Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan.

Penderita Gangguan Ginjal, baik Gangguan Ginjal Akut (GgGA) maupun Penyakit Ginjal
Kronik (PGK), setiap saat terus bertambah.Penderita baru terus berdatangan ke unit-unit
dialisis untuk mendapatkan pelayanan dialisis.
Seringkali kita dapati penderita ini dalam kondisi sakit berat dengan hemodinamik yang tidak
stabil, sehingga dengan hemodialisis konvensional tidak mungkin untuk dilakukan. Untuk itu,
sebagai perawat dialisis kita dituntut untuk belajar teknik-teknik
dialisis lain sebagai pengembangan dari teknik yang kita pakai selama ini, salah satu yang
bisa menjadi pilihan adalah teknik SLED (Sustained Low Efficiency Dialysis).
SLED adalah suatu teknik hemodialisis yang menggunakan mesin hemodialisis
konvensional dengan cara memperlambat aliran darah (Qb) dan aliran dialisat (Qd).
Disamping itu profile natrium, suhu dan bikarbonat dialisat perlu dilakukan, agar
hemodinamik pasien menjadi stabil.
Dengan program ini, dengan sendirinya proses dialisis akan berjalan lambat sehingga
menjadi tidak efisien. Untuk mencapai adekuasi yang diharapkan, maka waktu dialisis (Td.)
diperpanjang. Begitu pula penarikan cairan (ultrafiltrasi) dapat diperlambat sesuai
kebutuhan.
Dengan proses dialisis dan ultrafiltrasi yang berjalan lambat, diharapkan hemodinamik
pasien akan menjadi stabil dan terlaksana sesuai rencana.
Sustained Low Efficiency Dialysis, saat ini banyak kami pakai untuk menangani kasus-kasus
gangguan ginjal akut dalam keadaan kritis karena prosesnya yang lebih mudah dan biaya
yang lebih murah.
Teknik SLED.
a. Mesin hemodialisis.
Pada dasarnya semua mesin hemodialisis dapat dipergunakan asal
dapatmemperlambat aliran darah (Qb) dan aliran dialisat (Qd) serta dapat
mengatur profile natrium, bikarbonat dan suhu cairan dialisat.
Mesin yang dipakai hendaknya mesin dengan volumetric control, jangan memakai mesin
manual yang mengandalkan pengaturan TMP untuk proses ultrafiltrasi.

b. Akses darah.
Untuk pasien yang belum mempunyai sarana hubungan sirkulasi yang tetap, sebaiknya
dipasang vaskuler kateter double lumen, karena hemodialisis akan berlangsung lama.

c. Tempat hemodialisis.
Sebaiknya dilakukan diruang perawatan intensif (ICU). Hemodialisis
progran SLED ini memerlukan observasi yang sangat ketat dan kadang-
kadang pasien juga memerlukan alat bantu lain, misalnya alat bantu nafas,
maka ICU adalah tempat yang paling tepat.
d. Program mesin hemodialisis.
Aliran darah (Qb) dibuat 100-150 ml/mnt.
Aliran dialisat (Qd.) dibuat 200-300 ml/mnt.
Suhu dialisat dibuat 35,0 – 35,5 C
Natrium dialisat dinaikkan sampai 145-150 mmol/L
Bikarbonat dialisat diatur sesuai kebutuhan.
Dengan program ini maka proses dialisis akan berlangsung lambat,
sehinga hemodinamik pasien akan lebih stabil.
Untuk mencapai adekuasi yang diharapkan, maka waktu hemodialisis
diperpanjang menjadi 6-12 jam.
Ultrafiltrasi cairan tergantung kondisi pasien, apabila pasien sangat
tidak stabil, maka pada awal hemodialisis tidak dilakukan ultrafiltrasi atau
dibuat serendah mungkin. Ultrafiltrasi pelan-pelan dinaikkan bila
hemodinamik pasien mulai stabil.
e. Ginjal Buatan ( Dialyzer ).
Bisa memakai Low Flux maupun High Flux dialyzer.
Dipilih ginjal buatan dengan priming volume dan surface area yang tidak terlalu besar,
tergantung dengan berat badan pasien.
Prinsipnya, makin kecil ginjal buatan yang dipakai tentu makin sedikit pula darah yang
berada pada sirkulasi ekstrakorporeal, sehingga hemodinamik pasien tetap stabil.

f. Antikoagulan.
Walaupun aliran darah (Qb.) rendah, asal lancar, dengan heparinisasi standard seperti
hemodialisis biasa, jarang sekali terjadi cloting.
Pada pasien dengan resiko perdarahan, dengan dosis 5000 iu Heparin pada sirkulasi
tertutup, tanpa penambahan lagi Heparin ternyata tidak terjadi cloting selama 6 jam.
Kadang-kadang kami juga memakai Low Moleculare Heparin dengan dosis seperti
hemodialisis biasa.

Keunggulan SLED.
-Hemodinamik pasien lebih stabil.
-Adekuasi dialisis dapat dicapai
-Mudah dikerjakan oleh semua perawat dialisis.
-Biaya tidak jauh berbeda dengan hemodialisis biasa.

Contoh Kasus.
Nama pasien : Nn.AP 43 tahun.
Diagnosa : CKD ec diabetic nephropathy on reguler HD 2 kali/minggu.
Dirawat di ICU a/i hipotensi,hiperglikemi dan overhidrasi?
Keadaan umum : Lemah , somnolent, gelisah, sesak.
Data yang ada : T 110/60 ( 150/90-160/100 ), N 60 , RR 26 , Sat.O2 85%.
Hasil Laboratorium : Ureum 173,0. Kreatinin 10,24. Kalium 4,8. Natrium 142,0.
Hemoglobine 8,9. Gula darah 321.

Dilakukan hemodialisis dengan progran sebagai berikut:


Mesin Fresenius 4008B.
Ginjal buatan F8HPS ( 113 ml, 1,8 m2 ).
Td.: 4 jam, UFG : 200(target UFG 2000ml/4jam),Qb.:150/mnt,Qd.:500ml/mnt. Natrium
dialisat 140 mmol/L, Suhu dialisat :36,5.
15 menit hemodialisis berjalan, tekanan darah turun menjadi 80/34, Nadi 51,
hemodialisis dihentikan dan darah dikembalikan.
Dokter memberikan Dobutamine 5 mcg/kgBB/mnt.
Setelah ditunggu 1 jam, tekanan darah tercapai 97/34, Nadi 51, RR 26.
Diputuskan hemodialisis dilanjutkan dengan teknik SLED.
Program SLED :
Td.: 6 jam, Qb.: 120 ml/mnt, Qd.: 300 ml/mnt, Suhu dialisat : 35,5, Natrium
dialisat : 145, UFG jam 1 : 300 ml/6 jam(50 ml/jam). Bikarbonate : 35.

Hemodialisis/SLED selesai.
Dari kasus ini terlihat bahwa pasien yang tidak dapat ditangani dengan hemodialisis
konvensional ternyata berhasil baik dengan teknik S.L.E.D.

Hasil Laboratorium post SLED:


Ureum : 50,o. Kreatinin : 3,03. Kalium : 3,3. Natrium: 143,0.
Gula darah : 111 mg/dl.

Kesimpulan dan saran.


– Sustained Low Efficiency Dialysis dapat dijadikan suatu pilihan dalam menangani
pasien Gangguan Ginjal Akut maupun Penyakit Ginjal Kronik dengan hemodinamik yang
tidak stabil yang memerlukan tindakan hemodialisis.
– Menyediakan sarana untuk hemodialisis diruangan perawatan intensif sehingga dapat
dipakai bila diperlukan.
– Menyediakan mesin cadangan yang cukup sehingga bila SLED dilakukan, tidak
mengganggu program pasien rutin.

Anda mungkin juga menyukai