Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI - 3201)

Pengamatan Perilaku dan Pergerakan Kecoa (Periplaneta


americana dan Blatella germanica)

Tanggal Praktikum : 22 Februari 2013

Tanggal Pengumpulan : 28 Februari 2013

Disusun oleh :

Satya Reza Faturakhmat

10610033

Kelompok 7

Asisten :

Dandri Aly Purawijaya

10609016

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2012
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecoa merupakan hewan yang banyak ditemukan di lingkungan terutama di
pemukiman manusia. Kecoa merupakan hewan yang sangat umum dan tersebar, mulai
muncul sejak Pangaea, superkontinen pada zaman purba, atau di Gondwana, anak benua
dari Pangaea, hingga sekarang tersebar ke semua benua modern. Kecoa telah beradaptasi
dan dapat sintas pada kondisi apapun hingga dapat terus bertahan (Copeland, 2003).
Kecoa memiliki beberapa pengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Kecoa
dapat mensekresikan bau yang dapat mengurangi rasa makanan dan bau yang kurang
sedap ini dapat semakin kuat seiring meningkatnya jumlah kecoa. Kaki kecoa juga dapat
menjadi agen penyebaran penyakit yang disebabkan bakteri seperti Salmonella. Sisa-sisa
kaki dan feses dapat menyebabkan reaksi alergi dan asma (Jacobs, 2013)
Untuk mengatasi akibat-akibat negatif yang disebabkan oleh kecoa diperlukan
penelitian dan pengamatan mengenai kecoa baik dari segi perilaku, pola pergerakan, dan
morfologinya. Kecoa dapat tersebar dan tumbuh dengan cepat sehingga dibutuhkan
pemahaman mendalam mengenai pola pergerakan dan perilakunya terutama preferensi
makanan karena banyak penyakit tersebar lewat makanan yang didatangi kecoa. Banyak
penyakit juga berasal dari bagian tubuh kecoa sehingga dibutuhkan pula pengamatan yang
bertujuan untuk mengetahui morfologi kecoa
1.2 Tujuan
1. Menentukan morfologi kecoa Periplaneta americana.
2. Menentukan perilaku eksplorasi dan keseimbangan kecoa Periplaneta americana.
3. Menentukan pola lokomosi kecoa Periplaneta americana.
4. Menentukan kecepatan gerak kecoa Periplaneta americana.
5. Menentukan sensitivitas kecoa Periplaneta americana.
6. Menentukan respon kecoa Periplaneta americana terhadap makanan basah,
kering, dan shelter.
7. Menentukan preferensi kecoa Periplaneta americana terhadap makanan basah,
kering, dan shelter.
8. Menentukan preferensi kecoa Blatella germanica terhadap dua jenis makanan
kering.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Taksonomi
Kecoa merupakan jenis serangga yang sangat umum di dunia. Kecoa berhasil
beradaptasi sejak 300 juta tahun yang lauu karena kemampuan adaptasinya yang luar
biasa. Hasil adaptasi dan evolusi kemudian membentuk bermacam jenis kecoa
diantaranya Periplaneta americana dan Blatella germanica yang keduanya termasuk
dua jenis kecoa yang paling umum (Jacobs, 2013). Berikut ini adalah taksonomi dari
kedua jenis kecoa tersebut.
Tabel 2.1 Taksonomi Periplaneta americana (sumber : Bell, 2007)
Kingdom Animalia
Filum Arthropoda
Kelas Insekta
Ordo Blattodea
Famili Blattidae
Genus Periplaneta
Spesies Periplaneta americana
Tabel 2.2 Taksonomi Blatella germanica (sumber : Bell, 2007)
Kingdom Animalia
Filum Arthropoda
Kelas Insekta
Ordo Blattodea
Famili Blattelidae
Genus Blatella
Spesies Blatella germanica

2.2 Morfologi
Kecoa Periplaneta americana dewasa memiliki panjang sekitar 4 cm dengan
tinggi sekitar 7 mm. Warna tubuhnya merah kecoklatan dengan garis batas
kekuningan pada bagian kepala. Badan kecoa dibagi ke dalam tiga bagian, bagian
badan berbentuk oval dan tipis dengan pronotum yang melapisi bagian kepala.
Pronotum merupakan struktue seperti plat yang menutupi seluruh permukaan dorsal
thoraks. Kecoa juga memiliki mulut pengunyah, antena panjang dan bersegmen serta
sayap depan berkulit dan sayap belakang yang rapuh. Bagian ketiga adalah abdomen
dari kecoa (Bell, 2007).
Kecoa Blatella germanica memiliki bentuk yang mirip dengan kecoa
Periplaneta americana namun dengan bentuk yang lebih kecil. Perbandingan ukuran
dan bentuk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1. Kecoa ini memeiliki anjang 1,3
hinga 1,6 cm dan memiliki warna tubuh coklat kehitaman dengan garis melintang dari
kepala hingga ujung sayap. Sayap kecoa ini kecil dan tidak dapat dipakai terbang.
Kecoa Periplaneta americana maupun Blatella germanica dapat dibedakan jantan dan
betina berdasarkan keberadaan kantung telur yang disebut ooteka yang muncul pada
ujung abdomen (Faundez, 2011).

Gambar 2.1 Kecoa


(Sumber: emlab.com)

2.3 Siklus Hidup, Habitat, dan Persebaran Kecoa


Kecoa secara umum memiliki tiga tahapan kehidupan yaitu, telur, instar, dan
dewasa. Waktu dari telur hingga dewasa sekitar 600 hari dan kelulushidupan dewasa
sekitar 400 hari. Kecoa anakan keluar dari telur sekitar 6-8 minggu dan menjadi
dewasa sekitar 6-12 bulan. Kecoa betina ketika dewasa dapat menghasilkan 150
anakan selama masa hidupnya (Bell dan Adiyodi, 1981).
Kecoa hidup di area yang lembab dan dapat bertahan pada area yang kering bila
terdapat akses sumber air. Kecoa hidup pada kondisi suhu sekitar 29oC dan tidak dapat
menoleransi suhu dingin. Pada area pemukiman kecoa biasa hidup di basemen, saluran
air, dan halaman luar pada saat cuaca hangat (Jones, 2008).
Kecoa tersebar ke seluruh dunia lewat jalur perdagangan di abad pertengahan.
Kecoa banyak ditemukan di dalam maupun luar ruangan. Kecoa bermigrasi dengan
merangkak ataupun terbang dari rumah ke rumah melalui saluran air, pepohonan dan
semak yang kemudian masuk ke gedung-gedung dan perumahan. Migrasi kecoa biasa
terjadi secara massal (Ebeling, 1975).

2.4 Perilaku dan Respon Makan Kecoa


Kecoa selalu memilih tempat yang gelap, hangat, dan lembab seperti basemen
dan tempat kumuh lain. Kecoa sering bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain
terutama pada cuaca hangat. Saat cuaca dingin kecoa akan mendiami area tupukan
sampah karena panas yang dihasilkan dari tumpukan sampah tersebut. Kecoa
memakan berbagai jenis makanan terutama makanan organik yang mulai terdegradasi
atau membusuk. Kecoa dewasa dapat bertahan dua sampai tiga bulan tanpa makanan
dan satu bulan tanpa air (Jones, 2013).

2.5 Mekanisme Saraf Sensori, Alat Gerak, dan Pola Lokomosi


Pergerakan kecoa diatur oleh gerakan kaki-kakinya yang memiliki pola
memutar. Pola pergerakan ini didukung oleh dua mekanisme gerakan yaitu power
stroke dan return stroke. Saat power stroke kaki berada ada tanah dan memberi
sokongan sehingga dapat mendorong badan. Saat return stroke kaki yang terangkat
dari tanah diputar hingga kembali pada kondisi menyentuh tanah kembali. Gerakan
memutar yang ritmis dan terkoordinasi karena terdapat sirkuit neural yang dinamakan
central pattern generator.
Menurut studi Pearson (1970) mekanisme gerakan pada kecoa yang diatur
central pattern neuron adalah seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Mekanisme lokomosi


(Sumber : Pearson, 1970)
Neuron 5 dan 6 adalah motoneuron levator dengan Ds adalah depresor
motoneuron. Bursting interneuron (b.i) menjalankan semua proses dengan koneksi
eksitatoris pada neuron 5 dan 6 dan koneksi inhibisi pada Ds . Neuron yang
menghasilkan gerakan tersebut ternyata berasal dari ganglion metatorasik dan
merupakan kumpulan neuron-neuron yang kemudian disebut central pattern
generators dan bertanggung jawab menghasilkan perilaku gerak ritmis pada kecoa
(Delcomyn, 1980). Neuron ini berbentuk sesuai gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Central Neuron Generators


Sumber : (Delcomyn, 1980).
BAB III
METODOLOGI
3. 1 Alat dan Bahan
Berikut ini alat dan bahan yang dipakai dalam keseluruhan praktikum.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Saat Pengamatan Perilaku Kecoa
No. Alat Bahan

1. Shelter Kecoa Periplaneta americana

2. Akuarium besar Kecoa Blatella germanica

3. Stopwatch Pepaya

4. Styriofoam Makanan kering

5. Cawan petri Kertas HVS 3 lembar

6. Mikroskop stereo Tinta hitam

7. Toples Kain Kasa

3. 2 Cara Kerja
3.2.1 Pengamatan Morfologi Kecoa
Kecoa dimasukkan ke dalam cawan petri kecil kemudian ditutup. Cawan petri
berisi jangkrik diamati di bawah mikroskop dan digambar. Diamati bagian tubuh
dorsal dan ventral. Hasil pengamatan digambar dan didokumentasikan.

3.2.2 Pengamatan Perilaku Eksplorasi dan Keseimbangan


Kecoa dimasukkan ke dalam akuarium dengan alas styriofoam. Untuk
aklimatisasi didiamkan selama tiga menit. Kemudian selama lima menit perilaku
eksplorasi kecoa diamati dan dicatat frekuensi grooming, exploring, dan walking.
Dilakukan pengulangan terhadap tiga kecoa. Kecoa yang telah diamati kemudian
dibalikkan badannya pada meja, lalu dihitung waktu latensi hingga kecoa dapat
membalikan badan.

3.2.3 Pengamatan Pola Lokomosi


Kaki-kaki kecoa diolesi tinta hitam kemudian dibiarkan berjalan pada selembar
kertas HVS. Pola lokomosi yang tercetak di HVS kemudian didokumentasikan dan
diamati polanya.

3.2.4 Pengamatan Pergerakan Normal dan Maksimum


Kertas HVS dibentuk menjadi jalur lari berbentuk saluran dan dicatat panjang
jalurnya. Tiga kecoa kemudian diletakkan pada jalur lari kemudian dihitung waktu
berjalan yang dibutuhkan hingga kecoa dapat menyelesaikan jalur tersebut. Kemudian
kecepatan ditentukan dari jarak bagi waktu. Pengamatan diulangi dengan kecoa yang
sama namun kedua kaki tengahnya diamputasi hingga bagian femur. Pengamatan
pertama dicatat sebagai pergerakan normal, sedangkan pengamatan kedua dicatat
sebagai pergerakan tidak normal, kemudian kecepatan dibandingkan.

3.2.5 Pengamatan Tingkat Sensitivitas Antara Posterior dan Anterior


Kecoa diletakkan pada meja kemudian ditiup bagian anterior dan posteriornya.
Respon kecoa diamati dan dicatat. Hasil pengamatan dicatat sebagai “+” bila setelah
ditiup kecoa bergerak menjauh dan “o” bila kecoa bergerak mendekat.

3.2.6 Pengamatan Preferensi Kecoa Terhadap Makanan atau Shelter


Pada akuarium dengan alas styriofoam dimasukkan sebuah shelter, makanan
basah berupa pepaya, dan makanan kering. Pengamatan pertama dimasukan shelter,
diamati perilaku kecoa selama lima menit, kemudian dicatat waktu latensi hingga
kecoa mendekati shelter dan durasi kecoa mendiami shelter. Pengamatan diulang
dengan mengeluarkan shelter dan dimasukkan pepaya, kemudian diulang kembali
dengan dikeluarkan pepaya dan dimasukkan makanan kering. Pengamatan terakhir
dimasukkan bersamaan shelter, pepaya, dan makanan kering kemudian diamati dan
dicatat.

3.2.7 Pengamatan preferensi kecoa Blatella germanica terhadap dua jenis makanan
kering
Sejumlah kecoa jerman dimasukkan bersama dua jenis makanan kering ke dalam
toples dengan kasa. Diamati selama tiga hari dan makanan kering ditimbang setiap
pergantian hari. Hasil pengamatan dicatat

.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Morfologi Kecoa

Berdasarkan hasil pengamatan berikut ini adalah gambar kecoa secara dorsal dan
ventral. Gambar di bawah ini juga menyertai perbandingan literatur yaitu gambar 4.1 dan
4.2.

Gambar 4.1 Kecoa dorsal Gambar 4.2 Kecoa Ventral


(Sumber : flowersturfandpestinc.com) (Sumber : bumblebee.org)

4.2 Perilaku Eksplorasi dan Keseimbangan Kecoa


kompil instruk, perilaku eksplorasi kecoa yang dilakukan grooming freezing
exploring, amati grooming dan bagian tubuh mana yang digunakan, arah kecoa pertama
kali bergerak, apakah cenderung bergerak ke arah ruang terbuka di tengah akuarium
bidang horizontal atau bidang vertikal. Keseimbangan tubuh dapat membalik atau tidak,
jika tidak kenapa, dan latensi rata2 berapa
Gambar 4.2 Grafik Frekuensi Perilaku Jantan dan Betina
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa perilaku dominan betina adalah
freezing dan exploring sedangkan pada jantan perilaku dominannya adalah
grooming dan sheltering. Menurut Brandao (2008), freezing merupakan perilaku
normal dari hewan dimana tidak ada pergerakan dari anggota tubuh (diam) sebagai
respon dari fear stimuli yang tak terhindarkan. Kemungkinan lingkungan yang
asing di dalam akuarium serta keberadaan manusia didekat jangkrik memberi
banyak rangsangan fear stimuli sehingga perilaku ini dominan.
Perilaku grooming juga cukup dominan karena jangkrik membutuhkan organ
sensori mereka untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Jangkrik akan mencium bau
dan gerakan dengan rambut-rambut yang ada ditubuh mereka. Rambut-rambut
sensori ini terdapat pada cerci, antenna, mulut dan bagian tubuh lainnya memiliki
lubang kecil sebagai tempat masuknya molekul-molekul kimia yang berhubungan
dengan sistem saraf dan sinyalnya akan dikirim ke otak. Jika lubang-lubang kecil
tersebut “tertutup”, maka mereka akan sulit untuk mencium bau dan merasakannya.
Rambut – rambut pada tubuh jangkrik membantu jangkrik merasakan ketika
mereka bersentuhan dengan sesuatu, dan sangat membantu jangkrik yang aktif pada
malam hari. Jangkrik menggunakan matanya untuk melihat, namun jika matanya
kotor, mereka tidak mempunyai kelopak seperti manusia yang dapat membersihkan
matanya, maka dari itu mereka mengunakan kakinya untuk membersihkan matanya
(Kolezik, 2002). Lingkungan yang baru dan asing juga membuat jangkrik perlu
penyesuaian dan adaptasi sehingga perilaku exploring cukup dominan. Exploring
berguna untuk mengetahui keadaan lingkungan, mencari makanan, dan pasangan
sebagai indikator kecocokan tempat. Perilaku sheltering juga cukup dominan
terutama pada jangkrik jantan menunjukkan kebutuhan tempat berlindung bagi
jangkrik jantan.
Melalui analisis Univariate ANOVA (Two Way-ANOVA), diketahui bahwa
pada jantan dan betina tidak ada perilaku yang signifikan berkaitan dengan jenis
kelaminnya. Hasil Two-Way ANOVA menunjukkan bahwa bahwa tidak ada beda
signifikan pada perilaku yang dihasilkan oleh jangkrik. jantan dan jangkrik betina.
Atau dengan kata lain, jenis perilaku dominan tidak berhubungan dengan jenis
kelamin jangkrik.
4.3 Pengamatan Pola Lokomosi Kecoa
Perkelompok, hasil di hvs difoto dicantumkan, bagaimana pola yang
dihasilkn, bandingkan dengan literatur Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan perilaku
agresif jangkrik jantan.
2.5

1.5
Frekuensi Jantan
1 A
0.5 Frekuensi Jantan
B
0

Gambar 4.3 Grafik Perilaku agresif jantan


Dari hasil pengamatan kedua jantan tidak terlalu agresif. Hal ini mungkin
dikarenakan pengaruh lingkungan yang baru menyebabkan belum terbentuknya
teritori selain itu juga ketidak beradaan koloni, sehingga jantan tidak saling agresif
dalam mempertahankan koloninya. Perilaku agonistik muncul saat ada konflik
perebutan sumber daya yang terbatas seperti pasangan kawin dan makanan. Dari
perilaku agonistik ini pada jangkrik akhirnya terbentuk hirarki dominansi yang
menunjukkan bahwa yang terkuatlah yang boleh memiliki sumber daya yang
terbatas tersebut. Tidak terjadinya perilaku agresif kemungkinan karena kedua
jangkrik berasal dari wadah yang sama dengan hierarki dominansi yang mungkin
telah terbentuk sehingga pada saat diletakkan di akuarium tidak terdapat lagi
kepentingan bagi kedua jangkrik untuk melakukan perilaku agresif untuk
menunjukkan dominansi.

4.4 Perbandingan Kecepatan Kecoa Normal dan Amputasi


Kompil angkatan, berupa data kecepatan (jarak bagi waktu). analisis dengan paired
t test, apakah stimulus normal signifikan terhadap kecepatan dan mengapa
apa pengaruh krtika kaki engah dihilangkan jelaskan kenapa dan kaitkan dengan
pola lokomosi dan penggunaan kaki pada kecoa
Pada pengamatan kedua jangkrik jantan dan betina selalu berada pada posisi
yang berjauhan. Menit-menit pertama kebanyakan dihabiskan dengan perilaku
seperti freezing, climbing, dan exploring. Saat akhirnya jantan mendekati betina,
justru betina menjauh atau menunjukkan perilaku avoidance. Hal ini terjadi
kemungkinan karena jantan tidak menarik bagi betina, pada saat pengamatan jantan
juga tidak mengeluarkan suara yang dapat menarik betina.

4.5 Perbandingan Sensitivitas Bagian Anterior dan Posterior


Kompil angkatan dengan independent t test melihat beda nyata antar posterior dan
anterior mana yang lebih sensitif
Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan dari hierarki jangkrik jantan.
8
7
6
5
4 Frekuensi Jantan A
3
Frekuensi Jantan B
2
Frekuensi Jantan C
1
0

Gambar 4.4 Grafik Perilaku Hierarki jangkrik


Menurut literatur pada perebutan hierarki grafik jantan terdapat dinamik-
dinamika yang terjadi. Ketika terjadi kontak taktila pada dua jantan dewasa maka
sang jantan akan menghasilkan nyanyian pada saat dan sesudah bertarung dengan
jantan lain (Adamo & Ronald,1995). Dan jika ada yang kehilangan antenna saat
bertarung maka hirarki dominansinya akan turun (Bailey & Stoddart, 1982).
Jangkrik pemenang akan memiliki hierarki dominansi yang tinggi dan lebih mudah
untuk kawin dengan betina. Status dominan pada jantan serta keberhasilannya
dalam pertarungan dengan jantan lain menunjukkan immunokompetennya terhadap
betina. Imunokompeten adalah adalah kemampuan system imun untuk bertahan
melawan pathogen yang menyerangnya (Rantala & Kortet, 2003).
Pada pengamatan dinamika tersebut tidak terjadi namun dilihat dari frekuensi
avoiding jangkrk jantan B adalah jangkrik jantan dominan karena jangkrik lain
akan memilih pergi ketika berhadapan, selain itu frekuensi chirpingnya juga cukup
tinggi . adanya sifat hierarkis pada jangkrik-jangkrik jantan disuatu area ini berefek
pada ketahanan dan kelulus hidupan dari spesies jangkrik tersebut. Hal ini
dikarenakan jangkrik jantan yang dominan akan menguasai shelter dan makanan di
area tersebut, dan jangkrik jantan pada area tersebut akan kesulitan untuk
mendapatkan makanan dan shelter (Larsen, & Meyer, 2012). Pada pengamatan
jangkrik jantan B yang dominan lebih memilih shelter dibanding betina.

4.6 Pengamatan Preferensi Kecoa Terhadap Makanan dan Shelter


kompil instruk frekuensi shelter makanan kering dan pepaya analisis tukey
untuk melihat mana yang sognifikan dan kaitkan dengan latensi dan durasi
Tabel 4.1 Analisis Preferensi Shelter atau Betina
Chirping Avoiding Agonistik
Frekuensi Courting 0,043 0,087 0,267
Frekuensi Mating 0,159 0,021 -0,107
Frekuensi Sheltering 0,011 0,189 -0,333
Durasi Courting -0,108 0,035 0,389
Durasi Mating 0,228 0,082 -0,176
Durasi Sheltering -0,002 -0,195 0,072

Dari hasil pengamatan ternyata jangkrik jantan akan memunculkan perilaku


agonistik pada perebutan tempat berlindung dibandingkan dengan betina. Hal ini
disebabkan kemungkinan karena kebutuhan berlindung lebih besar dibandingkan
kebutuhan kawin pada kondisi lingkungan baru. Selain itu kemungkinan hal ini
disebabkan karena jangkrik dominan lebih memilih shelter dibandingkan betina.

4.7 Pengamatan Respon Positif dan Negatif Kecoa Terhadap Makanan dan
Shelter
Kompil angkatan
bandingkan respon latensi di sheler ab latensi makanan basah analisis indpendent t
test hasil seperti apa jelaskan
bandingkan respon antara durasi di shelter dan durasi di makanan kering anlisis
dengan independent t test hasil seperti apa jelaskan
Berikut ini adalah hasil sonograf dari pengamatan
Gambar 4.5 Sonograf Jangkrik Koloni Lama

Gambar 4.6 Sonograf Jangkrik koloni baru

Gambar 4.7 Sonograf Jangkrik koloni lama dicampur koloni baru

Hasil Pengamatan ternyata menunjukkan bahwa chirping lebih banyak terjadi


pada koloni lama dengan amplitudo yang besar menunjukkan perilaku agonistik lebih
daripada jangkrik koloni baru. Ketika dicampur ternyata chirping lebih tinggi
amplitudonya meskipun frekuensi masih lebih rendah dari koloni lama. Hal ini
menunjukkan pengaruh dari koloni lama yang meningkatkan perilaku agonistik.

4.8 Pengamatan Preferensi Kecoa pada Dua Jenis Makanan Kering Berbed
Bandingkan berat makanan sebelum pemberian da setelah pemberian jelaskan yang
terjadi berdasarkan makanan yan diberikan

BAB V

KESIMPULAN

1. Morfologi jantan dan betina dibedakan oleh keberadaan ovipositor dan


perbedaan struktur sayap.
2. Perilaku jangkrik dominan adalah diantaranya freezing, sheltering dan
exploring,
3. Jangkrik jantan tidak terlalu menunjukkan perilaku agresif, kebanyakan yang
dilakukan adalah avoidance.
4. Perilaku kawin yang teramati hanyalah approaching.
5. Jangkrik jantan lebih memilih shelter dibanding betina.
6. Jangkrik dominan pada koloni akan menguasai shelter dan dihindari oleh
jangkrik lain.
7. Jangkrik dengan dominansi telah terbentuk menunjukkan perilaku agonistik
lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Bell, William. 2007. Cockroaches. Baltimore : The John Hopkins University Press

Bell WJ, Adiyodi KG. 1981. The American Cockroach. London : Chapman and Hall

Copeland, Marion.2003.Cockroach. London: Reaktion Books LTD

Delcomyn, F. .1980. “Neural Basis of Rhythmic Behavior in Animals”. Science, 210 : 492-
498.

Faúndez, E. I. & M. A. Carvajal. 2011. “Blattella germanica (Linnaeus, 1767) (Insecta:


Blattaria) en la Región de Magallanes”. Boletín de Biodiversidad de Chile, 5: 50-55.

Pearson, K. G., and J. F. Iles. .1970. “Discharge Patterns of Coxal Levator and Depressor
Motoneurones of the Cockroach, Periplaneta Americana. Journal of Experimental
Biology, 52 : 139.
Jones, Susan C. 2008. “Agricultural and Natural Resources Fact Sheet : American
Cockroach”. Ohio : Ohio State University.

Jacobs, Steve. 2013. “American Cockroaches”. (online) diakses dari


http://ento.psu.edu/extension/factsheets/american-cockroaches Tanggal 28 Februari
2013

LAMPIRAN
>Warning # 849 in column 23. Text: in_ID

>The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter. It could

>not be mapped to a valid backend locale.

UNIANOVA Frekuensi BY JenisKelamin KategoriPerilaku

/METHOD=SSTYPE(3)

/INTERCEPT=INCLUDE

/POSTHOC=JenisKelamin KategoriPerilaku(TUKEY)

/PLOT=PROFILE(KategoriPerilaku*JenisKelamin)

/CRITERIA=ALPHA(.05)

/DESIGN=JenisKelamin KategoriPerilaku JenisKelamin*KategoriPerilaku.

Univariate Analysis of VariancE

Notes

Output Created 21-Feb-2013 20:10:56

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>
Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data 224


File

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with


valid data for all variables in the model.

Syntax UNIANOVA Frekuensi BY JenisKelamin


KategoriPerilaku

/METHOD=SSTYPE(3)

/INTERCEPT=INCLUDE

/POSTHOC=JenisKelamin
KategoriPerilaku(TUKEY)

/PLOT=PROFILE(KategoriPerilaku*Jeni
sKelamin)

/CRITERIA=ALPHA(.05)

/DESIGN=JenisKelamin
KategoriPerilaku
JenisKelamin*KategoriPerilaku.

Resources Processor Time 0:00:00.780

Elapsed Time 0:00:01.381

Warnings

Post hoc tests are not performed for JenisKelamin because there are fewer than three
groups.
Between-Subjects Factors

JenisKelamin 1.00 112

2.00 112

KategoriPerilaku 1.00 28

2.00 28

3.00 28

4.00 28

5.00 28

6.00 28

7.00 28

8.00 28

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Frekuensi

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 5334.781a 15 355.652 6.042 .000

Intercept 5139.862 1 5139.862 87.313 .000

JenisKelamin 250.754 1 250.754 4.260 .040

KategoriPerilaku 4705.960 7 672.280 11.420 .000

JenisKelamin * 378.067 7 54.010 .917 .494


KategoriPerilaku
Error 12244.357 208 58.867

Total 22719.000 224

Corrected Total 17579.138 223

a. R Squared = ,303 (Adjusted R Squared = ,253)

Post Hoc Tests

KategoriPerilakU

Multiple Comparisons

Frekuensi

Tukey HSD

(I) (J) 95% Confidence Interval


Kategor Kategor
iPerilak iPerilak Mean Difference
u u (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

1.00 2.00 -2.7143 2.05056 .889 -8.9932 3.5646

3.00 -10.5000* 2.05056 .000 -16.7789 -4.2211

4.00 -2.5714 2.05056 .914 -8.8503 3.7075

5.00 -13.3571* 2.05056 .000 -19.6361 -7.0782

6.00 -6.6071* 2.05056 .031 -12.8861 -.3282

7.00 -1.1429 2.05056 .999 -7.4218 5.1361

8.00 -1.1429 2.05056 .999 -7.4218 5.1361

2.00 1.00 2.7143 2.05056 .889 -3.5646 8.9932

3.00 -7.7857* 2.05056 .005 -14.0646 -1.5068


4.00 .1429 2.05056 1.000 -6.1361 6.4218

5.00 -10.6429* 2.05056 .000 -16.9218 -4.3639

6.00 -3.8929 2.05056 .554 -10.1718 2.3861

7.00 1.5714 2.05056 .995 -4.7075 7.8503

8.00 1.5714 2.05056 .995 -4.7075 7.8503

3.00 1.00 10.5000* 2.05056 .000 4.2211 16.7789

2.00 7.7857* 2.05056 .005 1.5068 14.0646

4.00 7.9286* 2.05056 .004 1.6497 14.2075

5.00 -2.8571 2.05056 .859 -9.1361 3.4218

6.00 3.8929 2.05056 .554 -2.3861 10.1718

7.00 9.3571* 2.05056 .000 3.0782 15.6361

8.00 9.3571* 2.05056 .000 3.0782 15.6361

4.00 1.00 2.5714 2.05056 .914 -3.7075 8.8503

2.00 -.1429 2.05056 1.000 -6.4218 6.1361

3.00 -7.9286* 2.05056 .004 -14.2075 -1.6497

5.00 -10.7857* 2.05056 .000 -17.0646 -4.5068

6.00 -4.0357 2.05056 .506 -10.3146 2.2432

7.00 1.4286 2.05056 .997 -4.8503 7.7075

8.00 1.4286 2.05056 .997 -4.8503 7.7075

5.00 1.00 13.3571* 2.05056 .000 7.0782 19.6361

2.00 10.6429* 2.05056 .000 4.3639 16.9218

3.00 2.8571 2.05056 .859 -3.4218 9.1361

4.00 10.7857* 2.05056 .000 4.5068 17.0646


6.00 6.7500* 2.05056 .025 .4711 13.0289

7.00 12.2143* 2.05056 .000 5.9354 18.4932

8.00 12.2143* 2.05056 .000 5.9354 18.4932

6.00 1.00 6.6071* 2.05056 .031 .3282 12.8861

2.00 3.8929 2.05056 .554 -2.3861 10.1718

3.00 -3.8929 2.05056 .554 -10.1718 2.3861

4.00 4.0357 2.05056 .506 -2.2432 10.3146

5.00 -6.7500* 2.05056 .025 -13.0289 -.4711

7.00 5.4643 2.05056 .140 -.8146 11.7432

8.00 5.4643 2.05056 .140 -.8146 11.7432

7.00 1.00 1.1429 2.05056 .999 -5.1361 7.4218

2.00 -1.5714 2.05056 .995 -7.8503 4.7075

3.00 -9.3571* 2.05056 .000 -15.6361 -3.0782

4.00 -1.4286 2.05056 .997 -7.7075 4.8503

5.00 -12.2143* 2.05056 .000 -18.4932 -5.9354

6.00 -5.4643 2.05056 .140 -11.7432 .8146

8.00 .0000 2.05056 1.000 -6.2789 6.2789

8.00 1.00 1.1429 2.05056 .999 -5.1361 7.4218

2.00 -1.5714 2.05056 .995 -7.8503 4.7075

3.00 -9.3571* 2.05056 .000 -15.6361 -3.0782

4.00 -1.4286 2.05056 .997 -7.7075 4.8503

5.00 -12.2143* 2.05056 .000 -18.4932 -5.9354

6.00 -5.4643 2.05056 .140 -11.7432 .8146


7.00 .0000 2.05056 1.000 -6.2789 6.2789

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 58,867.

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

Homogeneous Subset

Frekuensi

Tukey HSDa,,b

Kategor Subset
iPerilak
u N 1 2 3 4

1.00 28 .0357

8.00 28 1.1786 1.1786

7.00 28 1.1786 1.1786

4.00 28 2.6071 2.6071

2.00 28 2.7500 2.7500

6.00 28 6.6429 6.6429

3.00 28 10.5357 10.5357

5.00 28 13.3929

Sig. .889 .140 .554 .859

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 58,867.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 28,000.


Frekuensi

Tukey HSDa,,b

Kategor Subset
iPerilak
u N 1 2 3 4

1.00 28 .0357

8.00 28 1.1786 1.1786

7.00 28 1.1786 1.1786

4.00 28 2.6071 2.6071

2.00 28 2.7500 2.7500

6.00 28 6.6429 6.6429

3.00 28 10.5357 10.5357

5.00 28 13.3929

Sig. .889 .140 .554 .859

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 58,867.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 28,000.

b. Alpha = ,05.

Profile Plots

Anda mungkin juga menyukai