Anda di halaman 1dari 26

TUGAS FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

ANTI ARITMIA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

NAMA : SAIPUL MAULANA (G 701 15 020)

PUTRI AGESTI INDARAFANTI (G 701 15 267)

SRI RAHAYU AULIA (G 701 15 187)

NURWANDIANSA PUTRI (G 701 15 055)

ADLIAN ANGGRAINI S (G 701 15 147)

KELAS :E

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
BAB I

LATAR BELAKANG

I.1 Latar Belakang


Jantung dapat diibaratkan sebagai suatu organ dengan empat rongga. Di
sebelah kanan, darah masuk dari pembuluh tubuh ke dalam serambi (atrium),
dipompa ke bilik kanan (ventrikel), dan lalu ke paru-paru, darah yang kaya
oksigen dikembalikan ke serambi kiri, yang memompanya ke dalam bilik kiri
dan seterusnya melalui aorta ke semua organ tubuh (sirkulasi besar).
Kontraksi myocard diatur oleh aliran listrik kecil. Di dinding serambi kanan
terdapat suatu “pacemeker” alami (simpul sinus), yang secara teratur
melepaskan arus listrik kecil.

Sel-sel pacemaker ini berbeda dengan sel myocard yang


memperlihatkan depolarisasi spontan, lambat pada waktu diastole (Fase 4)
disebabkan karena arus positif masuk yang dilakukan oleh alirn kalsium.
Impuls ini menjalar melalui kedua serambi, tetapi tidak bisa mencapai bilik,
karena antara kedua serambi dan kedua bilik terdpat suatu lapisan isolasi.
Impuls dapat melalui batas ini ke bilik hanya di satu tempat, yakni di simpul
AV (atrio-ventikuler). Di sini arus ditahan sekadar sampai bilik terisi penuh
dengan darah secara optimal, sehingga dicapai fungsi pompa yang seefisien
mungkin. Impuls lalu menjalar dengan cepat melalui saraf-saraf Bundle dari
HIS ke kedua bilik. Dengan demikian, setiap kali sesudah serambi
menguncup, segera (setelah ca 0,18 sekon) balik akan berkontraksi. Ritme
normal terletak antara 70 dan 80 denyut per menit.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan aritmia?
2. Bagaimana cara pengukuran EKG?
3. Bagaimana Jenis-jenis gangguan irama jantung?
4. Apa tujuan Terapi Aritmia?
5. Apa yang dimaksud antiaritmia?
6. Bagaimana etiologi aritmia?
7. Bagaimana pengobatan non farmakologi & Farmakologi Aritmia?

I.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi aritmia.
2. Mengetahui cara pengukuran EKG.
3. Mengetahui Jenis-jenis gangguan irama jantung.
4. Mengetahui tujuan terapi Aritmia.
5. Mengetahui definisi antiaritmia.
6. Mengetahui etiologi aritmia.
7. Mengetahui pengobatan non farmakologi & Farmakologi Aritmia.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi Aritmia


Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada
frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit
abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-
sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung
tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi.

Aritmia jantung (heart arrhythmia)menyebabkan detak jantung menjadi


terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Aritmia jantung umumnya
tidak berbahaya. Kebanyakan orang sesekali mengalami detak jantung yang
tidak beraturan kadang menjadi cepat, kadang melambat. Namun beberapa
jenis aritmia jantung dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau bahkan
sampai mengancam nyawa. . Aritmia dan HR abnormal tidak harus terjadi
bersamaan. Aritmia dpt terjadi dg HR yang normal, atau dengan HR yang
lambat (disebut bradiaritmia - kurang dari 60 per menit). Aritmia bisa juga
terjadi dengan HR yang cepat (disebut tachiaritmia - lebih dari 100 per
menit).
Pengobatan aritmia jantung seringkali dapat mengendalikan atau
menghilangkan denyut jantung tidak teratur. Selain itu, aritmia juga dapat
diatasi dengan menjalankan gaya hidup sehat. Tanda dan gejala aritmia
jantung tidak selalu mudah dikenali. Pemeriksaan kesehatan rutin bisa
membantu untuk mendeteksi aritmia lebih dini. Irama jantung yang tidak
teratur dapat juga terjadi pada jantung yang normal dan sehat.

Gangguan irama jantung dapat di bagi dua:


1. Gangguan irama fibrilasi(tidak kuncup)pada serambi beresiko stroke
2. Gangguan irama fibrilasi (tidak kuncup) pada bilik jantung berakibat
langsung fatal.
Gangguan irama jantung yang paling sering terjadi adalah "serambi
jantung tidak menguncup" atau fibrilasi-bergetar kecil saja dan hanya sekali-
sekali saja kuncup secara normal dimana yang seharusnya pacu jantung SA di
serambi kiri memberikan pacu untuk serambi jantung agar menguncup secara
teratur tetapi tidak berhasil dan seluruh dinding serambi hanya bergetar saja
tanpa memompa jantung alias ngadat, hal akan sangat berbahaya dan beresiko
untuk terjadinya stroke. Walaupun serambi tidak menguncup sempurna karena
adanya gangguan irama tetapi darah masih dapat mengalir lambat ke bilik
jantung dan selanjutnya dipompakan keseluruh tubuh.

Kasus-kasus fibrilasi serambi tidak kuncup banyak terjadi Uni Eropa dan
Amerika Serikat, terutama pada mereka yang telah berusia di atas 60 tahun,
apalagi bagi yang memiliki usia di atas 80 tahun resiko terjadinya fibrilasi
serambi jantung semakin tinggi dapat terjadi. Kejadian fibrilasi tidak kuncup
yang terjadi pada bilik jantung maka akan mengakibatkan kefatalan karena
tidak adanya darah yang dipompakan keluar jantung, dan dengan sekejap saja
orang dapat meninggal. Akibatnya Gangguan Irama pada serambi jantung ini
membahayakan karena sebagai akibat aliran darah yang tidak lancar dalam
serambi jantung dapat terbentuk bekuan darah yang semakin besar dimana
kemudian bekuan ini dapat lepas dan menyangkut di otak serta menimbulkan
stroke. Bekuan darah ini dapat juga lepas dan meyangkut di ginjal serta
menimbulkan gagal ginjal.

II.2 Cara pengukuran EKG

Pendeteksian Aritmia, dapat dilakukan dengan alat elektrokardiogram,


prosedur pengukuran alat ini yaitu elektroda EKG akan ditempelkan pada
dada, pergelangan tangan dan kaki, jadi sebaiknya Anda (terutama wanita)
menggunakan pakaian dengan atasan dan bawahan yang terpisah. Ini untuk
mempermudah pemasangan elektroda EKG. Jika lokasi penempelan elektroda
EKG didapati banyak bulu, bisa saja dokter memerintahkan untuk
mencukurnya terlebih dahulu. Sensor yang disebut dengan elektroda akan
dilekatkan pada dada, pergelangan tangan dan kaki, baik dengan
menggunakan semacam cangkir hisap atau gel lengket. Elektroda ini
selanjutnya akan mendeteksi arus listrik yang dihasilkan jantung yang diukur
dan dicatat oleh mesin elektrokardiograf. Contoh aritmia dengan grafik EKG
nya yaitu
(Idioventrikular Rhytm)
Ciri-cirinya :
Irama regular
Frekwensi 20 - 40 x/menit
Tidak ada gelombang P
Komplek QRS lebar or lebih dari normal

(Accelerated Idioventrikular)
Ciri-cirinya :
Irama regular
Frekwensi antara 40 - 100 x/menit
Tidak ada gel P
Komplek QRS lebar atau lebih dari normal, RR interval regular

(Ventrikel Takikardia/ VT)


Ciri-cirinya :
Irama regular
Frekwensi 100-250x/menit
Tidak ada gelombang P
Komplek QRS lebar atau lebih dari normal

(ventrikel Fibrilasi/VF)
Ciri-cirinya :
Irama chaotic atau kacau balau
No denyut jantung.

SA Node

( Sinus Bradikardia)
Ciri-cirinya :
Irama teratur
RR interval jaraknya sama dalam 1 lead panjang
PP interval jaraknya sama dalam 1 lead panjang
Komplek QRS harus sama dalam 1 lead panjang
Impuls dari SA node yang ditandai dengan adanya gel P yang mempunyai
bentuk sama dalam 1 lead panjang.
Frekuensi (HR) dibawah 60x/menit
Adanya gel P yang selalu diikuti komplek QRS
Gel P dan komplek QRS normal dan sama bentuknya dalam satu lead.

(Sinus Takikardia)
Ciri-cirinya):
Sama dengan sinus bradikardia, yang membedakanya adalah frekwensi
jantung (HR)
lebih dari 100x/menit.

(Sinus Aritmia)
Ciri-cirinya :
Sama dengan kriteria sinus rhytme, yang membedakannya adalah pada
sinus aritmia
iramanya tidak teratur karena efek inspirasi & ekspirasi.

(Sinus Arrest)
Ciri-cirinya:
Gel P dan komplek QRS normal
Adanya gap yang panjang tanpa adanya gelombang yang muncul.
Gap ini jaraknya melebihi 2 kali RR interval.
(Sinus Blok)
Ciri-cirinya :
Sama dengan sinus arrest yaitu adanya gap tanpa adanya gelombang yang
muncul, dimana jarak gapnya 2 kali dari RR interval.

Junctional Region

(Junctional Rhytm)
Ciri-cirinya :
Irama teratur
Frekwensinya 40-60 x/menit
Gelombang P bisa tidak ada, bisa terbalik (tidak bakal positip)
Kompleks QRS normal
Kalau frekwensinya lebih dari 40x/menit dinamakan slow junctional rhytm.

(Junctional Takikardia)

Ciri-cirinya:
Sama dengan junctinal rhytm, bedanya frekfensi atau HR pada junctional
takikardia lebih
dari 100 x/menit
.

II.3 Fase Potensial Aksi


Potensial aksi di sel otot jantung kontraktil, dimulai oleh sel-sel pemacu
di nodus, cukup bervariasi daalam mekanisme ionic dan bentuknya
dibandingkan dengan potensial nodus SA. Tidak seperti sel-sel otoritmik,
membran sel kontraktil pada dasarnya tetap pada dalam keadaan istirahat
sebesar -90 mV sampai tereksitasi oleh aktivitas listrik yang merambat dari
pemacyu. Setelah membran sel kontraktil miokardium ventrikel tereksitasi,
timbul potensial aksi melalui hubungan rumit antara perubahan permeabilitas
dan perubahan potensial membrane sebagai berikut:

1. Selama fase naik potensial membran dengan cepat berbalik ke nilai positif
sebesar +30 mV akibat peningkatan mendadak permeabilitas membran
terhadap Na+ yang diikuti oleh influx massif Na+. Sejauh ini, prosesnya sama
dengan proses di neuron dan sel otot rangka. Permeabilitas Na+ kemudian
dengan cepat berkurang ke nilai istirahatnya yang rendah, tetapi, khas untuk
sel otot jantung, membrane potensial dipertahankan di tingkat positif ini
selama beberapa ratus milidetik dan menghasilkan fase datar (plateau phase)
potensial aks. Sebaliknya, potensial aksi di neuron dan sel otot rangka
berlangsung kurang dari satu milidetik.
2. Perubahan voltase mendadak yang terjadi selama fase naik potensial aksi
menimbulkan dua perubahan permeabilitas bergantung-voltase yang
bertanggung jawab mempertahankan fase datar tersebut : pengaktifan saluran
C++ “lambat” dan penurunan mencolok permeabilitas K+. Pembukaan saluran
CA++ menyebabkan difusi lambat Ca++ masuk ke dalam sel karena
konsentrasi Ca++ di CES lebih besar. Influks Ca++ yang bermuatan positif ini
memperlama kepositivan di bagian dalam sel dan merupakan penyebab utama
fase datar. Efek ini diperkuat oleh penurunan permeabilitas K+ yang
bermuatan positif mencegah repolarisasi cepat membrane dan dengan
demikian ikut berperan memperlama fase datar.
3. Fase turun potensial aksi yang berlangsung cepat terjadi akibat inaktivasi
saluran Ca++ dan pengaktifan saluran K+. Penurunan permeabilitas Ca++
menyebabkan Ca++ tidak lagi masuk ke dalam sel, sedangkan peningkatan
mendadak permeabilitas K+ yang terjadi bersamaan menyebabkan difusi cepat
K+ yang positif ke luar sel. Dengan demikian, repolarisasi cepat yang terjadi
pada akhir fase datar terutama disebabkan oleh efluks K++, yang kembali
membuat bagian dalam sel lebih negatif daripada bagian luar dan
memulihkan potensial membran ke tingkat istirahat.

Mekanisme bagaimana suatu potensial aksi di serat otot jantung


menimbulkan kontraksi di serat tersebut cukup mirip dengan proses
penggabungan eksitasi-kontraksi di otot rangka. Adanya potensial aksi lokal
di dalam tubulus T menyebabkan Ca++ dikeluarkan ke dalam sitosol dari
simpanan intrasel di reticulum sarkoplasma. Berbeda dengan sel otot rangka,
selama potensial aksi Ca++ juga berdifusi dari CES ke dalam sitosol melintasi
membrane plasma. Pemasukan Ca++ ini semakin memicu pengeluaran Ca++
dari reticulum sarkoplasma. Pasokan tambahan Ca++ ini tidak saja merupakan
faktor utama memanjangnya potensial aksi jantung, tetapi juga menyebabkan
pemanjangan periode kontraksi jantung,yang berlangsung sekitar tiga kali
lebih lama daripada kontraksi serat otot rangka. Peningkatan waktu kontraktil
ini memastikan bahwa tersedia cukup waktu bagi jantung untuk memompa
darah.

Peran Ca++ di dalam sitosol, seperti di otot rangka, adalah berikatan


dengan kompleks troponin-tropomiosin dan secara fisik menggeser kompleks
tersebut, sehingga dapat terjadi siklus jembatan silang dan kontraksi.
Namun,tidak seperti otot rangka, jumlah Ca++yang dibebaskan cukup untuk
mengaktifkan semua jembatan silang, di otot jantung tingkat aktifitas
jembatan silang bervariasi sesuai dengan jumlah Ca++ sitosol. Pengeluaran
Ca++ dari sitosol oleh pompa aktif di membran plasma dan reticulum
sarkoplasma menyebabkan troponin dan tropomiosin kembali dapat
menghambat jembatan silang, sehingga kntraksi berhenti dan jantung
melemas.
Tidaklah mengejutkan bahwa perubahab konsentrasi K+ dan Ca++ di
CES dapat menimbulkan efek besar pada jantung. Kadar K+ yang abnormal
lebih penting secara klinis, diikuti dengan sedikit ketidakseimbangan Ca++ .
Perubahan konsentrasi K+ di CES mengubah gradient konsentrasi K+ antara
CIS dan CES, sehingga mengubah kecepatan fluks K+ menembus membran.
Dalam keadaan normal, secara substansial terdapat lebih banyak K+ di dalam
sel daripada di CES, tetapi pada peningkatan kadar K+ CES, gradient ini
menurun. Perubahan ini menyebabkan penurunan potensial “istirahat”
(yaitu,membrane menjadi kurang negative di bagian dalam dibandingkan
dengan normal karena lebih sedikit K+ yang keluar). Konsekuensi dari hal ini
antara lain adalah kecenderungan terbentuknya focus ektopik dan aritmia
jantung. Juga, karena tingkat perubahan voltase dari keadaan “istirahat” yang
berkurang tersebut ke puncak potensial aksi lebih kecil daripada dari keadaan
“istirahat” normal ke puncak, terjadi penurunan intensitas potensial aksi yang
menyebabkan jantung menjadi lemah, flaksid, dan terdilatasi. Pada keadaan
ekstrim, dengan kadar K+ meningkat dua sampai tiga kali lipat angka normal,
jantung yang melemah tersebut dapat berhenti berfungsi.

II.4 Jenis-jenis Gangguan Irama Jantung

Beberapa contoh penyakit yang berkaitan dengan gannguan irama


jantung yaitu :

1. Premature atrial contractions.


Ada denyut tambahan di awal yg berasal dari atrium (ruang jantung bagian
atas). Ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan terapi.
2. Premature venticular contractions (PVCs)
Ini merupakan aritmia yang paling umum dan terjadi pada orang dengan atau
tanpa penyakit jantung. Ini merupakan denyut jantung lompatan yang kita
semua kadang-kadang mengalami. Pada beberapa orang, ini bisa berkaitan
dengan stres, terlalu banyak kafein atau nikotin, atau terlalu banyak latihan.
3. Atrial fibrilasi (AF)
Ini merupakan irama jantung tidak teratur yang sering menyebabkan atrium,
ruang atas jantung, berkontraksi secara abnormal.
4. Atrial flutter
Ini merupakan aritmia yang disebabkan oleh satu atau lebih sirkuit yang cepat
di atrium. Atrial flutter biasanya lebih terorganisir dan teratur dibandingkan
dengan atrial fibrilasi. Aritmia ini terjadi paling sering pada orang dengan
penyakit jantung, dan selama minggu pertama setelah bedah jantung. Aritmia
ini sering berubah menjadi atrial fibrilasi.
5. Paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT)
Suatu detak jantung yang cepat, biasanya dengan irama yang teratur, berasal
dari atas ventrikel. PSVT mulai dan berakhir dengan tiba-tiba.
6. Ventricular tachycardia (V-tach)
Detak jantung yang cepat yang berasal dari ruang bawah jantung (ventrikel).
Denyut yang cepat mencegah jantung terisi cukup darah, oleh karena itu,
hanya sedikit darah yang terpompa ke seluruh tubuh. Ini dapat mrp aritmia
yang serius, khususnya pd orang dengan penyakit jantung dan mkn
berhubungan dg lebih banyak gejala. Seorang dokter jantung sebaiknya
mengevaluasi aritmia ini.
7. Ventricular fibrilasi
Letupan impuls yang tidak teratur dan tidak terorganisir yang berasal dari
ventrikel. Ventrikel gemetar dan tidak mampu berkontraksi atau memompa
darah ke tubuh. Ini merupakan kondisi emergensi yang harus diterapi dg CPR
dan defibrilasi sesegera mungkin.
8. Long QT syndrome
Interval QT adalah area pada EKG yang merepresentasikan waktu yang
diperlukan otot jantung untuk berkontraksi dan kemudian relaksasi, atau yang
diperlukan impuls listrik utk meletupkan impuls dan kmd recharge. Jika
interval QT memanjang, ini meningkatkan resiko terjadinya “torsade de
pointes”, suatu bentuk ventricular tachicardia yang mengancam hidup.
9. Bradiaritmia
Ini merupakan irama jantung yang pelan yang dapat muncul dari kelainan
pada sistem konduksi listrik jantung. Contohnya adalah sinus node
dysfunction dan blok jantung.
10. Sinus node dysfunction
Detak jantung yang lambat yang disebabkan oleh SA node yang abnormal.
Diterapi dengan pacemaker.
11. Blok jantung
Suatu penundaan (delay) atau blok total impuls listrik ketika berjalan dari
sinus node ke ventrikel. Blok atau delay dapat terjadi pada AV node atau
sistem HIS purkinje. Jantung berdenyut ireguler dan sering lebih lambat. Jika
serius blok jantung perlu diterapi dengan pacemaker.

II.5 3 Bentuk Block Jantung


Atrioventricular block terjadi ketika depolarisasi atrium gagal mencapai
ventrikel atau ketika terjadi keterlambatan depolarisasi atrium. Ada 3 derajat
dari AV blok yang diketahui.

1. Derajat 1 AV Blok

Terjadi pemanjangan interval PR pada EKG (> 200/ lebih dari 5 kotak kecil
msec pada dewasa dan >160 pada anak-anak). Pada AV blokderajat 1 semua
impuls atrium mencapai ventrikel. Namun, konduksinya mengalami
keterlambatan sampai ke AV node. Interval PR konstan.
2. Derajat 2 AV Blok

Tipe 1 AV Blok Derajat 2

Yaitu Derajat 2 AV blokMobitz I (Wenckenbachblok), yang terdiri dari


pemanjangan interval PR yang progresif dengan diikuti single P nonkonduksi.
Episode Mobitz I blok biasanya terdiri dari 3-5 irama, dengan rasio non
konduksi dengan irama konduksi 4:3, 3:2, dan begitu seterusnya.

Tipe II AV Blok Derajat 2


Mobitz II blok

PR interval konstan yang diikuti kegagalan dari konduksi gelombang P


keventrikel, jadipekonduksinya 2:1 (2konduksi dan 1 blok), 3:1 (3konduksi
dan 1 blok), dan begitu seterusnya.

3. Derajat 3 AV Blok

Didiagnosa ketika tidak ada konduksi impuls supra ventrikular


keventrikel. Gelombang P di garis irama merefleksikan irama nodus sinus
yang independen dari gelombang QRS komplek. Komplek QRS yang muncul
adalah irama escape, juga junctional atau ventrikular. Irama escape bersumber
dari junctional atau septum atas yang memiliki karakteristik QRS komplek
yang sempit dengan frekuensi 40-50 gelombang/menit, dimana irama escape
dari ventrikel bagian bawah yang memiliki karakteristik komplek QRS yang
luas dengan frekuensi 30-40 gelobang/menit. Tidak ada hubungan yang
terlihat antara irama gelombang P dan irama komplek QRS di AV blok
derajat tiga. Frekuensi dari gelombang P (atrial rate) adalah lebih tinggi dari
pada frekuensi komplek QRS (ventrikular rate).
II.6 Tujuan Terapi Aritmia

Hasil yang diharapkan tergantung dari jenis aritmianya. Sebagai contoh,


tujuan akhir penanganan fibrilasi atau flutter atrium adalah mengembalikan
ritme sinus, mencegah komplikasi tromboemboli, dan mencegah kejadian
berulang.

II.7 Definisi Antiaritmia

Antiaritmia merupakan obat yang digunakan untuk gangguan irama


jantung. Secara menyeluruh, biasanya obat-obat ini bekerja dengan mengatur
irama jantung. Beberapa obat yang termasuk di dalamnya antara lain
golongan CCB (Calsium Canal Blocker), beta blocker, dan Na Blocker. Biasa
digunakan klasifikasi Singh-Vaughan Williams yang didasarkan hanya pada
kanal atau reseptor yang terpengaruh, atau dengan menggunakan obat – obat
anti Aritmia. Obat antiaritmia telah lama dibagi atas empat golongan yang
berbeda atas dasar mekanisme kerjanya. Golongan I terdiri atas penghambat
saluran natrium, semuanya memiliki sifat seperti anestesi lokal. Golongan I
sering dibagi menjadi sub bagian tergantung pada kelangsungan kerja
potensial; Golongan IA memperpanjang, IB memperpendek, dan IC tidak
mempunyai efek atau dapat meningkatkan sedikit berlangsungnya kerja
potensial. Obat yang mengurangi aktivitas adrenalin merupakan Golongan II.
Golongan III terdiri atas obat yang memperpanjang periode refrakter efektif
oleh suatu mekanisme berbeda daripada hambatan saluran natrium.

II.8 Etiologi Aritmia


Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat
anti aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem
konduksi jantung).

II.9 Pengobatan Farmakologi & Non Farmakologi

A. Terapi Antiaritmia secara farmakologi

Obat Penghambat Saluran Natrium (Golongan I)

a.Kuinidin (Golongan IA)

Kuinidin merupakan obat paling umum yang digunakan secara oral sebagai
antiaritmia di Amerika Serikat. Kuinidin menekan kecepatan pacu jantung
serta menekan konduksi dan ekstabilitas terutama pada jaringan yang
mengalami depolarisasi. Kuinidin bersifat penghambat adrenoseptor alfa yang
dapat menyebabkan atau meningkatkan refleks nodus sinoatrial. Efek ini
lebih menonjol setelah pemberian intravena. Biasanya diberikan peroral dan
segera diserap oleh saluran cerna. Digunakan pada hamper segala bentuk
aritmia.

b.Prokainamid (Golongan IB)

Efek elektrofisiologik prokainamid sama seperti kuinidin. Obat ini mungkin


kurang efektif pada penekanan aktivitas pacu ektopik yang abnormal tetapi
lebih efektif pada penghambatan saluran natrium pada sel yang mengalami
depolarisasi. Prokainamid mempunyai sifat penghambat ganglion. Dengan
konsetrasi teraupeutik, efek pembuluh darah perifernya kurang menonjol
daripada dengan kuinidin. Prokainamid aman diberiakan intravena dan
intamuskular serta diabsorbsi baik melalui oral dengan 75% keberadaan
bilogik sistemik.

c.Disopiramid (Golongan IA)

