Anda di halaman 1dari 7

Toksikologi Kerja dan Lingkungan

Manusia hidup dalam lingkungan kimiawi, dan melalui kulitnya manusia menghirup,
mencerna, serta mengabsorpsi berbaagai zat kimia. Hasil estimasi menunjukan terdapat lebih
dari 60.000 zat kimia yang sering digunakan dan ada sekitar 500 bahan kimia baru yang
memasuki pasar komersial setiap tahun. Polusi berjalan dengan seiring dengan perkembangan
teknologi. Industrilialisasi dan pembentukan pusat kota telah menyebabkan pencemaran udara,
air, dan tanah. Penyebab dasar polusi berkaitan dengan produksi dan penggunaan energi,
produksi dan penggunaan bahan kimia industri, serta peningkatan dibidang pertanian.
TOKSIKOLOGI DAN SUBDIVISINYA
Toksikologi mengkaji efek merugikan berbagai bahan kimia dan fisik pada semua sistem
kehidupan. Namun dalam bidang biomedik, toksikologi terutama mengkaji efek merugikan
manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia serta penjelasan keamanan atau bahaya
yang berkaitan dengan penggunaan obat dan bahan kimia tersebut.
Toksikologi Kerja
Toksikologi kerja berhubungan dengan berbagai unsur kimia di tempat kerja. Para
pekerja industri dapat terpapar berbagai bahan tersebut selama proses sintesis, manufakur,
pengemasan, dan penggunannya ditempat kerja. Para oekerja dibidang pertanian dapat terpapar
sejumlah pestisida bahaya selama penggunaan di lapangan. Toksikologi kerja terutama
ditekankan pada identifikasi bahan berbahaya, penjelasan cara penguunaaan yang aman, dan
pencegahan absorpsi dalam jumlah yang berbahaya. Sejumlah pendoman telah dikembangkan
untuk menetapkan konsentrasi udara yang aman dari sebagian besar zat kimia ditempat kerja.
The American Conference og Governmental Industrial Hygiensts secara berkala membuat daftar
rekomendasi nilai ambang batas (threshold limit value, TLV) untuk sekitar 600 bahan kimia
semacam itu (Lu, 1991). Telah dikembangkan tiga kategori konsentrasi udara (dinyatakan dalam
bagian per mili [part per milion, ppm]atau miligram per meter kubik [mg/m3] yang mencakup
berbagai kondisi paparan :
1. Threshold Limit Value- Time Wighted Average (TLV-TWA) adalah konsentrasi untuk
jam kerja normal 8 am per hari kerja atau 40 jam per minggu yang memungkinkan para
pekerja berulang kali terpapar tanpa efek membahayakan.
2. Threshold Limit Value - Term Exposure Limit (TLV-TEL) adalah konsentrasi
maksimum (lebih tinggi dari TLV-TWA) yang tidak boleh dilampaui kapan pun selama
15 menit periode paparan.
3. Threshold Limit Value – Ceiling (TLV-C) adalah konsentrasi tidak boleh dilampaui
meskipun secara singkat.
*Toksikologi Lingkungan*
Toksikologi lingkungan membahas seputar zat kimia berupa polutan lingkungan yang
berpotensi merugikan bagi organisme hidup. Istilah lingkungan mencakup segala sesuatu yang
berada disekitar iganisme individu, khususnya udara, air, tanah. Meskipun manusia dianggap
sebagai spesies sasaran khusus, spesies lain juga penting brpotensi menjadi sasaran biologis.
Polusi udara merupan suatu produk industrilisasi, pengembangan teknologi, dan
meningkatnya urbanisasi. Manusia juga dapat terpajan oleh zat kimia yang digunakan dalam
lingkungan pertanian seperti pestisida atau dalam pemrosesan makanan yang dapat tertaan
sebaga reisu atau kandungan dalam produk makanan. Komisi gabungan para ahli dalam zat aditif
makanan dari The Food and Agriculture Organization dan the World Health Organization
(FAO/WHO) menggunakan istilah acceptable daily intake (ADI) untuk menandakan asupan
harian zat kimiawi yang tampaknya tidak memunculkan resiko yang terlalu bermakna seumur
hidup.

 ISTILAH DAN DEFINISI DALAM TOKSIKOLOGI


A. Toksisitas
Toksisitas adalah kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan (injury).
Istilah ini merupakn istilah kualitatif. Terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tersebut
tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsorpsi (besar paparan, dosis).
B. Bahaya (hazard)
Bahaya adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada situasi atau tempat tertentu ,
kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk
menentukan bahaya, perlu dketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur (aspek
kualitatif) dan besar paparan yang diterima individu (aspek kuantitatif).
C. Resiko
Resiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang di prediksi dari suatu efek
yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik. Estimasi resiko
dilakukan menggunakan data dosis-respons dan ekstrapolasi dari hubungan-hubungan
yang terobservasi terhadap respon yang diharapkan pada dosisi dalam situasi paparan
sesungguhnya.
 JALUR PAPARAN
*Jalur masuk zat kimia dalam tubuh berbeda-beda menurut keadaan pajananya. Pada
lingkungan industri inhalasi merupakan jalur masuk utama.* Sedangkan jalur melalui saluran
cerna relatif sedikit. Akibatnya tindakan pencegahan sebagian besar dirancang untuk
menghilangkan penyerapan melalui inhalasi atau kontak topikal. Polutan atmosfer masuk melalui
inhalasi, sedangkan polutan air dan tanah masuk terutama melalui saluran cerna.
 *DURASI PEJANAN*
Reaksi toksik dapat berbeda secara kualitatif menurut duras pajanan. Suatu pajanan
tunggal – atau pajanan multipel yang terjadi selama 1 atau 2 hari – mewakili pajanan akut.
Pajanan multipel yang berlanjut untuk waktu yang lama menandakan pajanan kronik. Pada
lingkungan okupasi, dapat terjadi pajanan akut (misalnya, kebocoran yang tidak disengaja) dan
kronik ( misalnya, penangannan suatu zat kimia secara berulang) sementara pada zat kimia yang
dijumpai di lingkungan (misalnya, polutan dalam tanah), pajanan kronik lebih sering timbul.
 KEBERADAAN CAMPURAN
Secara normal manusia melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia secara
besamaan ataupun secara sekuensial. Hal ini mempersulit pengukuran situai yang berpotensi
berbahaya di tempat kerja atau di lingkungan sekitar. Efek biologis akibat paparan campuran
beberapa bahan dapat digolongkan sebagai aditif, supra-aditif (sinergistik), atau infra-aditif
(antagonistik). Terdapat tipe interaksi lain, yaitu potensiasi (suatu bentuk khusus sinergisme).
Pada potensiasi, satu dari dua bahan tidak menimbulkan efek pada paparan.
 PERTIMBANGAN LINGKUNGAN
Sifat khas bahan fisik dan kimiawi tertentu terbukti penting untuk mengestimasi potensi
bahaya pada toksik lingkungan. Selain informasi mengenai efek terhadap organisme, hal penting
lain untuk memprdiksi efek lingkungan adalah pengetahuan tentang berbagai sifat seperti berikut
:
 Degradabilitas (Sifat penguraian)
Bahan mobilitas melalui udara, air, dan tanah terjadi atau tidak terjadinya.
 Bioakumulasi (transportasi)
 Biomagnifikasi (Bahan melalui rantai makanan)

BAHAN KIMIA TERTENTU


1. Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau, serta tidak menimbulkan iritasi. Gas ini merupakan produk samping pembakaran
yang tidak sempurna. Rerata konsentrasi CO di atmosfer sekitar 0,1 ppm sedangkan di
jalan raya yang padat kemungkinan konsentrasinya meningkat melebihi 100 ppm.
 *Mekanisme Kerja*
CO bergabung secara revesibeldengan tempat pengikatan oksigen di hemoglobin dan
memiliki afenitas terhadap hemoglobin sekitar 200 kali afinitas oksigen. Otak dan
jantung merupakan organ-organ yang paling terkena dampaknya. Orang dewasa
normal yang tidak merokok memiliki kadar karboksihemoglobin kurang dari 1%
saturasi,tingkat ini dikaitkan dengan pembentukan CO endogen dari katabolisme
heme. Perokok dapat memiliki saturasi sebesar 5-10%, bergantung pada kebiasaan
merokonya. Individu yang menghirup udara yang mengandung 0,1% CO (1000ppm)
akan memiliki kadar karboksihemoglobin sebesar 50%.
 Efek Klinis
Tanda utama intoksikasi Co adalah hipoksia dan secara berurutan diikuti dengan :
i. Kerusakan psikomotorik
ii. Sakit kepala dan tegang di daerah pelipis
iii. Kebingungan dan kehilanan ketajaman pengelihatan
iv. Takikardia, takipnea, pingsan, dan koma
v. Kejang, syok dan gagal pernafasan.
Perubahan respon individu terhadap konsentrasi karbosihemoglobin cukup tinggi.
Kadar karbosihemoglobin dibawah 15% jarang menampakan gejala, kolaps dan
pingsan terjadi sekitar 40%, dan diatas 60% menyebabkan kematian.
 Pengobatan
Pada kasus intoksikasi akut, hal yang terpenting yang harus dilakukan adalah
memindahkan individu dari sumber paparan dan melakukan perawatan pernafasan,
diikuti pemberian oksigen-atagonis spesifik CO- dalam batas toksisitas oksigen.
Dengan ada ruangan sebesar 1atm , waktu paruh eliminasi CO adalah sekitar 320
menit. Apabila dengan 100% oksigen, maka waktu paruh akan sekitar 80 menit,
dengan oksigen hiperbarik (2- 3atm), waktu paruh dapat dikurangi sekitar 20 menit.
Peranan oksigen hiperbarik sebagai pengobatan intoksikasi CO masih di perdebatkan
(Ellenhorn et al, 1988).
2. Sulfur Dioksida
Sulfur dioksida (SO2) adalah suatu unsur gas iritan yang tidak berwarna,
dihasilkan terutama oleh pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur.

