Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan juga merupakan
sumber dari berbagai penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari
pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan,
dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Jadi infeksi yang
mengenai seseorang dan infeksi tersebut diakibatkan pengaruh dari
lingkungan rumah sakit disebut infeksi nosokomial (Nugraheni, 2012).
Infeksi nosokomial yang sekarang dikenal HAIs (Healthcare –
Associated Infections) merupakan salah satu masalah utama dalam
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Menurut survei yang diadakan WHO
pada tahun 2009, angka kejadian HAIs sebesar 5 – 15 % di seluruh dunia
dan diperkirakan meningkat setiap tahunnya sebesar 2 %, terlebih di negara
berkembang seperti negara kita.
Menurunnya standar pelayanan perawatan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu infeksi
yang paling sering terjadi adalah plebitis pada pasien yang mendapat terapi
infus. Kejadian ini merupakan salah satu indikator adanya infeksi akibat
kesalahan pemasangan atau pemasangan infus yang tidak sesuai protap
terutama masalah teknik septik-aseptik. Olehnya itu, perawat sebagai salah
satu pemberi layanan kesehatan harus memiliki pengetahuan dan
kompetensi mengenai protokol pelaksanaan dan implementasi untuk
mencegah terjadinya komplikasi karenap engetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam mambentuk tindakan
seseorang (Mada dkk, 2013)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Infeksi nosokomial yang sekarang dikenal HAIs (Healthcare –
Associated Infections) merupakan salah satu masalah utama dalam
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Menurut CDC (centers for diseases
control and prevention) dan Departemen Kesehatan RI 2002, infeksi
nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat pasien ketika dirawat
dirumah sakit. Infeksi tersebut timbul setelah minimal 3 x 24 jam dirawat di
rumah sakit. Sumber penyebaran berasal dari pasien sendiri, petugas
kesehatan yang memiliki kontak langsung dengan pasien, pengunjung yang
membawa sumber penyakit dari luar ataupun lingkungan sekitar rumah
sakit. Menurut CDC, kebersihan tangan atau hand hygiene merupakan peran
penting dalam menangani HAIs/infeksi nosokomial.
Kebersihan tangan yang dimaksud adalah kebersihan tangan dari
pasien sendiri, dokter, perawat, petugas kesehatan lainnya, pengunjung
ataupun keluarga pasien sendiri. Tangan yang tidak bersih dapat
memindahkan kuman dari suatu tempat ke tempat yang lain. HAIs sangat
merugikan pasien baik secara materi dan non-materi karena memperpanjang
lama perawatan di rumah sakit dan bahkan dapat membahayakan nyawa
pasien.

