Disusun Oleh
Mayastuti Nur M. 105070100111041
Farah Nishfi Ramadhani 105070104111012
Shanti Andri Sakarisa 105070104111013
Yosephine Adisti W. 105070104111014
Pembimbing:
MALANG
2015
DAFTAR ISI
Halaman
COVER................................................................................................................... i
ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Tanda penting dari kejadian pembunuhan dan bunuh diri
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
1.2.1 Bagaimana membedakan cara kematian pembunuhan atau bunuh diri pada
kasus tenggelam?
1.2.2 Bagaimana pemeriksaan jenazah pada kasus tenggelam ?
1.2.3 Bagaimana pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada kasus tenggelam ?
BAB II
KERANGKA TEORI
atau dari aritmia, gangguan paru atau disfungsi multiorgan (Cantwell PG et al,
2013).
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia
disertai gangguan elektrolit. Cairan yang teraspirasi dan terdapat pada paru
menghasilkan vasokonstriksi dan hipertensi yang diperantarai oleh nervus
vagus. Air tawar berpindah lebih cepat dari membran kapiler-alveoli ke
mikrosirkulasi. Ini akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolisis. Dengan
pecahnya elektrolit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga
menimbulkan hiperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi
fibrilasi ventrikel). Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan
buih serta benda air pada paru. Selain itu, air tawar cenderung lebih hipotonik
dibandingkan plasma dan menyebabkan gangguan surfaktan alveoli. Hal ini
akan menyebabkan instabilitas alveoli, atelektasis, dan penurunan komplians
paru (Cantwell PG et al, 2013).
Pada peristiwa tenggelam di air asin, akan mengakibatkan terjadinya
anoksia dan hemokonsentrasi. Air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam
jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan edema paru, hemokonsentrasi
dan hipovolemia. Serta tidak terjadi gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung
kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda air.
Dibandingkan dengan tenggelam pada air tawar, kematian pada tenggelam di
airasin prosesnya lebih lambat (Dahlan S, 2000). Air asin, yang bersifat
hiperosmolar, akan menarik cairan ke dalam alveoli dan menyebabkan dilusi
surfaktan. Cairan yang kaya protein akan bereksudasi secara cepat ke alveoli
dan interstitial paru. Hal ini menyebabkan komplians paru berkurang dan
membran kapiler-alveoli rusak dan terjadi perpindahan cairan sehingga terjadi
hipoksia (Cantwell PG et al, 2013).
penderita dapat kejang. Penderita kemudian dapat berakhir dengan henti nafas
atau jantung (Cantwell PG et al, 2013).
sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air tawar bergerak
dengan cepat ke membran kapiler alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga
menyebabkan ninstabilitas alveoli, atelektasis, dan menurunnya kemampuan paru
untuk mengembang (Dahlan S, 2000).
Pada wet drowning, yang mana terjadia inhalasi cairan, korban menahan nafas
karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi megap-megap. Dapat terjadi
regurgitasi dan aspirasi isi lambung kemudian adanya laringospasme yang diikuti
dengan pemasukan air. Setelah itu, korban kehilangan kesadaran dan terjadi apneu.
Penderita kemudian megap-megap kembali, bisa sampai beberapa menit diikuti
kejang-kejang. Penderita akhirnya mengalami henti nafas dan jantung (Dahlan S,
2000).
a. Dry Drowning
Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam
saluran pernapasan
b. Immersion Syndrome
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba masuk ke dalam air dingin
(suhu < 20o C) yang menyebaabkan terpicunya refleks vagal yang
menyebabkan apneu, bradkardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah
kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi
serebral
c. Subemersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderit epilepsi atau penyakit jantung,
hipertensi atau konsumsi alkohol yang mengalami trauma kepala saat masuk
ke air.
d. Delayed dead
Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam
9
Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat
berdasarkan adanya diatom pada paru, ginjal, otot skelet atau sumsum tulang. Pada
mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar mekanisme
kematian dapat ditentukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Pemeriksaan mayat yang dilakukan harus seteliti mungkin agar mekanisme
kematian dapat ditentukan karena seringkali mayat ditemukan sudah membusuk. Hal
yang perlu diperhatikan adalah (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
10
g. Bila lebih membusuk lagi, kulit ari akan mengelupas sehingga warna kulit tidak
jelas, rambut lepas.
Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan getah paru dengan cara permukaan
paru disiram dengan air bersih, lalu iris bagian perifer, ambil sedikit cairan perasan dari
jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek, tutup dengan kaca penutup dan lihat
dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis
lainnya(Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Ketika air tawar memasuki paru-paru, natrium plasma turun dan kalium plasma
meningkat, sedangkan pada inhalasi air asin, natrium plasma meningkat cukup tinggi
dan kalium hanya meningkat ringan. Pada tenggelam pada air tawar, konsentrasi
natrium serum dalam darah dari ventrikel kiri lebih rendah dibandingkan ventrikel
kanan. Namun, angka ini dapat bervariasi, ini disebabkan ketika post mortem dimulai
maka difusi cairan dapat mengubah tingkat natrium dan kalium yang sebenarnya. Oleh
karena itu Simpson berpendapat bahwa analisis dari kadar Na, Cl dan Mg telah
dipergunakan, tetapi hasilnya terlalu beragam untuk digunakan didalam praktek sehari-
hari (Shepherd, 2003)
BAB III
PEMBAHASAN
BAB III
PEMBAHASAN
kombinasi dari penemuan hasil otopsi dan pemeriksaan diatom sangatlah diperlukan
(Michel HA et al, 2005).
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara
langsung berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang tersering
epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban biasanya
bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi secara tanpa sengaja, yakni
korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati padahal hanya pingsan. Untuk
menghilangkan jejak, korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam
(Michel HA et al, 2005).
3.1 Menentukan Perbedaan Bunuh Diri dan Pembunuhan pada kasus tenggelam
Penentuan apakah tenggelam merupakan kasus bunuh diri harus dilakukan secara
benar karena mempertimbangkan dan berakibat pada aspek legal, agama, dan sosial.
1. Yang pertama untuk menentukan bunuh diri pada kasus tenggelam perlu
dilakukan otopsi guna mencari penyebab sebenarnya Tidak dengan hanya
jenazah ditemukan pada kolam air, sungai, danau dll dapat diartikan penyebab
dari kematian adalah tenggelam. Perlu dipetimbangkan adanya kemungkinan
pembunuhan atau bunuh diri.
2. Yang kedua, cari apakah ada peninggalan surat dari korban (suicide note). Jika
ditemukan adanya suicide note, perlu dilakukan verifikasi tulisan tangan, gaya
dan bahasa termasuk tata kalimat apakah sesuai dengan tulisan tangan
korban. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan dengan tulisan tangan
lain yang dimiliki korban sebelum meninggal dan menunjukkan bukti tersebut
kepada orang atau kerabat yang mengenal korban.
3. Selanjutnya, mempertimbangkan dimana korban ditemukan. Kebanyakan dari
korban tenggelam ditemukan di bathup atau kolam renang. Jika ditemukan
pada tempat tersebut dapat dilakukan investigasi mengenai kebiasaan pribadi
dan rutinitasnya untuk melihat jika ada alasan korban untuk mandi atau
berenang sebelumnya. Darisitu kita dapat memperoleh beberapa keterangan
sebelum kejadian dan kemungkinan penyebabnya. Biasanya jika korban
ditemukan pada air yang dangkal, dapat diindikasikan sebagai kasus
kecelakaan atau pembunuhan terlebih jika korban ditemukan dengan keadaan
telanjang.
Jika korban ditemukan di danau, rawa atau laut juga perlu dicurigai adanya
kematian tidak wajar. Pembunuhan dapat terjadi secara tanpa sengaja, yakni
18
Berikut ini adalah tabel perbedaan antara tanda-tanda ante-mortem dan post-
mortem pada kasus mati tenggelam.
Tabel 3.1 Perbedaan tanda antemortem dan postmortempada kasus mati tenggelam
Gambaran Tenggelam Ante-Mortem Tenggelam Post-Mortem
Buih Halus, banyak buih keluar Tidak ditemukan buih.
dari hidung dan mulut
Mengembang, bertumpang Terdapat air dalam paru-
tindih dengan jantung, paru.
Paru-paru terdapat indentasi tulang-
tulang iga, terjadi edema
pada paru.
Spasme mayat Rumput atau ranting Tidak dijumpai.
19
Tabel 3.2 Tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus
matitenggelam
3.2.2 Korban dilemahkan dengan kekerasan sehingga tidak sadarkan diri lalu
dibuang ke sungai/laut sehingga meninggal dunia karena asfiksi (akibat
tenggelam)
Pada kasus tertentu, kemungkinan korban terlebih dahulu dilemahkan dengan
menggunakan kekerasan baik kekerasan benda tumpul maupun benda tajam. Korban
21
terlebih dahulu dianiaya oleh pelaku baik dengan tajam, misal ditusuk dan dibacok,
atau dianiaya dengan benda tumpul, misal dipukul dengan batu, kayu atau dibenturkan
atau dibekap baik dengan tangan kosong, dicekik, dijerat, atau burking (penekanan
eksternal pada dada) sehingga mengakibatkan korban tidak sadarkan diri kemudian
korban dibuang ke sungai/laut dengan maksud tersangka korban meninggal atau
tersangka menyangka korban telah meninggal dunia padahal korban hanya pingsan.
Untuk menghilangkan jejak, korban dibuang ke sungai atau laut, sehingga meninggal
dunia karena tenggelam.
Pada kasus seperti ini, maka ada beberapa hal yang dapat kita temukan pada
pemeriksaan jenazah.
Pada pemeriksaan luar, dapat kita temukan tanda-tanda penganiayaan pada tubuh
jenazah baik berupa trauma tumpul, tajam, tanda pencekikan seperti luka lecet atau
luka babras berbentuk bulan sabit dengan penampang kurang lebih setengah
sentimeter tergantung jumlah jari yang mengenai leher, tanda pembekapan seperti luka
babras / memar pada mukosa bibir bagian dalam, tanda burking terdapat memar pada
dada dan didapatkan tanda-tanda asfiksi secara umum seperti lebam mayat berwarna
merah gelab, sianosis pada bibir dan ujung ekstremitas, ptecie pada konjungtiva. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan lebih spesifik pada tanda-tanda asfiksi seperti darah
berwarna cair dan gelab, organ-organ kongestif, terdapat bintik-bintik pendarahan pada
pericard, pleura dan peritonium. Pada korban pencekikan kemudian ditenggelamkan
bisa juga didapatkan perdarahan di otot leher, kelenjar tiroid dan kelenjar ludah,
petecie laring, luka memar atau luka terbuka pada membrana tyrohyoid. Pada kasus
burking didapatkan patah tulang rusuk.
3.2.3 Korban sengaja bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri dengan
temuan menyerupai korban tenggelam murni kecelakaan
Pada kasus ini, korban bunuh diri biasanya didapatkan barang pemberat yang terikat
tali dengan simpul hidup pada ekstremitas. Adanya surat wasiat juga merupakan
petunjuk penting pada kasus bunuh diri. Pada pemeriksaan luar didapatkan gambaran
khas pada orang yang tenggelam antemortem (Tabel 3.1). Pada pemeriksaan dalam
didapatkan gambaran sesuai dengan sebab kematiannya, apakah karena asfiksia,
reflek vagal maupun spasme laring. Gambaran pada paru tergantung pada lokasi
dilakukan bunuh diri, apakah di air laut atau air tawar.
Pada kasus kecelakaan bisa terjadi karena tidak bisa berenang, tidak sengaja
tergelincir kemudian terbentur sehingga tidak sadarkan diri, terjadi kram pada kaki
22
secara mendadak saat berenang, atau korban murni kecelakaan lalu lintas yang jatuh
ke laut atau karena korban sebelumnya mabuk/diracun sehingga mengalami
kecelakaan lalu lintas dan jatuh tenggelam ke dalam sungai atau laut. Pada kasus ini
pemeriksaan luar yang didapatkan menunjukkan tanda-tanda trauma tanpa adanya
tanda perlawanan, terlebih penting untuk membedakan apakah ini murni kecelakaan,
bunuh diri atau pembunuhan perlu dilakukan olah TKP serta pemeriksaan ante mortem
pada keluarga korban, rekan korban atau saksi di TKP. Pada pemeriksaan dalam
secara umum didapatkan tanda-tanda asfiksia karena tenggelam, Apabila sebab
kematian orang tersebut akibat asfiksia. Tanda-tanda yang patognomis bervariasi
tergantung kelainan atau trauma yang didapat oleh orang tersebut, misal apabila orang
tersebut terjatuh di air yang dangkal dengan kepala yang terbentur hebat pada dasar
kolam renang atau sungai, maka kemungkinan didapatkan perdarahan otak dengan
jumlah yang dapat menyebabkan kematian.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA