Anda di halaman 1dari 14

Thalassemia

Talasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut dan haema
adalah darah. Dimaksudkan dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena
penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.
Talasemia (bahasa Inggeris : thalassaemia) adalah penyakit kecacatan darah.
Talasemia merupakan keadaan yang diwarisi dari keluarga kepada anak. Kecacatan
gen menyebabkan hemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak normal.

Menurut Bulan (2009) Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia


hemolitik yang diturunkan secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal,
akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot
atau compound heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai
thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi
untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Menurut Krishnan (2013) thalassemia
adalah kelainan darah bawaan yang ditandai oleh kurang hemoglobin dan sel darah
merah lebih sedikit dalam tubuh Anda dari biasanya. Hal itu adalah anak mewarisi
penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik. Ada tidak adanya atau berkurangnya
produksi hemoglobin. Ada dua tipe dari thalasemia alpha atau beta tergantung pada
globin rantai dipengaruhi oleh mutasi genetik atau penghapusan. thalassemia ditandai
dengan anemia severa, retardasi pertumbuhan, gangguan tulang, dan kelebihan zat
besi, kelainan jantung dan endokrin yang memotong pendek kehidupan pasien yang
terkena.
Menurut Khalilullah thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada
penderita thalasemia, hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis).
Penghancuran terjadi karena adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai
globin. Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (komponen darah). Talasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Gambar 1.1 Sel adrah merah penderita thalasemia
www.positivemed.com
Menurrut Darmono Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan yang
menyebabkan gangguan pada system pembentukan sel darah merah. Gangguan
genetic tersebut terjadi akibat dari penurunan laju sintesis rantai globin yang normal
yang menyebabkan tidak stabilnya transport oksigen kedalam jaringan. Sel darah
merahnya sendiri cenderung rapuh dan mudah pecah sehingga menyebabkan anemia.
Secara geografis penyakit ini banyak menyerang pada orang yang hidup di daerah laut
Mediterranian, dimana thalassemia dari asal kata “Thalassa” dalam bahasa Yunani,
yang artinya adalah laut dan “Haimia” yang artinya darah. Thalassemia dapat terjadi
pada semua populasi penduduk dan kelompok etnis, walaupun prevalensinya sangat
bervariasi diantara populasi tersbut. Diperkirakan prevalensi penyakit sekitar 16%
terjadi pada penduduk Cyprus, 3-14% di Thailand, dan sekitar 3-8% terjadi pada
populasi penduduk India, Pakistan, Bangladesh dan China. Prevalensi juga banyak
terjadi pada orang keturunan Amerika Latin, Negara-negara Caribia dan Mediterrania
(mis: Spanyol). Prevalensi terkecil terjadi pada penduduk Afrika (0,9%) dan Eropa Utara
(0,1%).
Menurut Bhagat (2012) thalassemia adalah sekelompok penyakit warisan, yang
ditandai dengan genetiknya cacat sintesis hemoglobin. Thalassemia adalah penyakit
autosomal recensive dan muncul tanda-tanda untuk anak, kedua orang tua harus
menjadi pembawa penyakit ini.
Thalasemia merupakan kelainan genetika karena rendahnya pembentukan
hemoglobin. Hal ini mengakibatkan kemampuan eritrosit untuk mengikat oksigen
rendah. Thalassemia diakibatkan ketidakberesan sintesis salah satu rantai globin, yaitu
kesalahan transkripsi mRNA dalam menerjemahkan kodon untuk asam amino globin.
Talasemia adalah salah satu jenis anemia hemolitik dan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. 6 –
10 dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari
mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat
adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia dan 25% kemungkinan
bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak – anak usia 0 – 18
tahun.
B. Penyebab Thalasemia
Menurut Khailullah hemoglobin orang dewasa terdiri dari HbA yang merupakan
98% dari seluruh hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi baru
lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita
thalasemia kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah
sehingga eritrosit lebih cepat lisis. Akibatnya penderita harus menjalani tranfusi darah
seumur hidup. Selain transfusi darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron
Chelating Agent) yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan besi dalam
tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk pada beberapa
jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal yang merupakan
komplikasi kematian dini.
Menurut Anira ada beberapa penyebab terjadinya penyakit thalasemia antara
lain:
1. Gangguan genetik
Orang tua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit talasemia sehingga klien
memiliki gen resesif homozygote.
2. Kelainan struktur hemoglobin
Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan
sintesis rantai beta).
3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 100 hari)
5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung HbS melewati sirkulasi lebih lambat apabila
dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan
tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.
Gambar 1.3 Penderita Thalasemia yang terjadi karena beberapa penyebab
C. Macam-Macam Thalasemia
Menurut Sumantri Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter
yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia
alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika
hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi
tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Darah manusia dewasa merupakan campuran dari beberapa tipe hemoglobin.
Hemoglobin yang terbanyak (HbA) terdiri dari dua rantai alfa dan beta, rantai-rantai ini
dikodekan oleh 4 lokus gen alfa dan 2 beta. Hemoglobinopati merupakan kelainan
automsomal resesif dari gen-gen ini. Lebih dari 600 variasi yang berbeda telah
digambarkan dan mereka dapat memengaruhi baik struktur Hb (kelainan varian seperti
sel sabit) atau mengurangi kuantitas rantai beta atau alfa hemoglobin (thalassemia).
1. Macam-macam thalassemia berdasarkan jenis rantai globin yang terganggu
Menurut Sumantri Thalassemia dinamakan sesuai dengan rantai yang
mengalami defisiensi, yakni alfa atau beta atau thalasemia digolongkan bedasarkan
rantai asam amino yang terkena. 2 jenis yang utama adalah Alfa-thalassemia
(melibatkan rantai alfa) dan Beta-thalassemia (melibatkan rantai beta).
a. Thalassemia Alfa
Menurut Sumantri Kekurangan atau tidak adanya sintesa Globin α.
Kelainan rantai alfa disebabkan oleh karena delesi gen, sedangkan rantai beta
disebabkan oleh alel nondelesional dan sudah ditemukan lebih dari 100 kelainan.
Secara klinis, keadaan yang berat timbul bila terjadi kelainan pada kedua gen atau
pada 3 sampai 4 rantai alfa. Darah manusia dewasa umumnya mengandung 2,6%
HbA2 (α2δ2) yang merupakan hemoglobin residual dan juga sejumlah Hb fetal (HbF,
α2γ2) pada tiga bulan pertama kehidupan. Kedua hemoglobin ini tidak mengandung
rantai beta, sehingga keberadaan mereka pada usia yang lebih tua dapat membantu
diagnosis adanya hemoglobinopati.
Penyakit ini melibatkan gen HBA1 dan HBA2, yang diturunkan menurut
hukum Mendel yaitu autosoma resesif. Kelainan tersebut juga erat hubungannya
dengan hilangnya (deletion) dari kromosom 16p. Alfa thalassemia mengakibatkan
terjadi penurunan produksi α-globin, tetapi penurunan α-globin menyebabkan
peningkatan β globin pada orang dewasa dan peningkatan rantai γ pada bayi yang baru
lahir. Kelebihan rantai β dari tetramer yang tidak stabil (disebut hemoglobin H)
menyebabkan terjadianya disosiasi kurva oksigen.
Menurut Darmono ada empat genetic loci untuk α-globin, yaitu dua
berasal dari ibunya dan dua lainnya dari ayahnya. Bilamana loci tersebut hilang atau
terganggu karena terjadi mutasi, penyakit akan menjadi lebih parah, yang ditandai
dengan dengan timbulnya gejala penyakit.
1) Bila semua (empat) loci tersebut terpengaruh akan menyebabkan fetus tidak dapat
hidup lagi diluar uterus, dimana hampir semua bayi mati begitu dilahirkan dengan gejala
“hydrops fetalis”. Bilamana bayi tersebut dapat hidup saat lahir, segera akan meninggal
setelah dilahirkan. Bayi-bayi tersebut menunjukkan gejala edematous dan hanya sedikit
ditemukan hemoglobin dalam darahnya dan Hb tersebut mengandung rantai γ-
tetramerik (hemoglobin Bart). Biasanya hal tersebut menunjukkan keturunan homozigot
resesif dari α-thalassemia tipe 1.
2) Bila tiga loci yang terkena, mengakibatkan penyakit yang disebut “Hemoglobin H
disease”. Ditemukan ada dua bentuk hemoglobin yang tidak stabil didalam darah, yaitu
hemoglobin Barts (rantai tetramerik γ ) dan hemoglobin H (rantai tetramerik β ). Pada
pemeriksaan ulas darah tepi terlihat adanya gejala anemia mikrositik hipokromik dan
presipitasi dari HbH (Heinz bodies). Penyakit ini baru terdeteksi pada masa kanak-
kanak atau pada awal masa kedewasaan, pada saat diketahui adanya anemia dan
splenomegali (pembesaran limpa). Hal tersebut biasanya disebabkan karena adanya
kombinasi keturuanan dari komponen hetero zigots dari α-thalassemia tipe 1 dan tipe 2.
3) Bila dua dari 4 loci yang terkena maka seseorang menjadi α-thalassemia karier atau
thalassemia tipe 1, dimana dua α-loci dapat memproduksi darah mendekati normal
pada system hematopiesisnya, walaupun masih sedikit ditemukan gejala anemia
mikrositik hipokromik yang ringan. Pada penduduk keturunan Afrika, prevalensinya
cukup tingg 30%, dimana ditemukan delesi (hilangnya) satu dari dua loci α dari
kromosom. Penyakit tersebut kadang dikelirukan dengan penyakit defisiensi Fe,
sehingga bila diberikan tambahan Fe akan tidak ada pengaruhnya. Ada dua bentuk α
thalassemia tipe 1, yaitu delesi cis dari dua α loci pada kromosom yang sama, lainnya
delesi trans dari gen allele kromosom homolog (kromosom no 16).
4) Bila hanya satu dari empat α-loci terkena, α-minor atau α+pembawa thalassemia
atau α- pembawa thalassemia tipe 2, pengarunhnya minimal atau ringan. Tiga loci α-
globin sudah cukup untuk memproduksi hemoglobulin normal dan penderita tidak
mengalami anemia atau hipokhromia, mereka disebut α-thalassemia karier atau
pembawa thalassemia.
Menurut Anira pada thalasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai
alfa globulin dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari
kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang
tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta
yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia
alfa sendiri memiliki beberapa jenis antara lain:
1) Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts.
Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa dan janin yang sangat
anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan meninggal beberapa jam
setelah kelahirannya atau dapat juga janin meninggal dalam kandungan pada minggu
ke 36 – 40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar
Hb adalah 80 – 90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
2) Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik
mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi
dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
3) Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi
penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
4) Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.
Gambar 1.4 Gambar dari Globin alpa dan Beta pada Hemoglobine dan penderita
thalassemia alfa maka tidak bisa mensintesis rantai globin alfa
b. Thalassemia beta
Menurut Sumantri kekurangan atau tidak adanya sintesa globin β.
Thalassemia beta heterozigot merupakan kelainan asimptomatik, mempunyai anemia
hipokrom mikrositik dengan MCH dan MCV rendah serta memiliki kadar HbA2 dua kali
normal. Thalassemia beta homozigot, atau mereka yang mewarisi gen thalassemia beta
yang berbeda dari kedua orang tua, biasanya mengalami anemia berat dalam tahun
pertama kehidupan. Keadaan ini dihasilkan dari kekurangan rantai globin beta,
kelebihan rantai alfa yang dipresipitasi ke dalam prekursor sel darah merah
menyebabkan kerusakan sel tersebut, baik dalam sumsum tulang ataupun pembuluh
darah perifer. Hipertrofi dari sumsum tulang yang tidak efektif menyebabkan perubahan
skeletal dan juga hepatosplenomegali yang bervariasi. Kadar HbF selalu meningkat.
Pada saat anak-anak ini diberikan transfusi, sumsum tulang dapat dihentikan
produksinya, sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Meskipun
demikian, mereka dapat mengakumulasi besi dan dapat meninggal kemudian oleh
karena kerusakan miokardium, pankreas atau hati. Mereka juga mengalami kerentanan
terhadap infeksi dan menderita defisiensi asam folat. Bentuk-bentuk thalassemia beta
yang lebih ringan (thalassemia intermedia), walaupun tidak selalu tergantung pada
transfusi, terkadang juga dikaitkan dengan perubahan tulang, anemia, ulkus tungkai
bawah dan gangguan pertumbuhan yang sama.
Menurut Darmono Beta-thalassemia terciri dengan berkurangnya sinthesis
hemoglobin rantai beta, yang dapat mengakibatkan gejala anemia mikrositik
hipokhromik, yaitu ketidak normalan sel darah tepi. Pada gambaran ulas darah terlihat
adanya sel darah merah yang bernukleus dan menurunnya jumlah hemoglobin A (HbA)
pada analisis Hb dan meningkatnya hemoglobin F (HbF) setelah umur 12 bulan.
Penderita akan mengalami anemia yang yang parah dan hepatosplenomegali
(bembengkakan hati dan limpa). Uji genetic dengan identifikasi keberadaan rantai beta
globin (HBB) sangat berguna untuk mempridiksi atau diagnosis dini untuk mengetahui
timbulnya penyakit sebelum terjadi gejala pada suatu keluarga yang mempunyai resiko
menderita penyakit ini (prenatal diagnosis).
Penderita β-thalassemia adalah penyakit yang diturunkan dari gen
autosoma resesif. Dimana seseorang yang menderita thalassemia mendapat
kemungkinan 25% dari orang tua yang karier (heterozigot).
Setiap individu mempunyai dua allele β-globin, yaitu satu dari ibunya dan
satu dari ayahnya, sehingga ada dua kemungkinan mutasi dari kedua allele tersebut
yang dapat menyebabkan penyakit thalassemia yaitu:
1) Jika kedua allele mengalami mutasi, gejala yang terlihat adalah anemia hipokhromik
mikrositik, disebut juga β-thalassemia major. Bila tidak diobati penderita akan
meninggal sebelum umur 20 tahun. Pengobatan yang dilakukan adalah transfuse darah
secara periodic, splenektomi bila terjadi splenomegali dan usaha pengurangan Fe bila
terjadi kelebihan Fe akibat transfuse darah. Kesembuhan dapat diusahakan dengan
transplatasi sumsum tulang.
2) Bila hanya satu allele mengalami mutasi, gejala yang terlihat adalah anemia
mikrositik ringan, disebut juga β-thalassemia minor atau β-thalassemia karier/pembawa.
Gejala yang terlihat adalah kelemahan, fatigue dan pada kebanyakan kasus biasanya
tanpa gejala apa-apa. Penderita β-thalassemia minor ini bahkan mengabaikan bahwa
dia adalah pembawa penyakit atau menderita gangguan ini. Deteksi dilakukan dengan
menghitung MCV (Tabel 3.3) yang memperlihatkan penurunan sedikit dari MCV
tersebut.
3) Thalassemia intermedia, adalah kondisi dimana penderita menunjukkan gejala
diantara thalassemia major dan minor. Penderita dapat bertahan hidup normal tetapi
kadang perlu mendapatkan transfusi darah, terutama bila ia merasakan sakit ataupun
waktu hamil, hal ini benar-benar sangat bergantung pada saat-saat ia menderita
anemia.
Secara genetic penyebab β-thalassemia sangat bervariasi dan beberapa
jenis mutasi gen dapat menyebabkan menurun atau tidak terjadinya sintesis β-globin.
Biasanya tanda superskrip 0 (β0)dan +(β+) menunjukkan ada tidaknya sintesis β-globin
tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk kelainan genetic yang menyebabkan β-
thalassemia yaitu: 1) Bentuk non-delesion: Kelainan genetic ini biasanya melibatkan
substitusi basa tunggal atau delesi kecil atau penyisipan dekat atau diatas gen β-globin.
Yang paling sering adalah mutasi terjadi di daerah promoter dari gen β-globin. 2)
Bentuk delesion: Delesi dari beberapa nukleotida yang berbeda yang melibatkan gen β-
globin menyebabkan gejala yang berbeda pula seperti pada (β0) atau herediter
persisten dari fetal hemoglobin syndromes.
Variasi klinis dari thalassemia beta yang dinamakan thalassemia
intermedia berada diantara spektrum thalassemia mayor dan pembawa sifat
asimptomatik. Sindrom ini meliputi kelainan-kelainan dengan spektrum disabilitas yang
luas, pada sisi yang berat pasien dapat datang dengan anemia lebih lambat
dibandingkan dengan thalassemia beta tergantung transfusi dan hanya mampu
memertahankan hemoglobin kurang lebih 6 g/dL tanpa transfusi. Hasil studi mengenai
thalassemia intermedia terkait dengan waktu transfusi darah pertama. Meskipun
demikian pasien-pasien ini akan memiliki gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Sedangkan pada sisi lain spektrum pasien-pasien ini mampu memertahankan keadaan
asimptomatik sampai usia dewasa dan tidak membutuhkan transfusi, dengan kadar
hemoglobin dapat setinggi 10 – 12 g/dL. Semua variasi derajat keberatan intermedia
dapat diamati, beberapa pasien bahkan dapat hanya terganggu oleh karena
hipersplenisme.

