Naskah Publikasi
Naskah Publikasi
PENDAHULUAN
Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan
tahun 2015-2024, diperkirakan kebutuhan listrik pada tahun 2015 dari 219,1 TWH
meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per
tahun. Untuk wilayah Jawa-Bali pada tahun 2015 tumbuh dari 165,4 TWh menjadi 324,4
TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 7,8% per tahun (Pamudji, 2014).
diantaranya menentukan jenis dan kapasitas pembebanan baik beban dasar maupun beban
puncak, karakterisitik pembebanan termasuk daya mampu dan waktu operasi unit
pembangkit listrik. Agar dapat menjamin proses produksi listrik dapat terdistribusikan
secara optimal, maka para operator di bagian PLTD/G PT. Indonesia Power Unit
Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali tidak terlepas dari proses mekanik yang dapat
yang ditimbulkan dari pengoperasian mesin di unit pembangkit listrik merupakan salah
satu bahaya yang dominan terjadi di tempat kerja. National Institute of Occupational
Safety and Health (NIOSH) menetapkan nilai ambang batas bising di tempat kerja adalah
1
2
85 dBA. Bila para operator telah terpapar kebisingan melebihi nilai ambang batas dalam
jangka waktu panjang dapat berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan
atau yang dikenal dengan istilah Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
Ketulian akibat bising atau NIHL adalah ketulian yang berangsur-angsur terjadi
dalam jangka waktu panjang akibat terpapar kebisingan secara terus-menerus atau
pendengaran sebagian maupun total yang terjadi akibat suatu pekerjaan. World Health
Organization (WHO) pada tahun 2000 secara global menyatakan sekitar 250 juta (4,2%)
penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan sekitar 75 sampai 140 juta adalah
Indonesia, 2006). Kejadian NIHL bukan hanya menjadi permasalahan kesehatan, namun
juga berdampak pada masalah perekonomian seperti yang terjadi di Australia pada bulan
Juli 2002 dan Juni 2007. Terdapat 16.500 kompensasi atas klaim yang diajukan pekerja
terhadap ketulian yang dialami (Safe Work Australia, 2010). NIHL juga menjadi penyakit
akibat kerja terbanyak di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan dari National Institute on
Deafness and Other Communication Disorders (NIDCD), tercatat sepuluh juta orang
Amerika yang mengalami penurunan pendengaran akibat bising dan ±30-50 juta orang
sering terpapar kebisingan yang melebihi nilai ambang batas yang diizinkan (Fligor,
2011).
Hal serupa juga didapatkan dari hasil penelitian Tana et al pada tahun 2002 di suatu
perusahaan baja menyatakan bahwa sebanyak 115 orang (43,6%) pekerja mengalami
NIHL. Peningkatan persentase NIHL pada pekerja dengan meningkatnya usia yaitu 14%
pada umur <30 tahun, 41% pada umur 30-39 tahun dan 60% pada umur >40 tahun. Pekerja
3
yang ditempatkan pada unit komponen perawatan dengan masa kerja <10 tahun sebanyak
29% mengalami NIHL, masa kerja 10-19 tahun sebesar 44% dan 61% pada pekerja
dengan masa kerja ≥20 tahun (Tana et al. 2002). Sejalan dengan penelitian tersebut,
penelitian lain yang dilakukan oleh Amira Primadona mengenai faktor risiko yang
Area Kamojang, menunjukkan hasil bahwa variabel yang memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian penurunan pendengaran adalah variabel usia pekerja dan faktor
risiko utama yang menyebabkan penurunan pendengaran pada pekerja yang terpajan
kebisingan adalah tingkat kebisingan yang sangat tinggi yang berasal dari uji tegak dengan
tingkat kebisingan mencapai 109,5 dBA yang berarti pekerja hanya boleh terpajan selama
1,5 menit, namun kenyataan di lapangan, pekerja terpajan selama ±2 jam bahkan lebih
Kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin pembangkit listrik terutama pada saat
beban puncak dan mengakibatkan NIHL juga dipaparkan dalam hasil penelitian yang
provinsi Kalimantan Barat yang menyatakan bahwa penduduk yang bertempat tinggal
pada radius kurang dari 100 meter dari PLTD mempunyai risiko 1,9 kali lebih besar untuk
tinggal pada radius lebih dari 100 meter dari PLTD (Banitriono, 2012). Kejadian NIHL di
sektor pembangkitan listrik juga dinyatakan dalam penelitian Nizam et al yang dilakukan
pada 216 pekerja di pembangkit listrik Sarawak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi pekerja yang mengalami penurunan pendengaran sebesar 55,9% (Nizam et al.
umur, masa kerja lebih dari 20 tahun dan jenis mesin pembangkit. Berdasarkan fakta
inilah, maka peneliti tertarik untuk mengetahui epidemiologi Noise Induced Hearing Loss
pada Operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa
Kebisingan merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan penurunan
pendengaran pekerja atau Noise Induced Hearing Loss. Beberapa area tertentu di PT.
Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali memiliki tingkat
kebisingan yang cukup tinggi, terutama di area Engine Hall dengan rata-rata intensitas
kebisingan mencapai 110 dBA. Sedangkan intensitas kebisingan di control room operator
rata-rata hanya mencapai 48,86 dBA. Aktivitas operator umumnya dilakukan di control
Merujuk pada data hasil medical check up pada operator PLTD/G PT. Indonesia Power
Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali tahun 2015, dinyatakan bahwa terdapat
2 orang mengalami tuli ringan akibat bising pada telinga kanan atau telinga kiri, 1 orang
diindikasikan mengalami tuli sedang dan cenderung parah serta sebanyak 12 orang
operator yang berusia di atas 40 tahun positif mengalami NIHL pada telinga kanan dan
kiri. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada saat awal bekerja di area bising, namun
baseline audiogram tersebut tidak dapat diakses peneliti sehingga riwayat audiometri
hanya diperoleh dari recall melalui kuesioner. Oleh karena itu dalam penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui epidemiologi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada
operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali
Tahun 2016.
5
Pertanyaan yang ingin dijawab oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana prevalensi NIHL pada operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit
2. Bagaimana gambaran triad epidemiologi Noise Induced Hearing Loss pada Operator
PLTD/G PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali
berdasarkan host yaitu karakteristik pekerja yang meliputi umur, masa kerja, tingkat
3. Bagaimana gambaran triad epidemiologi Noise Induced Hearing Loss pada Operator
PLTD/G PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali
berdasarkan agent yang meliputi intensitas kebisingan dan lama pajanan bising?
4. Bagaimana gambaran triad epidemiologi Noise Induced Hearing Loss pada Operator
PLTD/G PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali
Induced Hearing Loss (NIHL) pada operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit
1. Mengetahui prevalensi NIHL pada operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit
Pembangkitan Bali berdasarkan agent yang meliputi intesitas kebisingan dan lama
pajanan bising.
telinga.
keselamatan dan kesehatan kerja mengenai epidemiologi Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) pada operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa
Pembangkitan Bali.
Hearing Loss pada operator PLTD/G PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan
2. Sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan perusahaan terkait risiko Noise Induced
Hearing Loss dan memberikan saran yang konstruktif bagi pihak perusahaan untuk
Induced Hearing Loss pada operator PLTD/G PT. Indonesia Power Unit
3. Menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja tentang epidemiologi Noise Induced Hearing Loss khususnya pada
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja khususnya penyakit akibat kerja yaitu Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada