasan seseorang itu bukanlah harga
mati, dan.
7) Mengandung kekeliruan-kekeliruan.
Kerena kelemahan-kelemahannya itu, maka menurut muhibbin
kurang memuaskan.
timbul.
c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap
tindakan
2. Mengelola Emosi a. Bersikap toleran terhadap frustrasi dan
baik.
b. Lebih mampu mengungkapkan amarah
bersifat impulsive
4. Empati a. Mampu menerima sudut pandang
orang lain.
b. Memiliki sikap empati atau kepekaan
orang lain.
b. Dapat menyelesaikan konflik dengan
orang lain.
c. Memiliki kemampuan berkomunikasi
bekerja sama.
h. Bersikap demokratis dalam bergaul