Disopiramid fosfat erat hubungannya dengan isopropamid, obat yang telah


lama digunakan dengan sifat antimuskariniknya. Efek antimuskarinik
terhadap jantung bahkan lebih jelas daripada kuinidin. Karenannya, obat yang
memperlambat hantaran atrioventrikular harus diberikan bersama-sama
dengan disopiramid pada pengobatan kepak serambi atau fibrilasi atrium.

d.Imipramin (Golongan IA)

Imipramin adalah antidepresan trisiklik yang juga mempunyai aktivitas


antiaritmia. Kerja elektrofisiologik dan aktivitas dalam klinik adalah sama
dengan kuinidin. Dosis permulaan sebaiknya lebih kecil, sebab efek samping
obat ini sangat menonjol dan dikurangi sambil meningkatkan dosis perlahan-
lahan.

e.Amiodaron (Golongan I, II, III, & IV)


Sangat efektif terhadap bermacam-macam aritmia, tetapi efek samping yang
menonjol dan sifat farmakokinetik yang tidak biasa menyebabkan
penggunaannya dibatasi di Amerika Serikat.

f.Lidokain (Golongan IB)

Lidokain adalah obat antiaritmia yang paling lazim dipakai dengan pemberian
secara intravena. Insidens toksisitasnya rendah dan mempunyai efektivitas
tinggi pada aritmia dengan infark otot jantung akut. Lidokain merupakan
penghambat kuat terhadap aktivitas jantung yang tidak normal, dan
tampaknya selalu bekerja pada saluran natrium. Karena obat ini merupakan
metabolisme hati pada lintas pertama, hanya 3% lidokain yang diberikan per
oral terdapat dalam plasma. Lidokain adalah obat pilihan untuk menekan
takikardia ventrikel dan fibrilasi setelah kardioversi.

g.Tokainid & Meksiletin (Golongan IB)

Tokainid & Meksiletin adalah turunan lidokain yang tahan terhadap


metabolisme hati pada lintasan pertama. Karena itu dapat digunakan melalui
oral. Kedua obat menyebabkan efek samping neurologik, termasuk tremor,
penglihatan kabur, dan letargik.

h.Fenitoin (Golongan IB)

Karena efektivitasnya terbatas, maka hanya dipertimbangkan sebagai obat


barisan kedua pada pengobatan aritmia.

i.Flekainid (Golongan IC)

Flekainid adalah penghambat saluran natrium yang kuat terutama digunakan


untuk pengobatan aritmia ventricular. Flekainid dipakai sebagai cadangan
mutakhir untuk pasien takiaritmia ventricular yang berat dengan resiko rasio
manfaat lebih menguntungkan.

j.Propafenon (Golongan IC)


Mempunyai struktur mirip dengan propranolol dan mempunyai aktivitas
penghambat beta yang lemah. Spectrum kerjanya mirip dengan kuinidi.
Potensi penghambat saluran natrium mirip dengan flekainid.

k.Morisizin (Golongan IC)

Menghasilkan berbagai metabolit pada manusia, beberapa diantaranya


mungkin aktif dan mempunyai waktu paruh yang panjang. Efek samping
yang lazim terjadi adalah kepala pusing dan mual.

Obat-Obat Penghambat Adrenoseptor Beta (Golongan II)

Propanolol dan obat sejenisnya mempunyai sifat antiaritmia karena


kemampuannya sebagai penghambat reseptor beta dan efek terhadap
membrane secara langsung.

Obat-Obat Yang Memperpanjang Periode Refrakter Efektif Dengan


Memperpanjang Aksi Potensial (Golongan III)

BRETILIUM

Obat ini mempengaruhi pelepasan ketekolamin saraf tetapi juga mempunyai


sifat sebagai antiaritmia secara langsung. Bretilium memperpanjang masa
kerja potensial ventrikel (bukan atrium) dan efektif terhadap periode
refrakter. Jadi, bretilium dapat mengubah pemendekan masa kerja potensial
yang disebabkan oleh iskemik. Efek samping utama adalah hipotensi
ortostatik. Mual dan muntah dapat terjadi setelah pemberian intravena bolus
bretilium. Bretilium hanya digunakan untuk keadaan gawat darurat.

SOTALOL

Adalah penghambat kerja beta nonselektif yang juga memperpanjang masa


kerja potensial dan merupakan obat antiaritmia yang efektif.