B. Jenis- jenis Infeksi Nosokomial


1. Infeksi saluran kemih ( UTI )
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial yang paling
sering terjadi. Sekitar 80% infeksi saluran kemih ini berhubungan
dengan pemasangan kateter. Infeksi saluran kemih jarang menyebabkan
kematian dibandingkan infeksi nosokomial lainnya. Tetapi terkadang
dapat menyebabkan bakterimia dan kematian. Infeksi biasanya
ditentukan oleh kriteria secara mikrobiologi. Bakteri dapat berasal dari
flora normal saluran cerna, misalnya E. coli ataupun didapat dari rumah
sakit, misalnya Klebsiella multiresisten.
2. Infeksi luka operasi/infeksi daerah operasi ( ILO / IDO )
Infeksi jenis ini merupakan infeksi nosokomial yang sering terjadi
dalam insiden bervariasi, dari 0,5 – 15 %, tergantung tipe operasi dan
penyakit yang mendasarinya. Hal ini merupakan masalah yang
signifikan karena memberikan dampak pada biaya rumah sakit yang
semakin besar dan bertambah lamanya masa inap setelah operasi.
Kriteria dari infeksi luka infeksi ditemukan discharge purulen disekitar
luka atau insisi dari drain atau sellulitis yang meluas dari luka. Infeksi
biasanya didapat ketika operasi baik secara exogen ( dari udara, dari alat
kesehatan, dokter bedah dan petugas petugas lainnya ), maupun endogen
dari mikroorganisme pada kulit yang diinsisi. Infeksi mikroorganisme
bervariasi, tergantung tipe dan lokasi dari operasi dan antimikroba yang
diterima pasien.
3. Pneumonia nosokomial ( VAP )
Penggunaan ventilator pada pasien di ICU merupakan hal yang
paling penting dalam menangani pneumonia nosokomial. Prevalensi
terjadinya pneumonia sebesar 3% per hari, yang merupakan angka
kejadian fatal yang tinggi yang dihubungkan dengan Ventilator
associated Pneumonia. Mikroorganisme berkolonisasi di saluran
pernafasan bagian atas dan bronchus dan menyebabkan infeksi pada
paru, atau disebut sebagai pneumonia. Diagnosa pneumonia
berdasarkan gejala klinis dan radiologi, sputum purulen serta timbulnya
demam.
4. Bakteremia nosokomial ( BSI )
Tipe infeksi nosokomial ini merupakan proporsi kecil dari infeksi
nosokomial (sekitar 5 %), tetapi angka kejadian fatalnya tertinggi.
Infeksi mungkin dapat terlihat pada tempat masuknya alat intravaskular
atau pada subkutaneus dari pemasangan kateter. Faktor resiko yang
utama dalam mempangaruhi infeksi nosokomial ini adalah lamanya
kateterisasi, level aseptik dan pemeliharaan yang berlanjut dari kateter.
5. Infeksi nosokomial lainnya.
Jenis infeksi nosokomial yang disebutkan berikut merupakan dalam
peringkat ke empat dalam frekuensi terjadinya di rumah sakit :
 Infeksi pada kulit dan jaringan lunak, misalnya luka terbuka (luka
bakar dan luka akibat berbaring lama).
 Gastroenteritis merupakan infeksi nosokomial tersering pada anak-
anak, dimana penyebabnya terbanyak adalah rotavirus. Penyebab
seringnya terjadi gastroenteritis pada orang dewasa adalah
Clostridium difficile, sebuah bakteri yang sering terdapat pada
negara berkembang.
 Sinusitis dan infeksi saluran cerna lainnya seperti infeksi pada mata
dan konjungtiva.
 Endometritis dan infeksi lainnya dari organ reproduksi setelah
melahirkan.

C. Etiologi Infeksi Nosokomial


1. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia
rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam
mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena
banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada :
 karakteristik mikroorganisme,
 resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
 tingkat virulensi,
 dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit
dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau
disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih
disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak
steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan
disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada
manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit
pada orang normal, (Ducel, 2001).
2. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia
yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi
tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat
menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang
rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling
banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri
patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik
maupun endemik. Contohnya :
 Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan
gangrene
 Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit
di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru,
pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah
resisten terhadap antibiotika.
 Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia
coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali
ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi
di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram
negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi
di rumah sakit.
 Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka
bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
3. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai
macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan
dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial
virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak
tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV
ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute
penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi
gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari
darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan
varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan (Wenzel, 2002)
4. Parasit dan jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan
mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit
dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus
spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
5. Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan
infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas,
infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus
dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam,
diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi
kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan
kimiawi.

D. Manifestasi Klinis
Kejadian dan jenis infeksi nosokomial berbeda-beda sesuai dengan
tempat peralatan dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien, seperti :
 Pemakaian infus dan kateter yang btidak mengindahkan antisepsis dapat
menyebabkan komplikasi kanulasi intravena.
 Infeksi saluran kemih pasca operasi ginekologi.
 Infeksi luka operasi dan infeksi luka bakar.
 Infeksi bakteri gram (-) diruang rawat intensif dapat menyebabkan
pneumoni.
E. Transmisi/Proses Penularan Infeksi Nosokomial
a. Kontak
1. Kontak langsung
Transmisi mikroorganisme langsung permukaan tubuh ke
permukaan tubuh. Contoh transmisi ini yaitu, memandikan pasien,
membalikkan pasien, dapat terjadi diantara dua pasien.
2. Kontak Tidak Langsung
Kontak dengan orang melalui peralatan yang terkontaminasi.
Contoh treansmisi ini yaitu, jarum, alat dressing, dan sarung tangan
tidak diganti dianatara pasien.
b. Droplet (Percikan)
Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang berasal
dari orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui udara menetap/tinggal
pada konjuctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena. Ukuran
partikel lebih dari 5 mikron. Contoh transmisi ini yaitu, Terjadi ketika
batuk, bersin, dan saat melakuakan tindakan khusus, seperti saat
melakukan pengisapan lendir, dan tindakan bronkoskopi.
c. Airbone (melalui udara)
Transmisi terjadi ketika menghirup udara yang mengandung
mikroorganisme patogen. Ukuran partikel kurang dari 5 mikron.
Contoh transmisi ini yaitu, mikroorganisme yang ditransmisi melalui
udara adalahvirus Mycrobacterium tuberculosis, Legionella, Rubeola,
dan varicella.
d. Common Vehicle
Transmisi mikroorganisme patogen melalui objek/ benda mati. Contoh
transmisi ini yaitu, makanan, minuman, alat kesehatan, dan peralatan
lain yang terkontaminasi.
e. Vectorborne
Tansmisi mikroorganisme melalui vector. Contoh transmisi ini yaitu,
nyamuk, lalat, tikus, serangga lainnya.

F. Penatalaksanaan Infeksi Nosokomial ????????????


G. Pecegahan infeksi nososkomial
Cara paling efektif untuk mengurangi infeksi nosokomial adalah
petugas rumah sakit diwajibkan untuk mencuci tangan secara rutin. Selain
itu, mereka diharapkan memakai kain dan sarung tangan pelindung saat
bekerja dengan pasien. Pihak rumah sakit juga diharapkan untuk
mengontrol dan mengawasi kualitas udara di dalam rumah sakit.
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah
penularan infeksi nosokomial adalah:
 Mencuci tangan
Mencuci tangan secara rutin adalah tindakan terpenting untuk mencegah
penularan infeksi nosokomial, karena mampu mengurangi risiko
penularan mikroorganisme kulit dari satu orang ke orang lainnya.
 Kebersihan ruangan
Kebersihan permukaan ruangan rumah sakit terkadang diremehkan,
namun penting. Metode kebersihan modern mampu membasmi virus
influenza, gastroenteritis, bakteri MRSA secara efektif.
 Sistem isolasi
Sistem isolasi berfungsi untuk mencegah penyebaran organisme
penyakit ke bagian lain di dalam rumah sakit. Khususnya diberlakukan
pada pasien yang berisiko menularkan infeksi mereka.
 Sterilisasi alat medis
Para staf rumah sakit juga harus mensterilkan peralatan medis dengan
cairan kimia, radiasi ion, pengeringan, atau penguapan bertekanan,
untuk membunuh semua mikroorganisme.
 Penggunaan sarung tangan
Selain mencuci tangan, penting bagi staf rumah sakit untuk
menggunakan sarung tangan. Supaya risiko penularan mikroorganise
kulit semakin kecil.
 Lapisan antimikroba
Untuk meminimalisir risiko berkembangnya bakteri, ada baiknya
memilih perabotan dari bahan yang bisa mengurangi risiko
berkembangnya bakteri seperti tembaga atau perak
CDC identifying HAIs 2014.
WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care First Global Patient Safety
Challenge.
Sumber : Betty Bea Septiari (2012) Infeksi Nosokomial . penerbit nuha medica .
Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 3.5th ed. Jakarta Interna Publishing, 2009.p. 29062910
Sumber : Kurniadi, H. (1993) Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra
Keluarga Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.

Anda mungkin juga menyukai