Anda di halaman 1dari 5

Resume 3 : Teori Belajar dan Landasan Filosofis: Behaviorisme (diawali dengan

Pengertian Belajar dan Pembelajaran); Kognitivisme dan Konstruktivisme;


Humanisme dan Revolusi sosio-kultural

Belajar
Menurut Skinner, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara progresif, dan kegiatan belajar dapat mendatangkan hasil
optimal bila diberi reinforce. Menurut paham behaviorisme, timbulnya tingkah laku
belajar karena adanya hubungan antara stimulus dan respon. Menurut Soesilo (2015),
terdapat beberapa istilah esensial dalam memahami proses belajar, antara lain:
Processs : Kegiatan belajar bukan merupakan suatu kegiatan yang langsung
mendapatkan sesuatu hasil yang diinginkan, tetapi merupakan kegiatan yang harus
melalui suatu tahapan.
Perubahan Perilaku: Perubahan perilaku merupakan tujuan akan dicapai sebagai hasil
dari kegiatan belajar.
Relatively Permanent: Relatively permanent merupakan suatu perubahan pada individu
yang telah melakukan kegiatan belajar.
Responses Potentiality: Setiap individu yang melakukan belajar selalu memiliki
kemampuan merespon dengan adanya stimulus.
Reinforced atau penguatan: perlu diberikan kepada si pelaku belajar sehingga melalui
penguatan tersebut perilaku yang diharapkan akan dilakukan kembali.
Practise: Practise atau latihan juga perlu diberikan kepada orang yang melakukan
belajar. Tanpa adanya latihan yang terus menerus maka si pembelajar sulit mencapai
sesuatu yang diharapkan.
Definisi Pembelajaran
Proses pembelajaran senantiasa diarahkan pada tercapainya tujuan sesuai
dengna isi kurikulum. Oleh karena itu, guru seyogyanya merencanakan kegiatan
pembelajarannya dengan seksama dan sistematis terhadap berbagai pengalaman belajar
yang memungkinkan perubahan perilaku peserta didik sesuai dengan apa yang
diharapkan

Teori Belajar
Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorime merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang perilaku
belajar individu hanya dari sisi fenomena yang tampak kasatmata atau jasmaniah dan
mengabaikan aspek-aspek mental. Aliran behaviorisme tidak mengakui bahwa dalam
belajar melibatkan minat, emosi, dan perasaan individu. Menurut paham behaviorisme
belajar semata-mata melatih reflek-refleks sedemikian rupa dengan adanya stimulus-
respon sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu (Soesilo, 2015).
Teori Classical Conditioning (Pembiaaan Klasik) Menurut Ivan Pavlov
Teori classical conditioning dikembangkan melalui eksperimen oleh Ivan Pavlov
yang menggunakan anjing sebagai eksperimen. Si anjing diukur air liurnya ketika
dikombinasi antara pemberian makan dengan bunyi bel. Dalam eksperimennya pada
tahap sebelum eksperimen, pemberian makan saja tanpa diikuti stimulus lain
merupakan suatu kejadian yang bersifat alamiah. Oleh karena itu, pemberian makan
saja disebut Unconditioning Stimulus (UCS), dan air liur keluar akibat pemberian
makan itu saja disebut Unconditional Respons (UCR). Jika anjing diberikan respon saja
disebut Conditioning Stimulus (CS) maka tidak ada respon, atau tidak mengeluarkan
air liur.
Teori Operant Conditioning Menurut B.F Skinner
Operan Conditioning dilakukan oleh skiner melalui eksperimen yang
menggunakan seekor tikus dalam “Skiner Box”, yakni tikus dimasukkan ke dalam box.
Ketika dimasukkan ke dalam box, terjadi emitted behavior (tingkah laku yang
terpancar) yang tanpa sengaja menekan pengungkit dan dapat memunculkan reinforcer.

Teori Belajar Kognitivisme


Pengertian luas cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Isme berarti sebuah aliran, paham. Dalam pekembangan selanjutnya,
kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi
manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi
setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir, dan keyakinan.
Tokoh Kognitivisme
Dalam teori belajar kognitivisme dikenal beberapa tokoh terkenal antara lain Piaget,
Bruner dan Ausubel.
1) Teori Piaget
Piaget adalah serang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran parapakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang, maka makin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula
kemampuannya.
2) Teori Perkembangan Belajar Menurut Brunner
a) Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam
menganggapi suatu rangsangan.
b) Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan
informasi secara realis.
c) Perkembangan intelelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada
diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa
yang telah dan akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada
diri sendiri.
d) Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e) Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena merupakan alat komunikasi
antara manusia. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan dan memahami
suatu konsep.
f) Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan
beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat
memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi
3) Teori Belajar Bermakna Menurut Ausubel
Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa
perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang
telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsepsi ini adalah Ausubel.
Advance organizer yang juga dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan
konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan
advance organizer sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi
atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya
dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.

Teori Belajar Konstruktivisme


Menurut Piaget dan Vigotsky, kontruktivisme adalah perubahan kognitif hanya
terjadi jika konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses
keseimbangan dalam upaya memperoleh informasi baru, selain itu pendekatan ini juga
menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar. Dalam proses pembelajarannya
Piaget dan Vigotsky menyarankan dibentuk kelompok kecil dengan anggota yang
hiterogen untuk mengupayakan terjadinya perubahan pengertian atau belajar.
1) Kelebihan Pembelajaran Konstruktivisme
- Lebih berfikir.
- Lebih paham
- Lebih ingat
- Lebih yakin
- Lebih menyenangkan
- Interaksi sosial
2) Kekurangan Pembelajaran Konstruktivisme
a. Guru merasa bahwa tidak mengajar.
b. Persoalan yang diajukan dalam pembelajaran secara konstruktivisme dianggap
tidak realistis.
c. Guru merasa bahwa penyampaian mereka tidak penting lagi.
d. Guru yang menggunakan cara mengajar dengan pendekatan konstruktivisme
memerlukan profesionalisme serta dukungan dari pihak sekolah.

Teori Belajar Humanisme


Teori humanistik atau psikologi humanistik merupakan suatu pendekatan yang
memfokuskan pada keunikan dan aktualisasi diri manusia melalui pengalaman dan
tingkah laku (Budiningsih, 2005). Tujuan belajar pada teori ini adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan
keterampilan mengembangkan diri menjadi fokus utama dalam model pendidikan
humanistik.
Aplikasi Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, meliputi pendidik yang lebih
mengarahkan peserta didik untuk berpikir mandiri dan memaknainya sendiri,
mementingkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh peserta didik dalam
pembelajaran, serta mengoptimalisasikan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam
proses belajar. Teori humanistik menuntut pendidik harus mampu untuk
mengimplementasikan metode pembelajaran yang interaktif, mampu menyusun dan
menyajikan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, mampu membantu
peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensinya, mampu memfasilitasi
personalisasi informasi dan pengalaman, serta mampu melibatkan perasaan (emosional)
peserta didik dalam proses belajar sehingga tercipta suasana belajar yang nyaman dan
kondusif guna tercapainya tujuan pembelajaran yang menitikberatkan pada proses
belajar.

Teori Belajar Revolusi Sosial Kultural


Teori ini mengemukaan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang
terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari
individu itu sendiri (Budiningsih, 2005). Konsep-konsep yang penting dalam teori ini
yaitu genetic law of development, zone of proximal development, dan mediasi mampu
membuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya
dan sejarahnya. Dalam teori revolusi sosio-kultural, perolehan pengetahuan dan
perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sociogenesi, artinya dimensi
kesadaran sosial bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder. Oleh
sebab itu, anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensinya
melalui kegiatan belajar dan berkembang.
Aplikasi Teori Sosio Kultural
1. Pendidikan Informal (Keluarga) : Pendidikan peserta didik dimulai dari
lingkungan keluarga, dimana peserta didik pertama kali melihat, memahami,
mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu,
perkembangan perilaku masing-masing peserta didik akan berbeda manakala
berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi
perkembangan peserta didik dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat
pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga
dan sebagainya.
2. Pendidikan Nonformal : Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak
bermunculan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku pada
peserta didik, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk
membekali peserta didik hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial
masyarakatnya.
3. Pendidikan Formal : Aplikasi teori sosiokultural pada pendidikan formal dapat
dilihat dari beberapa segi antara lain:
Kurikulum. Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan
kurikulum pendidikan sesuai dengan Permendikbud No. 20, 21, 22, dan 23
tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses,
dan Standar Penilaian, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap kepada peserta didik untuk
mempelajari sosiokultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat
internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di
antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal,
kesenian, dan olah raga.
Siswa. Dalam pembelajaran K13 yang berbasis keaktifan, peserta didik
mengalami pembelajaran bermakna dengan terlibat langsung dalam proses
belajar. Oleh sebab itu, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap bukan
sesuatu yang verbal tetapi peserta didik mengalami pembelajaran secara
langsung. Selain itu, pembelajaran memberikan kebebasan peserta didik untuk
berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai
kompetensi inti yang telah ditetapkan.
Guru. Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran
lebih berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer
pembelajaran dan tutor. Oleh karena itu, dalam pembelajaran ini peran aktif
siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum
muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran,
bimbingan kemandirian belajar, dan belajar kooperatif.

Anda mungkin juga menyukai