2. Macam-macam thalassemia secara klinis


a. Talasemia Mayor
Merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel – sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, sehingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita talasemia mayor akan tampak normal saat lahir,
namun di usia 3 – 18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga
bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.
Penderita talasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada
umumnya, mereka harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidupnya.
Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan
sekitar 1 – 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi – lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, maka sering pula
si penderita harus menjalani transfusi darah.

Gambar 1.5 Penderita thalassemia mayor

b. Talasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit talasemia, namun individu hidup normal,
tanda – tanda penyakit talasemia tidak muncul. Walaupun talasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan talasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menderita talasemia mayor. Pada garis keturunan
pasangan ini akan muncul penyakit talasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.
Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.
Talasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tetapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Gambar 1.6 Contoh silsilah keluarga pederita thalasemia

D. Pencegahan dan Pengobatan Thalassemia


1. Pencegahan
Menurut Oswari untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang
akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya
maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari
talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Cara memcegahnya antara lain:
a. Menghindari makanan yang diasinkan
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau
diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di
dalam tubuh.
b. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan
terapi utama bagi orang – orang yang menderita talasemia sedang atau berat. Transfusi
darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan
hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus
dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus
untuk penderita beta talasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali
saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta talssemia mayor (cooley’s anemia)
harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali)
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.
Menurut Bhaghat (2012) tujuan dari transfusi meliputi koreksi anemia,
penindasan eritropoiesis dan penghambatan penyerapan zat besi gastrointestinal. Pada
pasien dengan kelebihan zat besi melebihi kapasitas pengikatan besi total transferin
dan non transferin terikat besi yang menyebabkan toksisitas jaringan yang mengarah ke
peningkatan peroksidasi lipid dengan konsumsi berikutnya antioksidan.

Gambar 1.7 Penderita thalasemia sedang melakukan transfusi darah


c. Terapi khelasi besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila
melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi
dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung dan organ – organ lainnya. Untuk
mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat
besi dari tubuh.
d. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel – sel
darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan
transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
e. Diet thalssemia
Menurut Krishnan (2013) Penyebab anemia pada pasien thalasemia berbeda
dari orang-orang yang menderita anemia defisiensi besi. Oleh karena itu, makan
makanan yang kaya zat besi atau mengambil suplements besi tidak akan
memperlakukan thalasemia. sebaliknya, seperti dijelaskan di atas, mereka yang pergi
melalui transfusi darah sebagai pengobatan untuk thalasemia berat dapat memiliki
tingkat zat besi berlebih yang berbahaya bagi tubuh karena kelebihan zat besi dalam
tubuh, ada risiko yang lebih tinggi dari demage oksidatif . sebagai hasilnya, pasien
thalasemia disarankan untuk menghindari makanan yang kaya zat besi, seperti bayam,
daging sapi, babi, domba, hati, dan kacang kering.

2. Pengobatan
Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah
transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell). Pada tahun
2009, seorang penderita talasemia dari India berhasil sembuh setelah memperoleh
donor sumsum tulang belakang dari adiknya tapi akibatnya adiknya mengalami
kelumpuhan total setelah melakukan tranplantasi tersebut dan adiknya juga mengalami
amnesia parsial. Sehingga Ia meninggal pada tahun 2011 karena tranplantasi tersebut.
Ini bukan berarti pendonor akan meninggal setelah tranplantasi, kemungkinan yang
paling pasti adalah pendonor akan mengalami amnesia parsial jika kadar kecocokan
sumsum tulang belakang lebih dari 50% sedangkan jika kurang dari 50% akan
mengalami kelumpuhan. Berbeda dengan mereka yang merupakan saudara satu
kandung, resiko yang akan didapat adalah menderita amnesia parsial dan juga
mengalami kelumpuhan total. Menurut Krishnan (2013) Ketika limpa menjadi terlalu
aktif dan mulai menghancurkan sel darah merah, transfusi menjadi kurang efektif . Hal
ini menjadi perlu untuk mengambil limpa keluar disebut splenektomi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara
autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan
pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau compound
heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor
yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan
kualitas hidupnya.
2. Penyebab terjadinya penyakit thalasemia antara lain karena gangguan genetik,
kelainan struktur hemoglobin, Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida
terganggu, terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek
(kurang dari 100 hari) dan deoksigenasi (penurunan tekanan O2).
3. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Secara molekuler thalasemia dibedakan atas thalasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan minor.
4. Upaya untuk mencegah terjadinya thalasemia pada anak, pasangan yang akan
menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun
melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Contoh upaya yang dilakukan adalah
transfusi darah yang bertujuan dari transfusi meliputi koreksi anemia dan
penghambatan penyerapan zat besi gastrointestinal. Pada pasien dengan kelebihan zat
besi melebihi kapasitas pengikatan besi total transferin dan non transferin terikat besi
yang menyebabkan toksisitas jaringan yang mengarah ke peningkatan peroksidasi lipid
dengan konsumsi berikutnya antioksidan. Dua cara yang dapat ditempuh untuk
mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel
punca (stem cell).

Anda mungkin juga menyukai