Anda di halaman 1dari 17

SEPSIS ABORTION

Disusun oleh Kelompok K26:

Harmas Novryan Fareza

Riska Wahyuniati

Adinia Nugrahini

Istikomah Wahyu Pribadini

Arrizky Firrar D.R.T

Risyuana Ulfa C

Reny Faristin

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

Abortus merupakan salah satu penyebab kematian ibu di negara berkembang

khususnya negara yang melarang tindakan abortus legal. Abortus buatan yang

dilakukan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, baik untuk kepentingan medis

maupun non medis yang berhubungan dengan kriminalis yang didalamnya terdapat

masalah global yang menyangkut segi moral, hukum, agama, ekonomi, budaya serta

politik suatu negara. Saat ini kehamilan yang diakibatkan hubungan bebas diluar nikah

semakin bertambah, dan jika mereka datang ketenaga ahli mereka akan ditolak dengan

alasan terikat hukum, moral etika serta agama. Sehingga akhirnya mereka mencari

alternatif lain untuk menggugurkan kandungan meskipun dengan komplikasi yang

berbahaya. Komplikasi yang utama adalah adanya infeksi yang biasanya diakibatkan

manipulasi rongga rahim dengan benda yang tidak steril. 1

Syok sepsis didefinisikan suatu keadaan sepsis ditambah hipotensi walaupun

telah diberikan resusitasi cairan dan adanya perfusi jaringan yang tidak adekuat. Syok

sepsis merupakan keadaan yang lebih jarang dijumpai di bagian Obstetri dan

Ginekologi dibandingkan dengan syok hemoragik. Tetapi perlu penanganan yang

segera oleh karena angka kematian yang tinggi. 2

Abortus sepsis merupakan salah satu penyebab kematian ibu, kondisi ini

terutama terjadi dinegara berkembang sebagian besar diakibatkan abortus kriminalis.

Di Amerika serikat kematian akibat abortus sepsis telah menurun semenjak

dilegalkan abortus. Sekarang angka kematian kurang dari 1 per 100.000 tindakan

abortus. Di Indonesia belum didapatkan angka resmi kematian karena syok sepsis

ini namun diprediksikan sangat tinggi . 3


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan

20 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir atau berat janin kurang dari 1000

gram.13 Menurut cara terjadinya abortus dapat digolongkan menjadi 2 bagian : yaitu

abortus spontan dan abortus buatan. Sementara WHO tahun 1993 membagi abortus

buatan menjadi :4

1. Safe abortion : abortus yang aman dimana tindakan pengakhiran kehamilan

dilakukan oleh tenaga profesional dengan fasilitas medis yang memenuhi

syarat .

2. Unsafe abortion : abortus yang tidak aman dimana tindakan pengakhiran

kehamilan yang tidak diinginkan dilakukan oleh tenaga tidak terdidik dan

dilakukan ditempat yang tidak memenuhi syarat standar medis serta sering

menyebabkan komplikasi.4

Abortus infeksiosus adalah berakhirnya kehamilan sebelum waktunya dengan usia

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram yang disertai

infeksi pada uterus, parametrium, adneksa, parametrium dan peritoneum dan akibat

lebih jauh menyebabkan sepsis.14

Penyebab utama komplikasi ini adalah manipulasi dari alat- alat genital seperti

memasukkan benda asing dalam rongga rahim dalam keadaan tidak steril.

2.2. Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berperanan pada abortus infeksiosus seperti :

1. Abortus infeksiosus sebelumnya

2. Paritas
3. Status perkawinan

4. Usia penderita

5. Bakteri penyebab

6. Usia kehamilan

Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada unsafe abortion walaupun kadang-

kadang dijumpai juga pada abortus spontan, komplikasi dapat berupa perdarahan,

kegagalan ginjal, syok akibat perdarahan dan infeksi, sepsis.7 Umumnya infeksi

terbatas pada desidua dan dapat juga menyebar ke miometrium, tuba, parametrium

bahkan ke peritoneum yang menyebabkan peritonitis difusa. Sementara syok akibat

infeksi disebut dengan endotoksin syok yang sering berakibat fatal, pada abortus yang

tidak diobati akan mengakibatkan infeksi bila tidak ditanggulangi akan menyebabkan

sepsis akibat endotoksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab.2

2.3. Patofisiologi

Syok adalah suatu keadaan klinis yang akut pada penderita yang bersumber pada

berkurangnya perfusi jaringan dengan darah akibat gangguan sirkulasi mikro.

Kekurangan oksigen dalam keadaan syok ini akan diimbangi dan dikompensasi oleh

metabolisme anaerob namun bila kekurangan perfusi tidak dapat diperbaiki lama

kelamaan metabolisme anaerob dengan glukosa akan menimbulkan timbunan asam

laktat dan asam piruvat sehingga terjadi asidosis metabolik yang mengganggu

kehidupan sel – sel. Dengan demikian hipoksia jaringan akibat kekurangan perfusi

yang berlangsung terlalu lama dan progresif akan merusak sel –sel dan pada akhirnya

menyebabkan kematian.2

Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS ) yaitu

proses inflamasi yang disebabkan oleh infeksi, sedangkan fase klinis dari

SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari gejala berikut :6


1. Temperatur > 380 C atau < 360 C

2. Denyut jantung > 90 x/menit

3. Nafas > 32 x/menit

4. Leukosit > 12000 / mm3 atau < 4000/mm3

Sepsis yang berat adalah sepsis ditambah dengan disfungsi organ,

hipoperfusi organ-organ terminal. Syok sepsis didefinisikan keadaan sepsis

ditambah hipotensi walaupun telah dilakukan resisutasi cairan dan adanya

perfusi jaringan yang tidak adekuat. Terjadinya SIRS, Sepsis dan syok sepsis

biasanya dihubungkan dengan infeksi bakteri, tetapi bakteremia bisa saja tidak

ditemukan. Bakteremia adalah ditemukannya bakteri pada komponen cairan darah.

Bakteremia mungkin saja sementara, seperti yang terjadi pada trauma permukaan

mukosa. Bakteremia dapat primer (tanpa adanya fokus yang jelas dari infeksi)

atau sekunder (dengan adanya fokus intravaskuler atau ekstravaskuler).

Syok sepsis disebabkan oleh suatu endotoksin suatu kompleks

lipopolisakarida yang berasal dari dinding bakteri gram negatif. Kemungkinan

zat bakteri lainnya menghasilkan mediator dengan aktifasi komplemen yaitu

kinin dan aktifasi sistem koagulasi. Mediator lain yang memicu terjadinya syok

sepsis adalah asam arakhidonic (leukotrin, prostaglandin, tromboxan), sistem

komplemen, katekolami, fibrinolisin, glukokortikoid, bradikinin, histamin, beta

endhorpins, interlekin 1. 8

Sepsis membuat sistem sirkulasi hiperdinamik. Keadaan ini membuat curah

jantung meningkat dan menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh – pembuluh

darah prekapiler dalam sirkulasi mikro. Endotoksin menyebabkan vasospasme

yang kuat pada vena – vena kecil dan venula karena pembuluh – pembuluh

darah postkapiler ini sangat sensitif terhadap endotoksin.8


Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah prekapiler dan vasokonstriksi

pembuluh darah postkapiler dalam sirkulasi mikro, terjadilah pengumpulan darah

pada vena. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam

kapiler. Endotoksin juga dapat menimbulkan kerusakan pada dinding kapiler yang

menimbulkan perembesan cairan dari ruangan vaskuler ke ruangan

ekstravaskuler. Keadaan mengurangi volume darah yang beredar. Endotoksin dan

komponen struktur kuman akan berinteraksi dengan netrofil, monosit, makrofag

dan sel endotel sehingga menimbulkan respon tubuh yang disebut dengan SIRS. 8

Endotoksin juga dapat merusak sel – sel trombosit. Kerusakan pada sel

trombosit dan dinding kapiler (pembuluh darah) serta adanya anoksia umum

menimbulkan keadaan yang memudahkan terjadinya DIC. Dengan terjadinya

DIC terbentuklah gumpalan darah dan trombin fibrin dalam pembuluh darah,

sehingga dapat menyumbat dan mengganggu aliran darah didalamnya. Dengan

demikian volume darah yang mengalir kembali kejantung berkurang. Selain

terhadap pembuluh darah endotoksin juga berpengaruh terhadap jantung yaitu

menekan kerja otot jantung sehingga otot jantung menjadi lemah. Dalam keadaan

hipotensi ini pembuluh darah prekapiler dalam keadaan vasodilatasi. 2

Suhu penderita masih tinggi dan badannya terasa panas, pada keadaan ini

penderita berada dalam stadium hipotensi hangat (warm hypotensive phase).

Dengan terjadinya hipotensi mulailah terjadi mekanisme kompensasi seperti yang

dijumpai pada hemoragik syok. Terjadi vasokonstriksi pada pembuluh darah,

terjadi sympathetic squeezing, agar terjamin aliran darah ke organ vital. Karena

adanya vasokonstriksi pada pembuluh darah tepi, badan penderita menjadi dingin

dan suhu menurun sampai dibawah normal, keadaan ini penderita berada dalam

stadium hipotensi dingin/cold hypotensive phase.3


Bila syok dalam stadium ini tidak diatasi dan endotoksemia tidak terkendali

maka reaksi pembuluh darah sepenuhnya dalam keadaan pengaruh zat

vasodilator yang disebabkan oleh jaringan yang mengalami kerusakan. Dengan

terjadinya vasodilatasi dalam sirkulasi mikro, maka syok septik menjadi

irreversible dengan segala akibatnya. 8

2.4. Gejala Klinis

Syok sepsis pada pasien obstetri umumnya dikaitkan dengan 4 macam infeksi

spesifik yaitu abortus sepsis, pielonefritis akut, endometritis atau chorioamnionitis

yang berat. Hanya 5 % dari pasien infeksi diatas yang berkembang menjadi syok

sepsis.9

Syok sepsis menurut gejala klinis terbagi 2 fase yaitu

1. Fase reversible : terdiri dari early (warm hypotensive phase) dan late (cold

hypotensive phase).

2. Fase irreversible

Klinis dari warm hypotensive phase berupa hipotensi, suhu badan tinggi

sampai 40 C, naiknya suhu badan sering disertai dengan menggigil, tidak

jarang penderita mengeluarkan keringat, kulit teraba hangat, nadi agak cepat,

penderita biasanya dalam keadanan gelisah.

Bila penyakit berjalan terus akibat vasokonstriksi yang luas, maka timbul gejala

dari cold hypotensive phase berupa hipotensi disertai suhu badan yang dibawah

normal, penderita terlihat pucat, kulit teraba dingin dan lembab, nadi menjadi lebih

cepat terjadi oliguria atau anuria, nafas cepat dan dalam, curah jantung menurun.

Jantung menjadi aritmia dengan tanda iskemia miokard dapat terjadi. Ikterik dapat

terjadi sebagai tanda adanya hemolysis. Produksi urine akan berkurang bahkan dapat
timbul suatu anuria. Pada fase ini terdapat trias yang khas yaitu hipotensi, takikardi

dan oliguria.10

Gejala klinis sepsis abortion :

a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah

sakit

b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya

c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan

leukositosis

d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat,

tekanan darah turun sampai syok.

Dalam syok sepsis yang irreversible terjadi asidosis metabolik berat karena pada

hipoksia seluler dan metabolisme anaerob yang berlangsung terus, dalam darah

ditemukan penumpukan asam laktat, dalam stadium ini mulai timbul gangguan

fungsi organ vital seperti paru, ginjal, susunan saraf pusat dan sebagainya. Dapat juga

timbul adanya endotel kapiler pulmoner yang mengalami kerusakan dengan

kebocoran kedalam alveoli sehingga timbul edema pulmoner atau disebut ADRS

(adult dystress respiratory syndrome)11

2.5. Penegakan Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :

- Tanda-tanda vital : demam, takikardia, takipneu, hipotensi

- Pemeriksaan regional abdomen : nyeri tekan

- Pemeriksaan dalam (VT) : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemui leukositosis pada stasium awal,

lekopeni pada stadium lanjut, hemoglobin menurun oleh karena adanya hemolisis.

Fungsi pembekuan seperti jumlah trombosit, kadar fibrinogen serum, protrombin


time, parsial tromboplastin time umumnya tak normal. Kadar enzym transaminase

dan bilirubin sering meningkat. Peningkatan kadar ureum darah dan kreatinin darah

mencerminkan keadaan fungsi ginjal yang tidak normal. Enzim SGOT dan SGPT

meningkat juga. Pemeriksaan radiologi pada pasien dengan syok sepsis dilakukan

apakah terdapat suatu keadaan pnemonia. Sedangkan pemeriksaan CT scan, MRI dan

Ultrasound akan dapat berguna untuk menentukan lokasi abses. EKG diperlukan

untuk monitoring dan mendeteksi adanya tanda aritmia atau tanda iskemia.9

Diagnosis abortus infeksiosus ditegakkan berdasarkan gabungan temuan faktor

predisposisi dengan manifestasi klinis berupa SIRS.Berdasarkan hal itu bisa

dikategorikan adanya infeksi, bakterimia, sepsis, syok septik sampai MODS atau

MOF. Kuman penyebab dapat diidentifikasi dari pemeriksaan laboratorium lengkap

yang meliputi:

 Pemeriksaan darah

 Pemeriksaan urin

 Kultur dari berbagai cairan tubuh

 Amniosintesis bila dicurigai adanya infeksi intrauterin.

Hasil kultur darah yang positif menguatkan adanya infeksi yang serius. Karena

keterbatasan tehnik kultur, hanya 30% kuman penyebab dapat dikenali, disamping secara

klinis infeksi bisa masih terbatas lokal dan belum menstimulasi reaksi sistemik.Pemeriksaan

kultur darah dilakukan sesegera mungkin begitu muncul gejala panas.

Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti:

 Tes fungsi hepar

 Profil pembekuan darah

 Hapusan vagina bagian proksimal dan endoservik

 USG
2.6.Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan syok sepsis adalah menghilangkan infeksi dan

mempertahankan hemostasis kardiovaskuler dan respirasi. Terapi segera diberikan

untuk mencegah keadaan irreversible. Bagi wanita dengan abortus septik, hasil

konsepsi harus segera dikeluarkan melalui kuretase. Menurut Pritchart dan Whalley

disamping para pakar lainnya histerektomi jarang dilakukan kecuali bila uterus sudah

mengalami leserasi atau jelas infeksi berat. 10

Tindakan pertama terhadap pasien syok sepyik adalah pemberian oksigen serta

pembebasan jalan napas, oksigen diberikan lewat masker untuk memperbaiki hipoksia

jaringan yang tengah terjadi. Jika jalan napas tidak bebas atau pernapasan tidak

adekuat, dapat dilakukan pemasangan intubasi endotrakea.5

Jika pemberian cairan yang agresif tidak segera diikuti oleh produksi urin

sedikitnya sebanyak 30 cc dan sebaiknya 50 cc per jam, disamping tidak ditemukannya

indikator lain yang menunjukkan perbaikan perfusi, maka kita harus memasang

Central Venous Pressure (CVP). 5

Penialaian awal keadaan umum pasien :

- Tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik <90 mmHg, nadi

>112 x/menit).

- Bila syok disertai massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan bebas dalam

cavum pelvis; pikirkan kemungkinan KET.

- Tanda-tanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, sekret berbau pervaginam, nyeri perut

bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang porsi, dehidrasi, gelisah atau pingsan).

- Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas

kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi).


- Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat, segera atasi

komplikasi tersebut.

- Gunakan jarum infus besar (16 G atau lebih besar) dan berikan tetesan cepat (500 ml

dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis aau Ringer.

- Temukan dan hentikan dengan segera sumber perdarahan.

1. Penanganan abortus infeksiosa

 Kasus ini berisiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat

tidak memadai, rujuk pasien ke RS.

 Sebelum merujuk pasien, lakukan restorasi cairan yang hilang dengan NS atau RL

melalui infus dan berikan antibiotik (misalnya ampisilin 1 g metrodinazol 500 mg).

 Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT

 Pada fasilitas kesehatan yang lengkap, dengan perlindungan antibiotik berspektrum

luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan

pengosongan uterus sesegera mungkin (lakukan secara hati-hati karena tingginya

kejadian perforasi pada kondisi ini)

Tabel: kombinasi antibiotik untuk abortus infeksiosa

Kombinasi antibiotik Dosis oral Catatan

Ampisilin & metrodinazol 3x1 g oral & 3x500 mg Berspektrum luas dan

mencakup untuk gonorrhoea

dan bakteri anaerob

Tetrasiklin dan klindamisin 4x500 mg & 2x300 mg Baik untuk klamidia,

gonorrhoea dan bakteriodes

fragilis

Trimethoprim & 160 mg & 800 mg Spektrum cukup luas dan


sulfametoksazol harganya relatif murah

2. Pengeluaran Konsepsi

a. Pengeluaran konsepsi pervaginam

1) Pada umur kehamilan sampai 12 minggu

- Penderita diberi infus cairan dekstrose 5% ditambah oksitosin 5-10IU.

- Penderita diberi anestesi umum atau anestesi lokal (blok paraservikal).

- Konsepsi dikeluarkan dari uterus dengan peralatan abortus tang dan sendok kuret.

- Setelah konsepsi keluar seluruhnya, diberi suntikan metil ergonovine 0,2 mg

intramuskular dan infus oksitosin dilanjutkan sampai 8 jam post kuretase.

2) Pada umur kehamilan lebih dari 12 minggu

- Penderita diberi infus cairan dekstrose 5% ditambah oksitosin 5 -10 IU dengan

kecepatan 4 tetes permenit dinaikkan setiap 15 — 30 menit dengan 4

tetes. Penambahan tetesan dilanjutkan sampai konsepsi keluar seluruhnya.

- Jika ternyata hanya sebagian konsepsi yang keluar, bagian jaringan plasenta yang

tertinggal dikeluarkan dengan peralatan abortus tang dan sendok kuret. Sebelum

tindakan kuretase dilakukan, terlebih dahulu penderita diberi anestesi umum atau

anestesi lokal.

- Setelah konsepsi keluar seluruhnya, diberi suntikan metil ergonovine 0,2 mg

intramuskuler dan infus oksitosin dilan jutkan

b. Pengeluaran konsepsi perabdominal

Untuk kasus aborsi dengan umur kehamilan lebih dari 12 minggu yang gagal

dikeluarkan pervaginam dapat dipertimbangkan melakukan laparotomi dan

dilanjutkan dengan histerotomi atau histerektomi. Tindakan histerektomi khususnya

dipertimbangkan pada kasus aborsi infeksiosa atau aborsi septik.


- Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan

penderita.

- Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM.

2.7. Komplikasi

 Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan

jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

 Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika

ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan

bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.

 Infeksi

Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus. Brucella abortus

dan Campylobacter fetus merupakan kausa abortus pada sapi yang telah lama

dikenal,tetapi keduanya bukan kausa signifikan pada manusia. Bukti bahwa

toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada manusia kurang meyakinkan.tidak

terdapat bukti bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis

menyebabkan abortus pada manusia. Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan

peningkatan insidensi abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan.

 Syok

Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank karena

infeksi berat (syok endoseptik).


2.8. Prognosis

Prognosis umumnya buruk, dengan multiple organ failure merupakan penyebab kematian

terbanyak. Penyebab kematian pada abortus infeksius adalah adanya muliple organ failure

dan adanya hipotensi yang tidak dapat diatasi. Karena angka kematian syok ini sangat tinggi

maka sangat perlu penggunaan antibiotiak untuk dapat mencegah terjadinay syok septik.

kematian karena sepsis dan syok septik bervariasi tergantung kondisi dasar pasien, kuman

penyebab, pemberian antibiotika dan komplikasi yang menyertai

Pasien dengan penyakit dasar yang berat seperti leukemia mempunyai prognosis yang

jelek, pasien tanpa penyakit dasar mempunyai prognosis yang lebih baik. End-organ failure

merupakan penyebab kematian terbanyak.


BAB 5

KESIMPULAN

Abortus infeksiosus adalah berakhirnya kehamilan sebelum waktunya dengan usia kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram yang disertai infeksi pada

uterus, parametrium, adneksa, parametrium dan peritoneum dan akibat lebih jauh

menyebabkan sepsis.

Beberapa faktor yang berperanan pada abortus infeksiosus seperti abortus

infeksiosus sebelumnya, paritas, status perkawinan, usia penderita, bakteri penyebab,

usia kehamilan.

Gejala klinis sepsis abortion adalah adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar

jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit; pada pemeriksaan : kanalis servikalis

terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya; tanda-tanda infeksi alat genital :

demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan leukositosis; ada abortus septik :

kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun

sampai syok.

Prinsip umum penatalaksanaan syok sepsis adalah menghilangkan infeksi dan

mempertahankan hemostasis kardiovaskuler dan respirasi. Terapi segera diberikan

untuk mencegah keadaan irreversible. Bagi wanita dengan abortus septik, hasil

konsepsi harus segera dikeluarkan melalui kuretase.


DAFTAR PUSTAKA

1. Pramono A , Saputro HH : Karakteristik Abortus Infeksiosus :Majalah Obstetri dan

Ginekologi Indonesia , April 15:2 ,. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakutas kedokteran

UniversitasDiponegoro Semarang 2014 , hal 118-28.

2. Prabowo RP : Syok dalam kebidanan , Ilmu Kebidanan , YayasanBina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo , Jakarta , 2008 , hal 675 –88.

3. Smith HO : Shock in Gynaecologic Patien in the Te Linde Operative Gynecologic 8th ed,

Lippincott Raven , Philadelphia New York , 1997, p 245-259.

4. Saifuddin AB : Manajemen kegawatdaruratan dalam Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal , Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ,

Jakarta , 2004 , hal 72-77.

5. Rinaldi N, Dachlan R : Syok dalam Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia , Jakarta , 2009 , hal 172-81.

6. Wiknjosastro GH : Abortus dalam ilmu Kebidanan , Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo , Jakarta , 2007 ,hal 110-18

7. Arias MD , Early Pregnancy Loss Practical Guide to High Pregnancy and Delivery 2th

edition , Mosby Year Book Company ST Louis 2013 p 55-70

8. Ichwan Z , Tesis Kejadian Endometritis Pada Abortus Inkomplet selama 3 Bulan di

RSUP Dr.M.Djamil Padang 1 Juni 1999 – 31 Agustus 2009. Laboratorium / SMF Obstetri

dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNAND Padang 2009.

9. Mabie WC : Septic Shock in Obstetrics Normal and Problem Pregnancies , Churchill

Livingstone , New York , 2006 , p 550-52

10. Dutta DC : Shick in Obstetrics , Text Book of Obstetrics , 4th edition , New India Central

Book Agency ( P) LTD , 2008, P 655 – 62.

11. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. 2009. Jakarta: PT Bina Pustaka
12. Smith OH , Shock in Gynecology Patient , in TeLinde Operative Gynecology , eight

edition , Lippincott Raver , 1997 , p 245 – 62.

13. Howard FJ :Family Planning in Novaks Textbook of Gynecology 12th edition , William &

Wilkins , Baltimore , Maryland , 1996 , p 264-9

14. Cunningham FG , Critical Care and Trauma , Williams Obstetrics , 23th edition , Prentice

Hall International , 2016 , p 1059-78

15. Gabbe GS , Maternal and Perinatal Infection obstetrics normal and Problems

Pregnancy , 3rd edition , Churchill LivingstoneInc , 2006 , p 1193-1247.

Anda mungkin juga menyukai