Anda di halaman 1dari 8

MASJID

Masjid
Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya
tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau. Istilah
tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat Jum'at, dan umumnya
berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan
komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan
belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut
memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Etimologi
Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada di mana sajada berarti
sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d)
ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini
berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan". Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque.
Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian
menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

Sejarah
Menara-menara, serta kubah masjid yang besar, seakan menjadi saksi betapa jayanya Islam
pada kurun abad pertengahan. Masjid telah melalui serangkaian tahun-tahun terpanjang di sejarah
hingga sekarang. Mulai dari Perang Salib sampai Perang Teluk. Selama lebih dari 1000 tahun pula,
arsitektur Masjid perlahan-lahan mulai menyesuaikan bangunan masjid dengan arsitektur modern.

Masjid Pertama
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, dia memutuskan untuk membangun sebuah
masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang berarti Masjid Nabi. Masjid
Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di
Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad SAW. Masjid
Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,
perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area
sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini,
Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.

Penyebaran Masjid
Masjid kemudian dibangun di daerah luar Semenanjung Arab, seiring dengan kaum Muslim
yang bermukim di luar Jazirah Arab. Mesir menjadi daerah pertama yang dikuasai oleh kaum
Muslim Arab pada tahun 640. Sejak saat itu, ibu kota Mesir, Kairo dipenuhi dengan masjid. Maka
dari itu, Kairo dijuluki sebagai kota seribu menara. Beberapa masjid di Kairo berfungsi sebagai
sekolah Islam atau madrasah bahkan sebagai rumah sakit. Masjid di Sisilia dan Spanyol tidak
menirukan desain arsitektur Visigoth, tetapi menirukan arsitektur bangsa Moor. Para ilmuwan
kemudian memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam kemudian diubah menjadi bentuk
arsitektur Islam ala Andalus dan Magribi, seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.
Masjid pertama di Tiongkok berdiri pada abad ke 8 Masehi di Xi'an. Masjid Raya Xi'an,
yang terakhir kali di rekonstruksi pada abad ke 18 Masehi, mengikuti arsitektur Tiongkok. Masjid
di bagian barat Tiongkok seperti di daerah Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab, di mana di masjid
terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur Tiongkok, seperti di daerah Beijing, mengandung
arsitektur Tiongkok.
Masjid mulai masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa.
Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang lain, seperti kubah yang berbentuk
seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi. Masjid pertama kali didirikan
di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11 Masehi, di mana pada saat itu orang-orang Turki mulai
masuk agama Islam. Beberapa masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, di mana pada zaman
Bizantium, bangunan Aya Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah memiliki
karakteristik arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar, menara dan bagian luar
gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang
yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan
menggabungkan mihrab dalam satu masjid. Sampai saat ini, Turki merupakan rumah dari masjid
yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Secara bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa. Perkembangan jumlah masjid
secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika banyak imigran Muslim yang masuk ke Eropa.
Kota-kota besar di Eropa, seperti München, London dan Paris memilki masjid yang besar dengan
kubah dan menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah urban sebagai pusat komunitas dan
kegiatan sosial untuk para muslim di daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang dapat
menemukan sebuah masjid di Eropa apabila di sekitar daerah tersebut ditinggali oleh kaum Muslim
dalam jumlah yang cukup banyak. Masjid pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal abad
ke 20. Masjid yang pertama didirikan di Amerika Serikat adalah di daerah Cedar Rapids, Iowa
yang dibangun pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran Muslim yang
datang ke Amerika Serikat, terutama dari Asia Selatan, jumlah masjid di Amerika Serikat
bertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu 1950 sekitar 2% dari jumlah masjid
di Amerika Serikat, pada tahun 1980, 50% jumlah masjid di Amerika Serikat didirikan.

Perubahan Tempat Ibadah Menjadi Masjid


Menurut sejarawan Muslim, sebuah kota yang ditaklukkan tanpa perlawanan dari
penduduknya, maka pasukan Muslim memperbolehkan penduduk untuk tetap mempergunakan
gereja dan sinagog mereka. Tapi, ada beberapa gereja dan sinagog yang beralih fungsi menjadi
sebuah masjid dengan persetujuan dari tokoh agama setempat. Misal pada perubahan fungsi
Masjid Umayyah, di mana khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik mengambil gereja Santo
Yohannes pada tahun 705 dari Umat Kristiani. Kesultanan Utsmaniyah juga melakukan alih fungsi
terhadap beberapa gereja, biara dan kapel di Istanbul, termasuk gereja terbesar Ayasofya yang
diubah menjadi masjid, setelah kejatuhan kota Konstantinopel pada tahun 1453 oleh Muhammad
al-Fatih. Beberapa masjid lainnya juga didirikan di daerah suci milik Yahudi dan Kristen, seperti
di Yerusalem. Penguasa Muslim di India juga membangun masjid hanya untuk memenuhi tugas
mereka di bidang agama.
Sebaliknya, masjid juga dialih fungsikan menjadi tempat ibadah yang lain, seperti gereja.
Hal ini dilakukan oleh umat Kristiani di Spanyol yang mengubah fungsi masjid di selatan Spanyol
menjadi katedral, mengikuti keruntuhan kekuasaan Bani Umayyah di selatan Spanyol. Masjid
Agung Kordoba sekarang dialih fungsikan menjadi sebuah gereja. Beberapa masjid di kawasan
Semenanjung Iberia, Eropa Selatan dan India juga dialih fungsikan menjadi gereja atau pura
setelah kekuasaan Islam tidak berkuasa lagi
Bentuk Masjid
Bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal
yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di Anatolia.
Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya
yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek
Muslim.
Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan
dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun persegi panjang yang
dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah di dalam.
Halaman di masjid sering digunakan untuk menampung jamaah pada hari Jumat. Beberapa masjid
berbentuk hypostyle ayau masjid yang berukuran besar, biasanya mempunyai atap datar di atasnya,
dan digunakan untuk penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle
adalah Masjid Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang. Beberapa masjid bergaya
hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan keteduhan bagi jamaah di masjid. Masjid
bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa Abbasiyah dan Umayyah, tetapi masjid bergaya
arab-plan tidak terlalu disenangi. Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan bentuk
masjid dengan kubah di tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang besar, di mana kubah
ini melingkupi sebagian besar area salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di area luar
tempat ibadah. Gaya ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium yang
menggunakan kubah besar. Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah.
Gaya ini diambil dari arsitektur Iran pra-Islam.

Menara
Bentuk umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara asal katanya dari
bahasa Arab "nar" yang artinya "api"( api di atas menara/lampu) yang terlihat dari kejauhan.
Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian pojok dari kompleks masjid. Menara masjid
tertinggi di dunia berada di Masjid Hassan II, Casablanca, Maroko. Masjid-masjid pada zaman
Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan oleh pengikut ajaran
Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan menganggap menara tidak penting dalam
kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra pada tahun 665 sewaktu pemerintahan
khalifah Bani Umayyah, Muawiyah I, yang mendukung pembangunan menara masjid untuk
menyaingi menara-menara lonceng pada gereja. Menara bertujuan sebagai tempat muazin
mengumandangkan azan.

Kubah
Kubah juga merupakan salah satu ciri khas dari sebuah masjid. Seiring waktu, kubah
diperluas menjadi sama luas dengan tempat ibadah di bawahnya. Walaupun kebanyakan kubah
memakai bentuk setengah bulat, masjid-masjid di daerah India dan Pakistan memakai kubah
berbentuk bawang.

Tempat ibadah
Tempat ibadah atau ruang salat, tidak diberikan meja, atau kursi, sehingga memungkinkan
para jamaah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang salat. Bagian ruang
salat biasanya diberi kaligrafi dari potongan ayat Al-Qur'an untuk memperlihatkan keindahan
agama Islam serta Al-Qur'an. Ruang salat mengarah ke arah Ka'bah, sebagai kiblat umat Islam.[38]
Di masjid juga terdapat mihrab dan mimbar. Mihrab adalah tempat imam memimpin salat,
sedangkan mimbar adalah tempat khatib menyampaikan khutbah.

Tempat bersuci
Dalam komplek masjid, di dekat ruang salat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau
biasa disebut tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat
untuk berwudhu. Sedangkan di masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit terpisah dari
bangunan masjid.

Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh Menara Masjid Raya Xi'an di Xi'an, Tiongkok
PURA

Pura
Pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia. Pura di Indonesia
terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut
agama Hindu.

Etimologi
Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram,
-pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam
perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah;
sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.

Tata Letak
Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang
sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang dikelilingi
tembok. Masing-masing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh
berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti
pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta
bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang
memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni:
1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari
lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan
untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara
keagamaan.
2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas
pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan),
Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan.
3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona
tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale
Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak
seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura
dapat pula terletak di Nista mandala. Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali,
baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi
bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan
Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa
digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona
Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan
baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk
lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam.

Jenis Pura
Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual
keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali.
1. Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng
gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang
tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang.
2. Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus
seperti upacara Melasti.
3. Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat
kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bali.
Sad Kahyangan
Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut
kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali. Masyarakat Bali pada umumnya
menganggap pura-pura berikut sebagai Sad Kahyangan:
1. Pura Besakih di Kabupaten Karangasem.
2. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem.
3. Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung.
4. Pura Uluwatu di Kabupaten Badung.
5. Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan.
6. Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar.
Selain pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di berbagai
tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu Pura. Pura Besakih adalah
komplek pura utama di Pulau Bali, dan merupakan pusat kegiatan dari seluruh pura yang ada di
Bali. Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali,
Indonesia. Salah-satu pura terkenal lainnya adalah Pura Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan
Kediri, Kabupaten Tabanan. Di Tanah Lot terdapat dua buah pura yang terletak di atas tebing batu
besar, yang merupakan tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut.

Pura Besakih, pura terbesar di pulau Bali Pelinggih Meru berbentuk atap bersusun tinggi serupa
pagoda ini adalah salah satu ciri khas arsitektur pura.

Anda mungkin juga menyukai