Attachment Jurnal FM PDF
Attachment Jurnal FM PDF
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
E-mail: setiadi@che.ui.edu
Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari hidrodinamika dan kinetika absorpsi CO2 dalam suatu kolom gelembung
pancaran (jet bubble column). Proses ini dilakukan secara sinambung dalam loncatan pancaran cairan kolom
bergelembung pancaran. Udara dan air diumpankan dari atas kolom dan diikuti terjadinya proses penggelembungan
yang berbentuk seperti awan. Proses penggelembungan ini terjadi adanya akibat dari tekanan air yang berkecepatan
pancaran bertumbukan dengan air stagnan yang berada dalam kolom. Proses tumbukan tersebut akan mengakibatkan
masuknya udara pada celah – celah permukaan pada kedua cairan, dan udara akan terperangkap didalam cairan. Proses
tumbukan ini juga akan menimbulkan arus pusaran (eddy current) yang terjadi didalam kolom downcomer dan dapat
sebagai energi pencampuran. Diameter gelembung semakin kecil akan mengakibatkan luas area permukaan sentuhan
semakin besar. Variabel yang dipelajari meliputi variabel desain dan variabel proses. Variabel desain meliputi diameter
kolom dan diameter downcomer yang telah ditetapkan. Sedangkan variabel proses meliputi laju alir volumetrik cairan,
diameter nozzle, dan jarak pipa downcomer yang tercelup. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan
pengaruh kecepatan pancaran cairan dengan berbagai diameter nozzle terhadap laju gas entrainment dan holdup gas
didalam kolom absorpsi. Disamping hasil uji kinetika absorpsi diharapkan dapat dapat memenuhi formulasi pseudo first
order reaction.
Abstract
A Study of CO2 Absorption Using Jet Bubble Column. The phenomenon of plunging jet gas-liquid contact occurs
quite often in nature, it's momentum carries small air bubbles with it into the reactor medium. The momentum of the
liquid stream can be sufficient to carry small bubbles completely to the bottom of the vessel. A stream of liquid falling
toward a level surface of that liquid will pull the surrounding air along with it. It will indent the surface of the liquid to
form a trumpet-like shape. If the velocity of the stream is high enough, air bubbles will be pulled down, i.e. entrained
into the liquid. This happens for two main reasons: air that is trapped between the edge of the falling stream and the
trumpet-shaped surface profile and is carried below the surface. This study investigates the potential of a vertical liquid
plunging jet for a pollutant contained gas absorption technique. The absorber consists of liquid jet and gas bubble
dispersed phase. The effects of operating variables such as liquid flowrate, nozzle diameter, separator pressure, etc. on
gas entrainment and holdup were investigated. The mass transfer of the system is governed by the hydrodynamics of
the system. Therefore a clear and precise understanding of the above is necessary : to characterize liquid and gas flow
within the system, 2. Variation in velocity of the jet with the use of different nozzle diameters and flow rates, 3.
Relationship between the liquid and entrained airflow rate, 4. Gas entrainment rate and gas void fraction.
Keywords: absorption with chemical reaction, jet bubble column, hydrodynamic, absorption kinetic, CO2
31
32 MAKARA, TEKNOLOGI, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 31-37
yaitu mengikuti gerakan cairan dan kemudian akan naik Tabel 1. Berbagai kontak gas – cair secara umum
kepermukaan cairan tersebut. Hal ini terjadi
dikarenakan dua alasan :
Udara yang terperangkap antara batas aliran jatuh
dan profil permukaan berbentuk terompet adalah
yang terbawa di bawah permukaan.
Turbulensi permukaan dari aliran jatuh akan
bercampur dengan udara dalam pusaran eddy (eddy
current) dan terbawah jauh di bawah permukaan.
Keuntungan kolom gelembung pancaran diantaranya Dalam pemakaian kolom gelembung pancaran,
adalah sederhana dalam perancangan, mudah dalam diperlukan pemahaman yang baik mengenai peristiwa
pengoperasian dan pemeliharaannya, volume reaktor perpindahan massa yang terkait dengan masalah mixing
yang dibutuhkan kecil, ukuran diameter gelembung (pengadukan) dan hidrodinamika. Dalam membahas
yang terdispersi kedalam cairan kecil, luas area spesik perpindahan massa di dalam kolom gelembung yang
antar fasa besar, serta dapat memperoleh koefisien melibatkan suatu reaksi kimia, masalah yang menarik
perpindahan massa yang sangat besar apabila untuk diteliti adalah menentukan konstanta/tetapan laju
dibandingkan dengan jenis kolom gelembung reaksi yaitu suatu besaran yang diperoleh atau
konvensional lainnya [2,3]. Selain itu pencampuran bergantung dari ordo suatu reaksi kimia dan dapat
yang terjadi antar fasa gas-cair diperoleh sendiri dari menentukan reaksi tersebut cepat atau lambat [6].
gerakan tumbukan cairan yang menumbuk cairan Perpindahan massa dari fasa gas ke fasa cair akibat
stagnan yang terdapat didalam kolom, tumbukan adanya gradien konsentrasi pada film cairan,
tersebut akan membentuk lubang seperti terompet serta dipengaruhi oleh sifat fisis bahan, pola alir dan resim
gas akan terhisap dan akan terperangkap diantara celah pola aliran. Atas dasar phenomena itu, maka koefisien
lubang tersebut. Tumbukan tersebut dapat membentuk perpindahan massa merupakan fungsi multiple variable.
pusaran eddy [4,5], sehingga demikian tidak diperlukan Penelitian perpindahan massa selalu dimaksudkan untuk
lagi alat pengaduk. Kemampuan pusaran eddy ini memperoleh model matematik yang menyatakan
tergantung pula pada diameter kolom downcomer yang hubungan fungsional antara koefisien perpindahan
akan didisain. Pada Tabel.1 ditampilkan perbandingan massa fasa cair dengan variable-variabel perancangan
khas harga dari kla, εG, VR (volume kontaktor) dan εV yang dipandang relevan yaitu diameter kolom, laju
(Energi yang hilang per satuan volume) pada beberapa sirkulasi cairan dan gas, diameter nozzle dan jarak
jenis alat kontak cair-gas [3]. nozzle dengan permukaan air [7].
Bentuk alat pada eksperimen ini adalah jenis Jet (loop), Dalam proses perpindahan massa gas kedalam fasa cair
pada Tabel.1 diatas akan memiliki harga koefisien yang melibatkan suatu reaksi di dalam suatu kolom
MAKARA, TEKNOLOGI, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 31-37 33
hf
8 ε g = 1− (8)
Hf
7
Teknik Menentukan Harga Konstanta Laju Reaksi (Kobs)
2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O maupun gas berada dalam pipa tersebut. Dan juga
− rNaOH = k .C m
NaOH .C n
CO2 (9) apabila laju kecepatan cairan pada rentang laju yang
rendah terlihat gas yang terbentuk cenderung terlepas
Dipandang bahwa : lagi pada permukaan cairan dalam pipa downcomer. Hal
• Kadar CO2 di fasa gas dibuat konstan dan tidak ada ini menyebabkan gas yang terhisap maupun gas holdup
komponen CO2 didalam fasa cair, karena CO2 habis mengecil (kinerja alat kolom gelembung pancaran tidak
bereaksi. optimal). Apabila kecepatan pancaran cairan diperbesar
• Cairan NaOH homogen, karena adanya pengadukan maka akan menyebabkan kedalaman penetrasi semakin
dari sirkulasi pompa dan efek arus pusaran dalam dalam yang mengakibatkan peningkatan arus pusaran
kolom downcomer. semakin intensif. Oleh karenanya penelitian ini
• Reaktan NaOH tidak mungkin berdifusi kedalam fasa divariasikan ukuran diameter nozzle dan ketinggian
film gas, karena alat bekerja pada suhu kamar permukaan cairan dengan ujung pelepasan kolom
sehingga larutan NaOH tidak mungkin terjadi downcomer (Z) atau panjang pipa downcomer yang
penguapan langsung. tercelup.
dC NaOH
apabila rNaOH = dan k obs = k .C CO2
n
Hidrodinamika
dt Gas entrainment. Gas entrainment merupakan gas
maka persamaan (9) akan menjadi, yang terhisap akibat adanya energi momentum yang
dC NaOH berasal dari kecepatan pancaran cairan. Dari data laju
= − k obs .C NaOH
m
(10) alir volumetrik cairan dapat ditentukan kecepatan
dt pancaran cairan, didapat profil laju gas yang terhisap
terhadap kecepatan pancaran cairan yang berbeda pada
dC NaOH ukuran diameter nozzle (Gambar 3), dan profil laju gas
m
= − k obs .dt (11)
yang terhisap terhadap kecepatan pancaran cairan yang
C NaOH
berbeda pada ukuran diameter nozzle yang berbeda
atau (Gambar 3). Data laju gas yang terhisap diperoleh dari
C = C0 0
dC NaOH alat ukur flowmeter. Profil laju gas yang terhisap dapat
∫
C =0
m
C NaOH
= − k obs ∫ .dt
t =t f
(12) memperlihatkan hubungan yang linier terhadap
kecepatan pancaran cairan. Dari Gambar 2 terlihat oleh
Kondisi batas integrasi : nilai rata-rata koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9896
t = 0 ⇒ C = C0 (hampir mendekati 1) untuk ukuran diameter nozzle
t = tf ⇒ C = 0 (tercapainya kesetimbangan absorpsi) 7,94 mm.
C 01− m (13)
= k .t Untuk semua profil tersebut, laju gas yang terhisap
1− m
obs f
12
10
Awal mula terbentuk gelembung adalah di dalam pipa 8 Dn = 7,94 mm
6
downcomer, karena kecepatan pancaran cairan (jet) Linear (Dn = 7,94 mm)
4
yang mengenai permukaan cairan didalam pipa 2
downcomer akan terbentuk permukaan yang 0
menyerupai terompet, karena terjadinya tumbukan -2150 200 250 300 350 400 450 500 550
25
semakin besarnya ukuran diameter nozzle akan
berpengaruh terhadap ukuran pancaran cairan. Dengan
20 semakin besarnya ukuran pancaran cairan maka akan
menghasilkan kedalam tumbukan semakin besar dan
Q G (dm 3 /m nt)
-1
y = 1.0783x - 7.8115
-1.5
Gambar 4. Profil laju gas entrainment (QG) terhadap -2
Dn = 19 ; Z = 55
R2 = 0.9822
ln C0
kecepatan pancaran cairan (v) pada ukuran -2.5
Linear (Dn = 19 ; Z = 55)
-3
diameter nozzle yang berbeda dan panjang -3.5
0.25
Gambar 6. Profil konsentrasi NaOH awal terhadap waktu
0.2
final pada Dn = 19 mm dan Z = 55 cm
0.15
εg
0.1 0
Dn = 7,94 mm - 0 .5 0 1 2 3 4 5 6
Dn = 9,5 mm -1
0.05 y = 1 .0 7 8 3 x - 7 . 8 1 1 5
Dn = 12,7 mm - 1 .5
R 2 = 0 .9 8 2 2
Dn = 19 mm -2
Dn = 1 9 ; Z = 55
0
0
ln C
- 2 .5
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 L in e a r ( D n = 1 9 ; Z = 5 5 )
-3
- 3 .5
v (dm/mnt)
-4
- 4 .5
-5
-1
tetap. Begitupun juga dengan ukuran diameter nozzle -1.5
L in ea r ( D n = 1 2 ,7 ; Z = 5 5 )
-2.5
y = 1 .0 9 0 6x - 8 . 0 0 6 2
-3
R 2 = 0 .9 8 2
holdup fasa gas yang semakin besar. Hal ini diakibatkan -3.5
-4
tekanan statik pada kedalaman cairan semakin besar Gambar 9. Profil konsentrasi NaOH awal terhadap waktu
(tumbukan semakin dalam). Begitupun juga dengan final pada Dn = 12,7 mm dan Z = 55 cm
36 MAKARA, TEKNOLOGI, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 31-37
- 2 .5
-3
y = 1 .1 0 5 9 x - 7 .8 8 81
R 2 = 0 .9 8 1 1 Dengan semakin kecil diameter gelembung akan
- 3 .5
-4 menaikkan luas spesifik area antarfasa. Begitupun juga
- 4 .5
-5
dengan semakin besar ukuran diameter nozzle akan
ln t f
menaikkan nilai konstanta kinetika reaksi. Semakin
besar harga konstanta kinetika reaksi maka akan
Gambar 10. Profil konsentrasi NaOH awal terhadap semakin cepat pula reaksi tersebut. Dari nilai gas holdup
waktu final pada Dn = 12,7 mm dan Z = 45 dan gas entrainment yang dihasilkannya pun semakin
cm besar untuk makin kecilnya pipa downcomer yang
tercelup pada masing – masing diameter nozzle dan laju
0
alir volumetrik cairan.
-0.5 0 1 2 3 4 5 6
Dn = 12,7 ; Z = 35
-1
Linear (Dn = 12,7 ; Z = 35)
4. Kesimpulan
-1.5
-2
• Studi absorsi CO2 telah dapat dapat dilakukan dengan
ln C 0
-2.5
y = 1.0594x - 7.4198
-3 R2 = 0.9828 melihat aspek hidrodinamika dengan parameter gas
-3.5 entrinment dan gas holdup. Serta aspek kinetika
-4
-4.5
dengan memformulasikan berdasarkan persamaan
-5
pseudo first order reaction terhadap absorbent NaOH.
ln t f
• Dalam studi hidrodinamika kolom absorpsi diperoleh
gambaran bahwa ternyata semakin besar kecepatan
Gambar 11. Profil konsentrasi NaOH awal terhadap pancaran cairan jet dan ukuran diameter nozzle akan
waktu final; Dn = 12,7 mm dan Z = 35 cm. menghasilkan gas entrainmet yang diperoleh semakin
besar dan cenderung berkorelasi linear terhadap laju
kecepatan pancaran cairan jet. Begitu juga untuk gas
Tabel 2. Hasil perhitungan konstanta kinetika reaksi hold up yang dihasilkan cenderung berkorelasi linear
terhadap kecepatan cairan jet.
QL
(lt/mnt)
Dn
(mm)
Z
(cm)
εg QG
(lt/mnt)
kobs
Koefisien
determinasi • Uji kinetika reaksi absorpsi memeperlihatkan pseudo
3,7731 19 55 0,350 19,3795 0,0008 0,9822 order reaction dengan berbagai uji absorpsi dengan
45 0,4015 20,9102 0,0012 0,9815 diameter nozzle 12,7 dan 19 mm dengan berbagai
35 0,4650 21,9102 0,0013 0,9833 kedalam pipa downcomer 55, 45 dan 35 cm.
3,0398 12,7 55 0,3121 20,5564 0,0007 0,9820
45 0,3191 21,9102 0,0009 0,9811
35 0,3590 22,9102 0,0010 0,9828 Daftar Notasi
aD : Luas area spesifik antarfasa, (m2/m3)
dengan membuat grafik linierisasi antara In C0 vs In tf C0 : konsentrasi NaOH pada saat awal (t = 0)
untuk masing-masing jarak pipa downcomer yang Dn : Diameter Nozzle, (mm)
tercelup (Z) pada dua jenis ukuran diameter nozzle
DT : Diameter tabung, (cm)
maka harga kontanta atau tetapan laju absorpsi dapat
ditentukan. Hasil linierisasi untuk masing – masing hf : tinggi cairan (), gas entrainmen (gas yang
terhisap), tekanan cairan,
jarak pipa downcomer yang tercelup pada kedua jenis Hf : Tinggi cairan aerasi, (cm)
ukuran diameter nozzle ditunjukkan pada gambar 6
hGD : Holdup fasa gas
sampai dengan 11. Pada gambar 6 sampai dengan 11,
terlihat bahwa data-data jarak pipa downcomer yang kobs : konstanta pesudo-first-order reaction
tercelup (Z) pada dua jenis ukuran diameter nozzle (Dn) m : ordo reaksi terhadap NaOH
menunjukkan kecenderungan kurva yang mengikuti n : ordo reaksi terhadap CO2
garis linier.Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada P1, P1’, : Tekanan statikdidalam kolom, (atm)
Tabel 2. P2, P2’
QG : Laju alir volumerik gas (lt/mnt)
Dari Tabel 3 diatas terlihat konstanta kinetika reaksi QL : Laju alir volumetrik cairan (lt/mnt)
semakin besar dengan makin dekatnya permukaan tf : waktu yang dibutuhkan kadar NaOH habis
cairan dengan ujung pelepasan pipa downcomer (Z) atau bereaksi.
panjang pipa downcomer yang tercelup. Hal ini Va : Volume air dalam kolom, (cm3)
diakibatkan gas yang terbentuk dalam pipa downcomer Vg : Volume gas yang terdispersi, (cm3)
dapat terdispersi didalam kolom gelembung dan akan Z : panjang downcomer yang tercelup
MAKARA, TEKNOLOGI, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 31-37 37
Daftar Acuan [4] A. Ito et. al, J. Chem. Eng. Japan 33/No. 6 (2000)
898.
[1] G. Liu, G. M. Evans, University of Newcastle [5] P. Havelka et. al, Chemical Engineering Science,
Internal Research Report, 1998, unpublished. 55 (2000) 535.
[2] M. Ide, H. Uchiyama, T. Ishikura, Chem. Eng. Sci. [6] K. Yamagiwa, A. Ohkawa, J. Fermentation and
56 (2001) 6225. Bioengineering, vol. 68 (1989) p.160.
[3] S.Y. Lee, Y. P Tsui, Chem. Eng. Progress, 1999. [7] O. Levenspiel, Chemical Reaction Engineering, 2nd
ed., Wiley Int. 1982.