 Mekanisme Kerja
Saat berkontak dengan membran yang lembab, SO2 membentuk asam
sulfurosa dan menimbulkan efek iritasi yang berat pada mata, membran mulkosa, dan
kulit. Diperkirakan bahwa sekitar 90% SO2 yang di inhalasi disera pada saluran nafas
bagian atas, tempatnya menimbulkan efek utama. Inhalasi SO2 menyebabkan
kontriksi brounkus, refleks para simpatis dan perubahan tonus otot polos tampaknya
terlibat dalam reaksi ini. Pajanan 5 ppm selama 10 menit menyebabkan peningkatan
resistensi teradap aliran udara pada kebanyakn manusia. Pajanan terhadap 5-10 ppm
dilaporkan menyebabkan bronkospasme berat, 10-20% orang dalam populasi dewasa
muda yang sehat diperkirakan reaktif terhadap kadar yang lebih rendah. Fenomena
adaptasi tehadap kadar iritatif diketahui terjadi pada para pekerja. Penderita asma
terutama sensitif terhadap SO2.
 Efek Klinis dan Pengobatan
Tanda dan gejala intoksikasi meliputi iritasi mata, hidung, dan tenggorokan serta
refleks bronkhokonstriksi. Jika terjadi paparan kuat, kemungkinan dapat terjadi
edema paru yang mulainya tertunda. Efek kumulatif paparan kronis kadar rendah SO2
tidak terlihat menonjol, khususnya pada manusia. Namun paparan kronis dianggap
berhubungan dengan penyakit kardiopolmuner kronis (Ellenhorn et al, 1988). Tidak
terdapat pengobatan spesifik untuk SO2 , tetapi tergantung pada monuver terapeutik
yang dilakukan dalam pengobatan iritasi fungsi saluran pernafasan.
3. NITROGEN OKSIDA
Nitrogen oksida (NO2) adalah gas berwarna kecoklatan, dapat menyebabkan
iritasi, kadang dikaitkan dengan kebakaran. NO2 ini juga terbentuk dari makanan ternak
segar yang disimpan dalam gudang tertutup (silo). Petani yang terpapar NO2 di dalam
sebuah silo dapat menderita penyakit silo-filer.
 Mekanisme Kerja
NO2 adalah iritaan paru dalam yang dapat menyebabkan edema paru. Sel alveoli tipe I
merupakan sel yang paling terpengaruh pada papaan akut. Pada indiidu tertentu
paparan hingga 25 ppm menyebabkan iritasi sedangkan 50 ppm dapat menyebabkan
iritasi mata dan hidung. Paparan selama 1 jam pada 50 ppm dapat menyebabkan
edema paru dan mungkin lesi paru subakut atau kronis, 100 ppm dapat menyebabkan
edema paru dan kematian.
 Efek Kilinis dan Pengobatan*
Tanda dan gejala pajanan akut NO2 meliputi iritasi mata dan hidung, batuk, produksi
sputum mukoid atau berbusa, dispnea, dan nyeri dada. Edema paru dapat timbul
dalam waktu 1-2 jam. Pada beberapa individu, tanda klinis menghilang dalam waktu
sekitar 2 minggu, pasien tersebut kemudian masuk dalam tahap kedua dengan derajat
keparahan yang mendadak meningkat, meliputi edema paru berulang atau destruksi
fibrotik bronkiolus terminalis. Pajanan kronik NO2 sebanyak 10-25 ppm pada hewan
percobaan laboraturium menyebabkan perubahan edematosa, jadi efek kronik pada
manusia perlu dipikirkan. Tidak terdapat terapi spesifik untuk intoksikasi akut NO2
tindakan tarepeutik untuk penatalaksanaan iritasi paru dalam dan edema paru
nonkardiogenik dilakukan. Tindakan ini meliputi rumatan pertukaran gas melalui
oksigenasi dan ventilasi alveolar yang adekuat. Pengobatan dapat meliputi
bronkodilator, sedatif, dan antibiotik.
4. Ozon
Ozon (O3) adalah gas aritan berwarna kebiruan yang normalnya terdapat di
atmosfer bumi, tempatnya menjadi penyerapan sinar ultraviolet yang penting. Di tempat
kerja, ozon dapat dijumpai di sekitar alat penghasil ozon untuk permurnian udara dan air.
Ozon juga merupakan oksidator penting pada uara kota yang berpolusi. Efek ozon
berkadar rndah dalam ruangan berdasarkan kunjungan pasien ke berbagai rumah sakit di
Ontario, Kanada untuk masalah paru menujukkan gradien yang hampir linear antara
pajanan (kadar 1 jam, 20-100 ppb) dan respons.
 Efek Klinis dan Pengobatan
O3 merupakan iritan bagi membran mukosa. Paparan ringan akan menyebabkan iritas
saluran nafas bagian atas. Paparan yang parah dapat menyebabkan iritasi paru dalam,
dan jika terhirup pada konsentrasi yang cukup banyakdapat terjadi edema paru.
Penetrasi ozon kedalam paru tergantung pada volume tidal. Oleh karena itu, olahraga
dapat meningkatkan jumlah ozon yang mencapai bagian distal paru. Efek tertenu
ozon menyerupai efek radiasi, yang menunjukan bahwa toksisitas O3 berasal dari
pembentukan radikal bebas yang reaktif. Tidak ada pengobatan spesifik terhadap
intoksikasi O3 akut. Pengelolaan tergantung pada tindakan terapeutik yang dilakukan
terhadap iritasi paru dalam dan edema paru nonkardiogenik.

BAHAN PELARUT (SOLVEN)


1. Hidrokarbon Alifatik Terhalogenasi
Bahan ini digunakan secara luas sebagai pelarut dalam bidang industri, bahan
degreasing, dan bahan pembersih. Bahan ini meliputi carbon tetrachliride, chloroform,
trichloroethylene, tetrachloroethylene (perchloroethylene), dan 1,1,1-trichloroethane
(methlychloroform).
 Mekanisme Kerja dan Efek Klinis
Hidrokarbon alifatik terhalogenasi menyebabkan depresi sistem saraf pusat,
kerusakan hati, kerusakan ginjal, dan tingkat kardiotoksisitas tertentu, berbagai bahan ini
merupakan depresan pada sistem saraf pusat manusia, meskipun potensi relatif berbeda.
Dalam penelitian paparan seama hidup tikus dan mencit, terbukti bahwa carbon
tetrachliride, chloroform, trichloroethylene, tetrachloroethylene (perchloroethylene), dan
1,1,1-trichloroethane (methlychloroform) bersifat karsinogenik. Namun efek potensial
paparan kadar rendah dan berjangka lama pada manusia masih belum dapat ditentukan.
 Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap intoksikasi akut akibat paparan
hidrokarbon terhalogenasi. Pengelolaan tergantung pada sistem organ yang terpengaruh
(Arena, 1979).
2. Keracunan Benzol
 Kemungkinan paparan
Sebagai bahan dasar atau pelarut pada industri kimia atau laboraturium kimia,
dalam bahan bakar sebagai bahan atiketuk (dalam asap kenalpot), dahulu secara luas
dalam pelarut, pencuci ekstraksi penyalahgunaan penghirupan uap benzol oleh mereka
yang ketegantungan, untuk membangkitkan euforia dan pengalaman yang memabukan.
Dosis letal (oral): kurang lebi 25 ml.
 Mekanisme Kerja
Benzolepoksid yang sangat reaktif, yang tebentuk pada penguraian oksidatif,
dapat bereaksi dengan nukleotid (DNA atau RNA) atau dengan protein seluler sehingga
berefek mutagen dan toksik. Metaboliknya yakni p-Hidrokinon, dapat menginduksi
pembentukan radikal oksigen yang reaktif pada metabolisme seluler sehingga bersifat
toksik atau toksisitas sumsum tulang.
 Pengobatan
Nafas buatan dengan oksigen. Pada masukan secara oral, diberikan karbon aktif
(atau parafinum sublikuidum) dan bilas lambung setelah intubasi. Na2SO4 digunakan
sebagai laksansia, tidak boleh diberikan minyak jarak. Minyak, lemak atau susu (karena
perbaikan absorpsi) tidak boleh diberikan. Provokasi muntah (bahaya pneumonia toksik
setelah aspirasi) tidak bleh dilakukan.
3. Keracunan Etanol
 Kemungkinan Paparan dan Efek
Paparan sebagai bahan kenikmatan atau racun kenikmatan yang sangat bermakna.
Efeknya yaitu bergantung pada dosis menekan sentral yakni efek hipnotik, anestetik
(dengan lebar anestesi sempit), koma, kematian akibat kelumpuhan pernafasan sentral.
 Pengobatan pada Keracunan akut
o Bila lambung dan stabilisasi sirkulasi
o Infus Natrium hidrogen karbonat dan glukosa
o Penghangatan pada hiportemia
o Pada Indikasi vital ; hemodialisis
4. Keracunan Metanol
 Kemungkinan Paparan dan Efek
Paparan yaitu sebagai pelarut dalam cat, permis, zat warna kayu, sebagai
pengotoran dalam spiritus, tertukardengan etanol. Di tempat kerja juga mungkin terpajan
dengan uap metanol. Dosis letal : 0-100 ml Metanol p.o. efeknya seperti eanol, metanol
juga bekerja menekan sentral yakni hiptonik, anestetik, pelumpuhan pernafasan sentral.
Efek anetesi metanol lebih lemar dari etanol. Efek-efek yang sangat toksik tersebut
disebabkan oleh asam formiat, yang terbentuk melalui biotras
 Pengobatan Keracunan akut
Nafas buatan dengan oksigen. Pada masukan secara oral, diberikan karbon aktif
(atau parafinum sublikuidum) dan bilas lambung setelah intubasi. Na2SO4 digunakan
sebagai laksansia, tidak boleh diberikan minyak jarak. Minyak, lemak atau susu (karena
perbaikan absorpsi) tidak boleh diberikan. Provokasi muntah (bahaya pneumonia toksik
setelah aspirasi) tidak bleh dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai