Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendapat
rekomendasi masuk surga adalah `Abdurrahmân bin `Auf bin `Abdi `Auf bin `Abdil
Hârits Bin Zahrah bin Kilâb bin al-Qurasyi az-Zuhri Abu Muhammad. Dia juga salah
seorang dari enam orang Sahabat Radhiyallahu anhum yang ahli syura. Dia dilahirkan
kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan termasuk orang yang terdahulu masuk
Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta dalam perang Badar dan peperangan
lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama `Abdul Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian
diberi nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1] Ibunya
bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu `Auf bin `Abdul Hârits
bin Zahrah.[2]
`Abdurrahmân bin `Auf adalah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang sangat dermawan dan yang sangat memperhatikan dakwah Islam, berikut ini adalah
sebagian kisahnya:
`Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian
membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang
membutuhkan dan kepada Ummahâtul Mukminin (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam). Al-Miswar berkata: “Aku mengantarkan sebagian dari dinar-dinar itu kepada
Aisyah Radhiyallahu anhuma. Aisyah Radhiyallahu anhuma dengan sebagian dinar-dinar
itu.” Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: “Siapa yang telah mengirim ini?” Aku
menjawab: “`Abdurrahmân bin Auf”. Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata lagi:
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Tidak ada yang
menaruh simpati kepada kalian kecuali dia termasuk orang-orang yang sabar.
BAB II

PEMBAHASAN

Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu adalah salah satu sahabat nabi yang kaya raya
dan dermawan karena kemahirannya dalam berdagang. Ia termasuk salah satu sahabat nabi
yang permulaan menerima Islam (Assabiqunal Awwaluun). Ia mendapatkan hidayah dari
Allah dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam.

Abdurrahman bin 'Auf adalah seorang shahabat Nabi yang mempunyai banyak keistimewaan,
di antaranya adalah beliau diberitahukan masuk syurga ketika masih hidup serta termasuk
salah seorang dari enam orang sahabat terbaik Rasulullaah

A. Kelahiran

Abdurrahman bin 'Auf dilahirkan pada tahun kesepuluh dari tahun Gajah dan umurnya lebih
lebih muda dari Nabi selama sepuluh tahun. Dengan demikian Abdurrahman dilahirkan
sekitar tahun 581 M. Namanya pada masa jahiliyah adalah Abdu Amru dan dalam satu
pendapat lain Abdul Ka'bah. Lalu Rasulullaah menggantikannya menjadi Abdurrahman.
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abdul Harits bin
Zuhrah bin Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Zuhri. Nasabnya bertemu dengan Nabi
Shalallaahu 'Alaihi Wassalam pada Kilab bin Murrah. Kinayahnya adalah Abu
Muhammad sedangkan laqabnya al-Shadiq al-Barr. Ibunya bernama Asysyifa binti 'Auf
bin Abdu bin al-Harits bin Zuhrah.

B. Kepribadian

Adalah sosok yang sangat bersegera dalam berinfak. Dialah Abdurrahman bin ‘auf, putih
kulitnya, lebat rambutnya, banyak bulu matanya, mancung hidungnya, panjang gigi taringnya
yang bagian atas, panjang rambutnya sampai menutupi kedua telinganya, panjang lehernya,
serta lebar kedua bahunya. Dia adalah sahabat yang pandai berdagang dan sangat ulet. Maka
mulailah ia menjual dan membeli. Selang beberapa saat ia sudah mengumpulkan keuntungan
dari perdagangannya.

Disamping itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti peperangan-peperangan


bersama Rasulullah. Pada waktu perang Badr, ia berhasil membunuh salah satu dari musuh-
musuh Allah, yaitu Umair bin Utsman bin Ka’ab At Taimi. Keberaniannya juga nampak
tatkala perang Uhud, medan dimana banyak diantara kaum muslimin yang lari, namun ia
tetap ditempatnya dan terus berperang sehingga diriwayatkan, ia mengalami luka-luka sekitar
dua puluh sekian luka. Akan tetapi perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika
dibanding dengan perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.

Keuletannya berdagang serta doa dari Rasulullah, menjadikan perdagangannya semakin


berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaan yang
dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi penghalang untuk menjadi dermawan.
Diantara kedermawanannya, ialah tatkala Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam ingin
melaksanakan perang Tabuk. Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak
perbekalan. Maka datanglah Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu dengan membawa
dua ratus ‘uqiyah emas dan menginfakkannya di jalan allah. Sehingga berkata Umar bin
Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman adalah orang yang berdosa
karena dia tidak meninggalkan untuk keluarganya sesuatu apapun.” Maka bertanyalah
Rasulullah kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau tinggalkan untuk
keluargamu?” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku telah meninggalkan untuk mereka
lebih banyak dan lebih baik dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah.
Abdurrahman menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh allah dan RasulNya berupa rizki dan
kebaikan serta pahala yang banyak.”

Suatu ketika datanglah kafilah dagang Abdurrahman di kota Madinah, terdiri dari tujuh ratus
onta yang membawa kebutuhan-kebutuhan. Tatkala masuk ke kota Madinah, terdengarlah
suara hiruk pikuk. Maka berkata Ummul Mukminin, ”Suara apakah ini?” Maka dijawab,
”Telah datang kafilah Abdurrahman bin ‘Auf.” Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku
mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan keadaan
merangkak’.” Ketika mendengarkan berita tersebut, Abdurrahman mengatakan, ”Aku ingin
masuk surga dengan keadaan berdiri. Maka diinfakkanlah kafilah dagang tersebut.”

Beliau juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada Ummahatul
Mukminin. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang ini merupakan
suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka
sebuah kebun yang nilainya sebanyak empat ratus ribu.

Puncak dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah seharga empat
puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang fakir
dari kalangan muhajirin dan Anshar.

Ketika Aisyah radhiyallaahu ‘anha mendapatkan bagiannya, ia berkata, ”Aku mendengar


Rasulullah bersabda, "tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang
bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”

Diantara keistimewaan Abdurrahman bin Auf, bahwa ia berfatwa tatkala Rasulullah


Shalallaahu 'Alaihi Wassalam masih hidup. Rasulullah juga pernah shalat di belakangnya
pada waktu perang tabuk. Ini merupakan keutamaan yang tidak dimiliki orang lain.

Abdurrahman bin Auf, juga termasuk salah seorang sahabat yang mendapatkan perhatian
khusus dari Rasulullah. Terbukti tatkala terjadi suatu masalah antara dia dan Khalid bin
Walid, maka Rasulullah bersabda, ”Wahai Khalid, janganlah engkau menyakiti salah seorang
dari Ahli Badr (yang mengikuti perang Badr). Seandainya engkau berinfak dengan emas
sebesar gunung Uhud, maka tidak akan bisa menyamai amalannya.”

Disamping memiliki sifat yang pemurah dan dermawan, ia juga sahabat yang faqih dalam
masalah agama.

Berkata Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu: Suatu ketika kami duduk-duduk bersama Umar bin
Khattab. Maka Umar berkata, ”apakah engkau pernah mendengar hadits dari Rasulullah yang
memerintahkan seseorang apabila lupa dalam shalatnya, dan apa yang dia perbuat?” Aku
menjawab, ”Demi Allah, tidak pernah wahai Amirul Mukminin. Apakah engkau pernah
mendengarnya?” Dia menjawab, ”Tidak pernah, demi Allah.” Tatkala kami sedang demikian,
datanglah Abdurrahman bin Auf dan berkata, ”Apa yang sedang kalian lakukan?” Umar
menjawab, ”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas,” kemudian ia menyebutkan pertanyaannya.
Abdurrahman berkata, ”aku pernah mendengarkan tentang hal itu dari Rasulullah.” "Apa
yang engkau dengar wahai Abdurrahman?” Maka ia menjawab, ”Aku mendengar Rasulullah
bersabda: "Apabila lupa salah seorang diantara kalian di dalam shalatnya, sehingga tidak tahu
apakah ia menambah atau mengurangi, apabila ragu satu raka’at atau dua raka’at, maka
jadikanlah satu raka’at, dan apabila ia ragu dua raka’at atau tiga raka’at, maka jadikanlah dua
raka’at, dan apabila ia ragu tiga raka’at atau empat raka’at, maka jadikanlah tiga raka’at,
sehingga keraguannya di dalam menambah, kemudian sujud dua kali dan dia dalam keadaan
duduk sebelum salam, kemudian salam.”

C. Hijrah Bersama Rasul

Abdurrahman memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw menjadi rumah al-Arqam
sebagai pusat dakwah.Ia mendapatkan hidayah dari Allah Subhana Wa Ta'ala dua hari
sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam. Seperti orang-orang yang pertama masuk islam
lainnya, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy.
Namun hal tersebut tidak membuatnya bergeming sedikitpun, sekalipun maut akan
menjemputnya. Ia tetap sadar dan konsisten membenarkan dan mengikuti risalah yang
dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. Lantaran konsistennya dalam
menegakkan panji-panji Islam dan menjadi pengikut setia Rasulullah, kemudian ia menjadi
salah seorang pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasulnya.

Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia-red) bersama kawan-kawan


seiman untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum Quraisy yang tak henti-hentinya
menteror mereka. Tatkala Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan para sahabat hendak
melakukan hijrah ke Madinah, Abdurrahman termasuk orang yang menjadi pelopor kaum
Muslimin untuk mengikuti ajakan Nabi yang mulia ini. Di kota Madinah,
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam banyak mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
kaum Anshor. Di antaranya Abdurrahman radhiyallaahu ‘anhu yang dipersaudarakan
dengan Saad bin Rabi' al-Anshory radhiyallaahu ‘anhu.

Seperti layaknya para muhajirin lainnya yang meninggalkan kota Mekkah, Abdurrahman bin
Auf di samping meninggalkan kota kelahirannya Mekkah juga meninggalkan seluruh harta
yang dimilikinya sehingga setibanya di Madinah beliau tidak memiliki apapun harta dan
bahkan beliau tidak memiliki isteri.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Abdurrahman bin Auf telah
dipersaudarakan (oleh Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam) dengan Sa'ad bin al-Rabi' al-
Ansari tatkala tiba di Madinah. Lalu Sa'ad berkata kepadanya: Saudaraku! Saya adalah
salah seorang penduduk Madinah yang punya banyak harta, pilihlah dan ambillah/ dan
saya juga mempunya dua orang isteri, lihatlah salah satunya yang mana yang menarik
hatimu sehingga saya bisa mentalaknya untukmu. Abdurrahman menjawab semoga Allah
memberkatimu pada hartamu dan keluargamu (akan tetapi) tunjukkanlah di mana
letak pasarmu.

Merekapun menunjukkan pasar, maka beliaupun melakukan transaksi jual beli sehingga
mendapatkan laba (yang banyak) dan telah mampu membeli keju dan lemak. Kemudian tidak
lama berselang iapun sudah dipenuhi oleh wewangian (menikah). Lalu
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bertanya: "apa gerangan yang terjadi denganmu?",
Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku telah menikah. Baginda bertanya: apa maharnya? Ia
menjawab: "emas sebesar biji kurma". Baginda bertanya kembali: "buatlah walimah (pesta
perkawinan) walaupun dengan satu ekor kambing".

Rasulullah sangat jeli melihat keadaan Abdurrahman bin Auf sehingga beliau
dipersaudarakan dengan Sa'ad bin al-Rabi' yang merupakan salah seorang penduduk Madinah
yang mempunyai banyak harta. Persaudaraan ini membuahkan hasil yang sangat kuat sekali
bagi terjalinnya ikatan yang sangat kuat di antara keduanya. Hal ini digambarkan ketika
Sa'ad bin al-Rabi' menawarkan setengah kekayaannya untuk dibagi percuma dan istrinya
yang dicintai untuk dinikahi oleh Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman. Walaupun Sa'ad
bin al-Rabi' menawarkannya didasarkan oleh niat tulus ikhlas namun Abdurrahman bin Auf
bukanlah tipe manusia yang memanfaatkan kesempatan sehingga beliau menolak secara
halus dengan ungkapan semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan hartamu.

Abdurrahman bin Auf boleh miskin materi, tapi ia tidak akan pernah menjadi miskin
mental. Jangankan meminta, ia pun pantang menerima pemberian orang selain upahnya
sendiri. 'Tangan di bawah' sama sekali bukan perilaku mulia. Abdurrahman bukan hanya
tahu, melainkan memegang teguh nilai itu. Ia pun memutar otak bagaimana dapat keluar dari
kemiskinan tanpa harus menerima pemberian orang lain. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke
pasar. Ia pun pergi ke pasar dan mengamatinya secara cermat. Dari pengamatannya ia tahu,
pasar itu menempati tanah milik seorang saudagar Yahudi. Para pedagang berjualan di sana
dengan menyewa tanah tersebut, sebagaimana para pedagang sekarang menyewa kios di mal.

Kreativitas Abdurrahman pun muncul. Ia minta tolong saudara barunya untuk membeli tanah
yang kurang berharga yang terletak di samping tanah pasar itu. Tanah tersebut lalu dipetak-
petak secara baik. Siapa pun boleh berjualan di tanah itu tanpa membayar sewa. Bila dari
berdagang itu terdapat keuntungan, ia menghimbau mereka untuk memberikan bagi hasil
seikhlasnya. Para pedagang gembira dengan tawaran itu karena membebaskan mereka dari
biaya operasional. Mereka berbondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan
Abdurrahman. Keuntungannya berlipat. Dari keuntungan itu, Abdurahman mendapat bagi
hasil. Semua gembira. Tak perlu makan waktu lama, Abdurrahman keluar dari kemiskinan,
bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasul yang paling berada.

Kegigihannya dalam berdagang juga seperti yang beliau ungkapkan sendiri: "aku melihat
diriku kalau seandainya akau mengangkat sebuah batu aku mengharapkan
mendapatkan emas atau perak".

D. Sumbangan di Jalan Allah Subhana Wa Ta'ala

Laba dari perniagaannya yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah menyebabkan beliau
menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari jalan Allah. Bahkan beliau tidak segan-
segan untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan disebutkan dalam sebuah riwayat
bahwa beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan Zuhri
bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat
ribu dirham pada masa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam.
Kemudian beliau menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar,
kemudian lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan/
rahilah di jalan Allah, dan semua penghasilannya bersumber dari perniagaan.

Kemurahan hatinya untuk menyumbangkan hartanya di jalan tidak hanya berhenti


dengan menyumbangkan setengah dari hartanya bahkan dalam kesempatan lainnya
disebutkan bahwa beliau menyumbangkan keseluruhan hartanya.

Hal ini seperti diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu bahwa manakala
Abdurrahman bin Auf ditimpa oleh sebuah penyakit beliau mewasiatkan sepertiga hartanya,
maka tatkala sembuh beliau menyumbangkan sendiri dengan tangannya, kemudian berkata:
Wahai sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam.: saya akan memberikan sebanyak
empat ratus dinar ke atas semua pasukan Badar, lalu Utsman dan beberapa orang lainnya
datang menemuinya: lalu orang-orang bertanya kepadanya: Wahai Abu Umar, bukankah
anda orang kaya? Ia berkata: ini adalah wasiat dari Abdurrahman dan bukan sedekah, dan ia
termasuk harta yang halal. Maka ia menyumbangkan sebanyak seratus lima puluh ribu dinar
kepada mereka, lalu tatkala menjelang malam beliau duduk sendiri di rumahnya, lalu
menuliskan sebuah memo untuk dibagikan semua hartanya kepada para muhajirin dan
Anshar, bahkan beliau menulis bajunya yang dipakainya dalam memo tersebut, dan tidak
ada satupun yang disisakannya kecuali dibagikan semuanya kepada kaum fakir.

Ketika menunaikan shalat shubuh di belakang Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi


Wassalam turunlah Jibril dan berkata: Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman
kepadamu: "Kirimkanlah salam saya buat Abdurrahman dan terimalah semua memonya
kemudian kembalikanlah semua kepadanya dan katakan kepadanya: "Allah telah menerima
sedekahmu dan ia adalah wakil Allah dan wakil Rasul-Nya maka kembangkanlah hartanya
sesuai dengan kemauannya, dan kelolalah hartanya sebagaimana yang telah dilakukan
sebelumnya dan ia tidak akan diminta pertanggungjawaban dan beritahulah kabar gembira (ia
dijamin masuk syurga)."

Disamping menyumbangkan hartanya untuk fakir miskin dan orang-orang tertentu beliau
juga diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdeka-kan hamba. Dalam sebuah
riwayat Ja'far bin Burqan berkata: saya pernah mendengar bahwa Abdurrahman bin Auf
telah memerdekakan hamba sebanyak tiga puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata: dalam
satu riwayat disebutkan bahwa beliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam
satu hari.

E. Keutamaan Abdurrahman bin Auf

Ke-Islam an Abdurrahman bin Auf sejak dini menjadikan beliau sebagai pribadi yang paling
pertama menghadapi kerasnya penentangan dari penduduk Quraisy Mekkah, sehingga
akhirnya beliau dan beberapa sahabat lainnya diizinkan oleh Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam berhijrah ke Habsyah pada gelombang pertama.

Menurut para ulama, pemilihan kota Habsyah (Ethiopia) sebagai tujuan hijrah pada masa itu
disebabkan Habsyah adalah merupakan sebuah negara yang tidak mempunyai ikatan
diplomasi dengan negara-negara Arab sehingga dalam hukum international di era modern
disebutkan bahwa negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik maka tidak boleh
melakukan ektradisi terhadap orang yang berlindung di dalam negaranya.
Dan ini merupakan pemilihan yang sangat tepat dari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam dan diceritakan bahwa ketika utusan Quraisy membujuk Najasyi agar mengusir
para muhajirin dari bumi Habsyah, beliau berkata bahwa saya tidak akan melakukan kecuali
setelah mengetahui alasan dari pribadi tersebut. Dan ternyata setelah mendengarkan
penjelasan dari Ja'far bin Abi Thalib, Najasyi mengembalikan semua hadiah yang diberikan
oleh utusan Quraisy dan mengusir keduanya serta menjamin keamanan seluruh kaum
muslimin di negaranya.

Abdurrahman bin Auf merupakan di antara para shahabat yang mendapatkan beberapa
keistimewaan di antaranya:

1. Menjadi Imam Shalat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa dalam satu peperangan Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam menjadi makmum Abdurrahman bin Auf. Dalam cerita panjang lebar Amr bin
Wahab mengatakan bahwa al-Mughirah bin Syu'bah menyebutkan bahwa menjelang shubuh
hari Nabi mengajak al-Mughirah untuk menemaninya membuang hajat. Setelah buang hajat
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam memintanya untuk mengambalikan air wudhu' namun
ternyata mereka sudah terlambat karena rombongan sedang menunaikan shalat yang diimami
oleh Abdurrahman bin Auf. Ketika itu ia mencoba untuk menghentikan shalat jemaah
tersebut dengan kembali mengumandangkan azan namun Nabi s.a.w. melarangnya sehingga
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam. menjadi makmun kepada Abdurrahman bin Auf. Dalam
satu hadits lainnya diriwayatkan oleh al-Mughirah: Nabi tidak meninggal sehingga menjadi
makmum orang shalih dari ummatnya.

2. Calon Penghuni Syurga

Beliau merupakan salah seorang shahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam yang dijamin
masuk syurga Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Sa'id bin
Zayd berkata: Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam berkata: sepuluh orang yang dijamin
masuk syurga: Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abu
Ubaidah bin al-Jarrah dan Sa'ad bin Abi Waqqas. Beliau berkata: beliau telah menyebutkan
satu persatu dari yang sembilan orang dan kemudian berhenti sejenak pada bilang yang
kesepuluh. Maka orang bertanya-tanya: kami memohon kepadamu atas nama Allah siapakah
orang yang kesepuluh? Beliau menjawab: kalian meminta keseriusan saya atas nama Allah,
(orang yang yang kesepuluh adalah) Abu al-A'war (kinayah terhadap Sa'id bin Zaid).

3. Kecintaan Nabi SAW. terhadap Abdurrahman bin Auf r.a.

Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi Shalallaahu 'Alaihi


Wassalam bersabda: "Sesungguhnya yang akan menjaga kamu sekalian sepeninggalku adalah
al-Shadiq al-Bar (Abdurrahman bin Auf), Ya Allah hidangkanlah minuman mata air syurga
kepada Abdurrahman bin Auf."

Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam juga bersabda: "Engkau adalah orang kepercayaan
penduduk bumi dan engkau juga orang kepercayaan penduduk langit."
4. Ayat al-Quran yang Memujinya

Al-Quran memuji keutamaannya, di antaranya seperti yang diriwayatkan dari Saib tentang
firman Allah ta'ala (Al-Baqarah: 267) diturunkan untuk Utsman radhiyallaahu ‘anhu dan
Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu

Adapun tentang Abdurrahman bin Auf diceritakan bahwa ia menyumbangkan empat ribu
dirham kepada Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam lalu ia berkata: sebenarnya saya punya
delapan ribu dirham (akan tetapi) saya tinggalkan empat ribu dirham untuk diri sendiri dan
keluarga sedangkan empat ribu dirham saya sumbangkan di jalan Allah, maka
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam bersabda: semoga Allah memberkati apa yang telah
engkau tinggalkan dan apa yang telah engkau sumbangkan.

5. Salam dan berita masuk syurga dari Allah

Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu berkata: "manakala kafilah dagang Abdurrahman bin Auf
kembali dari Syam langsung dibawa kepada Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam lalu
Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam berdoa untuknya agar dimasukkan syurga, lalu turunlah
Jibril berkata: Sesungguhnya Allah mengirimkan salam untukmu dan berkata: kirimkanlah
salam saya kepada Abdurrahman bin Auf dan sampaikan berita gembira beliau masuk
syurga."

6. Penghargaan Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam

Abu Umar dan beberapa orang lainnya berkata: "Abdurrahman bin Auf ikut dalam perang
Badar dan semua peperangan lainnya, beliau tetap setia membentengi Nabi Shalallaahu
'Alaihi Wassalam pada perang Uhud, salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk
syurga, salah seorang dari delapan orang yang terdahulu masuk syurga, salah seorang dari
enam orang anggota syurga yang disaksikan oleh Umar bahwa Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam telah ridha terhadap mereka, salah seorang dari lima orang yang masuk Islam
dalam tangan Abu Bakar.

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam pernah mengutusnya ke Dumah al-Jandal,


memakaikan surban dan menyalipnya pada ke dua bahunya lalu berkata kepadanya: "pergilah
dengan mengucapkan bismillah" dan mewasiatkannya beberapa wasiat, dan berkata
kepadanya: "jika Allah memberi kemenangan kepadamu maka kawinilah anak perempuan
dari pemimpin mereka", atau disebutkan berkata anak perempuan raja mereka sedangkan
pemimpin mereka adalah al-Asbagh bin Tha'labah al-Kalibi lalu ia-pun mengawini anak
perempuannya Tamadhur dan ia adalah ibu dari anaknya Abi Salamah.

7. Kekuatan Iman Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu 'anhu Diakui Rasulullaah

Ubaidillah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud berkata: Bahwa Rasulullah Shalallaahu
'Alaihi Wassalam memberikan (sesuatu) kepada khalayak ramai dan tidak memberikan
apapun kepada Abdurrahmah bin Auf sedangkan ia berada dalam khalayak tersebut, lalu
Abdurrahman bin Auf keluar dari barisan tersebut dalam keadaan menangis, maka Umar
bin Khattab melihat dan berkata: apa yang membuatmu menangis? Ia menjawab:
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam memberikan sesuatu kepada orang ramai padahal
saya ada di tengah orang-orang tersebut, maka aku takut Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam tidak memberikan sesuatu kepadaku disebabkan oleh hal yang tidak disukai
dariku. Beliau berkata: lalu Umar masuk menemui Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan
menceritakan peristiwa yang dialami oleh Abdurrahman bin Auf, lalu Rasulullah Shalallaahu
'Alaihi Wassalam berkata: Saya tidak marah kepadanya akan tetapi telah
menyerahkannya kepada keimanannya.

8. Orang yang sudah bahagia dalam perut ibunya

Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf berkata: manakala Abdurrahman bin Auf terlelap sebentar
kemudian bangun kembali lalu bercerita: sesungguhnya telah datang kepadaku dua orang
malaikat yang berperawakan menakutkan lalu keduanya berkata: ikuti bersama kami untuk
diadukan kepada Allah. Ia berkata: lalu keduanya dijumpai oleh seorang malaikat maka
berkata: mau dibawa kemana lelaki tersebut? Keduanya menjawab: kami mau
mengadukannya kepada Allah. Ia berkata: lepaskanlah ia karena sesungguhnya ia telah
dituliskan sebagai lelaki bahagia sedangkan ia masih dalam kandungan ibunya.

9. Keilmuannya

Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu bahwa ketika Umar menuju ke Syam dan manakala sampai
di Sara' beliau dikabarkan bahwa Syam telah dilanda oleh penyakit waba' (penyakit menular),
lalu mengumpulkan semua sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wassalam dan meminta
pendapat, sehingga muncullah berbagai pendapat namun beliau menyetujui pendapat untuk
kembali (agar tidak meneruskan perjalanan). Tiba-tiba muncullah Abdurrahman bin Auf
yang menghilang beberapa saat karena buang hajat lalu berkata: Sesungguhnya saya sangat
mengerti masalah ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam bersabda: apabila terjadi penyakit menular di suatu tempat maka janganlah kamu
masuk ke dalamnya dan apabila terjadi di suatu tempat sedangkan kamu berada di dalamnya
maka janganlah kamu keluar darinya karena lari dari penyakit tersebut.

10. Rujukan Umar

Anas radhiyallaahu ‘anhu menceritakan bahwa peminum khamar Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam dijatuhkan hukuman pecut dengan pelepah kurma dan sandal sebanyak empat
puluh kali dan demikian juga Abu Bakar. Seterusnya Anas radhiyallaahu ‘anhu menceritakan
ketika Umar diangkat menjadi Khalifah: "sesungguhnya orang kampung telah datang ke kota,
apa pendapat kalian tentang hukum peminum khamar?" Lalu Abdurrahman bin Auf berkata:
kita menetapkan hukumannya di bawah hukuman hudud, maka (Umarpun) menetapkan
hukuman sebanyak delapan puluh kali pecut.

11. Ketawadhuannya

Walaupun beliau merupakan sosok shahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wassalam yang telah
dijanjikan masuk syurga namun beliau titel tersebut tidak menyebabkan beliau lupa diri. Sa'id
bin Jubair berkata: Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan di antara hamba
sahayanya.
F. Wafat

Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31 H, dalam pendapat lain disebutkan pada
tahun 32 H ketika berumur 75 tahun. Dalam pendapat lain disebutkan berumur 72 tahun.
Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi' yang diimami oleh Utsman berdasarkan wasiatnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Najjar di dalam kitab Akhbar al-Madinah dengan sanadnya dari
Abdurrahman bin Humaid dari Bapaknya berkata: ketika ajal hendak menjemputnya Aisyah
mengirimkan seseorang kepadanya supaya dikuburkan di sisi Rasulullah dan kedua
saudaranya, maka ia menjawab: saya tidak mau menyempitkan ruang rumahmu karena
sesungguhnya saya telah berjanji kepada Ibnu Maz'un siapa saja yang meninggal maka akan
dikuburkan di sisi sahabatnya dan dengan demikian makam Utsman bin Maz'un dan
Abdurrahman bin Auf berada di sisi qubah Ibrahim bin Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wassalam

G. Harta Warisan

Abdurrahman bin Auf meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak
perempuan. Hal yang sangat menarik sekali bahwa walaupun sudah menyumbangkan hampir
keseluruhan hartanya di jalan Allah. namun beliau masih meninggalkan harta warisan yang
sangat banyak sekali. Dalam sebuah riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di
antara harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para
tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang isterinya
masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh ribu dinar.

Abu Amr berkata: "beliau adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan,
sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak dan meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga
ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi' dan mempunyai lahan
pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut."
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Abdurahman bin 'Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar
dan lebih sempurna. Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan
melimpah ruah. Dialah seorang Mu'min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian
keuntungan dunianya oleh karena keuntungan agamanya, dan tidak suka harta benda
kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah yang
membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidak
terkira, dengan hati yang puas dan rela.
Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing. Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan
da'wah, yakni sebelum Rasulullah saw memasuki rumah Arqam bin Abil Arqam dan
menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min.
Ia adalah salah seorang dari delapan orang yang pertama masuk Islam. Abu Bakar
datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin 'Affan, Zubair
bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Maka tak ada
persoalan yang tertutup untuk mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi
penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui
Rasulullah saw menyatakan bai'at dan memikul bendera Islam.
Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur 75
tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang mu'min yang besar. Hal ini
menyebabkan Nabi saw memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar
gembira sebagai ahli surga.
Dan Umar ra mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang
berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya
katanya, "Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka!"
Segeralah Abdurrahman masuk Islam menyebabkannya menceritakan nasib malang
berupa penganiayaan dan penindasan dari Quraisy. Dan sewaktu Nabi saw,
memerintahkan para sahabatnya hijrah ke Habsyi, Abdurrahman Ibnu 'Auf ikut berhijrah
kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan
kemudian hijrah ke Madinah, ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-
peperangan lainnya.
Keberuntungannya dalam bisnis sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya
pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga katanya, "Sungguh, kulihat diriku, seandainya
aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak!"
Bisnis untuk Abdurrahman bin 'Auf ra. bukan berarti rakus, bukan pula suka
menumpuk harta atau hidup mewah dan riya. Malah itu adalah suatu amal dan tugas
kewajiban yang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan
berkorban di jalan-Nya.
Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal
yang mulia di mana juga adanya. Bila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang
berjihad dalam mempertahankan agama tentulah ia sedang mengurus bisnisnya yang
berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria
barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa
pakaian dan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

http://afnidwiulfa.blogspot.co.id/2015/10/makalah-10-sahabat-nabi.html (diakses tanggal

11 april 2017)

http://kisahrasulnabisahabat.blogspot.co.id/2012/04/abdurrahman-bin-auf-ra-biografi.html

(diakses tanggal 11 april 2017)

https://almanhaj.or.id/3801-abdurrahman-bin-auf-sahabat-yang-sangat-dermawan.html

(diakses tanggal 11 april 2017)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Sahabat Nabi yang Mempunyai Sifat
Dermawan Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu ”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Bone-Bone, 11 April 2017

Penulis
MAKALAH
SAHABAT NABI YANG MEMPUNYAI SIFAT DERMAWAN
ABDURRAHMAN BIN AUF RADHIYALLAAHU ‘ANHU

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 2

1. SALMA SAPUTRI
2. TUTY
3. SEPTI WAHYUNI
4. RISKI HANDAYANI
5. LISA NURFITA SARI
6. PIRLI BUDIARTO

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai