Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

HEMATOTHORAX

Disusun oleh :
dr. Riandes Roberta

Pembimbing :
dr. Leonardus Sihombing, Sp. B FINACS
dr. Yani Widowati

DOKTER INTERINSIP RSUD H. BOB BAZAR, SKM


KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
PERIODE 06 JUNI 2017 – 05 JULI 2018
1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Umur : 47 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kota Gajah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk : 18 Juli 2017
Tanggal Pulang : 24 Juli 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Autoanamnesis pada hari Rabu 18-Juli-2017
a. Keluhan Utama
Luka tusuk di dada kiri
b. Riwayat penyakit sekarang
- 2 jam SMRS
- Os mengalami luka tusuk benda tajam di bagian dada kiri.
- 1 jam SMRS
Os dilarikan ke puskesmas terdekat, mendapatkan perawatan luka. Disni Os mulai
merasakan napas sedikit berat dan terasa agak sesak. Setelah itu Os di rujuk ke
RSUM H. BOB BAZAR, SKM Kalianda.
- IGD
Os mengaku nafas lebih terasa berat dan sesak. Dilkukan pemeriksaan Vital Sign
dan os mendapatkan perawatan luka, diberikan O2 , infusan, obat injeksi, dan
dilakukan kemudian Os Di konsulkan ke dr Bedah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Tanda Vital
 Kesadaran : Compos Mentis
 Frekuensi Nadi : 86 x/menit
 Frekuensi Pernapasan : 24 x/menit

2
 Suhu Tubuh : 36,8 ˚C
c. Kepala
 Bentuk : Normocephali
 Rambut : Hitam, Distribusi merata
 Mata : Conjungtiva anemis ( - / - ) Sklera ikterik ( - / - )
pupil isokor
 Telinga : Normotia, seruman ( - / - )
 Hidung : Bentuk normal, napas cuping hidung ( - / - )
 Mulut : Sianosis ( - )
d. Leher : KGB tidak membesar, trakea di tengah, JPV tidak
meningkat
e. Thorax : Lihat Status Lokalis
f. Jantung : Bunyi jantung S1/S2 regular
g. Abdomen : Datar, lembut, NT (-), NL (-), Hepar dan Lien tak
teraba, Bising usus (+) normal.
h. Ektremitas : akral hangat ( + / + ) Edema ( - / - )
i. Status Lokalis
Thorax
 Inspeksi : Terdapat luka tusuk ukuran ± 0,5cm
Bentuk dada simetris
 Palpasi : Napas dada kiri tertinggal dari dada kanan
 Perkusi : Perkusi redup di dada kiri
 Auskultasi : Vesikuler ( + / ↓ ) WH ( - / - ) RH ( - / - )

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Rontgen Thorax

V. USULAN PEMERIKSAAN
 Lab Darah

VI. DIAGNOSIS KLINIS :


 Hematothoraks Sinistra e.c Trauma Tajam thoraks

3
VII. TERAPI :
 Non Farmakologi
- Plaster tiga posisi
 Farmakologi
- IFVD Asering : Aminofluid 25 TPM
- Trijec 1g Vial / 24 jam
- Lantipain 30mg Ampul / 8 jam
- Wiacid 50mg Ampul / 12 jam
- Plasminex 500mg Ampul / 8 jam
- Perawatan Luka
- chest tube thoracostomy dan selanjutnya di hubungkan ke WSD (Water Sealed
Drainage)

VIII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

4
1. ANATOMI THORAX

Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada vertebra
thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian
atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago
dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi
membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga
pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada
luka tusuk.

Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding toraks

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior
thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu
lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah
musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi organ
vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada.
Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap
melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik.
Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama ± sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding
dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan
sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang ada.

5
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago
kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler
melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut
berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.

2. DEFINISI

Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada
dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada, parenkim paru–
paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma
tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks
akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya terjadi karena
cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran
aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

3. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru,
jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat
menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal.

Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai berikut :

6
a. Traumatis
- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
- Neoplasia (primer atau metastasis).
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Emboli paru dengan infark.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Bullous emfisema.
- Tuberkulosis.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner.
- Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
- Patologi abdomen.

Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.

4. PATOFISIOLOGI

Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura
viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam
pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian
dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke
dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna.
Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat
syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena
perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan
dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis
terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan

7
pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan
kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg
seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-
1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia,
takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk terjadi
dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura
seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi
tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan
oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding dada. Sebuah
kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat
menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi
gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ
cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit
metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon
hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan
struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah
sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan,
lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura
dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi
intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya
yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah
hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura
berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada

8
hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat
mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang
terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses adhesive
ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang
sepenuhnya.

Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks

5. KLASIFIKASI

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

a. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks

9
 Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

a. b. c.

Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

6. GEJALA KLINIS
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding
dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang
anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara
klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat,
takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan
penurunan curah jantung.

Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor:

a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi.
Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul
pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus
trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat

10
injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan dispnea.

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya


darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan
hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok
(takikardi, takipneu, TD turun).

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun
dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang
sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh darah
berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi
tubuh takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru
terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru
terhambat pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuh takipneu dan
peningkatan usaha bernapas sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar O2 dalam
darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh meningkatkan
usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi
tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.

11
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar mendorong trakea ke
arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru
saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura pertukaran udara tidak
berjalan baik suara napas berkurang atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara pekak
timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.

7. DIAGNOSA

Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari


anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan
penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa didapatkan
keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada. Pada
pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan
gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan
pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas
menurun atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:


 Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi cairan) pada
rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi penegak diagnostik
yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan

12
 CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal, untuk evaluasi
lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan
darah di rongga pleura.

Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien yang
tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks

 Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis


respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya
kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
 Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah yang
hilang pada hemothoraks.
 Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks).

13
8. DIAGNOSIS BANDING
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal

9. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik


pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura.
Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti
diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan
antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah
mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan
terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui dinding dada
untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan paru ke ukuran normal.
 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
1. Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

2. Perdarahan di rongga dada (hemothorax)


3. Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or
hemothorax)
4. abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

14
 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah
sebagai berikut:
 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan
alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary
Line
 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya
dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

Gambar pemasangan chest tube


 Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada
ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol
perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan
tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti
ruptur aorta pada trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

15
Gambar 5 . Prosedur torakotomi
 Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah
pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi
hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu
tindakan operasi segera.

10. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat berupa :


a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot
besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika
tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang
mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi
paru-paru, atau bahkan kematian.

11. PROGNOSIS

Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa cepat


penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi pasien

16
dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga thoraks yang
menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang
sehat.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Dave Lloyd, MD. Thoracic Trauma. www.doh.wa.gov/hsqa/emstrauma/OTEP/thoracictrauma.ppt


2. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta.
3. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic and Cardiovascular
Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
4. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Mary C Mancini.2011.Hemothorax. http://emedicine.medscape.com/article/2047916-
overview#a0156
6. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
7. Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC.
Jakarta.
8. Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from :
http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%204-05.pdf
9. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta,tahun 1995

18

Anda mungkin juga menyukai