Disusun Oleh
Wahyu Putri Rahmawati 1050701001111019
Geo Bertha Fernanda 105070101111020
Anggadha Yuniarko Saputra 105070104111002
Hashini Vijaya Kumar 10507010
Rizky Andrey Rarung 10507010
Pembimbing:
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Blast injury (trauma ledakan) yang terjadi pada masyarakat sipil terus
meningkat pada dua dekade belakangan dan terbanyak diakibatkan oleh
serangan teroris. Trauma ledakan diakibatkan oleh karena trauma fisik yang
diakibatkan oleh adanya ledakan dan ledakan ini dapat mengancam jiwa karena
menyebabkan kerusakan organ yang multipel terutama paru, sistem saraf pusat,
dan organ yang rusak akibat ledakan ini dapat hanya satu atau beberapa. Hasil
otopsi terhadap semua korban yang meninggal ditemukan cedera pada toraks,
abdomen, otak, dan vertebra. Kerusakan organ toraks berupa sobekan paru dan
jantung ditemukan pada 4 korban. Perdarahan parenkim paru yang disertai
sobekan paru ditemukan pada 2 korban. Cedera pada abdomen yang ditemukan
adalah perforasi usus multipel, hematoma usus, ruptur hepar, dan limpa.
Sedangkan cedera pada otak berupa sobekan otak, fraktur tulang temporal
kominutif, dan kontusio jaringan otak. Fraktur kominutif korpus vertebra servikal
ditemukan pada satu orang. Pada semua hasil otopsi didapatkan pecahan granat
baik di otak, rongga toraks maupun rongga abdomen. (Khurana and Dalal, 2011).
Pola kerusakan saat kejadian dapat sebagai akibat adanya komposisi
produk atau material yag terkandung di dalamnya, lingkungan sekitar, metode
pelepasan (jika bom), jarak antara korban dan ledakan, dan keterlibatan
beberapa bahan beresiko disekitarnya (cdc).
Kondisi korban trauma ledakan memiliki banyak tantangan dalam proses
identifikasi terutama bila korban berjumlah banyak dan mengalami luka yang
cukup serius. Ilmu kedokteran forensik dapat memberikan kontribusi dalam
mengidentifikasi korban ledakan yang identitasnya sulit untuk ditentukan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca mengenai identifikasi forensik pada korban trauma
ledakan.
1.2 Permasalahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Secondary injuries
Cedera sekunder adalah orang-orang yang terluka karena pecahan
peluru oleh objek dan lain didorong oleh ledakan. Cedera ini dapat
mempengaruhi setiap bagian dari tubuh dan kadang-kadang
menyebabkan trauma tembus dengan pendarahan terlihat. Pada saat
objek didorong dapat menjadi tertanam dalam tubuh, menghalangi
hilangnya darah ke luar. Namun, mungkin ada kehilangan darah yang luas
dalam rongga tubuh. Luka pecah peluru dapat mematikan dan karena itu
banyak bom anti-personil yang dirancang untuk menghasilkan pecahan
peluru dan fragmen
Sebagian besar korban disebabkan oleh cedera sekunder. Beberapa
bahan peledak, seperti bom kuku, yang sengaja dirancang untuk
meningkatkan kemungkinan cedera sekunder. Dalam kasus lain, target
menyediakan bahan baku untuk benda dilemparkan ke orang, misalnya
hancur kaca dari jendela meledak out atau fasad kaca bagunan.
c. Tertiary injury
Cedera tersier ini disebabkan kekuatan dinamis dan blast wind itu
sendiri yang mengakibatkan terlemparnya tubuh manusia yang
kemudian menabrak dinding atau benda stasioner lainnya. Cedera ini
terutama terjadi pada pasien yang dekat dengan sumber ledakan.
Cedera pada sistem muskuloskelatal sering dijumpai, yang
disebabkan oleh energi yang dialirkan melalui tulang atau akibat
menabrak benda stasioner. Pada kasus-kasus berat dapat berupa
amputasi avulsif.
d. Quaternaries injuries
Quaternary cedera, atau luka-luka bernama lain-lain, semua luka lain
yang tidak termasuk dalam tiga kelas pertama. Ini termasuk luka bakar
flash, cedera dan cedera menghancurkan pernafasan.
Trauma amputasi cepat mengakibatkan kematian, dan dengan
demikian jarang terjadi di selamat, dan sering disertai oleh cedera lainya
yang signifikant. Tingkat cedera mata mungkin tergantung pada jenis
ledakan cedera psikiatri, beberapa diantaranya mungkin disebabkan
oleh kerusakan neurologis yang terjadi dalam ledakan itu, adalah cedera
yang paling umum kuatener dan post traumatic stress disorder dapat
mempengaruhi orang-orang yang dinyatakan sepenuhnya tidak luka.
Primary Khusus untuk ledakan yang Organ berisi gas Ledakan pada paru-paru
besar (High-order sangat mudah (barotrauma paru-paru)
Explosives), hasil dari terkena, seperti Ruptur membran timpani
pengaruh gelombang paru-paru, dan kerusakan telinga
tengah
tekanan udara yang saluran cerna, dan
Perforasi dan perdarahan
berlebihan dengan telinga tengah abdomen
permukaan tubuh Ruptur mata
Gegar otak
Sekunder Hasil dari objek-objek yang Setiap bagian Peluru yang menusuk
melayang dan kemudian tubuh mungkin Penembusan ke mata
membentur orang disekitar terkena
Tersier Terjadi bila orang disekitar Setiap bagian Fraktur dan amputasi
ledakan terlempar dan tubuh mungkin traumatik
kemudian membentur suatu terkena Luka otak terbuka dan
objek. tertutup
Blast Injury
Tersier
Tabel 2.2. Tinjauan umum dari luka yang dihubungkan dengan ledakan
Mata, Wajah Perforasi bola mata, benda asing, emboli udara, fraktur
Trauma CNS Gegar otak, luka otak terbuka dan tertutup, stroke, trauma
medula spinalis.
BAB III
PEMBAHASAN
Simulasi Kasus
Sebuah bom meledak Hotel JMW dan RC Jakarta dan menyebabkan 9
korban sulit di identifikasi.
Dalam hal ini identifikasi pertama kali di lakukan di TKP dengan
mengumpulkan potongan tubuh jenazah dan memastikan tidak ada duplikasi dari
organ ataupun tulang untuk memastikan jumlah korban selanjutnya dimasukkan
kedalam kantong jenazah dan diberi label.
Sisa-sisa dibawa dari tempat kejadian ke Instalasi Forensik di Kepolisian
Rumah Sakit Bhayangkara RS Sukanto, Jakarta. Ada 9 jumlah minimum individu
diidentifikasi dari ledakan bom di Jakarta JWM dan RC Hotel. Bagian tubuh
diperiksa, artikulasi sendi dan sisi bagian tubuh yang diberi nomor dimasukkan
ke dalam kantong mayat. Artikulasi sendi dan sisi bagian tubuh digunakan untuk
rekonstruksi individu. Misalnya, tubuh tanpa kepala dan kepala tanpa tubuh
diperiksa pada daerah kerusakan untuk mencocokkan mana kepala dan tubuh
milik individu yang sama. Kehadiran telinga juga dicatat, karena tidak bisa
memiliki 2 telinga kanan atau telinga kiri 2. Ketika symphisis pubis tulang panggul
terekspos, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode Suchey-Brooks
untuk penentuan umur. Sidik jari, catatan gigi dan medis, DNA serta properti yang
digunakan dalam pemeriksaan postmortem.
Sisa-sisa manusia diidentifikasi sebagai 2 pelaku bom bunuh diri, satu
staf hotel, dan sisanya adalah tamu hotel. Jumlah bagian tubuh di RC hotel
adalah 131 dan dua badan tanpa kepala, dua batang tubuh tanpa kepala dan
tanpa ekstrimitas, satu kepala, jaringan lunak, sebuah kuku jari kaki berwarna.
Dari JWM tim DVI menemukan empat jenazah cukup utuh manusia dan 8 bagian
tubuh yang terdiri dari kepala, dua fragmen lengan, dua anggota tubuh bagian
bawah, tulang dan jaringan lunak. Rentang usia para korban adalah dari 17
tahun sampai 62 tahun. Penentuan usia berusia 17 tahun berasal dari sutura
koronal yang masih terbuka, molar ketiga belum erupsi dan oksipital
synchondrosis belum terjadi fusi dan dari dental wear.
Metode dental wear dari Lovejoy digunakan untuk menentukan usia. Satu
bagian tulang kemaluan cocok untuk tahap V metode Suchey-Brooks,
menunjukkan rata-rata usia 48,1 tahun, dekat dengan usia biologis dari sisa-sisa
berusia 50 tahun, setelah rekonsiliasi. Usia korban berusia 50 tahun itu
ditentukan dengan menggunakan pencocokan Suchey-Brooks symphisis pubis
tahap 5.
Dengan metode visual dapat di bedakan, satu adalah perempuan. Dari 9
sisa-sisa manusia multinasional, 3 adalah ras Mongoloid dari Indonesia,
sementara 6 adalah ras Kaukasia dari Selandia Baru, Australia, dan Belanda.
Penentuan keturunan tengkorak menggunakan metode antropologi forensik
standar dan gigi yang digunakan ada atau tidak adanya keilokoilomorphy atau
sekop bentuk incisors. Jumlah individu positif diidentifikasi itu 9 orang termasuk:
non-dokter gigi atau antropolog non-forensik disesatkan oleh "kekerdilan rahang",
Berpikir itu milik seorang anak. Perhatikan bahwa gigi memiliki gigi yang luas dari
tambalan amalgam, permukaan insisal gigi anterior yang dikenakan, dua
premolar yang mungkin diambil untuk tujuan ortodontik, dan hanya empat
geraham yang hadir bukan enam pada rahang atas. Perawatan gigi yang luas
mahal, sisa-sisa adalah status sosial ekonomi yang tinggi. Dari 9 sisa, 8 adalah
laki-laki dan 1 wanita
4.1 Kesimpulan
1. Proses identifikasi korban bencana melalui 5 tahap yaitu Scene, Mortuary,
Kompilasi data antemortem, Rekonsiliasi, dan Pengeluaran Hasil
2. Dalam proses identifikasi terdapat 2 metode identifikasi yaitu identifikasi primer
dan identifikasi sekunder
4.2 Saran
1. Sebagai seorang dokter kita harus dapat mengidentifikasi korban trauma
ledakan, dengan mempelajari identifikasi forensik
2. Diharapkan pula seorang dokter selalu mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran foresik, sebab membantu proses identifikasi merupakan tugas dokter.
3. Diperlukan pula laporan kasus dan pendataan statistik kasus-kasus identifikasi
forensik pada trauma ledakan.
DAFTAR PUSTAKA