Anda di halaman 1dari 23

FENOMENA PINDAH SILANG PADA Drosophila melanogaster DARI

PERSILANGAN ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp BESERTA


RESIPROKNYA

Revisi Laporan Proyek

Untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika I


yang dibimbing oleh Prof. Dr. Aloysius Duran Corebima, M.Pd,

Oleh:

Arika Masruroh (120341400032)

Endah Handayani (120341421979)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI – PRODI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI

Mei 2014

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap makhluk hidup memiliki ciri khas sendiri yang berbeda satu sama
lain, yang dikenal dengan istilah keanekaragaman. Keanekaragaman terbagi
menjadi keanekaragaman tingkat jenis dan tingkat gen. Adanya keanekaragaman
makhluk hidup ini salah satunya disebabkan oleh terjadinya pindah silang. Pindah
silang adalah peristiwa bertukarnya segmen dari kromatid – kromatid bukan
saudara (non-sister) dari sepasang kromosom homolog (Campbell et al, 2008).
Pindah silang juga dapat melibatkan kromatid sesaudara, namun sulit untuk
dideteksi karena biasanya bersifat identik (Gardner, 1991). Menurut Suryo (2008),
nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%, itu
dikarenakan beberapa alasan yaitu hanya dua dari empat kromatid saja yang ikut
mengambil bagian pada peristiwa pindah silang dan pindah silang ganda akan
mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang dihasilkan. Terbentuknya individu
rekombinan tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan rasio hasil
persilangan (F2) dari Hukum Mendel II.

Untuk membuktikan terjadinya pindah silang tersebut, peneliti melakukan


percobaan persilangan beberapa strain dari Drosophila melanogaster yang telah
mengalami mutasi pada kromosom yang sama, yaitu persilangan antara ♂ N >< ♀
bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya. Dipilihnya strain bcl dan
bdp dikarenakan lokus b, dp, dan cl terdapat pada kromosom yang sama, yaitu
pada kromosom nomor dua. Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya
yang menyilangkan ♂ N >< ♀ bpr (b dan pr juga terdapat di kromosom 2 seperti
dp dan cl pada penelitian ini) didapatkan frekuensi tipe rekombinan sebesar
30/480 (0,0625) atau 6,25% yang menunjukkan merupakan akibat dari peristiwa
pindah silang selama meiosis (Ayala, dkk., 1984 dalam Corebima, 2013)
Selain itu, persilangan antara ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀
bdp beserta resiproknya bertujuan untuk mengetahui perbedaan rasio individu
rekombinan hasil dari persilangan tersebut dan untuk mengetahui dimana saja
peristiwa pindah silang itu terjadi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyusun
laporan yang berjudul “Fenomena Pindah Silang pada Drosophila melanogaster
2
dari Hasil Persilangan ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp Beserta
Resiproknya”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah.
a. Apakah hasil persilangan P1 dari ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀
bdp beserta resiproknya sesuai dengan Hukum Mendel I dan II?
b. Apakah hasil persilangan P2 dari ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀
bdp beserta resiproknya sesuai dengan Hukum Mendel II?
c. Apakah terdapat perbedaan frekuensi rekombinan F2 dari hasil persilangan ♂ N
>< ♀ bcl dengan ♂ N >< ♀ bdp beserta resiproknya?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui kesesuaian rasio hasil persilangan P1 dari ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀
bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya dengan Hukum Mendel I dan II
b. Mengetahui kesesuaian rasio hasil persilangan P2 dari ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N ><
♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya dengan Hukum Mendel II
c. Mengetahui perbedaan frekuensi rekombinan F2 dari hasil persilangan ♂ N ><
♀ bcl dengan ♂ N >< ♀ bdp beserta resiproknya

1.4 Kegunaan Penelitian


Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Memberikan informasi kepada kalangan masyarakat luas pada umumnya, dan
mahasiswa biologi khususnya, tentang kesesuaian rasio hasil persilangan P1 dari
♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya dengan rasio 3
:1
b. Memberikan informasi kepada kalangan masyarakat luas pada umumnya, dan
mahasiswa biologi khususnya, tentang kesesuaian rasio hasil persilangan P2 dari
♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya dengan rasio 9
:3:3:1
c. Memberikan informasi kepada kalangan masyarakat luas pada umumnya, dan
mahasiswa biologi khususnya, tentang perbedaan rasio rekombinan F2 dari hasil
persilangan ♂ N >< ♀ bcl dengan ♂ N >< ♀ bdp beserta resiproknya

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


1.5.1 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

3
a. Dalam penelitian ini lalat buah yang digunakan adalah Drosophila
melanogaster yang di dapatkan dari laboratorium
b. Strain yang digunakan adalah strain bdp (black body-dumpy wings), bcl (black
body-cloy eyes), dan N (normal)
c. Persilangan P1 meliputi ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta
resiproknya
d. Persilangan P2 meliputi ♀ F1 (dari hasil persilangan ♂ N >< ♀ bcl dan ♂ N ><
♀ bdp beserta reaiproknya) >< ♂ parental resesif (P1)
e. Persilangan P2 dari ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya adalah ♂ F1 >< ♀ F1
f. Pengamatan fenotip F1 maupun F2 dilakukan selama 7 hari setelah ada pupa
yang menetas
1.5.2 Batasan Penelitian
Adapun batasan penelitian ini adalah pembahasan pada laporan penelitian
ini adalah tentang pindah silang tunggal dan ganda

1.6 Asumsi Penelitian


Asumsi praktikan dalam pemelitian ini sebagai berikut.
a. Perlakuan yang diberikan mulai dari medium perkembangbiakan, tempat
perkembangbiakan yang meliputi suhu, kelembaban, pH, dan intensitas cahaya
dianggap sama
b. Setiap strain Drosophila melanogaster memiliki kemampuan produktivitas
yang sama

1.7 Definisi Operasional


a. Fenotip adalah karakter – karakter yang dapat diamati pada suatu individu
(yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan
berkembang) (Ayala, 1984 dalam Corebima, 2013). Pada penelitian ini, fenotip
dari D.melanogaster strain N adalah warna tubuh kuning kecoklatan, warna mata
merah, faset mata halus, dan sayap menutupi tubuh dengan sempurna. Fenotip
D.melanogaster strain bdp adalah warna tubuh hitam, warna mata merah, faset
mata halus, dan sayap berlekuk ke dalam. Fenotip dari D.melanogaster strain bcl
adalah warna tubuh hitam, warna mata abu-abu kehitaman, faset mata halus, dan
sayap menutupi tubuh dengan sempurna.
b. Pindah silang adalah peristiwa bertukarnya segmen dari kromatid – kromatid
bukan saudara (non-sister) dari sepasang kromosom homolog (Campbell et al,
2008). Pindah silang pada penelitian ini diamati melalui persilangan ♂ N >< ♀
bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya

4
c. Chiasma adalah interpretasi dari tiap silangan pada pindah silang (Rothwell,
1983 dalam Corebima, 2013). Chiasma mempunyai makna bahwa telah terjadi
pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen (satu
kromatid bersifat paternal, sedangkan yang lain bersifat maternal) (Corebima,
2013)
d. Lokus adalah letak suatu gen dalam kromosom (Gardner, 1991). Dalam
penelitian ini melibatkan beberapa lokus yang berada dalam kromosom 2, yaitu
lokus ke 48,5 (b), ke 13,0 (dp), ke 16,5 (cl)
e. Rekombinan adalah tipe turunan yang bukan tipe parental (Corebima, 2013).
Pada penelitian ini rekombinan yang dihasilkan adalah b, dp, cl, dan bdpcl.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pindah Silang

Peta kromsom pada Drosophila melanogaster yang dihasilkan oleh


A.H.Strutevant, dkk (Gambar 1) menunjukkan bahwa Drosophila melanogaster
memiliki empat pasang kromosom. Kromosom I merupakan kromosm kelamin,
dan kromosom II, III, dan IV merupakan kromosom tubuh. (Corebima, 2013)

5
Gambar 2.1 Peta Genetik Parsial Empat Kromosom Drosophila melanogaster
(Sumber: Klug, 2012: 122)

Berdasarkan gambar 2.1, dapat diketahui lokus b, dp, dan cl terletak dalam
satu kromosom, yaitu kromosom kedua. Pemetaan kromosom D.melanogaster
tersebut merupakan hasil kajian lebih lanjut mengenai pindah silang yang
dilakukan oleh A.H. Sturtevant, yang membuktikan bahwa faktor-faktor (gen),
tersusun secara linier sepanjang kromosom (Corebima, 2013). Pindah silang
adalah peristiwa bertukarnya segmen dari kromatid – kromatid bukan saudara
(non-sister) dari sepasang kromosom homolog (Campbell et al, 2008). Beberapa
konsep terkait pindah silang (crossing over):

1. Lokasi atau letak gen pada kromosom disebut lokus (jamak: loci). Lokus dari
gen pada kromosom tersusun dalam sekuen linier

2. Dua alel dari suatu gen pada heterozigot menempati posisi yang sesuai dalam
kromosom homolog, misalnya, alel A berada posisi yang sama yaitu pada
homolog 1, dan alel a berada dalam homolog 2

3. Pindah silang melibatkan perusakan dari setiap kromosom yang homolog


(tepatnya kromatid) dan terjadi pertukaran dari bagian kromatid tersebut
(exchange of parts)

6
4. Pindah silang terjadi pada pachyten setelah terjadi sinapsis pada kromosom
homolog selama profase I pada meiosis. Sejak replikasi kromosom terjadi selama
interfase, pindah silang meiosis terjadi pada kondisi tetrad replikasi akhir, yaitu
setelah setiap kromosom mengganda sehingga terbentuk empat kromatid. Pindah
silang juga dapat melibatkan kromatid sesaudara, namun sulit untuk dideteksi
karena biasanya bersefat identik.

5. Kromosom dengan kombinasi rekombinan dari gen yang terkait terbentuk oleh
adanya pindah silang pada daerah yang berada dintara dua lokus

6. Kemungkinan terjadinya pindah silang semakin besar ketika jarak antara dua
lokus semakin jauh.

(Gardner, 1991)

Peristiwa pindah silang sudah jelas diketahui terjadi selama sinapsis dari
kromosom – kromosom homolog pada zygoten dan pachyten dari profase I
meiosis. Pindah silang juga mencakup kromatid kromatid sesaudara (dua kromatid
dari satu kromosom), tetapi pindah silang tersebut secara genetik jarang dapat
teredeteksi karena kromosom sesaudara biasanya identik (Gardner dkk., 1984
dalam Corebima, 2013). Jelaslah peristiwa pindah silang yang secara genetik
mudah di deteksi adalah yang berlangsung pada kromatid bukan sesaudara (non-
sister chromatids) (Corebima, 2013).

Menurut Elrod dan Stansfield (2007) dalam proses persiapan bagi meiosis,
DNA masing-masing kromosom bereplikasi dan menghasilkan dua kromatid
saudari yang identik secara genetik (kecuali jika ada mutasi). Saat profase I,
kromosom homolog membentuk pasangan yang disebut sinapsis dengan bantuan
protein pada kompleks sinaptonema. Kompleks protein yang amat besar, disebut
modul rekombinasi (diameternya kira-kira 90 nm) terjadi pada setiap jarak
tertentu di sepanjang kompleks sinaptonemal. Masing-masing modul rekombinasi
itu diduga berfungsi sebagai “mesin rekombinasi” multienzim yang
mempengaruhi sinapsis dan rekombinasi. Sebuah retas (nick) adalah pembuangan
ikatan fosfodiester antara nukleotida-nukelotida yang bersebelahan dalam seuntai
DNA.

7
Endonuklease dalam modul rekombinasi membuat retas pada untai tunggal
dari masing-masing kromatid, sehingga memungkinkan untai bukan sesaudara
(non-sister) untuk melakukan pertukaran, dan dengan demikian mempengaruhi
rekombinasi gen yang yang bertautan. Sebuah DNA polymerase bisa
memperpanjang untai yang dipertukarkan, dan sebuah enzim yang disebut enzim
ligase memperbaiki retas yang terjadi . Jika bagian atas untai kromatid diputar
1800, dengan mikroskop dapat terlihat sebuah struktur berbentuk silang yang
disebut bentuk chi (χ) struktur itu disebut juga sebgai model Holliday, sesuai
dengan nama R.Holliday yang mengajukannya tahun 1964. Endonuklease
membuat retas pada dua untai yang sebelumnya tidak terpotong di sekuens
tetranukleotida 5’-(A/T)TT(G/C)-3’. Celah (gap) dan retas lalu diperbaiki,
sehingga terbentuklah empat kromatid rekombinan yang akan bersegregasi saat
pembelahan meiosis kedua. Kromatid rekombinan itu akan diinkorporasikan ke
dalam gamet-gamet yang berbeda (Elrod dan Stansfield, 2007)

8
Gambar 2.2 Mekanisme Rekombinasi antara Molekul DNA Homolog
(Sumber: Snustad, 2012: 355)

Sepasang kromosom yang bersinapsis terdiri atas empat kromatid yang


disebut tetrad. Setiap tetrad biasanya mengalami setidaknya satu kiasma
sepanjang untaiannya. Secara garis besar, makin panjang kromosomnya, makin
banyak jumlah kiasmanya. Masing-masing tipe kromosom pada suatu spesies
memiliki jumlah kiasmata yang khas (atau rata-rata). Frekuensi terjadinya kiasma
antara dua lokus genetic mana pun juga memiliki probabilitas khas atau rata –
rata. Semakin jauh letak dua gen pada sebuah kromosom, makin besar
kemungkinan terbentuknya kiasma di antara keduanya. Semakin dekat pertautan
kedua gen, makin kecil kemungkinan terbentuknya kiasma diantara keduanya.
Probabilitas kiasma tersebut berguna dalam menentukan proporsi gamet parental
dan rekombinan yang diharapkan terbentuk dari suatu genotip tertentu. Persentase
gamet pindah silang (rekombinan) yang dibentuk oleh sutau genotype tertentu
merupakan cerminan langsung dari frekuensi terbentuknya kiasma diantara gen-
gen yang diteliti. Rekombinasi akan terdeteksi hanya jika terbentuk pindah silang
antara lokus-lokus gen yang sedang diteliti (Elrod dan Stansfield, 2007).

9
10
Gambar 2.3 Tahapan Profase I Meiosis I secara Skematis dan dari Preparat
Lilium longiflorum (Sumber: Snustad, 2012: 28)

Gambar 2.4 Kiasma pada Bivalen Kromosom Homolog Selama Tahap


Diploten Profase Meiosis I (Sumber: Snustad, 2012: 31)

11
Gambar 2.5 (a) Electron Micrograph dan (b) Diagram dari Struktur
Synaptonemal Complex (Sumber: Snustad, 2012: 30)

Ayala dkk (1984) dalam Corebima (2013) menyatakan bahwa pindah


sialng umumnya terjadi selama meiosis pada semua makhluk hidup berkelamin
betina maupun jantan dan antara semua pasangan kromosom yang homolog.
Selain itu, hal ini juga didukung oleh pada D.melanogaster betina pindah silang
dibantu oleh adanya protein synaptonemal complex, sedangkan pada jantan
protein tersebut tidak ditemukan (Gardner, 1984). Menurut Bejnood, dkk (2007:
161) “In Drosophila males, homologs pair and segregate without crossing over.
Chiasmata are replaced by a homolog conjunction complex that includes the
Stromalin in Meiosis (SNM) and Modifier of Mdg4 in Meiosis (MNM) proteins”.
Berdasarkan Bejnood, dkk (2007: 161) tersebut dapat diketahui bahwa pada
Drosophila jantan juga terjadi pindah silang, namun pasangan kromosom
homolognya dan segregasi tidak membentuk bentukan menyilang (kiasma).
Kiasma digantikan oleh homolog conjunction complex dengan adanya protein
SNM dan MNM.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti telah menemukan beberapa gen


Drosophila yang mendorong terjadinya pindah silang selama meiosis pada lalat
betina, yaitu gen REC, juga disebut MCM8, dan gen mei-W68 (homolog gen
SPO11 ragi) (Nature Education, 2010). Dengan demikian dapat diketahui bahwa
pindah silang merupakan bukan peristiwa yang tidak diinginkan (mutasi),
melainkan peristiwa yang diregulasi oleh multigen.

12
Gambar 2.6 Fenotip Meiotik dari mnm dan snm pada Jantan Mutan
(Sumber: Thomas, dkk, 2005: 557)

Menurut Suryo (2008), nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, atau
bahkan kurang dari 50%, itu dikarenakan beberapa alasan yaitu hanya dua dari
empat kromatid saja yang ikut mengambil bagian pada peristiwa pindah silang
dan pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang
dihasilkan. Nilai pindah silang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut.

13
B. Keterkaitan Pindah Silang dengan Hukum Mendel

Pada makhluk hidup diploid yang berbiak secara seksual mengalami


peristiwa yang mengikuti hukum pemisahan Mendel dan hukum pilihan bebas
Mendel. Pada banyak jenis tumbuhan maupun hewan , peristiwa pemisahan dan
pilihan bebas pada meiosis itu berlangsung selama meiosis pertama dan
khususnya di saat metaphase I (terjadi peristiwa pemisahan) dan anaphase I
(terjadi peristiwa pilihan bebas). Hukum pemisahan Mendel dan hukum pilihan
bebas dikenal dengan hukum Mendel I dan hukum Mendel II. Dalam persilngan,
ciri yang muncul pada F2 direkam frekuensinya untuk mengungkap proporsi cirri
tersebut. Hukum Mendel I merupakan persilangan tipe monohibrid yang akan
menghasilkan rasio F2 3:1, sedangkan hukum Mendel II merupakan persilangan
tipe dihibrid yang akan menghasilkan rasio F2 9:3:3:1 (Corebima, 2013).

14
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual

Pindah silang adalah pemotongan kromosom dan penyambungan kembali


yang terjadi selama meiosis I, dimana dalam proses tersebut terjadi
pertukaran gen

Pindah silang yang dapat diamati adalah peristiwa pertukaran gen


pada lokus yang berbeda dalam satu kromosom yang homolog,
yaitu antar kromatid non-sister

Pindah silang dapat terjadi pada individu Pindah silang terjadi pada individu betina
jantan Droshopila melanogaster Droshopila melanogaster

Semakin Jauh jarak antar dua lokus, semakin besar kemungkinan


terjadinya pindah silang

Pindah silang dari kromosom yang homolog menghasilkan anakan rekombinan ≤ 50 %

Hasil Persilangan ♂ N >< ♀ bcl dengan ♂ N >< ♀ bdp ,♂ bcl >< ♀ bdp
beserta resiproknya dapat menghasilkan anakan rekombinan ≤ 50 %

Hasil Persilangan ♂ bcl >< ♀ bdp beserta Terdapat perbedaan frekuensi rekombinan
resiproknya dapat menghasilkan strain Persilangan ♂ N >< ♀ bcl dengan ♂ N ><
bdpcl ♀ bdp beserta resiproknya
15
3.2 Hipotesis Penelitian

1. Rasio F1 dari persilangan ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp
beserta resiproknya sesuai dengan Hukum Mendel I dan II

2. Rasio F2 dari persilangan ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp
beserta resiproknya sesuai dengan Hukum Mendel II

3. Terdapat perbedaan rasio rekombinan F2 dari persilangan ♂ N >< ♀ bcl dengan


♂ N >< ♀ bdp beserta resiproknya

16
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental lapangan dengan


menggunakan data kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan menyilangkan ♂ N
>< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya masing -masing
sebanyak tiga kali ulangan. Data didapatkan dengan mengamati fenotip dan
jumlah anakan (tipe parental dan rekombinan) pada F1 maupun F2. Analisis data
dilakukan dengan uji chi-squere, untuk mengetahui kesesuaian hasil F1 dan F2
dengan hukum Mendel I dan hukum Mendel II.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga April


2014. Tempat pelaknaan penelitian ini, dimulai dari pengamatan fenotip,
peremajaan, pengampulan, dan penyilangan dilakukan di Laboratorium Genetika
ruang 310 Gedung O5 Jurusan Biologi Univesitas Negeri Malang.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang kami dapatkan adalah Drosophila melanogaster yang


didapatkan dari Laboratorium Genetika Jurusan Biologi Universitas Negeri
Malang. Sampel yang kami gunakan, D.melanogaster jantan dan betina strain N,
bdp, dan bcl

4.4 Alat dan Bahan

a. Alat

17
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi: botol selai, spons,
kertas pupasi, selang bening, kuas halus, kompor, panci, pengaduk, blender,
timbangan, pisau, mikroskop stereo, plastik bening, kassa, wadah penyipan
medium, alat tulis.

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pisang raja mala,
gula merah, tape, fermipan, air.

4.5 Prosedur Kerja

a. Pengamatan fenotip

1. Semua strain (N, bdp, bcl) yang didapatkan dari laboratorium diamati
fenotipnya mulai dari warna tubuh, warna mata, keadaan sayap, dan faset mata di
bawah mikroskop stereo

2. Hasil pengamatan digambar dan dicatat dalam jurnal kegiatan

b. Pembuatan medium

Berikut merupakan prosedur kerja pembuatan medium untuk satu resep


pembuatan:

1. Disiapkan bahan yang akan digunakan meliputi pisang raja mala 700 gram,
gula merah 100 gram, dan tape 200 gram

2. Pisang dipotong – potong dan ditimbang sebanyak 700 gram

3. Pisang dimasukkan ke dalam blender beserta tape yang juga sudah ditimbang
sebanyak 200 gram dan ditambahkan air secukupnya

4. Diblender hingga pisang dan tape halus

5. Dicairkan gula merah dalam panci yang sudah ditambahkan air secukupnya

6. Hasil blender dimasukkan dalam panci besar dan ditambahakan gula merah
yang sudah dicairkan

18
7. Diaduk perlahan dan kondisi api kompor sedang selama 45 menit.

c. Peremajaan

1. Medium baru dimasukkan dalam botol selai dan ditunggu hingga dingin, lalu
kertas pupasi diletakkan dalam botol selai tersebut dan ditutup dengan spons

2. Dimasukkan minimal 3 pasang D.melanogaster untuk peremajaan setiap


strainnya

d. Pengampulan tiap strain dari stok

Ketika muncul pupa berwarna hitam lanjut ke prosedur pengampulan.

1. Kuas kecil dibasahi

2. Diambil pupa berwarna hitam menggunakan kuas

3. Selang dipotong ± 5 cm

4. Pisang dipotong tipis, lalu diambil dengan selang dan diletakkan di tengah
selang

5. Pupa diletakkan di 2 sisi selang (strain sama)

6. Ujung selang ditutup dengan guntingan gabus kecil

e. Persilangan P1

Maksimal 2 hari setelah menetas dari ampulan, lalat disilangkan:

1. Disilangkan ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta


resiproknya, masing-masing 3 kali ulangan

2. Setelah dua hari disilangkan jantan dilepas

3. Setelah muncul larva botol pertama diberi label botol A dan betina dipindahkan
ke botol baru dan diberi label B
19
4. Setelah muncul larva di botol B betina dipindahkan ke botol C sampai minimal
di botol D

f. Persilangan P2

1. Setelah terdapat pupa hitam F1 dari botol hasil persilangan, sebagian diampul
dan sebagian dibiarkan tetap dalam botol untuk diamati fenotipnya

2. Diamati fenotipnya berdasarkan jenis kelaminnya selama 7 hari setelah


penetesan pertema dan dihitung rasio fenotipnya

3. Apabila pupa hitam yang sudah diampul menetas disilangkan: F1 ♀ N >< ♂


resesif dari stok (F1 dari persilngan ♂ N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, beserta
resiproknya) dan F1 ♂ b >< F1 ♀ b (F1 dari persilangan ♂ bcl >< ♀ bdp beserta
resiproknya) masing-masing sebanyak 3 kali ulangan dan perlakuan sama seperti
prosedur persilangan P1

4. F2 hasil persilangan F1 ♀ N >< ♂ resesif dari stok (F1 dari persilngan ♂ N ><
♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, beserta resiproknya) diamati fenotip selama 7 hari sejak
penetasan pertama berdasarkan jenis kelaminnya dan dihitung rasio fenotipnya

g. Persilangan F2 dari persilangan ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya

1. Segera setelah terdapat pupa hitam pada F2 dari persilangan ♂ bcl >< ♀ bdp
beserta resiproknya semuanya diampul dan diamati fenotipnya

2. Apabila menemukan strain bdpcl dipindahkan dalam medium baru dan semua
strain bdpcl yang didapatkan dijadikan dalam 1 botol

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara


pengamatan fenotip berdasarkan jenis kelamin F1 dan F2 dari hasil pesilangan ♂
N >< ♀ bcl, ♂ N >< ♀ bdp, ♂ bcl >< ♀ bdp beserta resiproknya dari setiap
ulangan selama 7 hari setelah penetasan pertama

20
4.7 Teknik Analisis Data

Analisis data hasil penelitian ini menggunakan rekonstruksi persilangan P1


dan P2 berdasarkan Hukum Mendel dan berdasarkan fenomena pindah silang.
Untuk menguji kesesuaian rasio hasil persilangan dengan Hukum Mendel I (rasio
3:1) maupun Hukum Mendel II (rasio 9:3:3:1) data dianalisis menggunakan
analisis chi-square. Sedangkan untuk menganalisis rasio rekombinan yang
dihasilkan dari persilangan ♂ N >< ♀ bcl dengan ♂ N >< ♀ bdp, beserta
resiproknya dilakukan analisis dengan menghitung persentase rekombinan yang
dihasilkan dari masing-masing persilangan tersebut dan membandingkannya.

21
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA

5.1 Data
Tabel 5.1 Data Pengamatan Fenotipe

No Strain Ciri fenotipe

1 N Faset mata : halus

Warna mata : merah

Warna tubuh : kuning kecoklatan

Sayap : menutup dengan sempurna

2 bdp Faset mata : halus

Warna mata : merah

Warna tubuh : hitam

Sayap : melekuk ke dalam

3 bcl Faset mata : halus

Warna mata : abu – abu

Warna tubuh : hitam

Sayap : menutup dengan sempurna

4 b Faset mata : halus

Warna mata : merah

Warna tubuh : hitam

Sayap : menutup dengan sempurna

5 cl Faset mata : halus

Warna mata : abu – abu

Warna tubuh : kuning kecoklatan

22
Sayap : menutup dengan sempurna

Lanjutan Tabel 5.1 Data Pengamatan Fenotipe

No Strain Ciri Fenotip

6 dp Faset mata : halus

Warna mata : merah

Warna tubuh : kuning kecoklatan

Sayap : melekuk ke dalam

7 bcldp Faset mata : halus

Warna mata : abu – abu

Warna tubuh : hitam

Sayap : melekuk ke dalam

23

Anda mungkin juga menyukai