VERAPAMIL
Mengahmbat saluran kalsium baik yang aktif maupun yang tidak aktif. Jadi,
efeknya lebih jelas pada jaringan yang sering terangsang, yang berpolarisasi
kurang lengkap pada keadaan istirahat, dan aktivitasnya hanya tergantung
pada aliran kalsium, seperti nodus sinoatrial dan atrioventrikular.

DILTIAZEM DAN BEPRIDIL

Obat ini tampak sama manfaatnya dengan verapamil pada penanggulangan


aritmia supraventrikular, termasuk control kecepatan pada fibrilasi atrium.

BERBAGAI MACAM OBAT-OBAT ANTIARITMIA

ADENOSIN

Adalah nukleosid yang berada di seluruh tubuh secara alamiah. Adenosine


menyebabkan muka merah pada kira-kira 20% pasien dan pernapasan singkat
atau dada seperti terbakar lebih dari 10%.

MAGNESIUM

biasanya digunakan untuk pasien aritmia yang disebabkan oleh digitalis yang
mengalami hipomagnesemia, infuse magnesium telah ditemukan mempunyai
efek antiaritmia pada beberapa pasien yang mempunyai kadar magnesium
normal.

B. Terapi Antiaritmia secara non farmakologis

Terapi Antiaritmia secara non farmakologis dapat dilakukan dengan


Cardioversion, Implan cardioverter-defibrillator (ICD), ablasi.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis

2. Pendeteksian Aritmia, dapat dilakukan dengan alat elektrokardiogram,


prosedur pengukuran alat ini yaitu elektroda EKG akan ditempelkan pada
dada, pergelangan tangan dan kaki, jadi sebaiknya Anda (terutama wanita)
menggunakan pakaian dengan atasan dan bawahan yang terpisah. Ini untuk
mempermudah pemasangan elektroda EKG.

3. Jenis-jenis gangguan jantung yaitu :


a. Premature atrial contractions.
b. Premature venticular contractions (PVCs)
c. Atrial fibrilasi (AF)
d. Atrial flutter
e. Paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT)
f. Ventricular tachycardia (V-tach)
g. Ventricular fibrilasi
h. Long QT syndrome
i. Bradiaritmia
j. Sinus node dysfunction
k. Blok jantung

4. Hasil yang diharapkan tergantung dari jenis aritmianya. Sebagai contoh,


tujuan akhir penanganan fibrilasi atau flutter atrium adalah mengembalikan
ritme sinus, mencegah komplikasi tromboemboli, dan mencegah kejadian
berulang.
5. Antiaritmia merupakan obat yang digunakan untuk gangguan irama
jantung. Secara menyeluruh, biasanya obat-obat ini bekerja dengan
mengatur irama jantung.

6. Etiologi penyakit aritmia yaitu peradangan jantung, gangguan sirkulasi


koroner, karena obat, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan
keseimbangan elektrolit, gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom,
gangguan psikoneurotik, gangguan metabolik, gangguan endokrin,
gangguan irama jantung dll.

7. Pengobatan aritmia secara farmakologi yaitu menggunakan obat-obatan


golongan penghambat saluran Natrium, beta blocker, dan CCB (Calsium
Canal Blocker) dan secara non farmakologi yaitu dapat dilakukan dengan
Cardioversion, Implan cardioverter-defibrillator (ICD), ablasi.

III.2 Saran
Dari hasil penulisan makalah ini, maka diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui pengertian hipertensi dan obat antihipertensi, Khasiat dan
penggunaannya, serta klasifikasi dan efek sampingnya beserta cara
mengatasi obatnya.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Betram G.1997.Farmakologi dasar dan klinik.Jakarta:EGC

Kee,Joyce L., Hayes, Evelyn R.1996.Farmakologi pendekatan proses


keperawatan.Jakarta:EGC

Departemen Farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran universitas indonesia


edisi 5.2007.Farmakologi dan terapi.Jakarta:Universitas Indonesia.

Tambayong, dr. Jan.2001.Farmakologi untuk keperawatan.Jakarta:Widya


Medika.

Neal,Michael J.2006.At a glance Farmakologi Medis.Edisi 5.Erlangga:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai